Thursday, October 5, 2017

GHAUTSIYAH (PENOLONG DAN PEMBIMBING ZAMAN)

GHAUTSIYAH (PENOLONG DAN PEMBIMBING ZAMAN) A. Sunnah Rasulullah Saw 1. Kesempurnaan Sunnah Setiap nabi atau rasul mendapat tugas dari Allah Swt, sesuai kondisi kaumnya. Sejak Nabi Adam As sampai akhir zaman, tidak ada nabi atau rasul yang mendapat tugas menuntaskan risalah Tuhan sesempurna tugas Rasulullah Saw. Beliau Saw membawa ajaran keimanan dalam meng-Esa-kan Allah Swt secara sempurna dan sebenar-sebenarnya, dengan disertai tuntunan hidup yang lengkap dan sempurna. Didalamnya, tak sedikitpun terdapat kekurangan. Firman Allah Swt, Qs, al-Maidah : 3 أَلْيَوْمَ أَكْمَلَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الإَسْلاَمَ دِيْنًا Pada hari ini, telah Aku sempurnakan bagi kamu semua agamamu, dan telah Aku lengkapi kenikmatan bagimu, dan telah Aku ridloi Islam sebagi agama bagi kamu semua. Kesempurnaan ajaran yang dibawa Rasulullah Saw meliputi bidang lahiriyah dan batiniyah, fisik maupun metafisik, serta hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan maupun dengan makhluk. Tuntunan hidup yang tertuang dalam al-Qur’an dan hadis, berfungsi sebagai pedoman pokok (qanun asasi). Sebagai pedoman pokok, al-Qur’an memerlukan penjelasan dan penjabaran dari Rasulullah Saw (al-hadis). Demikian pula, sunnah rasul, masih perlu adanya penjelasan dan jabaran dari para sahabat yang membidanginya. Al-Qur’an dan hadis, selain sebagai ketentuan hokum, juga sebagai tempat kembali atau rujukan seluruh hokum dalam Islam. Kedua pedoman hokum tersebut, didalamnya terdapat perintah kepada para ulama yang ahli, agar menjabarkan dan mengembangkan kaidah pokok dengan tanpa keluar dari tujuan/ jiwa (ruh)-nya. Sepeninggal Rasulullah Saw, pada priode awal para sahabat nabi berusaha memberikan penjelasan terhadap kaidah pokok tersebut, yang terkenal dengan atsar atau ijtimaus shahabah (amalan yang menjadi kesepakatan sahabat). Tidak semua sahabat memiliki kemampuan menjelaskan/ menafsirkan al-Qur’a, dan hadis. Hanya p[ara sahabat yang sering bergaul dan berkumpul dengan Nabi Saw saja yang dapat menjabarkan pedoman pokok tersebut. Diantara mereka adalah, Aisyah, Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abu Mas’ud al-Anshari, Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Ma’ud, Abdullah bin Abbas, Mu’adz bin Jabbal, Abu Dzar al-Ghifari Ra. Sedangkan sahabat yang lain mengikuti penjelasan dan penjabaran dari sahabat yang ahli tersebut. Dan kemudian penjelasan dari para sahabat, diulas dan diwujudkan dalam berbagai ilmu yang tertulis dalam beberapa buku yang ditulis oleh generasi penerus Islam selanjutnya. Ilmu fiqh, dijabarkan dan dilanjutkan oleh para Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan fuqaha lainnya, dalam keimanan (aqidah) dijabarkan dan dilanjutkan oleh ulama ilmu kalam (seperti Imam Abul Hasan al-Asy’ari, Abu Mansur al-Maturidi dan lainnya), dan dalam ilmu akhlak batin (tasawuf) dijabarkan dilanjutkan oleh Imam Hasan Bashri, Said bin Musayyab, Imam Ja’far Shadiq, Ibrahim bin Adham, Fudlail bin’Iyadl, Malik bin Dinar dan kaum sufi lainnya serta para waliyullah. Demikian pula penjabaran dalam bidang ilmu-ilmu yang lain. Pada priode kedua inilah lahirnya ilmu ushul fiqih, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu kalam, dan beberapa ilmu lainnya. Yang mana ilmu-ilmu tersebut pada zaman Nabi Saw, baru wujud secara global, serta belum memiliki nama dan ciri-ciri secara mendetail. Penjabaran dan ulasan terhadap inti sunnah ini, dimungkinkan terjadinya penyimpangan makna, pendangkalan arti atau pembelokan arah oleh orang-orang yang kurang ahli atau dari orang yang sengaja akan menghancurkan Islam dari dalam. Dalam ini terdapat keterangan dalam hadis riwayat Bukhari dari Aisyah Ra yang perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh. Rasulullah Saw bersabda : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَادٌّ. Barang siapa yang mengadakan sesuatu dalam agama kita ini yang tidak dasar didalamnya, maka ia tertolak (batal). Dan sebagaimana fakta yang terjadi, diantara mukmin terjadi perbedaan yang sangat tajam dalam mengartikan makna bid’ah, yang antara satu dengan mukmin lainnya hanya menurut pemahaman sepihak, tanpa mengkompromikan dengan pendapat pihak lain. Hingga terjadi, tuduhan pelaku bid’ah yang diarahkan kepada lawan pendapat. Sebagai missal, ajaran yang mengajak memahami keberadaan serta keagungan Rasulullah Saw secara ruhani dan al-Ghauts Ra, dianggap sebagai paham bid’ah oleh kelompok yang memiliki paham berhubungan kepada Allah Swt dapat dilakukan secara langsung (naudzu billah). Setan/ iblis tidak rela bila ummat Islam bersatu. Ia membisikkan paham yang menyalahi sunnah rasul. Dan Rasulullah Saw memang telah mensinyalir akan terjadinya keondisi ummat Islam yang saling membid’ahkan antara kelompok satu dengan lainnnya : 1. Hadis riwayat Thabrani dari Abu Darda’, Rasulullah Saw bersabda : أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا زِلَّةُ عَالِمٍ وَجَدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَالتَكْذِيْبِ بِالقَدَرِ Tiga perkara yang Aku takutkan terhadap ummatku : hilangnya orang alim, perdebatan orang munafiq tentang al-Qur’an dan pendustaan terhadap taqdir. 2. Hadis riwayat Dailami dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah Saw bersabda : أَفَةُ الدِيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ Afat agama ada tiga : ahli fiqh yang durhaka, imam yang tidak adil dan mujtahid (orang menafsiri Qur’an dan hadis) yang bodoh. 3. Hadis riwayat Abu Daud, Rasulullah Saw bersabda : سَيَكُوْنُ فِي أُمَّتِي إِخْتِلاَفٌ وفِرْقَةٌ, قَوْمٌ يُحْسِنُهُمُ القِيْلَ وَيَسِيْئُوْنَ الفِعْلَ يَقْرَؤُنَ القُرْأَنَ وَلاَ يُجَاوِزُ تَرَاقَبَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِيْنِ مُرُوْقَ السَهْمِ مِنَ الرَمْيَةِ لاَ يَرْجِعُونَ حَتَّى يَرْتَدَّ عَلى فُوقِهِ, هُمْ شَرُّ الخَلْقِ وَالخَلِيْقَةِ Akan datangsuatu masa pada ummat-Ku, perbedaan dan perpecahan. Terdapat kaum yang kebaikannya terletak pada pembicaraannya, dan kejelekannya terletak pada perbuatannya. Mereka membaca al-Qur’an, namun tidak melebihi kerongkongannya. Mereka semua terlepas dari pedoman agama, bagaikan mudahnya anak panah terlepas dari busurnya. Mereka tidak akan kembali (kepada mukminin) kecuali meragukan prinsip agamanya. Mereka itulah sejelek-jelek mahluk dan akhlaknya. Meskipun demikian, Allah wa Rasulihi Saw telah menjamin bahwa kemurnian dan kesucian sunnah Islam tetap terjaga dari penyimpangan dan pembelokan tersebut. Allah Swt dalam setiap waktu akan memberikan hidayah kepada mukmin yang terpilih dan yang dicintai-Nya, serta memberikan kepampuan kepada mereka untuk berjuang ditengah-tengah ummat masarakat dalam menjaga kemurnian sunnah Islam agar ruh Islam yang asli tetap terjaga. Penerus dan penjabar sunnah yang lurus ini, dikenal dengan sebutan para waliyullah dan al-Ghauts Ra, baik ia menjabat sebagai “mujaddid” atau tidak. Sebagaimana keterangan dalam : 1. Hadis riwayat Muslim, Rasulullah Saw bersabda : لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْخَلَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُاللهِ وَهُمْ ظَاهِرُنَ عَلَى النَاسِ Tidak sepi dari ummat-Ku sekelompok orang yang menegakkan agama Allah. Mereka tidak dapat dirugikan oleh orang-orang yang menghinanya dan membelakanginya. (Keberadaan mereka) hingga datangnya keputusan Allah (hari kiamat). Mereka senantiasa berada di tengah tengah masarakat. 2. Firman Allah Swt, Qs. al-Anbiya’ : 106 : إِنَّ الأَرْضَ للهِ يَرِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه Sesungguhnya bumi itu milik Allah, yang diwariskannya kepada orang yang dikehendaki dari antara hambanya 3. Firman Allah Swt, Qs. Fathir : 32 : ثُمَّ أوْرَثْنَا الكِتَابَ الذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an) kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami. 4. Hadits riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah Saw. bersabda : يَحْمِلُ هَذَا العِلْمَ مِنْ كلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ , يَنْفَوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ المُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ Ilmu ini (kebenaran) akan disandang oleh orang-orang terbaik pada setiap generasi. Mereka menepis penyimpangan kaum ekstrim, membongkar pemalsuan kaum ahli bathil dan mematahkan takwil (pemahaman) kaum jahil. Berkaitan dengan hadis Imam Baihaqi ini, Imam Nawawi Ra menjelaskan, keberadaan manusia terbaik pembawa ilmu dari Rasulullah Saw dalam waktu : وَأَنَّ اللهَ يُوَافِقُ لَهُ فِي كُلِّ عَصْرٍ خَلْفًا مِنَ العُدُوْلِ يَحْمِلُونَهُ وَيَنْفَوْنَ عَنْهُ التَحْرِيْفَ Dan sesungguhnya Allah memberi taufiq (pertolongan) untuk ilmu Rasulullah setiap masa, generasi terbaik yang dapat mengembannya serta dapat menepis penyimpangan.. Diantara ruh Islam yang pokok dan sangat esensial, adalah menyadari keberadaan Rasulullah Saw secara ruhani serta keberadaan al-Ghauts Ra. Pemahaman ini merupakan keimanan yang sering dibelokkan oleh mereka yang kurang bertanggung jawab. Mereka mendustakan keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw wa Ghauts Ra pada setiap zaman, dengan mencari-cari dalil dari al-Qur’an dan al-Hadis, yang dipaksakannya. Untuk melanjutkan sunnah para sahabat tersebut (tentang keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw serta keberadaan al-Ghauts Ra pada setiap waktu), para ulama dari kaum sufi, meskipun mendapat tantangan dan rintangan dari orang-orang yang tidak memahaminya, mereka terus mempertahankan prinsip keimanan tersebut dengan sekuat tenaga. Diantara mereka, ada yang difitnah dan dijebloskan kedalam penjara dengan alasan yang dicari-cari dan dibuat, padahal mereka tidak melakukannya. Diantara mereka, ada yang dituduh menciptakan paham ittihad, hulul dan wahdatul wujud, padahal paham ini sangat jauh dari alam pikiran kaum sufi. Mereka (yang menfitnah) negartikan ketiga istilah tersebut hanya menurut paham mereka, dan bukan menurut paham sufi. Dan para pemfitnah tersebut, tidak mau mendengarkan ulasan dan penjelasan yang diberikan oleh para ulama kaum sufi. Perjuangan Wahidiyah yang pusat pergerakannya di Pondok Pesantren Kedunglo al-Munaddloroh Kota Kediri – Jawa Timur, bertujuan melanjutkan perjuangan tentang kesadaran ummat manusia terhadap keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw dan al-Ghauts Ra, yang mana perjuangan ini telah diperjuangkan oleh para sahabat nabi dan Waliyullah Ra sejak pada masa awal Islam sampai waktu kapanpun. Perjuangan tersebut oleh Yayasan Perjuangan Wahidiyah Dan Ponpes Kedunglo dilaksanakan secara lahir dan batin. Secara lahir, bergerak dengan bentuk penyiaran dan pembinaan kepada ummat masarakat tanpa pandang bulu, agar dapat memahami keberadaan dan kegungan Rasulullah Saw serta memahami keberadaan al-Ghauts Ra (yang mana setiap Beliau Ra almarhum, Allah Swt mengangkat waliyullah dibawahnya untuk menggantikan kedudukannya). Sedangkan secara batin bergerak dalam bentuk berdoa memohon hidayah Allah Swt, untuk mendapatkan fadlol dan hidayah-Nya, agar diri sendiri, keluarga serta ummat dan masarakat dapat memahami keberadaan Rasulullah Saw dan Ghauts Hadzaz Zaman Ra secara musyahadah. Dita’lifnya shalawat wahidiyah oleh Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA, dan dibentuknya lembaga Perjuangan Wahidiyah oleh Hadlratul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra, bertujuan agar mukmin yang mengamalkannya dan bernanung dalam Yayasan Perjuangan Wahidiyah dapat merasakan manisnya iman musyhadah kepada Allah wa Rasulihi Saw wa Ghautsi Hadzaz Zaman Ra (iman Wahidiyah dan iman Ahadiyah). Sistem/ metode/ kurikulum (thariqah dalam istilah tasawuf) yang disusun Perjuangan Wahidiyah sangat sistimatis, simple dan praktis. Disamping melalui penjelasan dan dakwah (penyiaran dan pembinaan), juga memberikan alat atau cara untuk membuktikan (secara musyahadah) terhadap keberadaan, kemulyaan dan keagungan Rasulullah Saw wa Ghautsuz Zaman Ra. 2. Pembagian Sunnah Secara bahasa as-sunnah memiliki arti : aturan, tuntunan atau cara hidup. Sedangkan menurut pengertian syariat, berarti keterangan Nabi Muhammad Saw terhadap kitabullah dalam bentuk ucapan, perbuatan dan sikap, yang kemudian mejadi cara nabi dan para sahabatnya dalam menjelaskan agama Islam. Setiap agama memiliki tuntunan/ sunnah yang baku yang dijadikan pedoman oleh penganutnya. Dalam kitab Tanwiirul Hawaalik ‘alaa Syarhi Muwattha’ Malik karya Syeh Jalaluddin Suytuthi, diterangkan bahwa Syeh Ibnu Muhdi (pembesar ulama Hijaz setelah Imam Malik) mengatakan : Syeh Sufyan Tsauri adalah imam dalam hadis tapi bukan dalam sunnah. Syeh al-Auzaiy adalah imam dalam sunnah, tapi bukan dalam hadis. Sedangkan Imam Malik Ibn Anas adalah imam dalam hadis dan sunnah. Dan dalam kitab yang sama, Imam Ibnu Shalah juga mengatakan : Seorang ulama, kadang alim dalam bidang hadis, namun tidak alim dalam biang sunnah. Secara garis pokok, dalam syariat Islam hanya ada sunnah Rasulullah Saw dan tidak ada sunnah lainnya. Sedangkan secara rinci, terdapat 3 (tiga) sunnah : 1. Sunnah Rasulullah Saw. Sunnah rasul merupakan qanun asasi (pedoman pokok) kedua setelah al-Qur’an. Ia merupakan ulasan dan jabaran terhadap al-Qur’an. Kebenaran sunnah rasul ini bersifat mutlak serta pasti. Jabaran dari Beliau Saw terhadap al-Qur’an, hakikinya bukan dari nafsu, melainkan datang dari wahyu. 2. Sunnah Sahabat Ra. Sunnah sahabat tidak boleh dipahami sebagai tandingan terhadap sunnah Rasulullah Saw. Karena ia sebagai ulasan atau jabaran terhadap sunnah rasul. Dan Rasulullah Saw-pun memerintahkan ummat Islam untuk mengikutinya. Sebagaimana yang tercermin dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi : وَإِنَّهُ مَنْ يَعْشِ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ, عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِدِ. وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ, فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. Sesungguhnya, barang siapa diantara kamu semua yang hidup (pada masa nanti) akan melihat terjadinya banyak perbedaan pendapat. Maka, wajib bagi kamu semua (berpegang teguh) dengan sunnah-ku dan sunnah para khalifaur rasyidin yang mendapat hidayah. Gigit (pegang)-lah sunnah tersebut dengan geraham (kuat-kuat). Dan hati-hatilah dengan perkara yang baru. Sesungguhnya segala yang bid’ah (perkara baru) adalah sesat. Sari makna dari hadis diatas dengan jelas menerangkan: 1. Munculnya perbedaan penafsiran terhadap intisari dari syariat Islam terjadi setelah kepulangan Rasulullah Saw ke alam baka. 2. Rasulullah Saw telah menjelaskan; bahwa khulafaur rasyidin adalah manusia pilihan yang paling paham tentang makna yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadis, manusia yang paling mengetahui perbedaan antara sunnah dan bid’ah, serta manusia paling mengerti tentang perbedaan antara perkara yang hak dan yang batal. 3. Berpegang teguh kepada sunnah/ amalan/ tafsiran para khulafaur rasyidin, merupakan perintah dari Rasulullah Saw, dan berarti sebagai bagian dari sunnah Islam yang pokok. 4. Setelah Rasulullah Saw memerintahkan berpegang teguh dengan sunnah khulafaur rasyidin, baru memberikan peringatan terhadap akan adanya amalan bid’ah. Dengan demikian, tafsiran/ amalan para khulafaur rasyidin tidak dapat dikelompokkan kedalam amalan bid’ah. Seperti jamaah tentang shalat tarawih. Sahabat Umar bin Khatthab Ra, menjelaskan : نِعْمَةُ البِدْعَةِ هَذِهِ : nikmatnya bid’ah adalah ini. Para sahabatlah yang paling mengetahui tentang makna sunnah bid’ah. 5. Amalan bid’ah adalah amalan atau tafsiran yang tidak sesuai dengan tafsiran/ amalan para khulafaur rasyidin Ra. 6. Karena amalan/ tafsiran dari khulafur rasyidin tidak golongkan oleh Rasulullah Saw sebagai amalan bid’ah, maka makna kata “كُلَّ بِدْعَةٍ : bukan setiap bid’ah”, akan tetapi menjadi “sebagian bid’ah”. Hal semacam ini banyak kalimah dalam al-Qur’an atau hadis yang sepadan. Misalnya; pertama, memulyakan dan mengagungkan keberadaan serta kedudukan Rasulullah Saw baik secara jasmani maupun secara ruhani (waktu masih hidup maupun setelah wafatnya), merupakan sunnah rasul yang sering dianggap perbuatan bid’ah. Dan pada akhir-akhir ini, sebagian besar ummat Islam, tidak (paling tidak, kurang) mengenal keagungan dan kedudukan Rasulullah Saw secara ruhani. Sebagai nabi terakhir, dan tidak ada nabi setelah Beliau Saw, makna syahadah “rasul” (Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah), tidak boleh diartikan dengan; bahwa Nabi Muhammad adalah mantan rasul atau akan menjadi rasul. Akan tetapi “Nabi Muhammad (manusia terbaik dan terpilih) adalah (tetap sebagai) Rasulullah”. Makna kalimah syahadah itu, mengisyaratkan; beliau adalah rasul pada waktu dahulu, sekarang maupun nanti. Dengan kata lain, saat sekarang ini, saat kita membaca tulisan ini, Beliau Saw adalah Rasulullah, bukan mantan rasul. Memperjuangkan agar mukmin senantiasa menyadari terhadap keagungan dan ketinggian derajat Rasulullah Saw disisi Allah Swt, para sahabat, tabi’in, serta para ulama kaum sufi, membuat metode/ system/ tarekat yang dapat membawa manusia kepada hal tersebut. Diantara metode/ sunnah yang mereka buat, menyusun doa dalam bentuk shalawat, yang didalamnya terdapat ajaran tentang kebesarannya, menulis sejarah hidup Nabi Saw dengan disertai berita tentang karomah dan mu’jzatnya. Kedua, semua tarekat atau sunnah yang disusun oleh para al-Ghauts Ra, bertujuan agar sunnah rasul yang telah dijabarkan oleh para sahabat dapat terealisasi. Seperti : 1. Setiap muslim dapat memahami Rasulullah Saw masih hidup secara ruhani, serta tetap sebagai rasul-Nya sampai akhir zaman. HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah Ra : لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيْدًا وَصَلُّو عَليَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تُبَلِّغُونِي حَيْثُمَا كُنْتُمْ Janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah kamu jadikan kuburku seperti hari raya, bershalawatlah kamu semua kepadaku. Sesungguhnya shalawatmu sampai kepadaku dimanapun kamu semua berada. Hadis riwayat Thabrani dan Ibnu Majah dari Abu Darda’, Rasulullah Saw bersabda : وَإِنْ أَحَدٌ لَيُصَلِّيَ عَلَيَّ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلاَتُهُ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. قُلْتُ : وَبَعْدَ المَوتِ ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الأرْضِ أَنْ تَاْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءَ, فَنَبِيُّ اللهِ حَيٌّ يُرْزَقُ Dan tidaklah seseorang yang bershalawat kepadaku, kecuali shalawatnya diperlihatkan kepadaku sampai ia selesai bershalawat. Aku (Abu Darda’) berkata: dan setelah mati ?. Jawab (Rasulullah Saw) : Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi (masa) memakan (merusak) jasad (jiwa) para nabi. Nabiyullah itu tetap hidup dan mendapat rizki. Allah Swt berfirman, Qs. al-Baqarah : 154 : وَلاَ تَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ Janganlah kamu semua mengatakan kepada orang yang mati dalam jalan Allah (mengalami) kematian. Akan tetapi, (mereka) tetap hidup. Sedangkan (akal) kamu semua tidak dapat menjangkaunya. Allah Swt berfirman, Qs. Ali Imran : 169 : وَلاَ تَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ Janganlah kamu semua mengira kepada orang-orang yang gugur dijalan Allah (mengalami) kematian. Akan tetapi, tetap hidup disisi Tuhannya, dan mereka biberi rizki. Keterangan yang didapat dari hadis dan firman diatas, adalah tetap hidupnya Rasulullah Saw secara ruhani. Paham ini merupakan paham yang harus dipegang oleh setiap mukmin yang mengucapkan dua kalimah syahadah. Dan inilah sunnah sahabat para khulafaur rasyidin Ra dan para al-Ghuts Ra. 2. Mukmin dapat memahami bahwa alam seisinya diwujudkan oleh Allah Swt untuk menghormat dan mengagungkan Rasulullah Saw. Diriwayatkan dari Umar Ibn Khatthab, Rasulullah Saw bersabda : 5 وَلَمَّا اقْتَرَفَ أدمُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: اللهُمَّ اِ نّيِ أَسْألُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ اِلاََّ غَفَرْتَ لِي قَالَ اللهُ يَأدَمُ كَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدا وَلَمْ أَخْلُقُهُ ؟ قَالَ: لَمَّا خَلَقْتَنِي وَنَفَخُْت فِي مِنْ رُوْحِكَ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَ يْتُ عَلىَ قَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُوبًا لاَالهَ الاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ أنَّ اسْمَكَ لَمْ تَضِفْ اِلاّ عَلَى أَحَبَّ الخَلْقِ اِلَيْكَ, قَالَ: صَدَقْتَ أَ نَّهُ لأحَبُّ الخَلْقِ وَاِذْ سَاَلْتَنِي بِحَقِّهِ فَأَجَبْتُ وَلَوْلاَهُ مَا خَلَقْتُكَ Ketika Adam terperosok kesalahan, Adam berkata : Ya Allah, aku memohon kepadamu dengan hak dan kenyataan Muhammad, ampunilah aku. Tuhan bersabda : Wahai Adam darimana engkau mengetahui Muhammad sedang Aku (Allah) belum menciptanya. Jawab Adam : Ketika Engkau menciptaku, dan meniupkan kedalam jiwaku Ruh dari-Mu, kemudian aku mengangkat kepalaku, dan aku melihat pada penyangga arasy terdapat tulisan Lailaha Illallah Muhammad Rasulullah. Oleh karenanya aku mengerti bahwa sesungguhnya Asma-Mu tidak mungkin Engkau sandarkan kecuali kepada mahluk yang paling Engkau cintai. Tuhan bersabda : Benar kamu (Adam). Ia (Muhammad) adalah mahluk yang paling Aku cintai. Dan jika kamu memohon kepada-Ku dengan melalui hak dan kenyataan Muhammad, maka Aku akan memberi ijabah. Dan sekiranya bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptamu Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra, Rasulullah Saw bersabda : أَتَانِي جِبْرِيْلُ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّ اللهَ يَقُولُ: لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الجَنَّةَ وَلَوْلاَكَ مَاخَلَقْتُ النَارَ Datang kepada-Ku malaikat Jibril, lalu ia berkata : Wahai Muhammad, Allah telah berfirman: Kalau bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak menciptakan surga, dan kalau bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak mencipkan neraka. Ketiga, Perjuangan Wahidiyah, yang memperjuangkan agar mukmin dapat memahami, bahwa Rasulullah Saw, sebagai saluran rahmat, fadlal, hidayah Allah kepada makhluk. HR. Muslim (Shahih Muslim "Kitab Imarah", bab "laa tazaalu"). Rasulullah Saw bersabda : مَنْ يُرِدْاللهُ خَيْرًا يُفَقِّهُهُ فِي الدِيْنِ أِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ يُعْطِي لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَلَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُنَ عَلَى النَاسِ Barang siapa yang Allah menghendakinya menjadi baik, maka (Allah) memahamkannya dalam agama. Sesungguhnya Aku (Rasulullah Saw) adalah Sang Pembagi dan Allah adalah Sang Pemberi. Tidak sepi dari ummat-Ku sekelompok orang yang menegakkan agama Allah. Mereka tidak dapat dirugikan oleh orang-orang yang menghinanya dan membelakanginya. (keberadaan mereka) hingga datangnya keputusan Allah. Mereka senantiasa berada di tengah tengah masarakat. HR. Bukhari dari Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah Saw bersabda : إِشْفَعُوْا فَلْتُؤْجَرُوا وَلْيَقْضِ اللهِ عَلَى لِسَانِ رَسُوْلِهِ مَا شَاءَ. Mohonlah syafaat. Niscaya kamu mendapatkan pahala. Dan karena Allah menentukan kehendak-Nya melalui lisan rasul-Nya. Dalam riwayat Abu Daud (dalam Sunan, nomer hadis 4466), redaksi hadis terdapat tambahan kata : إِلَيَّ : kepadaku, setelah إِشْفَعُوْا. Artinya : mohonlah syafaat kepadaku. Allah Swt berfirman, Qs. an-Anfaal : 17 : وَمَارَمَيْتَ إِذْرَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَى Tidaklah engkau melempar (wahai Mauhammad), ketika engkau melempar, akan tetapi Allah-lah yang melempar. Dalam kitab Syawahidul Haq-nya Syeh Yusuf an-Nabhani Ra pada pasal II, dijelaskan : وَأَمَّا كَونُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِي وَيَمْنَعُ وَيَقْضِي حَوَائِجَ السَّائِلِيْنَ وَيُفَرِّجُ كُرَبَاتِ المَكْرُوْبِيْنَ, وَأَنَّهُ يَشْفَعُ فِيْمَنْ يَشَاءُ وَيَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ يَشَاءُ. فَهُوَ لاَشَكَّ فِيْهِ وَلاَ يَتَرَدَّدُ بِصِحَّتِهِ وَوُقُوْعِهِ إِلاَّ كُلُّ مَنْ تَرَاكَمَ عَلَى قَلْبِهِ الجَهْلُ وَالظَلاَمُ. Keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw, dapat member, menolak, memberi keberhasilan kepada hajat para peminta, menghilangkan kegundahan hatio orang-orang yang gundah menolong kepada orang yang ia menghendakinya, memasukkan surge kepada orang yang ia menghendakinya. (Pemahaman seperti ini) tidak meragukannya serta tidak akan membimbangkan kebenarannya serta terjadinya, kecuali orang yang hatinya tertutup dengan kebodohan dan kegelapan. Bahkan seseorang belum dikatakan mukmin selagi belum dapat memahami kedudukan Rasulullah Saw sebagai saluran nikmat dan kehendak Allah Swt. Al-Ghauts Fii Zamanihi Syeh Al-Qasthalani (w. 758 H) dalam memberi penjelasan terhadap hadits riwayat Imam Bukahri dan Imam Muslim (tentang pentingnya cinta kepada Rasulullah Saw, sebagai ukuran iman seseorang) : حََقِيْقَةُ الاِيْمَانِ لا َتَتِمُّ وَلاَتَحْصُلُ إِلاَّ بِتَحْقِيْقِ أَعْلإَِ قَدْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْزِلَتِهِ عَلَى كُلِّ وَالِدٍ وََوَلَدٍ ومُحْسِنٍ فَمَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ هَذَا فَلَيْسَ بِمُؤْمِنٍ. يُبَيِّنُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ علَيْهِ وَسَلَّمَ مِقَدَارَ دَرَجَةِ المُؤْمِنِ علَى حَسَبِ مَحَبَّتِهِ لَنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Hakikat iman tidak dapat dihasilkan dan tidak dapat disempurnakan, kecuali dengan memahami tingginya kedudukan Rasulullah Saw dengan nyata (musyahadah), diatas kedudukan orang tua, anak dan para pelaku kebaikan. Barang siapa tidak memiliki kepercayaan seperti ini, maka ia tidak disebut mukmin. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa ukuran derajat mukmin, tergantung seberapa rasa cintanya kepada Rasulullah Saw. 3. Sunnah ulama. Banyak manusia dalam memandang tuntunan agama terbatas ritual lahiriyah/ syari’ah saja. Maka, agar Islam tetap berjalan diatas landasan Islam yang murni (syariat dan hakikat), para ulama yang ahli diperintahkan untuk menggali dan mancari cara (metode/ sunnah/ kurikulum/ thariqah) agar sunnah rasul dan sunnah sahabat, mudah untuk dipahami dan diamalkan oleh orang mukmin. HR. Muslim, Rasulullah Saw bersabda : مَنْ سَنَّ فِي الاِسْلاَمِ سُنَّةَ حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الاِسْلاَمِ سُنَّةَ سَيِّئَةً كَانَ َلَه وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُوزَارِهِمْ شَيْئٌ Siapa saja yang membuat sunnah dalam Islam, dengan sunnah yang baik, maka baginya pahala dan pahala dari orang yang mengamalkan sunnah tersebut dengan tanpa mengurangi pahala dari pengamalnya sedikitpun. Siapa saja yang membuat sunnah dalam Islam, dengan sunnah yang buruk, maka baginya dosa dan dosa dari orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya dengan tanpa mengurangi dosa dari pengamalnya sedikitpun. Dalam kitab Dalil al-Falihin Lithuruqqi Riyadl as-Shalihin juz I/ 442 diterangkan; para ulama terdahulu (salafus shalih) berpendapat : thariqah (system/ metode/ amalan) adalah jalan kebaikan yang memiliki dasar (baik secara tersurat atau tersirat) dari sunnah Rasullah Saw : وَهِيَ طَرِيْقَّةٌ مَرْضِيَةٌ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ حُسْنُهَا بِالنَصِّ بَلْ بِالإِسْتِنْبَاطِ Sunnah, adalah thariqah (jalan) yang diridlai Allah, walaupun kebaikannya tidak terdapat dalam nash (tersurat), akan tetapi melalui istinbath (makna tersirat). Bahkan dalam hadis riwayat Imam Thabrani, dijelaskan didalam syariah Islam terdapat 360 macam thariqah/ sistem. Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ شَرِيْعَتِي جَاءتْ عَلَى ثَلاَثِمِائَةٍ وَسِتِّيْنَ طَرِيْقَةً. مَا سَلَكَ أَحَدٌ مِنْهَا إِلاَّ نَجَا Sesungguhnya syariat-ku datang dengan 360 thariqah (jalan, cara, sistem). Tidak seorang-pun mengambil dari salah satunya, kecuali mendapat keselamatan. Dan dalam catatan jam’iyah thariqah an-nahdliyah (jamaah thariqah yang bernaung dibawah Nahdlatul Ulama), jumlah thariqah yang masyhur (mu’tabarah) sebanyak 44 thariqah. Sedangkan thariqah selain yang tercatat dalam jam’iyah NU tersebut hukumnya sah dan baik, selama berpedoman kepada aqidah ahlus sunnah wal jama’ah dan merujuk kepada kitab-kitab sunny yang mu’tabar. Sebagaimana lazimnya dalam kehidupan setiap agama, setelah ditinggal oleh pembawanya, terjadi penyimpangan oleh sebagian pengikutnya. Namun, dalam Islam, Allah Swt menolong ummatnya, dengan memberikan petunjuk kepada para ulama yang dikehendaki-Nya. Ulama tersebut dengan sekuat tenaga berupaya membersihkan Islam dari tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Diantara sunnah para ulama : a. Pembersihan dari pemalsuan hadis. Dicatat dalam sejarah, pemalsuan hadis terjadi setelah khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Ra). Hasil dari upaya para ulama hadis tersebut telah dibukukan dalam berbagai macam kitab hadis yang mu’tabar. b. Pembersihan dari usaha pendangkalan makna ayat-ayat al-Qur’an dan hadis. Sebagian mukmin dalam memahami al-Qur’an dan al-Hadis serta syariat Islam, hanya secara harfiah (verbalisme), tanpa mau mengambil makna dibalik teks. Diantara hasil yang diupayakan para ulama, lahirlah madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan madzhab lainnya. c. Pembersihan dari penyimpangan makna ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan iman kepada Allah Swt, dan yang telah disepakati oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Para ulama dari kaum sufi, waliyullah dan khususnya al-Ghauts Ra lebih memfokuskan upaya mereka dalam bidang pelurusan iman, penyadaran tantang keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw, pembersihan jiwa dari penyakit hati yang buruk/ (syirik, ujub, riya’, takabbur dan lain sebagainya) dan kemudian menghiasi hati dengan sifat-sifat yang terpuji (ihsan, sabar, syukur, ridla, dan sifat terpuji lainnya). d. Pembersihan dari paham yang mengutamakan tuntunan lahiriyah (syariat) saja tanpa memperhatikan tuntunan batiniyah (hakikat), atau sebaliknya. Syariat dan hakikat merupakan ajaran Islam yang tidak boleh dipilih salah satunya. Setiap mukmin wajib memadukan keduanya. Mukmin dilarang mengamalkan syariat atau hakikat saja. e. Menta’lif redaksi doa/ dzikir atau shalawat ghairu maktsurah. Rasulullah Saw telah memberikan tuntunan yang mudah serta jelas dan dapat diamalkan oleh siapa saja. Yakni mengamalkan shalawat nabi dan memahami maknanya. Para ulama dari kelompok ketiga tersebut, dalam menyusun doa, senantiasa disertai dengan bershalawat, atau dalam menyusun sebuah metode, system, kurikulum atau thariqah untuk mencapai iman dan Islam yang ihsan. Dan pula redaksi tersebut sering disertai dengan penjelasan tentang keberadaan dan kemulyaan Rasulullah Saw. Bershalawat kepada Rasulullah Saw merupakan jalan (metode/ kurikulum/ tarekat) yang paling cepat untuk menuju sadar/ makrifat kepada Allah Swt (iman, Islam dan ihsan). Sebagaimana penjelasan al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Nabhani Ra (w. 1933 M) : أَنَّ طَرِيْقَ الوصُولِ إِلَى حَضْرَةِ اللهِ مِنْ طَرِيْقِ الصَلاَةِ عَلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَقْرَبِ الطُرُقِ. Sesungguhnya jalan wushul kepada hadlratullah dengan shalawat kepada Nabi (Muhammad) Saw merupakan sedekat-dekatnya jalan (thariqah). Dan dalam kitab yang sama (Afdlalus Shalawat), Syeh an-Nabhani Ra menjelaskan : أَقْرَبُ الطُرُقِ إِلَى اللهِ فِي أَخِرِ الزَمَانِ خُصُوصًا عَلَى المُسْرِفِ كَثْرَةُ الإِسْتِغْفَارِ والصَلاَةِ عَلَى النَبي صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Jalan (thariqah) yang paling dekat kepada Allah pada akhir zaman khususnya bagi orang yang berlumuran dosa, adalah memperbanyak istigfar dan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Shalawat dapat dijadikan thariqah, juga dijelaskan oleh Syeh Ahmad Zawawi (murid al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Zakaria al-Anshari {w. 915 H}) : طَرِيْقُنَا أَنْ نُكَثِّرَ مِنَ الصَلاَةِ عَلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَصِيْرَ يُجَالِسُنَا وَنَصْحَبُهُ مِثْلَ الصَحَابَةِ وَيَسْأَلُهُ عَلَى أُمُورِ دِيْنِنَا Jalan/ thariqah kita (untuk menuju Allah Swt) dengan memperbanyak shalawat kepada Nabi (Muhammad) Saw, hingga Nabi menjadi teman duduk kita secara jaga, dan kita bersahabat dengannya sebagaimana persahabatan para sahabatnya, dan kita bertanya kepadanya tentang urusan agama kita. Memahami keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw, merupakan sarana yang paling tepat dan cepat untuk memahami keagungan Allah Swt, dan merupakan realisasi dari keimanan yang telah diterangkan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadis. Tanpa melalui Rasulullah Saw, sudah tentu salik akan dibimbing oleh setan. f. Menta’lif redaksi doa yang pada umumnya didalamnya mengandung makna ajaran tentang pentingnya bertawassul kepada Nabi Saw. Al-Qur’an dan hadis telah memberikan tuntunan dalam mencapai dan menyempurnakan iman dan ihsan, yakni bertawassul kepada Rasulullah Saw : a) Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah : 35 : يَاأيُّهَا الذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah. Dan carilah wasilah (media/ thariqah) untuk menuju kepada-Nya. Dan sunguh-sungguhlah kamu semua didalam jalan (menuju kepada)-Nya agar kamu semua memperoleh keberuntungan. b) HR. Imam Ahmad Ibn Hanbal, Rasulullah Saw bersabda : الوَسِيْلَةُ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُوا اللهَ أَن يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ Wasilah adalah derajat disisi Allah, yang tidak ada derajat lagi. Maka mohonkan aku kepada Allah, agar Ia memberiku derajat wasilah. Asal makna wasilah adalah perantara. Para ulama kaum sufi mengartikan kata wasilah sepadan arti dengan makna kata thariqah dalam ayat 16 surat al-Jin. Penafsiran kata wasilah dalam ayat ini secara tepat adalah sebagaimana dijelaskan oleh hadis riwayat dari Ibnu Amr, Rasulullah Saw bersabda : إِذَا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ فَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ بِهَا عَشْرًا. ثُمَّ سَلُّوا اللهَ لِي الوَسِيْلَةَ. فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَتَنْبَغِي إِلاَّ لِعِبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ. وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ. فَمَنْ سَأَلَهَا لِيَ الوَسِيْلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَفَاعَةُ. Ketika kalian mendengar muaddzin, ucapkanlah sebagaimana ia mengucapkannya. Kemudian bershalawatlah kalian kepadaku. Sesungguhnya, barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya dengan shalawatnya tersebut sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah kamu semua untukku “WASILAH”. Sesungguhnya wasilah adalah tempat yang mulya dalam surga, yang mana (tempat itu) tidak patut kecuali diperuntukkan bagi satu hamba dari beberapa hamba-Nya. Barang siapa memohonkan untukku wasilah, maka ia halal mendapat syafaat (dariku). Demikian pula Syekh as-Sindi, dalam memberi penjelasan makna ‘wasilah” menjelaskan : لاَيُخْرَجُ رِزْْقٌ وَمَنْزِلَةٌ إِلاَّ عَلَى يَدَ يْهِ وَبِواَسِطَتِهِ Tidak keluar (dari Allah) rizki dan kedudukan, kecuali ditangan Rasulullah dan dengan perantaraannya. (dalam Sunan Nasa’i bi Hasyiyah as-Sindi juz II, pada bab shalawat) Hadis riwayat Imam Muslim (Shahih Muslim, bab “adzan”), Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ الوَسِيْلَةَ أَعْلَى مَنْزِلَةٍ فِي الجَنَّةِ وَلاَ يَنَالُهَا إِلاَّ رَحُلٌ وَأَنَا أَرْجُو مِنْ ذَالِكَ الرَّجُلِ Sesungguhnya wasilah itu setinggi-tinggi tempat dalam surga, dan tidak dapat memperolehnya kecuali seorang lelaki. Dan Aku berharap sebagai lelaki tersebut. Sebagaimana ketentuan Allah Swt (sunnatullah), semua pertolongan yang Dia berikan kepada makhluk-Nya, disalurkan melalui makhluk lainnya. Misalnya, air dapat menghilangkan haus, nasi (snack) dapat mengilangkan lapar, racun dapat mematikan. Kekuatan menghilangkan haus dan lapar, atau mematikan tersebut pada hakikinya adalah kekuatan Allah Swt yang dipancarkan kepada benda tersebut. Mukmin mendekati air atau nasi, serta menghindari racun, hakikinya yang didekati adalah kekuatan Allah Swt. Demikian pula, mukmin mendekat waliyullah Ra atau Rasulullah Saw, hakikinya untuk mencari karamah serta mukjizat Allah Swt semata yang dipancarkan melalui hamba-Nya tersebut. Dalam hail ini, al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Yusuf bin Ismail an-Nabhani Ra (w. 1933 M), menjelaskan : وَأَمَّا النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ وَاسِطَةً بَينَهُ وَبَيْنَ اللهُ. فَهُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُسْتَغَاثُ بِهِ حَقِيْقَةً. Nabi Muhammad Saw, merupakan perantara antara hamba dan Allah. Dan secara hakiki Dia (Allah) Swt adalah merupakan tempat meminta pertolongan. HR. Imam Nasai (kitab Amalul Yaum wal Lailah, nomer hadis : 663 – 665, dan yang di-shahih-kan oleh al-Bahihaqi) dari Usman bin Hunaif. Dia berkata : Orang buta menghadap kepada Rasulullah Saw dan meminta untuk didoakan agar Allah Swt memberikan kesembuhan matanya, hingga dapat melihat kembali. Rasulullah Saw bersabda : Ucapkanlah : أَللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ بِكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَحْمَةِ. يَامُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي قَضَاءِ حَاجَتِي لِيْ, اللهُمَّ شَفِّعْهُ فِي. Ya Allah, sungguh aku meminta kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammad Saw, Nabi pembawa rahmat. Wahai Nabi Muhammad, sungguh aku menghadap Allah melalui Paduka, agar hajatku ini terkabulkan. Ya Allah, berikanlah syafaat kepadanya dalam hal ini. Memahami pentingnya memiliki guru yang ahli dalam bidang iman, Islam dan ihsan, yakni al-Ghauts Ra (wakil Rasulullah Saw pada setiap zaman) merupakan asas dalam sunnah rasul. Sebagaimana keterangan dalam hadis riwayat Thabrani dari Abdullah Ibn Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ مِنَ النَاسِ مَفَاتِيْحٌ لِذِكْرِ اللهِ إِذَا رَأَوْا ذُكِرَ الله ُ Sesungguhnya diantara manusia, terdapat seseorang yang menjadi pembuka kepada dzikrullah. Jika mereka (salik) melihatnya, maka akan (mudah) ingat kepada Allah. Hadis yang sepadan arti, Rasulullah Saw bersabd : أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟. قَالُوا : بَلَى يَارَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : الَّذِيْنَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللهُ Bersediakah kamu, saya beritahu tentang sebaik-baik kamu ?. Mereka menjawab : Ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda : Mereka adalah orang-orang yang ketika dilihat, maka Allah dapat diingat. Imam Abul Aliyah dan Imam Hasan Bashri, berkata : makna shirathul mustaqim, dalam surat al-Fatihah, adalah pribadi Rasulullah Saw : الصِرَاطُ المُسْتَقِيْمُ هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخِيَارُ أَهْلِ بِيْتِهِ وَأَصْحَابِهِ. Jalan yang lurus adalah pribadi Rasulullah Saw dan orang pilihan dari keluarganya dan sahabatnya. Wasilah merupakan kedudukan tertinggi disisi Allah Swt yang diperoleh oleh satu orang dari beberapa hamba-Nya (Rasulullah Saw). Dan adanya perintah agar mukmin mencari seseorang yang telah mencapai maqam wasilah, bertujuan jika mereka melaksanakan tawajjuh kepada Allah Swt melalui orang (Rasulullah Saw) tersebut. Dan barulah mukmin dapat meraih derajat ihsan. Berwasilah kepada Rasulullah Saw atau wakilnya (al-Ghauts Ra) dapat dinamakan pengamalan thariqah. Dan berkaitan dengan hal ini, Syeh Abdul Qadir al-Jilani Ra menjelaskan; bahwa Syeh Mursyid Yang Kamil itulah yang dinamakan thariqah untuk menuju makrifat kepada Allah Swt. فَالمَشَايِخُ هُمْ طَرِيْقٌ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالأَدِلاَّءُ عَلَيْهِ وَالبَابُ الذِي يَدْخُلُ مِنْهُ إِلَيْهِ. Guru Mursyid adalah jalan menuju kepada Allah Azza wa Jalla, dan sebagai bukti keberadaan-Nya, dan sebagai pintu masuk untuk menuju kepada-Nya. Demikian pula, Syeh Daud Ibnu Makhala Ra dapat menjelaskan : قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ, وَحَوَاسُهُ اَبْوَابُهَا. فَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْهِ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ Hati seorang yang Arif Billah itu pintu kehadiran Allah Swt, dan seluruh indranya merupakanpintu hadrah-Nya. Barang siapa yang mendekat kepada Beliau dengan pendekatan yang semestinya, maka akan terbuka baginya pintu hadlrah Allah Swt. Demikian pentingnya peranan Guru Ruhani Yang Kamil Mukammil dalam jiwa manusia. Manusia hanya memiliki dua pilihan antara mencari Guru Kami Mukammil untuk membimbing jiwanya atau membiarkan setan dan nafsu mencengkeram jiwanya dan kemudian membelokkan dari pemahaman tauhid yang benar. Dan agar dapat mencengkeram jiwa manusia, setan/ nafsu senantiasa membisikkan tidak perlunya mencari Guru yang kamil, serta mencukupkan dengan pemahaman diri sendiri. Sebagai pengamal dan pejuang Wahidiyah, perlu kiranya benar-benar melawan bisikan hati yang muncul dari setan/ nafsu. Allah Swt berfirman Qs. an-Nisa’ : 38, dan al-Baqarah : 208: وَلاَ تتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ Janganlah kalian mengikuti garis-garis (panduan) setan. Sesungguhnya ia merupakan musuhmu yang nyata. Keempat ayat tersebut diatas, mengisyaratkan adanya guru ruhani yang cara membimbing manusia menuju Tuhan bukan berdasar dari sesuatu yang digariskan oleh Rasulullah Saw, akan tetapi melalui garis-garis yang dibisikan oleh iblis/ setan/ nafsu kedalam jiwanya. Guru ruhani yang jiwanya dikuasai oleh nafsu/ setan, al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra, dalam kitabnya, menjelaskan : وَقَدْ أَدْرَكْنَا جُمْلَةً مِنَ أَشْيَاخِ الطَرِيْقِ أَوَّلَ هَذَا القُرُنِ, كَانُوا عَلَى قَدَمٍ عَظِيْمٍ فِي العِبَادَةِ وَالنُسُكِ وَالوَرَعِ وَالخَشْيَةِ وَكَفِّ الجَوَارِحِ الظَاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ عَنِ الأَثَامِ حَتَّى لاَيَجِدُ أَحَدُهُمْ قَطُّ يَعْمَلُ شَيْئًا يَكْتُبُهُ كَاتِبُ الشِمَالِ. وَكَانَ لِلطَرِيْقِ حُرْمَةٌ وَهَيْبَةٌ وَكَانَ الأُمَرَاءُ وَالمُلُوكُ يَتَبَرَّكُوْنَ بِأَهْلِهَا لَمَّا يُشْهِدُونَهُ مِنْ صِفَاتِهِمْ الحَسَنَةِ. فَلَمَّا ذَهَبُوا زَالَتْ حُرْمَةُ الطَّرِيْقِ وَأَهْلِهَا. وَصَار النَاسُ يَسْخَرُونَ بِأَحَدَهِمْ وَيَقُولُونَ لِبَعْضِهِمْ : مَادَرَيْتُمْ مَاجَرَى, فُلاَنُ الأَخَرُ عَمِلَ شَيْخًا ؟. كَأَنَّهُمْ لاَيُسَلِّمُونَ لَهُ مَا يَدْعِيْهِ لَمَّا هُوَ عَلَيْهِ مِنْ مَحَبَّةِ الدُنْيَا وَالتَّلَذُّذِ بِمُطَاعِمِهَا وَمَلاَبِسِهَا وَمَنَاكِحِهَا وَالسَعْيِ عَلَى تَحْصِيْلِهَا. حَتَّى إِنِّي قُلْتُ لِبَعْضِ التُجَّارِ لِمَ لاَ تَجْتَمِعُ بِالشَيْخِ الفُلاَنِيْ. فَقَالَ : إِنْ كَانَ شَيْخًا فَأَنَا الأَخَرُ شَيْخٌ, فَإِنَّهُ يُحِبُّ الدُّنْيَا كَمَا أُحِبُّهَا وَيَسْعَى فِيْ تَحْصِيْلِهَا كَمَا أَسْعَى, بَلْ هُوَ أَشَدُّ مِنِّي سَعْيًا عَلَى الدُنْيَا. Kami mendapati beberapa Guru Mursyid pada awal abad ini. Mereka diatas pondasi yang agung dalam ibadah, amal baik, wara’ (sangat hati-hati dalam masalah halal haram), khasy’yah (benar-benar takut kepada Allah), menjaga anggauta tubuh baik lahir atau batin dari dosa sama sekali. Hingga malikat pencatat amal jelek (pencatat bagian kiri) tidak mendapatkan catatan jelek. Didalam thariqah terdapat kehormatan dan kewibawaan. Dan ketika mereka melihat kebaikan serta kemulyaan akhlak para guru sufi, para pejabat dan para raja memohon berkah kepada para ahli thariqah. Namun, setelah mereka tidak tiada, hilanglah kehormatan tarekat dan pengamalnya. Dan manusia merendahkan para pengamal tarekat. Diantara masarakat ada yang berakat kepada kawannya. Tahukah kamu apa yang terjadi, didalam lingkungan orang-orang yang menjadi guru mursyid ?. Mereka sudah tidak mau memahami lagi terhadap apa yang dida’wakan masarakat kepada mereka. Karena mereka (para guru mursyid) sudah hanyut dalam cinta dunia (dan kehormatan) dan syahwat dunia, serta kelezatan makanan, pakaian dan pernikahan dunia.Mereka lari cepat untuk memperolehnya. Hingga aku – demikian keterangan Syeh Sya’rani – bertanya kepada salah satu pedagang: “Mengapa saudara tidak berguru kepada Syeh yang bernama Fulan ?. Jawab pedagang : Jika ia guru mursyid, akupun guru mursyid. Dia mencintai dunia seperti aku mencintainya. Dia lari untuk mengejarnya, sebagaimana aku juga lari untuk mengejarnya, bahkan dia lebih kencang larinya. Rasulullah Saw juga memberi peringatan kepada mukmin, agar tidak berguru atau mengikuti pemimpin ruhani yang menyesatkan. Guru semacam ini bukan membawa kedalam pencerahan jiwa, tapi akan membawa dalam kebutaan hati serta bodoh tentang makna sunnah dan bid’ah serta bodoh tentang penyakit hati yang melekat dalam jiwa setiap manusia : إِنَّمَاأَخْوَفُ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الآَئِمَّةُ المُضِلِّوْنَ Sesungguh yang paling Aku takutkan kepada ummat-Ku, adalah pemimpinan yang menyesatkan. Demi keselamatkan aqidah ummat masarakat, Perjuangan Wahidiyah memberikan amalan berupa shalawat Wahidiyah, yang didalamnya terdapat doa permohonan kepada Allah Swt, agar Dia memperkenankan Rasulullah Saw menampakkan keagungannya, dan juga kepada Beliau Ghauts Hadzaz Zaman Ra, agar siapapun yang dengan tekun dalam mengamalkannya, akan mendapat hidayah-Nya Allah dapat memahami kebaradaan pribadi Rasulullah Saw dan Ghauts Hadzaz Zaman Ra secara musyahadah. B. Sifat Sifat Manusia Asal mula makna kata kufur (kata jadian dari kafara), adalah “tidak dapat melihat sesuatu karena tertutup oleh sesuatu”, atau “tidak dapat memahami sesuatu yang berada dibalik sesuatu” atau “tidak memahami asal mula sesuatu/ hakikat sesuatu karena tertutup oleh kondisi keadaan sesuatu saat sekarang”. Kemudian dalam Islam diartikan dengan “hati tidak dapat melihat Tuhan dan kekuasann-Nya karena tertutup oleh makhluk”, atau “tidak dapat memahami asal mula dan akhir alam karena terkungkung oleh keadaan alam sekarang”. Karena tertutup oleh makhluk hati seseorang mengingkari keberadaan dan kekuasaan Tuhan Pengatur semesta alam, dan ia disebut orang kafir. Bagi orang kafir, Tuhan tidak tampak dalam hati, dan hanya mahluk yang tampak dalam hati dan fikiran. Allah Swt berfirman Qs. al-‘Alaq : 6-7 : إِنَّ الإِنْسَانَ لَيَطْغِى أَنْ رَأَهُ استَغْنَى Sesungguh manusia itu suka melampaui batas. Ia berpikir cukup hanya dengan dirinya. Dalam jiwa setiap orang terdapat potensi kekafiran/ keburukan. Hadis riwayat Imam Bukhari, Nabi Saw. bersabda : أَلاََ اِ نَّ فِي الجَسَدِ لَمُضْغَةً اِذَا صَلحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسَد َتِ فَسَدالجَسَدُ كُلُّهُ اَلاَ وَهِيَ القَلْبُ Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal darah, jika darah itu baik maka baiklah seluruh jasad, dan jika jelek jeleklah seluruh jasad, ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati. Seseorang wajib memahami sifat kafir, munafik dan mukmin. Karena hal ini merupakan garis pembatas (garis demarkasi/ al-had al-fashil), dimana seseorang masih dikatakan mukmin atau tidak. Manusia memiliki watak angkuh dan sombong. Kapada Tuhan saja, ia sering tidak membtutuhkan-Nya dan merasa cukup dengan dirinya sendiri atau sesama makhluk. Dikala dalam keadaan senang, ia tidak membutuhkan-Nya bakhan melupakan-Nya. Dan baru membutuhkan-Nya ketika ia dalam keadaan tidak senang. Padahal, jika mata hati tidak tertutup oleh nafsu (keakuannya), pasti ia akan memahami segala sesuatu bermula dan akan berakhir dari dan kepada-Nya. Agar mudah memahami sifat kekafiran, kemunafikan dan kemukminan, dalam tulisan ini mencoba mengupasnya, kendati secara garis pokoknya saja. Dan disini yang perlu dipahami, ulasan ini bertujuan agar kita para pengamal dan khadimul Wahidiyah dapat mengadakan introspeksi diri dalam meningkatkan iman, islam dan ihsan. Dan bukan untuk menilai atau menghakimi iman, islam dan ihsan orang lain. Yang mengetahui keimanan seseorang, hanyalah Allah Swt dan orang tersebut. Rasulullah Saw memerintahkan setiap mukmin, agar ikut menjaga kehormatan dan keselamatan orang-orang yang berpegang kepada dua kalimah syahadah (Tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya). Dan Rasulullah Saw bersabda : مَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ Barang siapa menuduh kepada orang mukminsebagai orang kafir sama dengan membunuhnya. لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَتْ عَلَيْهِ, إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَالِكَ Tidak ada seseorang yang menuduh kepada orang lain dengan kefasikan, dan tidak ada menuduh dengan kekafiran, kecuali (sifat yang dj/ituduhkan itu) akan kembali kepada dirinya, selama kawannya tersebut tidak seperti yang diruduhkan. 1. Sifat Sifat Orang Kafir Setiap mukmin diperintahkan oleh Allah Swt untuk memahami pokok-pokok sifat kekafiran, yang antara lain : a. Dalam melihat kebenaran, orang kafir tidak mau menggunakan akal sehat. وَلَكِنَّ الذِيْنَ كَفَرُوْا يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللهِ الكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لاَيَعْقِلُوْنَ. وََإِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَاأَنْزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَّسُوْلِ, قَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ مَاوَجَدْنَا عَلْيْهِ أَبَاؤُنَا. Akan tetapi orang-orang kafir terperosok mendustakan kepada Allah. Dan (memang) kebenyakan manusia tidak (mau) menggunakan akal. Ketika dikatakan kepada mereka : Marilah (mengikuti) tuntutan yang diturunkan oleh Allah dan mengikuti rasul. Mereka menjawab : “Kami mencukupka dengan sesuatu yang ada pada bapak-bapak (tokoh) kami. (al-Maidah : 103 - 104). إِنَّ شَرَّ الدَّوَوَبِّ عِنْد اللهِ الصُمُّ البُكْمُ الذِيْنَ لاَيَعْقِلُونَ. إِنَّ شَرَّ الدَّوَوَبِّ عِنْد اللهِ الذِيْنَ كَفَرُوا فَهُمْ لاَيُؤْمِنونَ Sesungguhnya sejelek-jelek mahluk (diatas bumi) menurut Allah adalah ketulian dan kebisuan (hati), merekalah orang-orang yang tidak berakal. (Qs. al-Anfal : 22). Sesungguhnya sejelek-jelek makhluk yang berjalan diatas bumi menurut Allah adalah orang kafir, dan mereka itu tidak beriman (Qs. al-Anfal : 55). أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إلاَّ كالآْنعامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيْلاً Apakah engkau mengira, bahwa kebanyakan mereka mau mendengarkan atau menggunakan akal?. Mereka sekali-kali tidak (dapat digambarkan), kecuali seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi jalan hidupnya. (Qs. al-Furqan: 44). Dalam bertindak, hewan tidak berdasar akal sehat. Tindakannya hanya didorong oleh naluri/ insting. Dan, jika jiwa manusia dikuasai oleh nafsu bahimiyah (binatang ternak), maka akal sehatnya menjadi mati serta tidak berfungsi untuk mengenal Tuhan dan kebaikan. Seseorang, bila dalam memandang kehidupan dan bertindak hanya didasari rasa emosional, maka kerasionalan menjadi hilang. b. Menganggap bodoh kepada orang-orang yang beriman serta mentertawakannya. وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ أَمِنُوا كَمَا أَمَنَ النَاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا أَمَنَ السُفَهَاءُ, أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ السُفَهَاءُ وَلَكِنْ لاَ يَعْلَمُونَ Dan jika dikatakan kepada mereka : berimanlah kamu semua seperti manusia lain. Mereka menjawab : “Apakah kami beriman seperti yang diimani oleh orang-orang yang bodoh”. Ketahuilah, sesungguhnya mereka itu bodoh, tetapi mereka tidak menyadari. (Qs. al-Baqarah : 13). Menurut orang kafir, orang mukmin adalah manusia bodoh yang kehilangan ego dan harga dirinya. Menurut orang kafir, mukmin rela menanggalkan kehormatan diri demi mengikuti tuntunan dan taslim kepada Rasulullah Saw dan para ulama (penerus risalah Islam, al-Ghauts Ra). Padahal, menurut Allah Swt, merekalah orang-orang yang bodoh, karena yang mereka taati adalah nafsu (setan yang menyatu dengan jiwa). c. Mengutamakan kehormatan diri daripada mengamalkan kebenaran. Firman Allah Swt, Qs. al-An’am : 33 – 34 : قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الذِي يَقُوْلُوْنَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُوْنَ. وَلَكِنَّ الظَّالِمِيْنَ بِآيَاتِ اللهِ يَجْحَدُوْنَ. Sungguh Kami (Allah) mengetahui. Sesungguhnya mereka (hanya) membuatmu susah disebabkan oleh ucapan mereka. (Namun), sesungguhnya mereka tidak mendustakan kepadamu (Muhammad). Hanya saja, orang-orang yang dlalim terhadap ayat-ayat Allah itu, berjiwa angkuh. d. Tidak ada artinya, mereka mendapat penjelasan tentang kebenaran. إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja apakah engkau peringatkan atau tidak, tetap tidak mau beriman. (Qs. al-Baqarah : 6). Bagi orang kafir, kebenaran bukan terletak pada nilai ilmiyah dan etika. Tetapi terletak pada keuntungan atau kerugian terhadap kehormatan diri. Jika membawa keuntungan itulah kebenaran, dan jika membawa kerugian itulah kebatilan. Dan bahkan dalam memandang keuntungan dan kerugian, mereka-pun tidak berdasar tinjauan rasional, melainkan hanya berdasar tinjauan emosional. e. Jika ditimpa kesusahan mereka mudah berkeluh kesah. Namun, ketika kenikmatan datang, diakuinya dari hasil usaha sendiri. وَإِذَا مَسَّ الإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيْبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَاكَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ للهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيْلاً إِنَّكَ مِنْ أصْحَابِ النَّارِ. Dan, ketika manusia tertimpa kesusahan, ia berdoa kepada Tuhan-Nya seraya berinaabah (mengembalikan seluruh kejadian kepada Allah Swt). Namun, ketika ia mendapat ganti kenikmatan dari-Nya, ia lupa kalau pernah berdoa kepada-Nya. Serta (kemudian) mejnadikan (makhluk) sebagai tandingan untuk-Nya, hingga ia tersesat dari jalan-Nya. Katakanlah (Muhammad), “(wahai orang-orang yang kufur) bersenang-senanglah kamu dalam waktu sebantar (didunia). Sesungguhnya kamu dari golongan penghuni neraka”. (Qs. az-Zumar : 8). f. Memisahkan kekuatan (haul dan quwwah) Rasulullah Saw dari kekuatan Allah Swt. إِنَّ الذِيْنَ يَكْفُرُونَ بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيْدُوْنَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللهِ وَرُسُلِهِ, وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيْدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلاً. أُولَئِكَ هُمُ الكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابًا مُهِيْنًا. Sesungguhnya orang yang mengkufuri Allah dan rasul-Nya, dan mereka ingin memisahkan antara Allah dan rasul-Nya. Mereka berkata : kami mempercayai sebagian dan mengkufuri yang sebagian. Dan mereka ingin mengambil jalan tengah diantaranya. Merekalah orang-orang kafir yang semestinya. Dan Kami sediakan untuk orang kafir siksa yang sangat menghinakan. (Qs. An-Nisa’: 150 – 151). Dalam kitab tafsir Shawi dalam member ulasan ayat diatas dijelaskan, kekafiran mereka disebabkan oleh paham yang memisahkan antara Allah Swt dan Rasul-Nya, dan bukan oleh paham syirik : فَكُفْرُهُمْ بِالتَفَرُّقَةِ لاَبِاعْتِقَادِ الشِرْكِ للهِ : Kekafiran mereka, disebabkan pemisahan (antara kekuatan rasul dari kekuatan Allah), dan bukan karena syirik (menyekutukan Allah dengan Rasul). 2. Sifat-Sifat Orang Munafiq Setinggi apapun akal manusia tidak mampu mengingkari keberadaan Tuhan, sebagaimana ketidakmampuan akal untuk membuktikan keberadaannya secara musyahadah. Tidak ada jalan untuk membuktikan keberadaan Allah Swt, kecuali melalui hidayah-Nya. Kesimpulan ilmiyah bukan bukti terakhir, karena ia bersifat sementara dan tidak tetap. Kesimpulan ilmiyah tempo dulu dimentahkan oleh hasil kajian saat sekarang, dan hasil kajian saat sekarang akan dimentahkan oleh kajian ilmiyah berikutnya, dan demikian pula seterusnya. Al-Qur’an dan hadis tidak pernah bertentangan dengan kebenaran ilmiyah. Dan yang bertentangan hanyalah persepsi atau kesimpulan dari ilmuawan. Jadi seseorang yang menganggap kesimpulan ilmiyah sebagai bukti akhir, apalagi bukti tertinggi, berarti ia tidak mampu melihat kebaradaan ilmiyah yang disimpulkan oleh ilmuawan bersifat sementara dan relatif. Dan karenanya, banyak orang menjadi kafir atau munafiq disebabkan berpegang kepada kajian ilmiyah tersebut. Sebagaimana yang tercermin dalam : a. Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah : 102 : قَدْ سَأَلَهَا قََوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوْا بِهَا كَافِرِيْنَ. Sungguh kaum sebelum kamu semua menanyakan tentang seseuatu. (Namun, setelah dijawab oleh nabiyullah), mereka cepat-cepat mengkufurinya. Diantara sesuatu yang wujud dalam alam ini, terdapat sesuatu yang bersifat ghaib. Misalnya; jabatan kerasulan atau khalifah Allah Swt, kehidupan dalam alam barzah atau alam akhirat. Pada zaman para nabi dan rasul, banyak orang kafir menanyakan hal tersebut kepada mereka. Dan setelah mendapat jawaban dari para nabi dan rasul, orang kafir dan munafiq-pun cepat-cepat mengingkarinya. Mereka hanya melihat wujud sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dan – menurut mereka -, inilah kebenaran ilmiyah. b. Sabda Rasulullah Saw : أَكْثَرُ مُنَافِقِي أُمَّتِي قُرَاؤُهَا Kebanyakan munafiqnya ummat-ku adalah para pembaca ilmu (kitab, dan pengkaji ilmiyah). إِنَّ أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ Sungguh yang paling aku takuti dari sesuatu yang aku takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq yang pandai berbicara. Dalam memahami keberadaan Tuhan serta mengingkari perintah-perintah-Nya, antara orang munafiq dan orang kafir terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya, hati mereka sama-sama tertutup dari keberadaan Tuhan, dan akan dimasukkan ke neraka jahanam secara bersamaan. Firman Allah Sw, Qs. an-Nisa’: 140 : إِنَّ اللهَ جَامِعَ المُنَافِقِيْنَ والكَافِريْنَ فِيْ جَهَنَّمَ جَمِيْعًا Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang munafiq dan orang kafir dalam neraka jahannam secara bersama-sama. Dan perbedaannya, orang kafir secara nyata menampakkan pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan dan ajaran Islam. Sedangkan orang munafiq, prilaku lahiriyahnya menyerupai orang yang beriman. Munafiq dapat atau bersedia mengucapkan kalimah thayyibah (Allah… Allah… atau lainnya), serta dapat malaksanakan ritual ibadah Islam. Namun hanya sebatas lisan dan lahiriyah, tanpa adanya perasaan dikuasai oleh Allah Saw apalagi perasaan malu dan takut kepada-Nya. Orang munafiq bersikap mukmin ketika bertemu orang mukmin, dan bersikap kafir ketika bertemu orang kafir. Ketika bertemu dengan makhluk, hatinya lupa kepada Allah Swt, bahkan mengingkari kekuasaan-Nya. Hati mereka buta kepada-Nya, karena tertutup oleh wujud makhluk (termasuk wujud dirinya sendiri). Tuhan dan kekuasaan-Nya tidak tampak dalam hati, dan yang tampak hanyalah makhluk. Ciri-ciri kemunafiqan. Diantara ciri-ciri kemunafikan yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an dan hadis : 1. Malas mendirikan shalat, suka berbuat riya’ (pamer) dengan amal kebaikannya, dan tidak ingat kepada Allah Swt kecuali sedikit sekali. : إِنَّ المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ قَلْيلاً Sesungguhnya orang-orang munafiq (ingin) menipu Allah, (tapi) Allahlah yang akan (membalas) tipudaya mereka. Dan ketika mendirikan shalat, mereka mendirikan dengan malas serta pamer kepada manusia, sera mereka tidak ingat Allah kecuali sedikit (Qs. an-Nisa’ : 142). Ayat ini menjelaskan; seseorang masih dinilai sebagai munafiq (bahkan kafir), ketika melaksanakan shalat hatinya tertutup dari kebesaran dan kebaradaan Allah Swt. Ketika berbuat ujub dan riya, mereka tidak memiliki perasaan malu dan tidak takut kepada-Nya, sangat sedikit mereka ingat kepada Allah Swt. Allah Swt berfirman, Qs. al-Anfaal : 35 : وَمَاكَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ البَيْتِ إِلاَّ مُكَاءًا وَتَصْدِيَةً فَذُوْقُوا العَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُون Dan tidak ada shalat yang mereka lakukan disekitar rumah Allah itu, kecuali hanyalah seperti siulan dan tepuk tangan saja. Maka, rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu sendiri. Maksud ayat diatas diperjelas oleh sabda Rasulullah Saw : مَنْ لَمْ تَنْتَهِ صَلاَتُهُ عَنِ الفَخْشَاءِ وَالمُنْكَر لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا Barang siapa yang shalatnya tidak dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak akan bertambah, kecuali jauh dari Allah. 2. Suka berbicara bohong, mengkhianati kepercayaan dan mengingkari perjanjian. HR, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad(, Rasulullah Saw bersabda : أَيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ: إِذَا أَحْدَثَ كَذَبَ, وَإِذَا أْؤتُمِنَ خَانَ, وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ Tanda orang munafiq ada tiga; ketika berbicara ia berdusta, ketika dipercaya ia menghianati, dan ketika berjanji ia mengingkari 3. Mencintai mahluk sebagaimana mencintai Allah Swt, bahkan menjadikan mahluk sebagai tandingan/ sekutu bagi Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. al-Baqarah : 165 : وَمِنَ النَاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللهِ أَنْدَادًا يُحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللهِ Dan diantara manusia terdapat orang yang mengambil (menjadikan) selain Allah sebagai tandingan (bagi Allah), serta mencintainya seperti mencintai Allah. 4. Tidak bersedia diajak berjuang dijalan kebenaran. Dan hanya diri atau keluarga yang diperjuangkan. Firman Allah Swt, Qs. Qs.Ali Imran: 167 : وَلِيَعْلَمَ الذِيْنَ نَاقَقُوا, وَقِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوافِي سَبِيْلِ اللهِ أَوِادْفَعُوا قَالُوالَوْ نَعْلَمُ قِتَالاً لاًتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ لِلْكُفْرِ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلإيْمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَالَيْسَ فِيْ قُلُوبِهِمْ وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا كُنْتُمْ يَكْتُمُونَ. Agar Dia (Allah) mengetahui siapa orang yang munafiq. Jika dikatakan kepada mereka : Marilah berjuang dijalan Allah, atau hanya mempertahankan dirimu”. Mereka menjawab : “Sekiranya kami mengetahui perjuangan itu kebenaran, niscaya kami akan mengikuti kamu”. Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya sesuatu yang tidak ada dalam hatinya. Dan Allah mengetahui dengan sesuatu yang mereka sembunyikan. 5. Menghalang-halangi perjuangan kebenaran. Firman Allah Swt, Qs. an-Nisa’ : 61 : وَإذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَسُولِ رَأَيْتَ المُنَافِقِيْنَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا Dan jika dikatakan kepada mereka : “kemarilah kalian, marilah kembali kepada sesuatu yang diturunkan oleh Allah, dan (kembalilah) kepada rasul”. Niscaya engkau (Muhammad) akan melihat mereka menghalangi manusia, (agar menjauh) dari kamu dengan sekuat tenaga. 3. Sifat-Sifat Orang Beriman Mengetahui adalah perbuatan akal. Sedangkan beriman, merasa dekat dan takut kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, mencintai dan mengagungkan-Nya adalah perbuatan hati. Antara memiliki ilmu ketuhanan dengan beriman kepada-Nya sangatlah berbeda. Seseorang yang memiliki berbagai macam ilmu agama (ilmu tafsir, ilmu hadis dan lainnya, atau bahkan ilmu makrifat sekalipun), belum tentu dapat merasa dilihat dan dikuasai oleh Allah, hingga ia tidak memiliki perasaan malu apalagi takut kepada-Nya. Dan meskipun hanya memiliki ilmu agama yang pokok-pokok saja, seseorang dapat merasa malu dan takut kepada Allah Swt. Iman merupakan “Nur Ilahiyah” yang diletakkan oleh Allah Swt kedalam hati orang yang dikehendaki-Nya. فَمَنْ شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ للإِسْلاَمِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ Barang siapa yang Allah melapangkan dadanya untuk Islam, maka ia dalam cahaya dari Tuhannya. (Qs, az-Zumar : 22). HR. Imam Ahmad Ibn Hanbal, Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ اللهَ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ثُمَّ رَشَّ عَلَ قُلُوبِهِمْ مِنْ نُورِهِ فَمَنْ أَصَابَهُ ذَالِكَ النُورُ إِهْتَدَى وَمَنْ أَخْطَاءَهُ ضَلَّ Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan. Kemudian Ia menyiramkan nur-Nya kedalam hati mereka. Barang siapa yang terkena nur tersebut, maka ia mendapat hidayah, dan barangsiapa yang terlewati, maka ia tersesat. HR. al-Hakim dan Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتَسَحَ وَانْشَرَحَ, فَقِيْلَ : يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا ؟. فَقَالَ : التَجَافَى عَنْ دَارِ الغُرُورِ وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ وَالإَسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ قَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ Sesungguhnya “nur (ilahiyah)” ketika masuk kedalam hati, maka Allah melebarkan hatinya. Ditanyakan kepada Nabi : Wahai Rasulullah untuk hal tersebut, apakah ada tanda-tanda untuk mengetahuinya ?. Rasulullah menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali (inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum datangnya kematian. Ciri-ciri orang mukmin, antara lain : 1. Sangat mencintai Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. al-Baqarah : 165 : وَالذِيْنَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ Dan orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah. 2. Hati mukmin mudah bergetar ketika nama Allah disebut serta iman bertambah ketika dibacakan ayat-ayat-Nya. Firman Allah Swt, Qs. al-Anfal : 2 – 4 : إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ إِذَا ذُكِرَاللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَليْهِمْ أَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ. Sesungguhnya orang-orang yang beriman,ketika nama Allah disebut, bergetar hatinya, dan ketika dibacakan ayat-ayat Tuhan bertambah imannya, serta kepada Tuhannya mereka berserah diri. 3. Mencintai Rasulullah Saw dengan mengalahkan cinta kepada yang lain. لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَنْ أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَحْمَعِيْنَ Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu semua, hingga aku lebih dicintai dari pada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia. (HR. Bukhari dan Muslim). Firman Allah Swt, Qs, at-Taubah : 24 : قُلْ اِنْ كَانَ أَباءُكُمْ وَأَبْنَاءُكُمْ وَاِخْوَانُكمْ وَأَزْوَاجُكُم وَعَشِيْرَتُكُم وَأَمْوَالٌ اقتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْن كَسَادَهاَ وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهاَ أَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجهَادٍ فِي سَبِيْلِه فَتَرَبّصُوا حَتَّى يَأْ تِيَ اللهُ بِأمْرهِ وَاللهُ لاَيَهْدِى القَوْمَ الفَا سِقِيْنَ Katakanlah (Muhammad): jika sekiranya bapak, anak, saudara, suami atau istri dan keluarga kamu semua, serta harta yang telah kalian kumpulkan, perniagaan yang kalian takut kebangkrutannya dan tempat tinggal yang kalian rela didalamnya, lebih kalian cintai dari pada Allah wa Rasul-Nya dan perjuangan dijalan-Nya, maka tunggulah, sampai datangnya keputusan Allah. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada kaum yang fasik. Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, menjelaskan ayat ini dengan hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Bukhari dari Umar bin Khatthab Ra : وَاللهِ يَارَسُولَ اللهِ أَنْتَ لآَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي, فَقَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَّ : لاَ يُؤْمِن ُ أَحَدُ كُمْ حَتَى أَنْ اَ كُونَ أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ , فَقَالَ عُمَرُ : فَأَنْتَ الآَنَ وَاللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَّ : الآَنَ يَا عُمَرُ Demi Allah, wahai Rasulullah, Engaku niscaya lebih aku cintai dari pada segala sesuatu, kecuali kepada diriku sendiri. Rasulullah Saw menjawab : Tidak sempurna iman seseorang, sehingga Aku, lebih dicintainya dari pada dirinya. Umar berkata : Demi Allah sekarang Engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri. Rasulullah Saw. menjawab : Sekarang wahai Umar telah sempurna imanmu. Mahabbah kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, merupakan hal yang pokok dalam syariah Islam. Sebagaimana ulasan para ulama : b. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Jala’al-Afham, menjelaskan : Sahabat Mu’ad bin Jabbal Ra berkata : قَلْبُ المُؤْمِن ِتَوحِيْدُ اللهِ وَذِ كْرُرَسُولِهِ مَكْتُوبَانِ فِيْهِ لاَ يَتَطَرَقُ اِلَيْهِمَا مَحْوٌوَلاَ اِزَلَةٌ Hatinya orang mukmin senantiasa mengesakan Allah. Dan dzikir kepada Rasulullah (keduanya) tertulis di dalam hati orang mukmin. Maka tidak boleh ada jalan (usaha) untuk menghapus dan menghilangkan keduanya. c. Al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Ali al-Khawash (w. 951 H) guru dari al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul Wahab as-Sya’rani Ra, menjelaskan : نَحْنُ فِي سَنَةِ إِحْدَى وَأَرْبَعِيْنَ وتِسْعِمِائَةٍ جَمِيْعُ أَبْوَابِ الآَوْلِيَاءِ قَدْتَزَحْزَحَتْ لِلْغَلْقِ وَمَا بَقِيَ الانَ مَفْتُوحًا إِلاَّ بَابُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kita yang hidup pada tahun 941 H, semua pintu kewalian telah tertutup. Dan dewasa ini tidak terbuka kembali, kecuali melalui pintu Rasulullah Saw. Dan dalam kitab Saadah ad-Daraini dalam bab 10 “faidah shalawat Nabi Saw”, (Beirut, “Dar-al-Fikri, tt.), pada halaman : 506 – 507, dijelaskan وَمَعْلُومٌ أَنَّ مَنْ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ رَبِّهِ تَعالى, وَمَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الوِصَالَيْنِ لَمْ يَذُقْ لِلْمَعْرِفَةِ, وَمِنْ أَعْظَمِ الوَصَلِ التَعَلُّقِ بِصِفَاتِ الحَبِيْبِ وبِكَثْرَةِ الصَلاَةِ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dan telah diketahui bersama (kaum ahli makrifat), bahwa sesungguhnya, barangsiapa yang dapat merasakan nikmatnya wushul kepada Rasulullah Saw dan Al-Nya (wali al-Ghauts- pen), maka ia akan merakan nikmatnya wushul kepada Tuhannya Allah Swt. Dan barang siapa yang memisahkan yang memisahkan kedua wushul ini, maka ia tidak akan merasakan makrifat.. Diantara agung-agungya jalan wushul adalah ta’alluq (sadar birrasul) kepada Nabi Saw Kekash Allah Swt serta memperbanyak bersholawat kepada-Nya Saw. 4. Mereka hanya takut Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. At-Taubah : 13 : أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ Mengapa kamu takut kepada mereka ?. Padahal, Allah-lah yang berhak kamu takuti, jika kamu benar-benar beriman. 6. Ketika dibacakan ayat-ayat Allah Swt, air mata mudah mengalir. Qs. Maryam : 58 : وَمِمِّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَحْمَنْ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا. Diantara orang yang Kami telah memberikan hidayah, dan telah Kami pilih, (adalah orang yang) ketika dibacakan kepadanya ayat-ayat Tuhan Yang Maha Kasih, mereka tersungkur sujud dan menangis. 7. Mudah melihat dosa diri, serta mudah merasa takut kepada Allah Swt. المُؤْمِنُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَقَاعِدٍ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَهُ وَالمُنَافِقُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ يَقَعُ عَلَى أَنْفِهِ فَيَطِيْرُ Orang yang beriman itu dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah gunung yang takut akan longsor dan akan menimpanya. (HR. Imam Bukhari). Merasa malu dan takut kepada Allah Swt sangat berkaitan dengan kepekaan jiwa. Semakin peka jiwa seseorang terhadap jenis-jenis kesalahan, maka semakin memiliki perasaan malu dan takut kepada Allah Swt. Demikian pula sebaliknya, tidak adanya perasaan malu dan takut kepada-Nya, akibat dari tipisnya kepekaan jiwa terhadap jenis-jenis kesalahan/ kemaksiatan. Rasulullah Saw bersabda : جُمُوْدُ العَيْنِ مِنْ قَسْوَةِ القُلُوبِ, وَقَسْوَةُ القُلُوْبِ مِنْ كَثْرَةِ الذُنُوبِ Kerasnya mata disebakan kerasnya hati. Dan kerasnya hati disebabkan banyaknya dosa. C. Tafakkur Dan Ta’bir. 1. Beberapa Pandangan. Manusia merupakan mahluk yang paling misteri. Penyelidikan dan pandangan tentang keberadaannya, merupakan obyek yang sangat menarik dan paling rumit, hingga tak kunjung selesai untuk dibicarakan. Kajian tentang manusia dan prilakunya telah melahirkan berbagai disiplin ilmu. Ilmu sosial, budaya, politik, ekonomi, seni, etika dan aneka ragam paham filsafat. Diantara penyelidikan yang sangat menarik dan sangat rumit, adalah menjawab pertanyaan; Apakah ada manusia sempurna itu ?. Jika ada, berapa jumlahnya?. Serta apa ukuran untuk menentukan dan mengetahuinya ?. Berbagai pandangan telah dimunculkan oleh para ahli. Pertama, ada yang berpandangan kesempurnaan manusia ditinjau dari kekuasaannya. Semakin luas dan besar kekuasaan seseorang, semakin sempurna jati dirinya. Manusia, dapat dikatakan sempurna, jika telah menjadi raja perkasa diatas bumi yang tidak ada yang mengalahkannya. Kedua, ada yang meninjau kesempurnaan manusia dari sisi kepuasan dan kebebasannya. Semakin bebas ia berbuat tanpa ada yang menghalangi, maka semakin puas hidupnya, dan berarti sempurna pula kemanusiaannya. Kedua paham ini dimunculkan oleh kaum kafirin (atheis). Ketiga, kaum humanis berpandangan bahwa kesempurnaan manusia, ditinjau dari sisi etika, prilaku serta sikapnya terhadap sesama dan alam lingkungannya. Semakin banyak darma yang dilakukan untuk pengembangan dan kemajuan lingkungan, maka semakin sempurna kemanusiannya. Dan keempat, ada pula yang berpandangan kesempurnan manusia ditinjau dari tingkat kesadarannya kepada Tuhan Pencipta dan Penguasa Alam semesta. Seseorang, ketika berinteraksi dengan makhluk, jiwanya dapat terbebas dari ketergantungan kepada makhluk yang ada dilingkungannya maupun ego diri, dan hanya tergantung kepada Allah Swt. Semakin tinggi pendakian ruhani yang dicapai, ia akan naik ketingkat pemahaman dan kesaksian terhadap ketunggalan wujud Tuhan Yang Maha Esa (maqam Wahidiyah dan Ahadiyah, atau dalam istilah lain disebut maqam wahdatus syuhud). Dengan pencapaian ini seseorang akan mendapat anugrah paling agung dan sempurna, berupa sinar Asma dan Akhlaq Allah Swt. Anugrah inilah yang diperuntukkan kepada para nabi dan rasul sejak Nabi Adam As sampai Rasulullah Saw. 2. Strata Kehidupan Dalam setiap sudut kehidupan terdapat tingkatan-tingkatan. Keadaan terendah, menengah dan teratas. Ada kelompok terbelakang, berkembang, maju dan paling maju. Ada orang yang terkaya, agak kaya, kaya, miskin dan termiskin. Dalam kemampuan akal, ada seseorang yang pandai, terpandai dan ada pula yang masih primitive. Dalam bidang kwalitas dan mutu, ada yang terbaik, berkembang dan ada pula yang terburuk. Begitu pula dalam sudut kehidupan lainnya. Contoh-contoh dalam beberapa strata kehidupan berikut ini, akan lebih memperjelas adanya makhluk terbaik dalam setiap kehidupan, misalnya : 2) Dalam sosial masarakat, ada yang manusia terbaik (karena kwalitas atau karena keturunan) yang dijadikan pemimpin, yang mana ia sebagai pusat pengaturan dan pembagian kekuasaan dalam lingkungannya. 3) Dalam setiap lingkungan masyarakat, terdapat markas/ kantor sebagai tempat pusat pengaturan atau kekuasaan. Misalnya setiap negara, propinsi, atau daerah kabupaten memiliki tempat pusat pemerintahan yang disebut Ibu kota. 4) Dalam dunia olah raga juga terdapat pemain atau team yang tergolong ringking ter-bawah, bawah, menengah, atas, dan ter-atas. a. Dalam setiap kompetisi sepakbola dunia yang diselenggarakan 4 tahun sekali, melahirkan tim serta pemain ter-baik. b. Dalam setiap pergantian tahun, kita mengenal nama-nama olahragawan terbaik. Misalnya dalam tahun 1980 – 1900, kita mengenal nama Andre Agassi, Steffi Graff, Martina Navratilova, Gabrille Sabatini, Yayuk Basuki (tenis lapangan). Dalam sepak bola, kita mengenal nama Pele, Ronaldo, Romario, Digo Amandow Maradona, Josh Weach, Rutt Gullit, Fans Basten dll. Dalam dunia bulutangkis, kita mengenal Rudi Hartono, Lim Swi King, Morthen Van Hanshen, dll. 5) Bila dibandingkan dengan planet lain, bumi merupakan planet paling lengkap komponen kimiawinya, hingga dapat memberikan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan. 6) Bila dibandingkan dengan mahluk lain, susunan kimiawi jasmani manusia merupakan susunan yang paling lengkap dan sempurna. 7) Dalam organ tubuh manusia terdapat saraf sebagai pusat penggerak dan pengendali organ lainnya. Gerakan tubuh, bukan muncul dari masing-masing organ, tapi dikendalikan oleh saraf yang besarnya kurang lebih 4 cm. Organ yang sangat kecil ini dapat mengendalikan organ lain yang besarnya beratus-ratus kali. Bahkan syaraf manusia ini mampu mengendalikan sebuah organisasi atau Negara yang besar. 8) Jiwa manusia merupakan jiwa paling sempurna bila dibandingkan dengan jiwa mahluk lain (hewan, jin, setan, malaikat dan lainnya). 9) Tingkatan iman dan taqwa seseorang kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, ada yang rendah, menengah, tinggi dan tertinggi. D. Jadi, kehidupan ini telah menunjukkan adanya satu mahluk yang tertbaik dan paling semurna organ tubuh dan jiwanya, yang karenanya ia menjadi pusat dari seluruh mahluk. Dan dalam konsep Islam, pusat mahluk tersebut terdapat pada manusia yang masih hidup dalam alam fana, dan bukan pada mereka yang telah pulang kerahmatullah. Setiap manusia organ tubuhnya mengandung komponen dari seluruh kimiawi yang ada didalam alam semesta ini. Oleh Allah Swt, manusia ditempatkan pada planet bumi yang susunan kimiawinya juga meliputi seluruh kimiawi yang ada pada planet lain. Jika manusia, dapat mengembangkan jiwa spiritualnya sampai kepada tingkat kesempurnaan, maka ia akan menjadi pusat makhluk secara batiniyah. E. Pembimbing Ruhani Manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh. Ia mengenal alam dan lingkungannya setelah mendapat arahan dari orang tua, pengasuh atau orang lain. Tanpa mereka, seseorang sangat lamban dalam mengenal dirinya dan alam lingkungannya. 1. Antara Insan Kamil atau Setan/ Nafsu. Manusia akan lurus dan benar tindakan dan prilakuknya, bila ia memiliki ilmu yang benar. Dapat memiliki ilmu yang benar, bila manusia mendapatkan seorang pembimbing yang ilmunya benar pula. Demikian pula sebaliknya. Manusia akan terjerumus bila memiliki guru pembimbing yang ilmunya salah. Tidak semua orang pandai dapat dijadikan guru. Setiap mukmin wajib selektif dalam memilih guru. Sebagaimana keterangan hadis riwayat Iam Muslim dan Imam Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ هَذَا العِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِيْنَكُمْ Ilmu ini, adalah agama. Maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu. Allah Swt telah menghendaki, manusia berwatak paternalistik, (membutuhkan/ mengikuti seorang tokoh sebagai panutan). Tujuan utama diturunkannya para Rasul dan waliyullah (al-Ghauts ra) untuk menuntun umat dalam mencapai kebersihan hati serta kebenaran hakiki dalam memahami ketuhanan Allah Swt. Semua orang sepakat, bahwa tidak seorangpun dalam memahami agama tanpa guru pembimbing. Namun, mereka berbeda dalam memahami tugas guru. Diantara mereka ada yang berpendapat, tugas guru hanyalah memperkenalkan dan menjelaskan ilmu atau ajaran agama, dan fungsi ilmu agama sebagaimana fungsi ilmu lainnya yang bersifat member informasi saja. Ada pula yang berpendapat, - disamping menjelaskan dan menginformasikan -, tugas guru yang paling adalah mengantar dan menemani manusia dalam pendekatan kepada Allah Swt. Dan pula, yang berpendapat, guru adalah pancaran rahmat dan anugrah Tuhan untuk makhluk semesta. Jenis guru yang terakhir, adalah guru yang berpangkat ghautsiyah yang hanya satu orang dalam setiap saat. Rasulullah Saw merupakan nabi akhir zaman yang mana ulasan tentang ketuhanan yang dibawanya telah mencapai kesempurnan. Namun, sepeninggal Beliau Saw, diantara mukmin perbedaan terjadi penafsiran yang sangat tajam. Masing-masing saling mendakwa dirinya yang paling benar. Bahkan, kepada seseorang yang berseberangan dengan tafsirannya, dikatakan berseberangan dengan prinsip (sunnah) rasul, padahal baru bersebarangan dengan tafsirannya. Dalam memahami al-kalangan kaum sufi, berlaku sebuah prinsip yang sangat paten lagi teramat penting, bahwa manusia berada antara dua penuntun, nafsu (setan yang telah menyatu dengan jiwa, ke-ego-an) atau mursyid yang kamil. Manusia, jika jiwanya tidak dipandu oleh guru ruhani yang kamil (menurut Allah Swt wa Rasulihi Saw), pasti dipandu oleh nafsu. Dan demikian sebaliknya. Tidak dua pemandu dalam jiwa dan fikiran manusia. Memiliki Guru ruhani yang Kamil, merupakan keniscayaan (kewajiban) bagi setiap orang. Berdasar beberapa hadis dan ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang pentingnya memiliki guru ruhani untuk meluruskan iman, Islam serta ihsan, al-Ghauts fii Zamihi Syeh Muhammad Wafa (w. 801 H), menjelaskan : مَنْ لَيْسَ لَهُ أُسْتَاذٌ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى وَمَنْ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى فَالشَيْطَانُ مَوْلَى لَهُ Barang siapa tidak memiliki guru, maka ia tidak ada pembimbing bagi dirinya. Dan barang siapa tidak ada pembimbing maka setanlah pembimbingnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abu Yazid al-Bustami Ra (dan penjelasan ini telah disepakati oleh pawa auliyaillah Ra) : مَنْ لاَ شَيْخَ فَالشَيْطَانُ شَيْخُهُ Barang siapa tidak memiliki GURU ruhani maka setanlah yang menjadi gurunya”. Dalam beragama, mukmin harus bertanya kepada ulama yang benar-benar ahli. Firman Allah Swt, Qs an-Nahl : 43 : وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْئَلُوا أَهْلَ الذِكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْن Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau kecuali seorang lelaki yang Kami memberikan wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada para ahli dzikir, sekiranya kamu semua tidak mengetahui. Dan pada ayat lain dijelaskan, untuk memahami keberadaan Allah Swt, mukmin harus bertanya kepada ulama yang benar-benar memahami-Nya. Qs. al-Furqan : 59 : الذِي خَلَقَ السَمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ الرَحْمَنُ فَسْئَلْ بِهِ خَبِيْرًا Dia Dazt Yang menciptakan langit dan bumi beserta sesuatu yang ada didalmnya dalam enam masa. Kemudian Allah berberkuasa diatas arasy. (tentang) Allah Yang Maha Penyayang, bertanyalah kepada orang yang memahami-Nya (yakni Rasulullah Saw/ al-Ghauts Ra, demikian pendapat kaum sufi- pen). Sangat sukar mencari guru yang dapat mengantarkan kepada iman, Islam dan ihsan, atau guru yang diridlai oleh Allah Swt. Karena sangat sukarnya, para waliyullah mengibaratkan, bagaikan mencari belerang merah. Mengapa demikian ?. jawaban yang tepat, karena kebanyakan manusia, dalam menuntut ilmu-ilmu agama, bukan untuk diamalkan, akan tetapi hanya untuk meningkatkan status sosial serta mencari simpati ditengah-tengah masarakat. Sebagaimana yang tersari dalam sabdaRasulullah Saw : مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُبَاهِي بِهِ العُلَمَاءَ وَلِيُمَارِي بِهِ السُفَهاَءَ أَوْ يُرِيْدُ أَنْ يَقْبَلَ بِوُجُوهِ النَاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ الجَهَنمََ Barang siapa mencari ilmu untuk bersaing dengan Ulama, dan untuk berdebat dengan orang bodoh atau berharap agar manusia menghadap kepadanya, maka Allah akan memasukkannya kedalam neraka jahannam. Rasulullah Saw menerangkan, diantara tanda-tanda orang diridlai oleh Allah Swt, ketika bertambah ilmunya, maka bertambah hidayahnya serta tidak tenggelam dalam tipuan, kehormatan dunia. مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يََزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا. مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ زُهْدًى لَمْ يََزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا Barang siapa yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah hidayahnya, maka ia tidak bertambah kecuali jauh dari Allah. Barang siapa yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah zuhud-nya maka tidak bertambah, kecuali semakin jauh dari Allah. Sebagai pengamal atau khadimul wahidiyah, untuk meningkatkan kemawasan diri, patut jika kita senantiasa mengingat-ingat peringatan kedua hadis diatas. Orang yang dimurkai oleh Allah Swt tidak boleh dijadikan guru dalam agama. Yaitu orang yang mencari ilmu bukan untuk diamalkan, tetapi hanya untuk mencari kehormatan dihadapan manusia, bukan untuk memahami hakikat dunia, tetapi untuk meraihnya. Diantara tanda-tanda orang yang dimurkai-Nya, ialah oaring yang kabaikannya hanya terdapat pada kepandaian berbicara, sedangkan prilakunya bertentangan dengan yang diucapakannya, ia membaca al-Qur,an, namun tidak menghayati maknanya. Hadis riwayat Abu Daud, Rasulullah Saw bersabda : سَيَكُوْنُ فِي أُمَّتِي إِخْتِلاَفٌ وفِرْقَةٌ, قَوْمٌ يُحْسِنُهُمْ القِيْلَ وَيَسِيْئُونَ الفِعْلَ يَقْرَؤُنَ القُرْأَنَ وَلاَ يُجَاوِزُتَرَاقَبَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِيْنِ مُرُوْقَ السَهْمِ مِنَ الرَمْيَةِ لاَ يَرْجِعُونَ حَتَّى يَرْتَدَّ عَلى فُوقِهِ هُمْ شَرُّ الخَلْقِ Akan datang pada ummat-Ku, perbedaan dan perpecahan. (waktu itu) kebaikannya terletak pada pembicaraan, dan kejelekannya terletak pada perbuatan. Mereka membaca al-qur’an, namun perasaan saling curiga diantara mereka sudah tidak mampu dilampaui oleh al-qur’an. Mereka terlepas dari pedoman agama, bagaikan terlepasnya anak panah dari busurnya. Mereka tidak akan kembali (kedalam kaumnya) kecuali telah meragukan prinsip agamanya. Mereka itulah sejelek-jelek mahluk (a). قَامَ فِي النَاسِ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الدَجَّالُ فَقَالَ : إِنيِّ لآُنْذِرُكُمُوهُ مَامِنْ نَبِيٍّ إلآّ َقَدْ أَنْذَرَهُ قَوْمَهُ لَقَدْ أَنْذَرَ نُوحٌ قَوْمَهُ وَلَكِنِّي سَأَقُولُ لَكُم فِيْهِ قَوْلاً لَمْ يَقُلْهُ نَبِيُّ لِقَوْمِهِ إِنَّهُ أَعْوَرٌ. Nabi Muhammad Saw berdiri ditengah-tengah manusia. Beliau menyebut nama dajjal. Beliau bersabda : Sesungguhnya Aku mengingatkan kamu semua tentang dajjal. Tidak ada Nabi kecuali telah mengingatkan kaumnya tentang (dajjal). Sungguh Nabi Nuh telah mengingatkan kaumnya tentangnya. Akan tetapi Aku akan menerangkan sesuatu kepadamu tentang dajjal yang belum pernah diterangkan oleh para nabi kepada kaumnya. “Ia (dajjal) itu matanya buta satu salah satu (b). قَالَ : إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ بَعْدَ نُوحٍ إِلاَّ وَقَدْ أَنْذَرّ الدَجَّالَ قَوْمَهُ وَإِنِّي أُنْذِرُكُمُوهُ , فَوَصَفَهُ لَنَا رَسُولُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَقَالَ : لَعَلَّهُ سَيُدْرِكُهُ مَنْ قَدْ رَأَنِي وَسَمِعَ كَلاَمِي Sungguh tidak ada nabi setelah Nabi Nuh, kecuali ia telah mengingatkan (dengan sungguh-sungguh) tentang dajjal kepada kaumnya. Kemudian kepada kami Rasulullah Saw menjelaskan sifat-sifat dajjal. Kemudian Beliau bersabda : “Semoga dapat mengetahui dajjal, orang-orang yang dapat melihat Aku dan memahami sabda (hadis)-ku” (c). Allah Swt melarang umat Islam berguru kepada seseorang yang hatinya banyak lupa kepada-Nya. Firman Allah Swt, Qs. al-Kahfi : 28 : وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَاهُ قَلبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang Kami lupakan hatinya dari dzikir kepada-Ku, dan orang yang mengikuti hawa nafsunya, dan memang dia melampaui batas. Mengikuti orang yang hatinya lupa kepada Allah Swt (baik melupakan Allah Swt sebagai Penguasa makhluk atau lupa kepada ancaman dan siksaan-Nya), berarti mengikuti ajakan hawa nafsu. Setiap orang, disaat hatinya lupa kepada Allah Swt, pasti setan akan datang menghampirinya, dan kemudian membelokkan pemahaman orang tersebut dari kebenaran, dan mereka mengira masih berada dalam hidayah-Nya, padahal telah berada dalam genggaman setan. Firman Allah Swt (Qs. Az-Zukhruf : 36 – 37) : وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِيْنٌ وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَبِيْلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ Dan barang siapa yang berpaling dari mengigat Allah Yang Maha Kasih, maka Kami adakan setan baginya. Dan setan menjadi teman baginya. Sesungguhnya setan akan menghalangi mereka dari jalan kebenaran serta mereka (manusia) akan mengira sesungguhnya dirinya termasuk orang-orang yang mendapat hidayah . Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman dalam Qs, an-Nisa’ : 119 : وَمَنْ يَتِّخْذ الشَيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُوْنِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِيْنًا Sesiapa saja yang menjadikan syaithan sebagi wali (penguasa, pelindung, penolong dan kekasih) selain Allah, maka ia telah merugi dengan kerugian yang nyata. Seorang salik harus selektif dalam memilih guru. Al-Qur’an menjelaskan; guru ruhani yang harus dicari dan diikuti adalah ulama yang telah sadar kepada Allah Swt (ulama billah) dan yang telah berinaabah kepada-Nya. Firman Allah Swt : وَاتَبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ Dan ikutilah jalan orang yang kembali (inaabah) kepada-Ku. Kemudian kepada-Ku tempat kamu kembali. (Qs. Luqman : 15). Kata ثُمَّ = kemudian, dalam ayat diatas dapat dipahami bahwa manfaat mengikuti guru yang telah mampu berinaabah, dapat mengantar atau membawa seseorang dekat, sadar dan kembali kepada Allah Swt. Dan iman, Islam dan ihsan itu hanya diberikan oleh Allah Swt kepada orang yang terbaik dalam setiap generasi. HR. Imam Baihaqi, Rasulullah Saw bersabda : يَحْمِلُ هَذَا العِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفٍ عُدُولُهُ يَنْفَوْنَ تَحْرِيْفَ الغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ المُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ. Ilmu ini akan dibawa (diwarisi) oleh orang-orang terbaik pada setiap generasi. Mereka menepis penyimpangan kaum ekstrim, membongkar pemalsuan kaum ahli bathil dan mematahkan penafsiran kaum yang bodoh. F. Ulama Waratsatul Anbiya’ Setiap orang (lebih-lebih yang telah dianggap masarakat sebagai ulama) tidak ada yang mendakwakan dirinya sebagai pengkhianat sunnah rasul. Mereka mendakwakan dirinyalah orang (ulama) yang paling sesuai dengan sunnah rasul. Eronis sekali, kenyataan yang terjadi dalam kehidupam ummat era dewasa ini. Namun, sebagai mukmin, kita tidak boleh berputus asa. Sebab Rasulullah Saw memberitahukan, bahwa Allah Swt senantiasa menurunkan seorang ulama sebagai pengganti dan penerus risalah Islam. Hadis riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda : وَإِنَّهُ لاَ نبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَائِي Dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudah-Ku, dan yang akan ada para khalifah-Ku Ulama yang yang ditunjuk oleh Allah Swt sebagai khalifatur rasul senantiasa bertaqwa dan benar-benar takut kepada-Nya. Firman Allah Swt, Qs. Fathir : 11 : إنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاء Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya, hanyalah para ulama. Tentang makna ulama yang dimaksud dalam surat Fathir ini, al-Ghauts fi Zamanihi Imam al-Qusthalani Ra (w. 858 H) menjelaskan : الذِينَ عَلِمُوا قُدْرَتَهُ وَسُلْطَانَهُ فَمَنْ كَانَ أَعْلَمُ كَانَ أَخْشَى اللهَ. وَلِذَا قَالَ عَلَيْهِ السَلاَمُ : أَنَا أَخْشَاكُمُ اللهَ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ Orang-orang yang alim tentang kekuasaan dan kerajaan Allah. Barang siapa lebih alim, dialah lebih takut. Dan karenanya Rasulullah Saw bersabda : Akulah orang yang paling takut kepada Allah diantara kalian, serta paling takwa kepada-Nya. Malu dan takut merupakan sifat reflek dari manusia. Dan iman yang telah tertanam didalam hati, akan menumbuhkan rasa malu dan takut secara reflek pula. Ulama bukan malaikat. Dia adalah manusia, yang dapat terpeleset dalam kekeliruan. Diantara ukuran keulamaan seseorang terletak pada perasaan malu dan takut kepada Allah Swt ketika terperosok pada kemaksiatan. Seorang ulama yang hakiki, adalah seseorang yang didalam hatinya akan muncul perasaan malu dan takut kepada Allah Swt, ketika terpeleset kepada kemaksiatan. Dan kemudian segera bertaubat dan membenahi diri. Ulama seperti inilah yang disifati oleh Rasulullah Saw sebagai pelita dunia. HR. Abu Daud, Nasa'i dan Baihaqi, Rasulullah Saw bersabda : العُلَمَاءُ سِرَاجُ الدُنْيَا. العُلَمَاءُ مِصْبَاحُ العَالَمِ Ulama adalah pelita dunia. Ulama adalah pelita alam. Hadis ini dapat juga dipahami dengan makna lain. Yakni, ulama yang menjadi penerus risalah Islam, akan diberi karamah oleh Allah Swt sebagai pelita dunia. Artinya, para ulama ahli syari’ah memiliki ilmu untuk menjelaskan halal dan haram. Dengan ilmunya ulama ini, ummat tersinari dan kemudian dapat memahami hukum-hukum Allah Swt yang berkaitan dengan prilaku lahiriyah. Sedangkan para waliyullah (al-Ghauts Ra) diberi karamah berupa radiasi batin yang bermanfaat untuk mengantar dan membimbing manusia sadar kembali serta makrifat kepada Allah wa Rasulihi Saw. Pengertian ulama pewaris nabi, Imam Sofyan Tsaury Ra (pendiri madzhab fiqih, ulama sufi dan ahli dalam bidang hadis) membaginya kedalam 3 (tiga) bagian : العُلَمَاءُ ثَلاَثَةٌ :عَالِمُ بِاللهِ يَخْشَى اللهَ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِأَمْرِ اللهِ, عَالِمٌ بِاللهِ وَعَالِمٌ بِأَمْرِ اللهِ يَخْشَى اللهَ فَذَاكَ العَالِمُ الكَامِلُ, وَعَالِمٌ بِأَمْرِ اللهِ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِاللهِ فَذَاكَ العَالِمُ الفَاجِرُ Ulama ada tiga kelompok; Ulama yang memahami tentang ilmu BILLAH, serta takut kepada Allah, namun ia tidak alim tentang hukum-hukum Allah. Dan, Ulama yang memahami BILLAH serta alim tentang hukum-hukum Allah, dan ia takut kepada Allah. Dan dialah orang alim yang sempurna. Dan, Ulama yang memahami hukum-hukum Allah, tapi tidak alim tentang ilmu BILLAH. Dan dialah ulama yang durhaka. Penjelasan Imam Sufyan Tsuary Ra (guru Imam Syafi’i) tentang ukuran waratsatul anbiya’, ditentukan oleh tiga hal. Pertama; dari sifat khasy’yah (benar-benar takut) seseorang kepada Allah Swt. Kedua, dari kemampuan memahami dan mengetrapkan ilmu LILLAH dan BILLAH. Ketiga, dari penguasaan terhadap ilmu agama yang membahas ibadah lahiriyah maupun batinyah. Seorang ulama yang memiliki dan menguasai ketiga ilmu diatas, dialah ulama yang Kamil Mukammil (al-Ghauts Ra). Sayyidina Hasan Ibn Ali Ibn Abi Thalaib Ra bersabda : العِلْمُ عِلْمَانِ فَعِلْمٌ فِي القَلْبِ فَذَاكَ العِلْمُ الناَفِعُ وَعِلْمٌ عَلَى اللِسَانِ فَذَاكَ حُجَّةُ اللهِ عَلَى ابْنِ أَدَمَ Ilmu itu ada dua : ilmu yang ada dalam hati dan itulah ilmu yang manfaat, serta ilmu yang ada diatas lisan dan itulah hujjah (bukti kebenaran) untuk anak Adam. Para ulama waratsatul anbiya tersebut, membawa “Nur Ilahiyah” yang diwarisi dari Rasulullah Saw. Mereka diberi kedudukan yang tinggi oleh Allah Swt sebagai sarana, tempat dan pintu untuk menghormat Allah Swt wa Rasulihi Saw. Hadis riwayat Abu Daud Rasulullah saw bersabda : مَنْ أَكْرَمَ عَالِمًا أَكْرَمَنِي وَمَنْ أَكْرَمَنِي أَكْرَمَ الله Barang siapa menghormat orang yang alim berarti ia telah menghormat aku (Rasulullah). Dan barang siapa menghormat aku berarti ia telah menghormat Allah. Hadis riwayat al-Khathib al-Bagdadi, Rasulullah Saw bersabda : أَكْرِمُواالعُلَمَاءَ فَإِنَّهُم وَرَثَةُالأَنْبِيَاءِ فَمَنْ أَكْرَمَهُمْ فَقََدْ أَكْرَمَ اللهَ وَرَسُولَهُ Mulyakanlah para ‘ulama, karena sesungguhnya mereka itu pewaris para nabi. Barang siapa yang memulyakan mereka berarti memulyakan Allah dan Rasul-Nya. Dalam al-Qur'an dan hadis telah dijelaskan, bahwa Rasululah Saw adalah pimpinan dari semua mahluk, dan sekaligus - dengan Nur Ilahiyah yang ada padanya -, sebagai penjaga kelestarian alam semesta. Dan atas izin dan perintah Allah Swt semata, setelah kepulangan Rasulullah Saw kehadirat Allah Azza wa Jalla, nur ilahiyah tersebut diwariskan kepada para ulama penerus risalah Islam. Diantara para pewaris tersebut, ada ulama pewaris ilmu lahir, dan ada pula ulama pewaris ilmu dan kekuatan batin. Sedangkan yang kita bahas dalam makalah ini, hanya berkaitan dengan ulama pewaris ilmu dan kekuatan batin, yakni para auliyaillah, dan khsusnya al-Ghauts Ra. Mereka Tanda-tanda ulama pewaris sirri (kemampuan batin) rasul, antara lain : a. memiliki tugas – dengan doa dan karamahnya - sebagai penjaga kelestarian bumi dan isinya. Allah Swt mewariskan bumi dan seluruh isinya kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Firman Allah Swt, Qs. al-Anbiya’: 106 : إِنَّ الأَرْضَ للهِ يَرِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه Sesungguhnya bumi itu milik Allah, yang diwariskannya kepada orang yang dikehendaki dari antara hambanya (Qs. al-Anbiya’ : 106). وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِكْرِ أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَالِحُونَ Dan sungguh telah Kami tulis dalam Zabur, setelah (tertulis) dalam lauh mahfudz, sesungguh- nya bumi ini diwarisi oleh hamba-Ku yang shalih. Para pembesar ulama kaum sufi dan para auliyaillah, mengatakan bahwa yang dimaksud pewarisan dalam ayat ini, adalah pewarisan tentang penguasaan secara batiniyah. Mereka dibekali oleh Allah Swt kekuatan sirri yang menembus kepenjuru alam (lahu sirrun yasri fil alam). Dalam ayat al-Qur’an yang lain, diterangkan Nabi Zakaria As – dengan izin Allah Swt -, mewariskan jabatan kenabian kepada Nabi Yahya As. Allah Swt berfirman, Qs.Maryam : 5 – 6 : فهَبْ ِليْ مِنْ لدُنْكَ وَلِيًّا يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ أَلِ يَعْقُوب وَاجْعَلْه رَبِّ رَاضِيًّا (Nabi Zakariya As berdoa) : Anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang mewarisi aku dan dari keluarga Ya’qub. Jadikanlah ia, wahai Tuhanku, orang yang ridlai (kepada-Mu). b. Mewarisi ilmu Rasulullah Saw. Hadis riwayat Imam Bukhari sabda Rasulullah Saw : زُوِيَتْ لِيَ الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat untuk-ku. Rasulullah Saw bersabda: اِنَّ مِنَ العِلْمِ كَهَيْئَةِ المَكْنُوْنِ لاَ يَعْلَمُهُ اِلاَّ العُلَمَاءُ بِاللهِ فَاِذَا نًطَقُوا بِهِ لَمْ يُنْكِرْهُ اِلاَّ اَهْلُ الاِغْتِرَارِ بِاللهِ Sesungguhnya ada sebagian ilmu yang dirahasiakan, tidak dapat mengetahuinya kecuali oleh ‘Ulama Billah. Maka apabila mereka (ulama Billah) mengungkapkannya, tidak seorang-pun yang membantahnya, kecuali orang-orang yang tidak paham tentang Allah. Sahabat Abdullah bin Masud Ra menjelasakan : لَيْسَ العِلْمُ بِكَثْرَةِ الرِّوَايَةِ إِنَّمَا العِلْمُ نُورٌ يُقْذَفُ فِي القَلْبِ Ilmu itu, bukan karena banyaknya bercerita. Sesungguhnya ilmu adalah “nur” (ilahiyah) yang diletakkan didalam hati. c. Mewarisi kandungan isi al-Qur'an dan kitab-kitab suci sebelumnya. ثُمَّ أوْرَثْنَا الكِتَابَ الذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an) kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami”. (Qs, Fathir : 32). Setelah Rasulullah Saw pulang kerahmatullah, kandungan al-Qur’an diwariskan kepada hamba yang dipilih oleh Allah Swt sendiri. Imam Ibnu Katsir, dalam tafsirnya menjelaskan tentang hamba yang terpilih adalah : هُمْ أُمَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَثَهَمُ اللهُ كُلَّ كِتَابٍ أَنْزَلَهُ Mereka itu adalah ummat Nabi Muhammad Saw, yang Allah telah mewariskan kepadanya seluruh kitab yang diturunkan. Sedankan Imam Suyuthi dalam kitab Tafsir Jalalain menjelaskan; bahwa terjadinya pewarisan setelah kematian : وَالمِيْرَاثُ فِيْمَا صَارَ لِلإِنْسَانِ بَعْدَ مَوْتٍ Pewarisan sebagaimana yang terjadi pada manusia, terjadinya setelah kematian. Dan Imam al-Qurthubi, dalam tafsirnya menjelaskan makna “kitab” dalam ayat ini : هَاهُنَا يُرِيْدُ بِهِ مَعَانِي الكِتَابِ وَعِلْمِهِ وَأَحْكَامِهِ وَعَقَائِدِه Disini, yang dimaksud dengan makna kitab, adalah ilmu, hukum dan aqidah yang terkandung didalamnya. Sedangkan untuk makna hamba-hamba Kami, adalah : تُوَارَثُوا الكِتَابَ بِمَعْنَى أَنَّهُ إِنْتَقَلَ عَنْ بَعْضِهِمْ إِلَى أخَرَ وقَالَ اللهُ وَلَقَدْ أَتَيْنَا دَوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْمًا وَقَالاَ الحَمْدُ للهِ الذِي فَضَّلَنَا عَلَي كَثِيْرٍ مِنْ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ وَوَارَث سُلَيْمَانُ دَاوُدَ, وَقَالَ يَاأَيُّهَا النَاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَيْرِ وَأُوتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْئٍ, إنَّ هَذَا لَهُوَ الفَضْلُ المُبِيْنُ Mereka mewariskan kitab suci. Artinya, Perpindahan warisan tersebut dari orang kepada orang lain (secara estafet). Allah berfirman (Qs. an-Naml : 15 - 16) : Dan sungguh Kami memberi Dawud dan Sulaiman sebuah ilmu. Dan mereka berdua mengatakan :”segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman. Dan Sulaiman mewarisi (ilmu, kerajaan dan kenabian) dari Daud. Sulaiman berkata : Wahai manusia kami telah diberi pengertian tentang ucapan burung, dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya semua ini suatu karunia yang nyata. Dan dalam keterangan selanjutnya, Imam al-Qurthubi menjelaskan : فَإِذَا أَجَازَ النُبُوَّةُ لِلْوِرَاثَةِ فَكَذَالِكَ الكِتَابُ Jika (rahasia) kenabian saja dapat diwariskan, apalagi (kandungan) kitab al-Qur’an. Jadi, kesimpulan yang dapat diambil dari keterangan beberapa hadis dan ayat al-Qur’an diatas, antara lain : 1. Sepeninggal Rasulullah Saw, kandungan dan sirri al-Qur’an diwariskan kepada salah satu hamba Allah Swt yang terbaik pada masanya, dan yang dipilih oleh Allah Swt sendiri (bukan pilihan manusia/ rakyat). 2. Penerimaan warisan tersebut secara spontan antara pewaris (al-Ghauts Ra) dan pemberi warisan (Rasulullah Saw). 3. Para pewaris kandungan al-Qur’an tidak perlu susah payah dalam memperolehnya. Atas kehendak Allah Swt, mereka dapat memahami al-Qur’an secara spontan, atau diinstal secara langsung, dalam istilah computer. Meski demikian, karena akhlaknya yang mulia, mereka sering menyembunyikan kemampuannya tersebut. 4. Dan ulama pewaris al-Qur’an dan sirri Rasulullah Saw inilah yang dimaksud dengan ulama waratsatul anbiya’. 5. Karena Rasulullah Saw hanyalah satu orang, maka penerima warisan seperti ini juga hanyalah satu orang. Yang mana setiap beliau Ra al-Marhum, Rasulullah Saw mencari satu ummatnya yang terbaik untuk menerima warisan tersebut. Hadis riwayat Thabrani dari sahabat Rabi’ah Rasulullah Saw bersabda : 10 إِنَّ سِرَّكُمْ أَنْ تَقْبَلَ صَلاَتَكُمْ فَلْيَؤُمُكُمْ عُلَمَاءُكُمْ فَإِنَّهُمْ وَفْدُ كُمْ فِيْمَا بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ اللهِِ Sesungguhnya rahasiamu, sekiranya diterima sholatmu, maka mengimami kamu semua ulama’ kamu semua. Karena sesungguhnya ulama tersebut sebagai perantaramu antara kamu dan Allah. Syeh Ali Ibn Muhammad al-‘Azizi (w. 1070 H) dalam kitab Siraj al-Munir Ala al-Jami’ as-Shaghir, memberi penjelasan makna ulama dalam hadis ini, sebagai berikut : هُمْ الوَاسِطَةُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ رَبِّكُمْ لآَنَّ الوَاسِطَ الآَصْلِيَ هُوَالنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمْ وَرَثَتُهُ Merekalah (para ulama – pen) sebagai perantara antara kamu semua dan Tuhanmu. Sesungguhnya perantara yang asli adalah Nabi Saw, mereka itu merupakan waris Rasulullah Saw. F. Awal Pembahasan

Wednesday, February 1, 2017

Tangis Dalam Mujahadah A. Tafaakur Dan ‘Ibrah. 1. Masyarakat memiliki pemimpin yang berilmu luas serta bertaqwa kepada Allah Swt merupakan pintu menuju kebahagiaan dan kedamaian. Dan jika masyarakat dipimpin oleh yang bodoh dan lagi durhaka akan terbawa kedalam kehancuran. Sebagaimana yang tercermin dalam sabda Rasulullah Saw : أَفَةُ الدِيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ Afat agama ada tiga : ahli fiqh yang durhaka, imam yang tidak adil dan mujtahid (orang menafsiri Qur’an dan hadis) yang bodoh. Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ. : Sesungguhnya yang paling aku takuti dari sesuatu yang aku takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq yang alim lisannya. Dan dalam hadis lainnya, Rasulullah Saw bersabda : أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا زِلَّةُ عَالِمٍ وَجَدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَالتَكْذِيْبِ بِالقَدَرِ. Aku menakutkan tiga perkara terhadap ummatku : hilangnya orang alim, perdebatannya orang munafiq tentang al-Qur’an dan pendustaan terhadap taqdir. 2. Seseorang, masih dikelompokkan kedalam golongan orang munafik, selama malas mendirikan shalat, suka berbuat riya’/ tidak ikhlas (tidak didasari LILLAH BILLAH, dalam istilah Wahidiyah) ketika beribadah, serta sangat sedikit waktu yang digunakan untuk ingat kepada Allah Swt. Firman Allah Swt : إنَّ المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ قَلْيلاً Sesungguhnya orang-orang munafiq (ingin) menipu Allah, (tapi) Allah-lah yang akan (membalas) tipudaya mereka. Dan ketika mendirikan shalat, mereka mendirikannya dengan malas, serta memperlihatkan (ibadahnya) kepada manusia. Dan mereka tidak ingat kepada Allah kecuali sedikit. (Qs. an-Nisa’ : 142). Bahkan dalam surat at-Taubah ayat 54, dijelaskan bahwa malas mendirikan shalat termasuk sifat dari orang kafir kepada Allah dan rasul-Nya. إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَيأْتونَ الصَلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنْفـقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ Sesungguhnya mereka yang kafir dengan Allah (billah) dan dengan rasul-Nya (birrasul), dan mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan malas, dan tidak menginfaqkan hartanya kecuali dengan terpaksa. Dalam surat al-Ma’un, juga dijelaskan bahwa orang yang tidak sungguh-sungguh dalam mendirikan shalat akan ditempatkan dalam neraka wail. فَوَيلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ. الذِيْنَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الماعُونَ Neraka wail diperuntukkan bagi orang yang shalat. (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan mereka enggan menolong dengan barang yang dibutuhkan masyarakat. 3. Tidak terjebak oleh kehidupan duniawi, sadar kembali kepada Allah Swt dan mempersiapkan bekal kematian sebelum datangnya kematian merupakan tanda-tanda pokok bagi orang yang jiwanya dikuasai cahaya ke-Tuhan-an. Rasulullah Saw bersabda: إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتسَحَ وَانْشَرَحَ. فَقِيْلَ : يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا فَقَالَ : التَجَافَى عَنْ دَارِالغُرُورِ, وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ, وَالإَسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ فَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ Sesungguhnya “nur”(Ilahiyah) ketika telah masuki hati, maka Allah melebarkan hatinya. Kemudian ditanyakan : Wahai Rasulullah untuk hal tersebut, adakah tanda-tanda untuk mengetahuinya?. Rasulullah menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali (inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum kematian. 4. Dapat menangis ketika dzikir kepada Allah Swt, merupakan tanda-tanda dari orang yang mendapatkan perlindungan-Nya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ : الإمَامُ العَادِلُ, وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبِادَةِ رَبِّهِ, وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ, وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ, وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ, وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَتَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ, وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ. Tujuh kelompok manusia, Allah akan memayunginya dalam payung-Nya pada hari yang sudah tidak ada payung kecuali payung-Nya : 1) Imam yang adil. 2) Remaja yang bersemangat tinggi dalam mengabdi kepada Tuhannya. 3) Lelaki yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid. 4) Dua lelaki yang saling mendekati dalam urusan agama Allah. Mereka berkumpul dan berpisah diatas agama-Nya. 5) Lelaki yang dirayu oleh wanita yang memiliki kedudukan atau harta serta memiliki kecantikan, tetapi ia menjawab : Sungguh aku takut kepada Allah. 6) Seseorang yang bersedekah dengan rahasia, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan tangan kanannya. 7) Seseorang yang dzikir kepada Allah dalam kesunyian, kemudian mengalir air matanya. B. Sebab-Sebab Menangis Kebutaan hati kita terhadap kemurkaan Allah Swt terhadap dosa-dosa diri serta kelalaian dari memikirkan azab yang pedih diakhirat, menyebabkan seseorang tidak memiliki rasa susah padahal diri banyak dosa. Dan jika sekiranya, mukmin mengetahui sebagaimana yang diketahui oleh Rasulullah Saw, niscaya mudah menangis dan malu kepada-Nya. Rasulullah Saw bersabda (diriwayatkan dari sahabat Anas Ibn Malik Ra) : لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا. قَالَ: فَغَطَّى أَصْحَاب رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عَليهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُم لَهُمْ خَنِيْنٌ Jika kamu semua mengetahui seperti apa yang aku ketahui, pasti kamu semua sedikit tertawa dan banyak menangis. Sahabat Anas berkata : Kemudian semua sahabat Rasulullah Saw menyembunyikan wajahnya (karena malu), dan menangis bersenggukan. Dan dalam hadis lain (kitab As-Syifa-nya Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl) terdapat penambahan redaksi : لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا وَمَا تَلَذَّ ذْتُمْ بِالنِسَاءِ, وَلَخَرَجْتُمْ إِلَى الصَعَدَا تِ تَجْأَرُونَ إِلَى اللهِ Dan kamu semua tidak terlalu berpuas-puas dengan wanita ditempat tidur, dan pasti kamu semua keluar menuju tempat yang ramai, kemudian kamu mengeraskan suara (untuk menangis). Arti kata ( الصُعَدَاتِ = as-sha’adaat), adalah : jalan atau tempat yang ramai dan yang banyak dilewati manusia, sehingga manusia dapat ikut bertaubat dan menangis kepada Allah Swt. Sedangkan asal arti kata taj-aruun adalah : agak mengeraskan suara (menangis dengan suara yang dapat didengar oleh banyak orang). HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibn Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda : لاَتَدْخُلُوا عَلَى هَؤُلاَءِ المُعَذَّبِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ, فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ فَلاَ تَدْخُلُواعَلَيْهِمْ لاَيُصِيْبُكُمْ مَاأَصَابَهُمْ. Janganlah kamu semua masuk kedalam lingkungan orang-orang yang berbuat dosa, kecuali kamu menangis. Jika kami tidak menangis, janganlah kamu memasukinya, kamu tidak akan mendapatkan musibah seperti yang menimpa mereka. Rasulullah Saw bersabda : مَنْ ذَكَرَ اللهُ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يُصِيْبَ الأَرْضُ مِنْ دُمُوعِـهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ Barang siapa yang ingat kepada Allah kemudian mengalir airmatanya dari takut kepada Allah hingga bumi kejatuhan airmatanya, maka Allah tidak akan menyiksanya dihari kiamat Diriwayatkan dari Bakir Ibn Abdullah al-Asyaj, Rasulullah Saw bersabda : أللهُمَّ ارْزُقْنِي عَيْنَيْنِ هَطَالَتَانِ Ya Allah, berilah aku dua mata yang mudah menangis. Hal ini tercermin dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Mas’ud Ra, Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ المُؤْمِنُ يَرَى ذَنُوْبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلِ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذَنُـوبَهُ كَـذُبَابِ مَرَّ عَلَى أَنْـفِهِ Sesungguhnya orang yang beriman adalah (orang) yang dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah gunung, dia takut akan kejatuhan gunung. Sedang orang yang durhaka, dalam melihat dosa-dosanya bagaikan orang melihat lalat yang menempel diatas hidungnya dan yang mudah diusir. Menangis merupakan gejala dan fenomena psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, masa kanak-kanak, dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan menjadi nenek-nenekpun bisa menangis. Motifasi (dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisan bayi merupakan bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan; lapar, haus, badan terasa kotor, terkena pipis, badan tidak enak/ sakit dan sebagainya. Rasulullah Saw mengabarkan bahwa; tangisan bayi yang baru lahir, dikarenakan disentuh oleh setan. Sedangkan tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar permohonan magfirah atas dosa kedua orang tuanya. Orang yang susah karena mengalami musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira juga bisa menangis. Terlalu takut kepada sesuatu juga bisa menangis. Pokoknya, menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang tidak normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis, tidak keluar air mata, sebagaimana tangisnya orang yang masih normal fikirannya. Jelaslah bahwa dorongan menangis itu datang dari jiwa diri orang yang menangis itu sendiri, karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh kedalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat memberhentikan orang yang sedang menangis begitu saja. Bagaimanapun usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan sendirinya juga telah datang “sesuatu“ yang merangsang jiwanya, yang meredakan kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar, hanya sekedar membantu proses datangnya “sesuatu“ yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada di sekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu. Didalam Mujahadah Wahidiyah, banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksakan diri kita untuk bisa menangis, tetapi itu juga tidak berhasil bisa menangis, walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai diri dari menangis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allahu A’lam. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional. Menangis, sangat berkaitan dengan kepekaan atau sensitifitas jiwa terhadap sesuatu yang ditangisi atau disesali. Sebagai misal, ditengah-tengah masyarakat terdapat seseorang yang cepat dan mudah merasa malu serta menyesal dengan kesalahan yang sederhana atau sedikit. Namun ada juga seseorang yang memiliki kesalahan yang cukup banyak dan berat, namun tidak memiliki malu dengan tetangga lingkungan, tidak ada penyesalan, bahkan bangga dengan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Diantara manusia; ada yang memiliki rasa belas kasihan kepada kaum yang lemah, kaum yang tertindas, dan kemudian membela dan memperjuangkannya. Namun ada juga seseorang yang tidak memiliki perhatian dan keprihatinan sama sekali terhadap kaum tersebut. Rasa kasihan dan ingin membela kaum yang lemah, keprihatinan terhadap dekadensi moral, atau memiliki rasa malu tentang kesalahan diri, baik kepada diri sendiri, kepada ummat masyarakat, lebih-lebih kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, tidak berkaitan dengan keintelektualan seseorang, tapi berkaitan dengan kepekaan jiwa. Demikian pula kepada Allah Swt, diantara mukmin ada yang mudah memiliki rasa malu dan benar-benar takut kepada Allah Swt dengan kesalahan ringan (dosa kecil) apalagi dosa besar, dan kemudian menyesal dan menagis serta sungguh-sungguh bertaubat. Dan ada juga diantara mukmin yang mengerti jika dirinya banyak dosa, penuh kesalahan dan sangat sedikit kebaikannya, akan tetapi hatinya tidak memiliki rasa malu apalagi takut kepada Allah Swt. Jelasnya, menangis kepada Allah Swt berkaitan sekali dengan kepekaan jiwa seseorang terhadap dosa yang dilakukan, dan bukan berkaitan dengan akal dan banyaknya ilmu yang dikuasainya. Artinya, hampir setiap orang memiliki pengertian, kalau manusia merupakan makhluk yang banyak berdosa kepada Allah Swt, namun mereka tidak merasa malu kepada Allah Swt. Rasa malu dan takut bukanlah perbuatan akal, melainkan perbuatan hati. Sebagaimana iman, juga bukan merupakan perbuatan akal dan fikiran, akan tetapi perbuatan hati atau jiwa. C. Bimbingan Menangis Dapat menangis karena Allah Swt merupakan tanda tanda seseorang yang selamat dihari kemudian. Sebagaimana penjelasan Rasulullah Saw ketika menjawab pertanyaan dari sahabat Uqbah Ibn Amir, Wahai Rasulullah apakah keselamatan itu ?. Rasulullah Saw bersabda : أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ, وَلْيَسعْكَ بيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ : Jagalah lisanmu, dan kamu merasa luas (betah) dalam rumahmu, dan menangislah atas dosa-dosamu. Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw : مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ يَبْكِى. Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis. Dalam keterangan hadis lain diterangkan bahwa menyesali perbuatan dosa merupakan bagian dari taubat. Rasulullah Saw bersabda : النَدَمُ تَوبَةٌ: menyesal itu ber taubat. Berkaitan dengan hadis ini, Syeh Abdul Qadir Jailani Ra, mengatakan : وَعَلاَمَةُ صَحَّةُ النَدَمِ : رِقَّةُ القَلْبِ, وَغَزَارَةُ الدَمْعِ. وَلِهَذَا رُوِيَ عَنِ النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : جَالِسُوا التَوَّابِيْنَ فَإِنَّهُمْ أَرِقُّ أَفْئِدَةٍ. Tanda-tanda benarnya penyesalan adalah halus (peka)-nya hati, derasnya airmata. Dan hal demikian ini, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw yang bersabda :“Duduklah kamu semua bersama orang-orang yang bertaubat. Sesungguhnya mereka sehalus-halusnya perasaan”. Lain itu pula, iman yang benar dapat membentuk hati seseorang memiliki rasa malu kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda : الحَيَاءُ مِنَ الإيْمَانِ : rasa malu (kepada Allah Swt) itu bagian dari iman. Rasa malu kepada Allah Swt dapat muncul dalam hati, setelah sesorang dapat melihat dosa-dosanya baik dosa lahiriyah maupun dosa batiniyah, kemudian merasa dilihat oleh Allah Swt Dzat Yang Maha Perkasa. Menangis karena dosa dari setiap mukmin, berbeda-beda. Dan kwalitas menangisnya mukmin dapat dikelompokkan kedalam tiga keadaan : 1. Diantara mereka ada yang diberi kemampuan oleh Allah Swt penyesalan terhadap perbuatan maksiat sangat dalam, tapi dapat menahan tangisan tanpa suara keras. Hingga setiap orang yang didekatnya dapat terpengaruh jiwanya dan kemudian ikut menangis dan memohon ampun kepada Allah Swt. 2. Diantara mukmin ada yang belum mampu menahan tangisan, dan karenanya sering menangis dengan suara agak keras. Hingga jiwa orang yang ada didekatnya tidak terpengaruh untuk ikut menangis dan bertaubat. 3. Diantara mereka ada pula mukmin yang menangis dengan suara yang kurang menyenangkan bagi orang yang ada didekatnya. Hingga menimbulkan kesalah pahaman dari orang-orang yang tidak mengerti keadaan jiwa dari orang yang menyesali dosa dan bertaubat tersebut. Menangis karena dosa yang muncul dari hati sebaiknya tidak dengan cara menjerit-jerit. Cara menjerit-jerit dalam menangis merupakan ajakan dari setan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : البُكَاءُ مِنَ الرَحْمَةِ وَالصُّرَاخُ مِنَ الشَيْطَانِ. Menangis itu dari rahmat (Allah), sedangkan menjerit-jerit itu dari setan. بُكَاءُ المُؤْمِنِ مِنْ قَلْبِهِ وَبُكَاءُ المُنَافِقِ مِنْ هَامَتِهِ Menangisnya orang mukmin dari hatinya, sedangkan menangisnya orang munafiq dari kepalanya. Tempat iman didalam hati sanubari. Dengan kata lain “iman merupakan perbuatan hati”. Demikian pula rasa takut atau rindu kepada Allah Swt atau terharu dengan kebesaran serta keagunga-Nya, juga merupakan perbuatan hati. Orang yang beriman kepada Allah Swt secara benar, sudah tentu ketika menangis karena dosa keluar dari lubuk hati yang dalam. Sedangkan tangisan orang munafik, bukan disebabkan oleh rasa takut atau malu kepada Allah Swt. Akan tetapi lebih disebabkan oleh rasa malu kepada sesama manusia serta takut terhadap cacian dan fitnahan dari masarakat. Mungkin tangis mereka dibuat-buat, atau berpura-pura menangis. Meski demikian, menangisnya kelompok ketiga selama diniatkan melaksanakan tuntunan rasul (tangis tangiskanlah) tetap merupakan ibadah kepada Allah Swt. Karena bagi orang yang hatinya keras tidak mungkin tumbuh rasa malu kepada Allah Swt apalagi menangis karena-Nya. Tangisan kelompok ketiga ini tercermin dalam sabda Rasulullah Saw bersabda : يَآأَيُّهَا النَاسُ أُبْكُوْا فَاِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكَوْا : Wahai manusia, menangislah kamu sekalian. Maka jika kamu tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis. Dan, أُتْلُوا القُرْأَنَ وَابْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا : Bacalah al-Qur’an dan menangislah kamu. Jika kamu belum (dapat) menangis, tangis-tangiskanlah. Berkenaan dengan hadis tentang menangis-nangiskan diri karena dosa, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar, pada kitab “Tilawatul Qur’an”, pasal “adab membaca al-Qur’an”, menjelaskan : وَيُسْتَحَبُّ البُكَاءُ وَالتَبَاكِي لِمَنْ لاَ يَقْدِرُ عَلَى البُكَاءِ. فَإِنَّ البُكَاءَ عِنْدَ القِرَأَةِ صِفَةُ العَارِفِيْنَ وَشِعَارُ عِبَادِاللهِ الصَالِحِيْنَ Dianjurkan (bagi pembaca al-Qur’an) menangis dan mentangis-tangiskan diri bagi seseorang yang belum mampu menangis. Sesungguhnya menangis ketika membaca al-Qur’an merupakan sifat para arifin dan syi’arnya para hamba Allah yang shalih. Tentang kondisi hati mukmin yang menangis karena Allah Swt, Al-Ghauts fii Zamanihi al-Arif Billah Syeh Syihabuddin as-Suhrawardi Ra menjelaskan bahwa orang yang menangis karena Allah Swt tidak lepas dari salah satu 3 keadaan : فَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي خَوْفًا, وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي شَوْقًا, وَمِنْهُمْ مِنْ يَبْكِي فَرْحًا. وَاَعْلاَهَا بُكَاءُ الفَرْحِ Diantara mereka terdapat orang yang menangis karena takut (kepada Allah Swt), dan diatara mereka menangis karena rindu (kepada-Nya), dan diantara mereka menangis karena bahagia (dekat dengan-Nya). Dan yang tertinggi nilainya adalah menangis karena bahagia. Demikian pula, Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan : bahwa mengalirnya airmata bagi orang yang ahli dzikir kepada Allah Swt, merupakan air mata yang diridlai olah Allah Swt. وَفَيْضُ العَيْنِ بِحَسَبِ حَالِ الذّاكِرِ وَمَا يَنْكَشِفُ لَهُ فبُكَاءُهُ خَشْيَةٌ مِنَ اللهِ حَالَ أَوصَافِ الجَلاَلِ وَشوْقًا إلَيْهِ سُبْحَانَهُ حَالَ أَوْصَافِ الجَمَالِ Dan aliran airmata, orang-orang yang ahli dzikir, adakalanya karena takut kepada Allah sebab mereka sadar akan ke-Maha Perkasa-an Allah, dan adakalanya karena rindu kepada-Nya sebab mereka terharu ke-Maha Indah-an Allah. Tentang arti khasyyah yang diperintahkan oleh al-Qur’an dan hadis, dalam kitab Dalilul Falihin, juz II pada bab keutamaan menangis karena Allah, dijelaskan : الخَشْيَةُ : الخَوْفُ المَقْرُوْنُ بِاِجْلاَلٍ, وَذَالِكَ لِلْعُلَمَاءِ بِاللهِ. كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى : إِنَّما يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاءُ Khassyah : takut (kepada Allah) yang disertai pengagungan, dan hal ini – hanya kebiasaan ulama yang Arif billah. Sebagaimana firman Allah Swt : Sesungguhnya orang yang memiliki khasyyah kepada Allah dari beberapa hamba-Nya, hanyalah Ulama (dalam Qs. Fathir : 11). Dan disebutkannya kata “al-dzaqan” karena ia merupakan pertama kali yang tersentuh tanah (sujud) dengan maksud dimasjid. Menangis karena Allah Swt merupakan sesuatu yang muncul dari lubuk hati yang terdalam sebagai tempat iman, ma’rifat dan Nur Ilahiyah, dan bukan dari akal, fikiran atau hati bagian luar. Dengan demikian, sebagaimana penjelasan dari Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi, menangis kerena Allah Swt yang dialami oleh mukmin adalah : وَيَكُونُ البُكَاءُ فِي اللهِ فَيَكُونُ للهِ, وَيَكُونُ بِاللهِ وَهُو الأَتَمُّ Tangisan dalam Tuhan, adalah yang didasari LILLAH (atas perintah Allah), dan tangisan BILLAH (sebab pertolongan dan kehendak Allah), adalah yang sempurna. Yang dimaksudkan tangis dalam ke-Tuhanan (Fillah) adalah tangisan yang dilakukan oleh mukmin karena perintah Allah Swt. Sedangkan billah, adalah terjadinya tangisan mukmin bukan atas usahanya, melainkan atas kehendak Allah Swt. Dan tangisan terakhir inilah yang sempurna. Dalam kelompok manapun kita menangis, kita harus bersyukur. Dan alhamdulillah tangis yang terjadi di dalam Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Allah wa Rasulihi Saw. Tangis di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan/ material. Motif tangis di dalam Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedhaliman, merugikan orang lain dan masyarakat dan sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Allah Swt, berdosa kepada Rasulullah Saw, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap Perjuangan Kesadaran FAFIRRUU ILALLAH WA RASULIHI SAW, terhadap makhluq lingkungan hidupnya dan sebagainya. Diantaranya lagi, karena sentuhan batin berupa “syauq dan mahabbah“ ( rindu dan cinta ) yang mendalam kepada Allah Swt dan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Saw. Tangis karena kagum melihat keagungan Allah Swt, melihat sifat Jamal dan Kamal Allah Swt, terharu tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rasulullah Saw, kepada para umat, terhadap dirinya yang menangis terutama. D. Menangis Sebagai Akhlak Rasulullah Saw. Tangis yang ada hubungannya kepada Allah Swt adalah tangis yang banyak dilakukan oleh para auliyaillah, nabi, mulai dari Nabi Adam As sampai Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagaimana keterangan dalam hadis dari sahabat Ibn Mas’ud ra. Dia berkata : Rasulullah Saw bersabda : إِقْرَأْ عَلَيَّ القُرْانَ. قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَأَقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ .قَالَ : إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي. فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ سُورَةَ النِسَاءِ حَتَّى إِلَى هَذِهِ الاَيَةِ (فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا) قَالَ : حَسْبُكَ الاَن. فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِقَانِ Bacakanlah untuk-KU ayat al-Qur’an. Aku menjawab : Wahai Rasulullah, apakah aku membacanya dihadapan Tuan, sedangkan Qur’an diturunkan kepada-MU. Rasulullah Saw bersabda : Sungguh Aku senang mendengarkannya selain dari-Ku. Kemudian aku membacakan untuk-Nya surat an-Nisa’, hingga ini ayat فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا (Bagaimanakah, ketika Kami (Allah) mendatangkan bagi setiap ummat seorang saksi, dan Kami datangkan Kamu (Muhammad) kepada mereka sebagai saksi bagi mereka). Rasulullah Saw berkata : Cukupkan bacaanmu sampai disitu saja. Kemudian aku menengok kepada-Nya, ternyata kedua mata Beliau mengalirkan airmata. Rasulullah Saw merupakan manusia yang paling sayang dan kasih kepada ummatnya. Beliau Saw sering menangis, ketika ingat atau mengetahui ummat-Nya berbuat durhaka. Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al-Ash ra, Rasulullah Saw bersabda : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَلاَ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي إِبْرَاهِيْمَ : رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي. وَقَالَ عِيْسَى: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ العِزِيْزُ الحَكِيْم. فَرَفَعَ يَدَ يْهِ. وَقَالَ: أُمَّتِي ...أُمَّتِي ... وَبَكى فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يَا جِبْرِيْلُ إِذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ فَسَلْهُ : مَا يَبْكِيْكَ ؟. فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَلاَمُ فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا قَالَ وَهُوَ أَعْلَمُ ؟ فَقَالَ اللهُ : يَا جِبْرْيلُ إِذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ. فَقُلْ : إِنَّا سَنُرْضِيْكَ فِي أُمَّتِكَ وَلاَ نَسُؤُكَ Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla tentang do’a Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sungguh orang itu termasuk golonganku”. (dalam Qs. Ibrahim : 14). Dan Nabi Saw (membaca firman Allah Swt tentang doa Nabi ‘Isa : Jika Engkau (Allah) menyiksa, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuninya, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (dalam Qs, al-Maidah : 118). Kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berkata: Ya, Allah, ummatku…… ummatku…ummatku……. Dan menangis. Maka Allah Azza wa Jalla bersabda : Wahai Jibril pergilah kamu kepada Muhammad – sedangkan Tuhanmu lebih Mengetahui – Bertanyalah kepadanya, apa yang membuatnya menangis ?. Kemudian Jibril mendatangi Rasulullah Saw untuk bertanya kepada Beliau. Dan Rasulullah memberitahu kepada Jibril tentang sesuatu yang dikatakan kepada Tuhan - (Allah lebih mengetahui). Allah Ta’ala berfirman : Wahai Jibril pergilah kamu kepada Muhammad, katakanlah kepadanya : Sesungguhnya Kami (Allah) akan meridlaimu dalam urusan ummatmu dan Allah tidak membuatmu sedih. Benar-benar tinggi kepekaan jiwa yang dimiliki oleh para nabi dan rasul terhadap kebesaran Allah Swt, serta tinggi rasa takut kepada-Nya. Misalnya : 1. Nabi Daud As, setelah sedikit saja terpeleset dalam kesalahan, sesegera saja bertaubat, menangis dan sujud kepada Allah Swt untuk memohon ampunan selama 40 hari, hingga tanah yang dijadikan tempat sujud dan menangis tumbuh rumputnya. Dan semua sifat-sifat mulia tersebut patut untuk diteladani, bukan sekedar dimengerti. 2. Kanjeng Nabi Adam As setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun, menyesali kekhilafannya, bertaubat memohon ampunan kepada Allah Swt. Bahkan, sejak bumi ada dan sampai kapanpun, nilai tangisan seluruh ahli bumi belum sebanding dengan nilai tangisan Nabi Adam As. Diriwayatkan dari Buraidah, Rasulullah Saw bersabda : لَوْ أَنَّ بُكَاءَ دَاوُدَ وَبُكَاءَ جَمِيْعِ أَهْلِ الأرْضِ يُعْدَلُ بِبُكَاءِ آدَمَ مَا عَدَلَهُ Sesungguhnya jika tangisan Nabi Daud dan tangisan seluruh ahli bumi dibandingkan dengan tangisan Nabi Adam, maka belum membandinginya. Demikian tinggi kepekaan jiwa suci Nabiyullah Adam As. Sebagai bapak jasmani seluruh manusia, Beliau As sangat sedih, prihatin dan menangis, jika melihat keturunannya berbuat durhaka kepada Allah Swt. Namun, sayang sekali, kita sebagai keturunannya, alih-alih menangisi kedurhakaan diri, merasa malu kepada Allah Swt saja tidak. Bahkan, terkadang hati kita merasa risih ketika mendengar hamba Allah Swt yang sedang menangisi dosa-dosanya. Hadis riwayat Imam Bukhari dari Anas Ibn Malik, Rasulullah Saw bersabda : فَلَمَّا فتَحَ عَلَوْنَا السَمَاءَ الدُنْيَا فَإِذَا رَجُلٌ قَاعِدٌ عَلَى يَمِيْنِهِ أَسْوِدَةٌ وَعَلَى يَسَارِهِ أسْوِدَةٌ إِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَسَارِهِ بَكَى فَقَالَ : مَرْحَبًا بِالنَبِيِّ الصَالِحِ والاِبْنِ الصَالِحِ, قُلْتُ لِجِبْرِيْلَ : مَنْ هَذَا؟ قَالَ : هَذَا أَدمُ وَهَذِهِ الأَسْوِدَةُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ نَسَمُ بَنيْهِ, فَأَهْلُ اليَمِيْنِ مِنْهُمْ أَهْلُ الجَنَّةِ وَالأَسْوِدَةُ التِي عَنْ شِمَالِهِ أَهْلُ النَارِ وَإِذَا نَظَرَعنْ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ شِمَالِهِ بَكَى Ketika malaikat membuka (gerbang), kami naik kelangit dunia. Ternyata ada seorang laki-laki sedang duduk. Disebelah kanan dan kirinya terdapat sejumlah orang. Ketika lelaki itu menoleh ke arah kanan, maka dia tertawa. Dan ketika menoleh kearah kiri, dia menangis. Kemudian lelaki itu berkata : Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih. Aku (Rasulullah) bertanya kepada Jibril : Siapakah orang ini ?. Jibril menjawab : Orang ini adalah Adam As. Sekelompok orang yang dikanan kirinya adalah jiwa anak keturunannya. Orang-orang yang disebelah kanan adalah ahli surga. Sedangkan yang disebelah kiri adalah penghuni neraka. Jika dia menoleh kearah kanan, maka dia tertawa. Dan ketika menoleh sebelah kiri ia menangis. Mari kita renungkan bersama !. Kanjeng Nabi Adam As saja menangis bertahun-tahun meskipun hanya terperosok kesalahan satu kali. Beliau As sangat sedih melihat keturunanannya yang banyak berbuat dosa. Sangatlah dalam rasa malu dan takut kepada Allah Swt yang ada dalam jiwa Nabi Adam. Serta keprihatinannya terhadap masa depan keturunannya amatlah dalam. Hingga mudah airmatanya menetes. Dan bagaimana kwalitas jiwa kita ?. Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali, melainkan berpuluh-puluh, beratus, beribu-ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun ...., kita tidak merasa malu, sedih dan prihatin, apalagi menangis meratapi dosa kemudian bertobat memohon maghfirah Allah Swt ?. Mari kita akui dengan jujur, bahwa hati kita sangat keras, dan lagi membatu. Mari sekarang juga, kita bertobat memohon ampunan kepada Allah Swt !. Al-Fatihah x 1 Dijelaskan dalam al-Qur’an, bahwa mudah meneteskan air mata ketika dibacakan ayat-ayat-Nya merupakan tanda-tanda orang yang mendapatkan hidayah dari Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt : وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا اِذَا تُتْلىَ عَلَيْهِمْ اَيَاتُ الرَحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا. Dan diantara orang-orang yang telah Kami berikan petunjuk dan telah Kami pilih, adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkurkan (wajahnya) dengan sujud dan menangis.(Qs. Maryam: 58). إِنَّ الذِيْنَ أُوتُو العِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan (tentang ke-Agungan Allah Swt) sebelumnya, ketika dibacakan (ayat-ayat Tuhan) mereka menyungkurkan muka serta sujud. Dan mereka menyungkurkan muka sambil menangis. Dan (tangisan itu) menambah khusyu’ mereka. (Qs. al-Isra : 107 & 109). Demikian kedalaman iman dan kepekaan jiwa serta keterharuan mereka yang telah mendalam dalam pemahaman dan penghayatan terhadap ayat-ayat Allah Swt. Baru dibacakan saja tentang ayat-ayat-Nya, mereka dapat mencucurkan airmata, apalagi jika mereka sedikit terpeleset melakukan kesalahan. Kemudian, marilah kita bertanya kepada diri kita, dapatkah kita meneladani mereka, atau bahkan berseberangan dengan akhlak dan kebiasaan mereka ?. Mari, melihat diri kita sendiri, bagaimana ketika mendengar bacaan al-Qur’an, dapat menangiskah, atau bahkan tertawa, atau tidak ambil pusing dan cuek-cuek saja. Dan semua itu kembali dan terpulang kepada masing-masing kita. E. Keuntungan Dapat Menangis Karena Allah Swt Dapat menangis karena Allah Swt berfaedah tidak akan melihat dan tersentuh api neraka diakhirat kelak. Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda : عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَارَ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ Dua jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka; mata yang menangis sebab takut kepada Allah, dan mata yang karipan (semalaman tidak tidur) didalam sabilillah. Hadis riwayat Thabrani dari Rabiah Ra, Rasulullah Saw bersabda : رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي هُوَ فِي النَّارِ فَجَاءَتْ دُمُوْعُهُ التِي بَكَى بِهَا فِي الدُنْيَا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ فَأَخرَجَتْهُ مِنَ النَارِ Aku melihat seorang lelaki dari ummat-Ku didalam neraka, kemudian datanglah air matanya yang ia pernah menangis didunia karena takut kepada Allah, kemudian airmata itu mengeluarkannya dari neraka. Rintihan orang yang berdosa kepada Allah Swt, dan tetesan air matanya, merupakan sesuatu yang paling dicintai oleh-Nya. Seperti keterangan dalam hadis qudsi, Allah Swt bersabda kepada Nabi Daud As. : يَادَوُدَ أَنِيْنُ المُذْنِبِيْنَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ صُرَاخِ العَابِدِيْنَ Wahai Daud, rintihan orang-orang yang berdosa itu lebih Aku cintai daripada nyaringnya suara orang-orang yang beribadah. Hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda : لَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَى اللهِ تَعَالَى إِلاَّ مِنْ قُطْـَرَتيْنِ : قُطْرَةُ دَمْعٍ مِنْ خَـشْيَةِ اللهِ, وَقُطْـرَةٌ دَمٍ تَهْـرِقُ فِي سَبِيْلِ اللهِ Tidak ada sesuatu yang lebih di cintai oleh Allah, kecuali percikan percikannya airmata karena takut kepada Allah dan percikan darah yang tertumpah dalam perang sabilillah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda : لاَ يَلِجُ النَارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُودَ اللَبَنُ فِي الضَرْعِ Tidak akan menginjak neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, sehingga air susu kembali keteteknya. Allah Swt sangat dekat dengan hati hamba-Nya yang merintih karena-Nya. Orang yang menangis karena Allah Swt dicintai para malaikat. Rasulullah Saw bersabda : قَالَ عَزَّ وَجَلَّ : أَنَا عِنْدَ المُنْكَسِرَةِ قُلُوبِهِمْ مِنْ أَجْلِي. Allah ‘Azza wa Jalla bersabda : AKU disisi hati mereka yang merintih kerena AKU. وَنَزَلَ مِيكَائِيلُ (اِلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), فَقَالَ : وَأَنَا حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُنيَا ثَلاَثٌ : شَابٌ تَأئِبٌ, وَقَلْبٌ خَاشِعٌ, وَعَيْنٌ بَاكِيَةٌ Malaikat Mikail datang kepada Nabi Muhammad Saw, seraya berkata : Tiga perkara dunia yang sangat aku cintai; remaja yang bertaubat, hati yang khusyu’ dan mata yang menangis. Mudah-mudahan kita dikaruniai oleh Allah Swt hati yang lunak, yang peka terhadap kesalahan diri, sehingga kita cepat merasa dan mengakui semua dosa-dosa kita, kemudian tergores dalam hati kita untuk menangis bersujud tersungkur memohon ampunan dari Allah Swt. Amiin. F. Ancaman Bagi Yang Tidak menangis. Menangis karena Allah Swt merupakan akhlak yang mulia disisi Allah Swt wa Rasulihi Saw, dan harus menjadi akhlak setiap orang yang beriman. Tidak dapat menangis karena-Nya merupakan akhlak yang kurang terpuji. Dan ketika bermujahadah belum dapat menangis karena-Nya, sebaiknya terus berusaha untuk menangis (belajar menangis). Orang yang tidak dapat menangis karena dosanya, sangat terkecam dan tidak bisa memperoleh fadhal dari Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. an_Najm : 59 - 62 : أفَمِنْ هَذَا الحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ. وَتضْحَكُوْنَ وَلاَ تَبْكُوْنَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُوْنَ. فَاسْجُدُواللهِ وَاعْبُدُوا. Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakannya dan tidak menangis. Sedangkan kamu melengahkan (dosa-dosamu)?. Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia). Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw : مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ يَبْكِى. Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis. Diriwayatkan dari Abu Musa Ra, Rasulullah Saw bersabda : إِنَّ أَهْلَ النَارِ لَيَبْكُونَ حَتَّى لَوْ أُجْرِيَتْ السَفَنُ فِي دُمُوعِهِمْ جَرَتْ, وَإِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ الدَمَ. Sesungguhnya ahli neraka pasti senantiasa menangis. Sekiranya perahu dijalakan diatas airmata mereka, niscaya dapat berjalan. Sesungguhnya mereka menangis dengan darah. Jika disesuaikan dengan keterangan beberapa hadis dan al-Qur’an diatas, ternyata kita masih tergolong ahli neraka. Al-Fatihah .... G. Sebagian Mereka Yang Menangis Karena Allah Swt. a. Nabi Adam As menangis bertahun-tahun, setelah khilaf (memakan buah khuldi). b. Nabi Dawud As, sujud diatas tanah dengan menangis selama 40 hari. Sehingga tanah yang jadikan tempat sujud tumbuh rumput karena basah dengan air mata. c. Sahabat Abdullah Ibn Umar, menangis ketika ingat (dzikir) kepada Rasulullah Muhammad Saw. d. Istri Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (Fathimah Bt Abdul Malik) menceritakan bahwa Sang Khalifah setiap malam masuk masjid dan menangis. e. Imam Tirmidzi menangis setiap malam hingga akhir hayatnya. f. Ketika turun ayat : 1 – 10 surat al-Hujurat, para sahabat Rasulullah Saw menangis karena takut kalau-kalau arti ayat tersebut diturunkan karena kesalahan akhlak mereka kepada Rasulullah Saw. Sahabat Zaid Ibn Tsabit (sekretaris pribadi dan penulis wahyu Nabi Saw) menangis dengan sekeras-kerasnya dipersimpangan jalan yang banyak dilalui oleh para pemakai jalan. Dan baru berhenti ketika salah seorang sahabat, memberi tahu bahwa ayat tersebut tidak turun karena mereka. g. Para istri Nabi Muhamad Saw, juga menangis ketika turun ayat yang memberi peringatan kepada para istri Nabi Saw. Siti Aisyah Ra menangis tiga hari tiga malam ketika turun ayat yang isinya memberi peringatan kepada para istri Rasulullah Saw. Ia merasa bahwa dirinya sebagai penyebab kemurkaan Allah Swt kepada semua wanita. h. Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. sering menangis ketika Beliau Qs wa Ra membaca al-Qur’an yang menerangkan tentang kedurhakaan manusia atau ayat-ayat neraka. i. Dan masih banyak lagi hikayah tangis dari para kekasih Allah Swt. Agar kita tidak menjadi manusia yang hanya berilmu tapi tidak beramal, mari bersama-sama menyadari bahwa diri kita ini sebagai makhluk yang lemah tapi sombong, makhluk berdosa tapi tidak merasa merasa berdosa, bahkan merasa bangga. Apakah kita menyadarinya setelah ruh dalam kerongkongan saat menjelang kematian. Mari kita berbisik kepada Allah Swt tentang diri kita : Yaa Allah….. aku hamba-Mu yang tak tahu diri, yang lemah tapi sombong serta angkuh, yang penuh dosa tapi tidak menyadari……. . Ampunilah aku ……. ampunilah bapak ibuku, keluargaku, dan seluruh orang yang berjasa kepadaku …… .Janganlah… aku, ibu bapakku, keluargaku, serta orang yang berjasa kepadaku ada dalam neraka-Mu. Jadikanlah aku menjadi hamba-Mu yang shalih. Al-Fatihah x 1