Wednesday, June 24, 2015

).

D.    Sallaab Jallaab

Ilmu nahwu/ sharaf, biologi, ushul fiqh, astronomi, secara tekstual tidak ada dalam al-Qur’aan. Namun, - menurut para ahlinya – ilmu tersebut telah tersirat dalam al-Qur’an. Begitu pula kata Jallab dan Sallaab, yang secara tekstual, tidak terdapat dalam al-Qur’an dan hadits. Namun, keduanya telah mengisyaratkan adanya kemampuan makhluk yang dapat dikategorikan kepada sallab dan jallab.
Jallaab adalah kata yang berasal dari bahasa arab, serta sebagai kata jadian dari : جَلَبَ  menarik, membawa, mendatangkan. Dan kemudian kata  جَلاَّب memiliki arti : Penarik / pedagang/ yang mendatangkan. Sepert istilah yang sering kita dengar tentang doa atau usaha jalbur rizqi (doa/ atau usaha yang dapat menarik / mendatangkan rizqi). Dan sallaab sebagai kata jadian dari : سَلَبَ  (salaba) : merampas, merampok, mencuri. Dan kemudian kata  سَلاَّب (salaab) memiliki arti perampas, pencabut, perampok, pencuri. Dengan kata lain, sallaab memiliki arti mencabut, mengambil, mencuri atau makna lain yang sepadan; dan jalaab memiliki arti mendatangkan, menambah, meningkatkan, menaikkan atau makna lain yang sepadan. Kata  جَلَبَ (jalaba) : mendapatkan atau memperoleh, dan  جَلاَّب (jalaab)   dapat diartkan prang yang mendapatkan atau memperoleh. Seperti kata-kata : جَلَبَ لآِهْلِهِ  : mendapatkan nafkah untuk keluarganya.
Jallaab dan sallaab memiliki makna umum dan khusus. Makna umum dapat dimiliki oleh setiap makhluk. Misalnya, air dapat men-salaab (merampas) rasa haus, serta dapat men-jalaab (mendangkan) kesegaran tenggorokan atau tubuh, api dapat men-jalaab (mendatangkan, membuat) masakan menjadi masak, serta dapat men-salaab air (membuat air berubah menjadi uap). Jika, seseorang memahami kekuatan air atau api keluar dari diri air atau api (tanpa izin dari Allah Swt, tanpa didasari prinsip billah) itu sendiri, maka iman orang tersebut masih bercampur dengan paham syirik.  Sedangkan makna khusus hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang dikehendaki oleh Allah Swt, dan sangat berkaitan dengan sesuatu yang gaib, seperti kondisi ahwal [1] setiap salik atau keimanan seseorang. Misalnya, bila dalam lingkungan suatu kaum terdapat seorang Ulama atau Kiyai, maka iman masarakat akan meningkat, atau bila dalam lingkungan masarakat terdapat tempat maksiat, maka iman sebagian masarakat akan melorot. Jika dipahami dengan paham yang syirik, maka timbul kesimpulan bahwa iman manusia dapat naik atau turun bukan disebabkan oleh kekuasaan Allah Swt, namun oleh manusia lain atau oleh lingkungan.
Didalam kaidah Islam, tidak ada makhluk (termasuk Rasulullah Saw dan al-Ghauts Ra) yang memiliki kekuatan untuk mendatangkan manfaat atau menolak kerugian tanpa izin Allah Swt. Jika makhluk dapat mendatangkan manfaat atau menolak kemadlaratan, baik untuk dirinya atau untuk yang lainnya, semata-mata hanya atas izin dan kehendak dari Allah Swt. Sebagaimana yang tercermin dalam
1.                Firman Allah Swt, Qs. al-A’raf : 108 :
       قُلْ لاَ أَمْلِكُ لنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرَّا إِلاَّ مَاشَاءَ اللهُ.
            Katakanlah (Muhammad) : Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatn dan menolak kemadlaratan untuk diriku, kecuali sesuatu yang telah dikehendaki oleh Allah.
2.                Firman Allah Swt, Qs.   :
ومَا النَصْرُ إِلاَّ مِنْ عِنْدِ اللهِ العَزِيْزِ الحَكِيْمِ
Tidak ada pertolongan kecuali dari sisi Allah Yang Maha Agung lagi Maha bijaksana.
3.                Firman Allah Swt, Qs. al-Baqarah :   :
مَنْ ذَا الذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Tidak ada sesuatu (seseorang) dapat menolong disisi-Nya, kecuali atas izin-Nya.
Jallab dapat diartikan “sifat yang meningkatkan”, dan Sallaab sebagai “sifat mengurangi atau menghilangkan”. Kedua sifat ini secara umum, ada pada setiap mahluk Allah Swt. Hanya saja beda dalam manfaat dan obyeknya. Misalnya, air dapat mencabut (sallaab) rasa haus manusia, serta dapat meningkatkan (jallaab) bagi kesehatan dan kesegaran badan. Racun dapat mencabut nyawa manusia. Obat dapat mencabut (sallab) penyakit manusia serta dapat meningkatkan (jallab) kesehatan manusia. Begitu  pula mahluk lain. Semestinya seluruh kekuatan mahluk itu milik Allah Swt.
Kemampuan sallab jallab ini, tidak akan dapat dipahami oleh mukmin yang memiliki keimanan yang bercampur dengan paham syirik (menyekutukan kekuatan makhluk dengan kekuatan Allah).  Misalnya,  meyakini bahwa kemampuan tersebut semata-mata dari kekuatan al-Ghauts Ra sendiri. Jallab dan sallaabnya al-Ghauts Ra hanya dapat dipahami oleh orang yang imannnya tidak bercampur syirik, orang yang telah memahami ke-Maha Esa-an kekuatan dan kekuasaan Allah Swt dalam alam semesta (memiliki iman Wahidiyah).
Dalam bahasa sehari-hari, pada adat jawa terdapat istilah kuwalat (dengan orang tua atau kiyai) yang artinya sama dengan sallab, dan mendapat berkah sama arti dengan jallab.
Dengan demikian, salaab (mencabut, melorot, menurunkan - iman seseorang) dan jalaab merupakan karomah yang diberikan oleh Allah Swt kepada al-Ghauts Ra. Dan karomah tersebut bukan muncul dan keluar dari pribadi Rasulullah Saw atau al-Ghauts Ra semata. Rasulullah Saw, al-Ghauts Ra, para waliyullah, para ulama dan kiyai atau bahkan semua makhluk hanyalah tempat tajalli (penampakan) kekuasaan Allah Swt.   
Kedua sifat (jalaab dan salaab) ini, sebagai kesimpulan dari beberapa hadits yang berderajat shahih dan hasan, antara lain  :
1)              Hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Abi Bakrah Ra, Rasulullah Saw bersabda    : [2]
مَنْ أَهَانَ السُلطَانَ أَهَانَهُ اللهُ  
Barangsiapa menghina Sultan, maka Allah  akan menghinakannya”
Yang dimaksud mengina sultan dalam hadis ini, kitab Dalil al-falihin juz III dijelaskan, hal-hal yang dapat dikatakan menghina antara lain : menganggap ringan perintahnya. Dan yang dimaksud Allah akan menghinakannya, adalah jalan hidupnya didunia akan semakin tersesat dan terperosok kejalan setan, dan diakhirat akan menerima siksa Allah Swt yang pedih.
Hadis ini mengisyaratkan adanya sifat sallab yang dimiliki oleh ulama, waliyullah wabil khusus sulthanul auliya.
2)              Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah Ra , Rasulullah Saw  bersabda   : 
اِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا, فَقَدْ اَذَ نْتُهُ بِالحَرْبِ  
Sesungguhnya Allah Swt berfirman : Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku  menyatakan perang kepadanya.
Hadis ini juga mengisyaratkan adanya sifat sallab yang dimiliki oleh ulama, waliyullah, dan wabil khusus sulthanul auliya.
3)              Hadis riwayat Imam Muslim dari Ibn Abbas (Shahih Muslim Kitab "Imarah" bab "Luzumul Jama'ah"),  Rasulullah Saw bersabda :
 مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْعَلَيهِ, فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَاسِ يَخْرُجُ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّة
Barangsiapa yang (melihat sesuatu) yang kurang menyenangkan dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Sultan sejenggkal saja, kemudian ia mati, maka ia mati dengan mati (kafir)  jahiliyah. 
Hadis ini mengisyaratkan adanya sifat sallab yang dimiliki oleh ulama, waliyullah wabil khusus sulthanul auliya. Sebab keluar dari jamaah sulthanul auliya, menyebabkan mati seperti matinya orang kafir jahiliyah. Artinya, iman akan tercabut (sallab).
4)              HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw, bersabda  :
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاع اللهَ وَمَنْ عَصانِي فَقَدْ عَصَى اللهُ وَمَنْ أَطَاع أَمِيْرِي فَقَدْ أطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيْري فَقَدْ عَصَانِي
Barang siapa taat kepada-Ku (Rasulullah), berarti ia taat kepada Allah. Dan barang siapa durhaka kepada-Ku,  berarti ia durhaka kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada Amir-Ku, berarti taat kepad-Ku, dan barang siapa yang durhaka kepada Amir-Ku, berarti ia durhaka kepada-Ku
Apabila kata “amir” dimaknai dengan ulama, waliyullah atau sulthanul auliya’, maka hadis ini mengisyaratkan adanya sifat sallab dan jallab yang dimiliki oleh ulama, waliyullah, dan wabil khusus sulthanul auliya.
 Makna kata sulthan yang berkaitan dengan iman dan Islam, para ulama kaum sufi tidak memaknainya dengan sulthanul balad (pimpinan pemerintahan) Pendapat ini didasarkan kepada :
Hadis riwayat Tirmidzi dan Nasai, Rasulullah Saw :
وَمَا ازْدَادَ عَبْدٌ مِنَ السُلْطَانِ قُرْبًا إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْدًا
Tidaklah seseorang semakin bertambah dekat hubugannya dengan penguasa, melainkan dia semakin jauh dari Allah. [3]
Dan hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud, Rasulullah Saw :
مَنْ أَتَى أَبْوَابَ السَلاَطِيْنَ أُفْتُتِنَ
Barang siapa mendatangi pintu-pintu penguasa, maka ia akan mendapat ujian.
          Kedua hadis ini, menujukkan sultan, selain sulthanul auliya, bukan tempat tajalli Allah Swt.
5)              Hadis riwayat Muslim (dalam Shahih, bab ‘iyadatu maridl”) Rasulullah Saw bersabda : Allah berfirman :
إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ لاِبْنِ أَدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ : يَا بْنَ أَدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي, قَالَ يَارَبِّ كَيْفَ عَدْتُ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ. قَالَ : أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا قَدْ مَرِضَ وَإِنْ عَدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ. يَابْنَ أَدَمَ إِسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِيْنِي قَالَ: يَارَبِّ سَقَيْتُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ. قَالَ: أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا إسْتَسْقَاكَ وَإِنْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ. يَابْنَ أَدَمَ إِسْتَطعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي, قَالَ : يَارَبِّ كَيْفَ اُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ, قَالَ: أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا إسْتَطْعَمَكَ وَإِنْ اَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ.
Sesungguhnya Allah pada hari kiamat bersabda : Hai anak Adam, Aku sakit, mengapa kamu tidak membesuk-Ku. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku membesuk-Mu, sedangkan Paduka adalah Penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba yang bernama (fulan/ .....) sedang sakit. Jika kamu membesuknya, niscaya kamu akan menemukan AKU disisinya.
Hai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, dan mengapa kamu tidak mau memberi minum Aku. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi minum Paduka, sedangkan Paduka adalah penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba bernama Fulan, saat itu sedang haus dan mengharapkan minuman dari kamu. Jika kamu memberinya minum, niscaya kamu menemukan Aku disisinya.
Hai anak Adam, Aku meminta makan kepadamu,  mengapa kamu tidak memberi-Ku makan. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi makan Paduka, sedangkan Paduka adalah penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba yang bernama Fulan saat itu sedang meminta makan kamu. Jika kamu memberinya makan, niscaya kamu akan menemukan Aku disisinya.

6)              Hadis riwayat Thabrani dari Abdullah Ibn Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda  : [4]
   إِنَّ مِنَ النَاسِ مَفَاتِيْحٌ لِذِكْرِ اللهِ إِذَا رَأَوْا ذُكِرَ الله ُ
Sesungguhnya diantara manusia, terdapat seseorang yang menjadi pembuka kepada dzikrullah. Jika mereka (salik) melihatnya, maka akan (mudah) ingat kepada Allah.
7)             Hadis yang sepadan arti, Rasulullah Saw bersabd : [5]
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟. قَالُوا : بَلَى يَارَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : الَّذِيْنَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللهُ
Bersediakah kamu, saya beritahu tentang sebaik-baik kamu ?. Mereka menjawab : Ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda : Mereka adalah orang-orang yang ketika dilihat, maka Allah dapat diingat.
Hadis riwayat Muslim (5), Thabrani (6) dan Ahmad (7) diatas dengan jelas, menjelaskan adanya sifat jallab yang dimiliki oleh para guru ruhani, waliyullah dan khususnya al-Ghauts Ra.

8)              Imam Abul Aliyah dan Imam Hasan Bashri, berkata : makna shirathul mustaqim, dalam surat al-Fatihah, adalah pribadi Rasulullah Saw :
الصِرَاطُ المُسْتَقِيْمُ هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخِيَارُ أَهْلِ بِيْتِهِ وَأَصْحَابِهِ.
Jalan yang lurus adalah pribadi Rasulullah Saw dan orang pilihan dari keluarganya dan sahabatnya.[6]
Kaum sufi, didukung oleh beberapa hadits dan  al-Qur’an, menerangkan bahwa yang dimaksud  “amir” atau “sulthan” dalam hadits diatas, adalah waliyullah yang berpangkat al-Ghauts Ra.  Dan dengan kata lain, hadits diatas dapat diterjemahkan dengan :
Taat kepada Al-Ghauts Ra,  berarti taat kepada Rasulullah Saw,  yang sekaligus taat kepada Allah Swt. Dan, durhaka kepada Al-Ghauts Ra, berarti durhaka kepada Rasulullah SAW yang sekaligus durhaka kepada Allah Swt. Ketaatan mukmin akan mendatangkan peningkatan iman dan kesadaran kepada Allah Swt. Dan kedurhakaan kepada Beliau Ra, akan menjadikan turunnya iman dan makrifat seseorang”.
Syeh Muhammad Wafa (w. 801 H), Guru Agung Pemandu kaum sufi pada zamannya, menyimpulkan makna hadits diatas sebagai berikut :
قلْبُ العَارِفِ حضْرَةُ اللهِ فمَنْ تقَرَّ بَ اِلَيْهِ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتحَتِ لَهُ أَبْوَابُ الحَضْرَةِ
Hati orang arif (apalagi Amirul Arifin/ al-Ghauts RِِِِA) itu, hadrah (lambang kehadiran) Allah. Barang siapa mendekat kepadanya dengan cara pendekatan yang semestinya, maka akan terbukalah baginya pintu-pintu kehadiran (Allah)”.
Dalam kitab ‘Awarif al-Ma’arif -nya al-Ghauts fii Zamanihi Syekh Syihabuddin Suhrawardi Ra, dalam bab ke 10), diterangkan  :
َ          الشَّيْخُ يُعْطِي بِاللهِ وَيمْنَعَُ بِاللهِ. بَلْ هُوَ مَعَ مُرَادِ الحَقِّ وَالحَقُّ يَعْرِفُهُ مُرَادَهُ فَيَكُوْنُ فِي الاَشْيَاءِ بِمُرَادِ اللهِ تَعَالَى لاَبِمُرَادِ نَفْسِهِ.
Syekh (al-Ghauts Ra), memberi atas kehendak Allah, dan menolak atas kehendak Allah. Bahkan dia bersama kehendak Allah. Dan Allah mengetahui segala kehendaknya. Maka kehendak Syekh dalam segala sesuatu dengan kehendak Allah Swt, dan bukan dengan kehendaknya sendiri.

Jallab dan sallab yang dimiliki makhluk.
b.        Sallab Malikat Izrail As.
Sebagaimana diketahui, setiap kematian, pencabut (sallab) nyawa adalah malikat Izrail As. Namun secara hakiki yang mematikan dan yang menghidupkan makhluk hanyalah Allah Swt semata.
c.        Jallab Malikat Mikail As.
Sebagaimana yang telah diketahui, pembagi (jalab) serta pengambil (salab) rizki, baik rizki lahir atau batin, setiap makhluk, secara hakiki hanyalah Allah Swt, sedangkan secara lahiriyah atau syriat adalah malikat Mikail As.
d.        Jallab Malikat Jibril As.
Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas Ibn Malik  dijelaskan, ketika menjelang keberangkatan Rasulullah Saw melaksanakan mi’raj ke langit, malaikat Jibril atas perintah Allah Swt, meningkatkan (jalaab) iman Rasulullah Saw. Sebagaimana keterangan dalam sabda Rasulullah Saw  :
فُرِجَ عَنْ سَقْفِ بَيْتِي فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَجَ صَدْرِي ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ جَاء بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيْمَانًا فَأَفْرَغَهُ فِي صَدْرِي ثُمَّ أَطْبَقَهُ
Atap rumah-Ku terbuka, saat itu Aku berada di Makkah. Jibril turun dan membelah dada-Ku. Kemudian mencucinya dengan air zamzam. Kemudian didatangkan satu bejana yang terbuat dari emas, yang berisi hikmah dan iman. Lalu (iman dan hikmah) jibril menuangkannya kedalam dada-Ku, kemudian (dada-Ku) jibril menutupnya kembali.
Perbuatan Jibril As “menuangkan”  iman dan hikmah kedalam dada Rasulullah Saw, dapat dikatakan perbuatan Jalllab, yang secara lahiriyah dilakukan oleh mahluk (Jibril As).  
e.        Jalaabnya ayat-ayat al-Qur’an.
Firman Allah Swt, Qs. al-Anfal : 2 – 4 :
إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ إِذَا ذُكِرَاللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَليْهِمْ أَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman,ketika nama Allah disebut, bergetar hatinya, dan ketika dibacakan ayat-ayat Tuhan bertambah imannya, serta kepada Tuhannya mereka berserah diri.  
Secara lahirinya, ayat-ayat Allah memiliki kemampuan jallabul iman (meningkat iman), namun secara hakiki yang meningkatkan iman, hanyalah Allah Swt semata.
f.         Setan/ Iblis dapat menghilangkan (sallab) iman
Firman Allah Swt (Qs. Az-Zukhruf : 36 – 37) :
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِيْنٌ وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَبِيْلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan barang siapa yang berpaling dari mengigat Allah Yang Maha Kasih, maka Kami adakan setan baginya. Dan setan menjadi teman baginya. Sesungguhnya setan akan menghalangi mereka dari jalan kebenaran serta mereka (manusia) akan mengira sesungguhnya dirinya termasuk orang-orang yang mendapat hidayah .
Ayat ini jika salah memahaminya, akan menyimpulkan bahwa pencabut iman bagi orang berkawan dengan iblis, adalah iblis dan bukan Allah Swt. Namun secara hakiki, pencabut dan pemberi iman, hanyalah Allah Swt semata.


g.        Sallab Jallab Rasulullah Saw.
Sahabat Dzul Khuwairitsah at-Tamimi memiliki keturunan yang merugikan Islam, setelah menyakiti hati Rasulullah Saw serta mendapat efek dari sallab jallab.
Sepulang dari perang thaif dan hunain, kaum muslimin mendapat ghanimah yang banyak . Rasulullah Saw membaginya kepada para sahabat. Masing-masing mendapatkan sesuai kadar pengabdian dan jasa yang mereka berikan. Namun dalam pandangan al-Khuwairitsah, terdapat keputusan kurang adil, yakni kepada Abu Sufan yang baru masuk Islam, mandapatkan bagian lebih besar bila dibandingkan  bagian Abu Bakar dan Umar, yang notabene masuknya Islam lebih dahulu. Kepada Rasulullah Saw al-Khuwasirah berkata : Wahai Muhammad, berbuat adillah kamu. Beliau Saw menjawab : Wahai, khuwairitsah : Mana mungkin manusia akan berbuat adil, jika aku tidak berbuat adil.
Umar bin Khatthab ketika melihat kejadian ini, berdiri serta berkata : Wahai Rasulullah Saw, biar kupenggal leher orang itu. Beliau Saw bersabda :  Biarkan orang itu.
Mendengan ucapan Umar, Dzul Khuwasirah pergi meninggalkan ruang persidangan. Kemudian Rasulullah Saw bersabda : Akan lahir dari keturunan orang ini kaum yang membaca al-Qur’an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam seperti keluarnya anak panah yang menembus binatang buruan. Mereka memerang orang Islam serta membiarkan kaum penyembah berhala. Jika aku menemui mereka niscaya kepenggal lehernya, seperti halnya kauj Ad (HR. Muslim). [7]
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim juga, Rasulullah Saw bersabda :  Mereka itu sejelek-jelek makhluk, bahkan sejelek-jelek binatang. Mereka tidak termasuk golongan-Ku, dan Aku tidak termasuk golongan mereka.
Lahirnya keturunan buruk dari Dzul Khuwaisirah, secara hakiki disebabkan dari sallab jallabnya Allah Swt semata, yang dipancarkan melalui Rasulullah Saw.
h.        Sallab Jallab para Waliyullah Ra :
Sebelum Wali Songo memperjuangkan Islam di Indonesia, masarakat tidak memiliki keimanan kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. Dan setelah mereka berjuang di Indonesia dan khususnya tanah Jawa, masarakat hatinya memiliki keimanan kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. Iman masarakat dapat dikatakan sebagai Jallab dari para waliyullah tersebut.
Hadis riwayat Thabrani, Rasulullah Saw bersabda :
لاَيَزَالُ أَرْبَعُوْنَ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي قُلُوْبُهُمْ عَلَى قَلْبِ إِبْرَاهِيْمَ يَدْفَعُ اللهُ بِهِمْ عَنْ أَهْلِ الأَرْضِ يُقَالُ لَهُمْ الأَبْدَالُ, إِنَّهُمْ لَمْ يُدْرِكُوْهَا بِصَلاَةٍ وَلاَ بِصَوْمٍ وَلاَ بِصَدَقَةٍ, قَالُوْا : يَارَسُوْلَ اللهِ فَبِمَ أَدْرَكُوْهَا ؟. قَالَ : بِالسَخَاءِ وَالنَصِيْحَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ.
 Tidak sepi ….
Syeh Sya,rani menjelaskan bahwa Ibnu Makhalla  salah satu diantara beberapa al-Ghauts Ra yang buta huruf. Diantara fatwa Syeh Ibnu Makhala  :
لِلْوَلِيِّ نُورَانِ نٌُورُ عَطْفٍ وَرَحْمَةٍ يَجْذِبُ بِهِ أَهْلَ العِنَايَةِ وَنُورُ قَبْضٍ وَعِزَّةٍ وَقَهْرٍ يَدْفَعُ بِهِ أَهْلَ البُعْدِ وَالغَوَايَةِ
Setiap Wali memiliki  dua cahaya batin : (1) nur yang bersifat menarik dan kasih, dengan nur ini tertariklah orang-orang yang mendapat pertolongan (Allah wa Rasulihi Saw), (2) nur yang bersifat genggaman, peninggian dan pemaksaan, dimana dengan nur wali  ini tertolaklah orang-orang yang yang jauh dan tersesat (dari Allah wa Rasulihi Saw).[8]

Al-Ghautts Radan para waliyullah menjaga (dengan doa dan sirri batiniyah) kelestarian alam semesta.
Telah banyak hadits shahih yang menjelaskan tugas ini. Antara lain hadits riwayat Imam Ahmad, Thabrani  dan Abu Nuaim dari ‘Ubadah Ibn As Shamit, Rasulullah Saw bersabda :
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُوْنَ بِهِمْ تَقُومُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْصَرُون
 Tidak sepi dalam ummat-Ku, dari tigapuluh orang. Sebab mereka bumi tetap tegak, manusia diberi hujan, dan manusia tertolong. [9]
Demikian pula dalam keyakinan setiap pengamal tarekat (apapun jenisnya), misalnya tarekat “Qadiriyah” meyakini Syeh Abdul Qadir memiliki karomah Sallaab dan Jallab. Sebagaimana yang disamapiakan oleh Syeh Abdul Qadir berkata  :
 أَنَاَ سَلاَّبُ الاَحْواَلِ
Aku adalah pencabut kondisi batiniyah seseorang.
(Kitab Lujain ad-Daani, bab “fatwa dan karamah”).
Dalam kitab al-Fatawi al-Haditsiyah, Imam Ibnu Hajar al-Haitami, menerangkan : Syeh Ibnu as-Saqaa, menjadi murtad setelah menyakiti hati dan suul adab kepada al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abu Ya’kub Yusuf al-Hamadzani Ra (guru al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul al-Jailani Ra).

i.             Sallab Jallab para Ulama.
Setiap daerah yang ditempati oleh seorang ulama, sudah tentu iman dan ketekunan ibadah masarakat akan meningkat. Ini dapat dikatakan sebagai karomah Jallab yang dimiliki oleh setiap ulama.
Demikian uraian dalam makalah ini. Dan makalah inipun kami akhiri. Semoga dapat menambah motifasi yang positif kepada kita semua dalam berkhidmah kepada Perjuangan Wahidiyah, dan khususunya kepada Beliau Kenjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Kota Kediri Jawa Timur, sebagai Guru Ruhani kita semua.


Al-Fatihah                                                    x  1
Yaa Ayyuhal Ghautsu Salamullah               x  3
Yaa Sayyidi Yaa Ayyuhal Ghauts               x  7
Al-Fatihah                                                    x  1


 



[1].     Dalam prinsip tasawuf terdapat istilah “maqam” dan “hal” (ahwal). Maqam adalah jenjang akhlakul karimah yang harus ditempuh oleh setiap salik dalam pendekatannya kepada Allah Swt. Misalnya, taubat, zuhud, taqwa, qana’ah, ridla, tawakkal, syukur dan lainnya. Jenjang akhlak ini dapat menjadi sempurna jika salik berada dalam bimbingan guru ruhani yang telah berpengalaman dalam permasalahan tersebut. Sedangkan hal (ahwal) adalah kondisi batin yang datangnya dari Allah Swt. Maqam dapat diupayakan oleh salik, sedangkan hal tidak dapat diusahakan, ia semata-mata anugrah Allah Swt kepada salik.
[2].     Lihat kitab Dalil al-Falihin  juz III, bab  ‘wajib taat pimpinan”, hadis nomer  : 10.
[3].     Tentang ulasan tentang hadis kenegatifan sultan selain sulthanul auliya, silahkan lihat dalam kitab Minhajul Qashdin-nya Ibnu Qudamah pada bab “bergaul dengan penguasa yang dlalim”
[4].     . Kitab Jami’ as-Shahigir juz I bab “alif”. Dan Imam Suyuthi menerangkan hadis ini hasan.
[5].     HR. Ahmad (Musnad, nh : 3233)
[6].     Kitab as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi Ra, dalam juz I bab I pada pasal 1.
[7].        Ulasan dari Prof. Dr. KH. Agil Siraj, M.A. (Ketua Umum PB NU 2012) dalam memberikan pengantar  buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahhabi”, penerbit Pustaka Pesantren cet. XX tahun 2012) karya Syeh Idahram. Hadis diatas tertulis dalam Shahih Muslim pada kitab Zakat dan Qismah.   
[8].     Yang dimaksud “wali” disini adalah al-Ghauts Ra. Lihat  penjelasan sebelum dan sesudahnya dalam kitab Thabaqat juz I, pada halaman 188 – 201, percetakan “Darul Fikri”, Beirut – Libanon, tahun Nopember 1954 M.
[9].     Kitab Siraj at-Thalibiin, juz II, hlm : 74, dan kitab al-Hawi lil Fatawi nya Imam Suyuthi, juz II, bab Wujud al-Auliya wal-Quthub, dan kitab Kasyful Khafa’-nya Syeh ‘Ajuluuni.

Saturday, June 20, 2015

TANGIS DALAM MUJAHADAH

TANGIS DALAM MUJAHADAH

A.              Tafaakur Dan ‘Ibrah.
Masyarakat memiliki pemimpin yang berilmu luas serta bertaqwa kepada Allah Swt merupakan pintu menuju kebahagiaan dan kedamaian. Dan jika masyarakat dipimpin oleh yang bodoh dan lagi durhaka akan terbawa kedalam kehancuran. Sebagaimana yang tercermin dalam sabda Rasulullah Saw  : [1]
أَفَةُ الدِيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ
Afat agama ada tiga : ahli fiqh yang durhaka, imam yang tidak adil dan mujtahid (orang menafsiri Qur’an dan hadis) yang bodoh.
Rasulullah Saw bersabda  :[2] إِنَّ أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ.  : Sesungguhnya yang paling aku takuti dari sesuatu yang aku takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq  yang alim lisannya.
Dan dalam hadis lainnya, Rasulullah Saw bersabda  : [3]
أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا زِلَّةُ عَالِمٍ وَجَدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَالتَكْذِيْبِ بِالقَدَرِ.
Aku menakutkan tiga perkara terhadap ummatku : hilangnya orang alim, perdebatannya orang munafiq tentang al-Qur’an dan pendustaan terhadap taqdir.
1.               Seseorang, masih dikelompokkan kedalam golongan orang munafik, selama malas mendirikan shalat, suka berbuat riya’/ tidak ikhlas (tidak didasari LILLAH BILLAH, dalam istilah Wahidiyah) ketika beribadah, serta sangat sedikit waktu yang digunakan untuk ingat kepada Allah Swt. Firman Allah Swt :
إنَّ المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ قَلْيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafiq (ingin) menipu Allah, (tapi) Allah-lah yang akan (membalas) tipudaya mereka. Dan ketika mendirikan shalat, mereka mendirikannya dengan malas, serta memperlihatkan (ibadahnya) kepada manusia. Dan mereka tidak ingat kepada Allah kecuali sedikit. (Qs. an-Nisa’ : 142).
Bahkan dalam surat at-Taubah ayat 54, dijelaskan bahwa malas mendirikan shalat termasuk sifat dari orang kafir kepada Allah dan rasul-Nya.
إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَيأْتونَ الصَلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنْفـقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ
Sesungguhnya mereka yang kafir dengan Allah (billah) dan dengan rasul-Nya (birrasul), dan mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan malas, dan tidak menginfaqkan hartanya kecuali dengan terpaksa.  
Dalam surat al-Ma’un, juga dijelaskan bahwa orang yang tidak sungguh-sungguh dalam mendirikan shalat akan ditempatkan dalam neraka wail.
 فَوَيلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ. الذِيْنَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الماعُونَ 
Neraka wail diperuntukkan bagi orang yang shalat. (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan mereka enggan menolong dengan barang yang dibutuhkan masyarakat.
2.               Tidak terjebak oleh kehidupan duniawi, sadar kembali kepada Allah Swt dan mempersiapkan bekal kematian sebelum datangnya kematian merupakan tanda-tanda pokok bagi orang yang jiwanya dikuasai cahaya ke-Tuhan-an. Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتسَحَ وَانْشَرَحَ.  فَقِيْلَ : يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا فَقَالَ  :  التَجَافَى عَنْ دَارِالغُرُورِ, وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ, وَالإَسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ فَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ
Sesungguhnya “nur”(Ilahiyah) ketika telah masuki hati, maka Allah melebarkan hatinya. Kemudian ditanyakan : Wahai Rasulullah untuk hal tersebut, adakah tanda-tanda untuk mengetahuinya?. Rasulullah menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali (inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum kematian. [4]
3.               Dapat menangis ketika dzikir kepada Allah Swt, merupakan tanda-tanda dari orang yang mendapatkan perlindungan-Nya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda : [5]
                سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ  :  الإمَامُ العَادِلُ,  وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبِادَةِ رَبِّهِ,  وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ, وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ,  وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ,  وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَتَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ,  وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
            Tujuh kelompok manusia, Allah akan memayunginya dalam payung-Nya pada hari yang sudah tidak ada payung kecuali payung-Nya :
1)        Imam yang adil.
2)        Remaja yang bersemangat tinggi dalam mengabdi kepada Tuhannya.
3)        Lelaki yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid.[6]
4)        Dua lelaki yang saling mendekati dalam urusan agama Allah. Mereka berkumpul dan berpisah diatas agama-Nya.
5)        Lelaki yang dirayu oleh wanita yang memiliki kedudukan atau harta serta memiliki kecantikan, tetapi ia menjawab : Sungguh aku takut kepada Allah.
6)        Seseorang yang bersedekah dengan rahasia, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan tangan kanannya.
7)        Seseorang yang dzikir kepada Allah dalam kesunyian, kemudian mengalir air matanya.

B.               Sebab-Sebab Menangis
Kebutaan hati kita terhadap kemurkaan Allah Swt terhadap dosa-dosa diri serta kelalaian dari memikirkan azab yang pedih diakhirat, menyebabkan seseorang tidak memiliki rasa susah padahal diri banyak dosa. Dan jika sekiranya, mukmin mengetahui sebagaimana yang diketahui oleh Rasulullah Saw, niscaya mudah menangis dan malu kepada-Nya. Rasulullah Saw bersabda  (diriwayatkan dari sahabat Anas Ibn Malik Ra) : [7]
لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا. قَالَ: فَغَطَّى أَصْحَاب رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عَليهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُم لَهُمْ خَنِيْنٌ
Jika kamu semua mengetahui seperti apa yang aku ketahui, pasti kamu semua sedikit tertawa dan banyak menangis. Sahabat Anas berkata : Kemudian semua sahabat Rasulullah Saw menyembunyikan wajahnya (karena malu), dan menangis bersenggukan.
Dan dalam hadis lain (kitab As-Syifa-nya Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl) terdapat penambahan redaksi : [8]
لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا  وَمَا تَلَذَّ ذْتُمْ بِالنِسَاءِ,  وَلَخَرَجْتُمْ  إِلَى الصَعَدَا تِ تَجْأَرُونَ إِلَى اللهِ
Dan kamu semua tidak terlalu berpuas-puas dengan wanita ditempat tidur, dan pasti kamu semua keluar menuju tempat yang ramai, kemudian kamu mengeraskan suara (untuk menangis).
Arti kata ( الصُعَدَاتِ = as-sha’adaat), adalah : jalan atau tempat yang ramai dan yang banyak dilewati manusia, sehingga manusia dapat ikut bertaubat dan menangis kepada Allah Swt. Sedangkan asal arti kata taj-aruun adalah : agak mengeraskan suara (menangis dengan suara yang dapat didengar oleh banyak orang).[9] 
HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibn Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda : [10]
لاَتَدْخُلُوا عَلَى هَؤُلاَءِ المُعَذَّبِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ, فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ فَلاَ تَدْخُلُواعَلَيْهِمْ لاَيُصِيْبُكُمْ مَاأَصَابَهُمْ.
Janganlah kamu semua masuk kedalam lingkungan orang-orang yang berbuat dosa, kecuali kamu menangis. Jika kami tidak menangis, janganlah kamu memasukinya, kamu tidak akan mendapatkan musibah seperti yang menimpa mereka.
Rasulullah Saw bersabda : [11]
مَنْ ذَكَرَ اللهُ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يُصِيْبَ الأَرْضُ مِنْ دُمُوعِـهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
Barang siapa yang ingat kepada Allah kemudian mengalir airmatanya dari takut kepada Allah hingga bumi kejatuhan airmatanya, maka Allah tidak akan menyiksanya dihari kiamat
Diriwayatkan dari Bakir Ibn Abdullah al-Asyaj, Rasulullah Saw bersabda :[12]
         أللهُمَّ ارْزُقْنِي عَيْنَيْنِ هَطَالَتَانِ 
        Ya Allah, berilah aku dua mata yang mudah menangis.
Hal ini tercermin dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Mas’ud Ra, Rasulullah Saw bersabda : [13]
إِنَّ المُؤْمِنُ يَرَى ذَنُوْبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلِ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذَنُـوبَهُ كَـذُبَابِ مَرَّ عَلَى أَنْـفِهِ
Sesungguhnya orang yang beriman adalah (orang) yang dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah gunung, dia takut akan kejatuhan gunung. Sedang orang yang durhaka, dalam melihat dosa-dosanya bagaikan orang melihat lalat yang menempel diatas hidungnya dan yang mudah diusir.
Menangis merupakan gejala dan fenomena psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, masa kanak-kanak, dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan menjadi nenek-nenekpun bisa menangis.
Motifasi (dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisan bayi merupakan bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan; lapar, haus, badan terasa kotor, terkena pipis, badan tidak enak/ sakit dan sebagainya. Rasulullah Saw mengabarkan bahwa; tangisan bayi yang baru lahir, dikarenakan disentuh oleh setan. Sedangkan tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar permohonan magfirah  atas dosa kedua orang tuanya.
Orang yang susah karena mengalami musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira juga bisa menangis.
Terlalu takut kepada sesuatu juga bisa menangis. Pokoknya, menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang tidak normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis, tidak keluar air mata, sebagaimana tangisnya orang yang masih normal fikirannya.
Jelaslah bahwa dorongan menangis itu datang dari jiwa diri orang yang menangis itu sendiri, karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh kedalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat memberhentikan orang yang sedang menangis begitu saja. Bagaimanapun usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan sendirinya juga telah datang “sesuatu“ yang merangsang jiwanya, yang meredakan kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar, hanya sekedar membantu proses datangnya “sesuatu“ yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada di sekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.
Didalam Mujahadah Wahidiyah, banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksakan diri kita untuk bisa menangis, tetapi itu juga tidak berhasil bisa menangis, walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai diri dari menangis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allahu A’lam. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional.
Menangis, sangat berkaitan dengan kepekaan atau sensitifitas jiwa terhadap sesuatu yang ditangisi atau disesali. Sebagai misal, ditengah-tengah masyarakat terdapat seseorang yang cepat dan mudah merasa malu serta menyesal dengan kesalahan yang sederhana atau sedikit. Namun ada juga seseorang yang memiliki kesalahan yang cukup banyak dan berat, namun tidak memiliki malu dengan tetangga lingkungan, tidak ada penyesalan, bahkan bangga dengan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Diantara manusia; ada yang memiliki rasa belas kasihan kepada kaum yang lemah, kaum yang tertindas, dan kemudian membela dan memperjuangkannya. Namun ada juga seseorang yang tidak memiliki perhatian dan keprihatinan sama sekali terhadap kaum tersebut. Rasa kasihan dan ingin membela kaum yang lemah, keprihatinan terhadap dekadensi moral, atau memiliki rasa malu tentang kesalahan diri, baik kepada diri sendiri, kepada ummat masyarakat, lebih-lebih kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, tidak berkaitan dengan keintelektualan seseorang, tapi berkaitan dengan kepekaan jiwa.  
Demikian pula kepada Allah Swt, diantara mukmin ada yang mudah memiliki rasa malu dan benar-benar takut kepada Allah Swt dengan kesalahan ringan (dosa kecil) apalagi dosa besar, dan kemudian menyesal dan menagis serta sungguh-sungguh bertaubat. Dan ada juga diantara mukmin yang mengerti jika dirinya banyak dosa, penuh kesalahan dan sangat sedikit kebaikannya, akan tetapi hatinya tidak memiliki rasa malu apalagi takut kepada Allah Swt. Jelasnya, menangis kepada Allah Swt berkaitan sekali dengan kepekaan jiwa seseorang terhadap dosa yang dilakukan, dan bukan berkaitan dengan akal dan banyaknya ilmu yang dikuasainya. Artinya, hampir setiap orang memiliki pengertian, kalau manusia merupakan makhluk yang banyak berdosa kepada Allah Swt, namun mereka tidak merasa malu kepada Allah Swt. Rasa malu dan takut bukanlah perbuatan akal, melainkan perbuatan hati. Sebagaimana iman, juga bukan merupakan perbuatan akal dan fikiran, akan tetapi perbuatan hati atau jiwa.


C.               Bimbingan Menangis [14]
Dapat menangis karena Allah Swt merupakan tanda tanda seseorang yang selamat dihari kemudian. Sebagaimana penjelasan Rasulullah Saw ketika menjawab pertanyaan dari sahabat Uqbah Ibn Amir, Wahai Rasulullah apakah keselamatan itu ?. Rasulullah Saw bersabda  : [15] أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ, وَلْيَسعْكَ بيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ  : Jagalah lisanmu, dan kamu merasa luas (betah) dalam rumahmu, dan menangislah atas dosa-dosamu.
Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw  :
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ يَبْكِى.
Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis.
Dalam keterangan hadis lain diterangkan bahwa menyesali perbuatan dosa merupakan bagian dari taubat. Rasulullah Saw bersabda :  النَدَمُ تَوبَةٌ: menyesal itu ber taubat. [16]
Berkaitan dengan hadis ini, Syeh Abdul Qadir Jailani Ra, mengatakan :
وَعَلاَمَةُ صَحَّةُ النَدَمِ : رِقَّةُ القَلْبِ, وَغَزَارَةُ الدَمْعِ.  وَلِهَذَا رُوِيَ عَنِ النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : جَالِسُوا التَوَّابِيْنَ فَإِنَّهُمْ أَرِقُّ أَفْئِدَةٍ.
Tanda-tanda benarnya penyesalan adalah halus (peka)-nya hati, derasnya airmata. Dan hal demikian ini, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw yang bersabda :“Duduklah kamu semua bersama orang-orang yang bertaubat. Sesungguhnya mereka sehalus-halusnya perasaan”.
Lain itu pula, iman yang benar dapat membentuk hati seseorang memiliki rasa malu kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda : [17]  الحَيَاءُ مِنَ الإيْمَانِ  : rasa malu (kepada Allah Swt) itu bagian dari iman.
Rasa malu kepada Allah Swt dapat muncul dalam hati, setelah sesorang dapat melihat dosa-dosanya baik dosa lahiriyah maupun dosa batiniyah, kemudian merasa dilihat oleh Allah Swt Dzat Yang Maha Perkasa.
Menangis karena dosa dari setiap mukmin, berbeda-beda. Dan kwalitas menangisnya mukmin dapat dikelompokkan kedalam tiga keadaan :
1.     Diantara mereka ada yang diberi kemampuan oleh Allah Swt penyesalan terhadap perbuatan maksiat sangat dalam, tapi dapat menahan tangisan tanpa suara keras. Hingga setiap orang yang didekatnya dapat terpengaruh jiwanya dan kemudian ikut menangis dan memohon ampun kepada Allah Swt.
2.     Diantara mukmin ada yang belum mampu menahan tangisan, dan karenanya sering menangis dengan suara agak keras. Hingga jiwa orang yang ada didekatnya tidak terpengaruh untuk ikut menangis dan bertaubat.
3.     Diantara mereka ada pula mukmin yang menangis dengan suara yang kurang menyenangkan bagi orang yang ada didekatnya. Hingga menimbulkan kesalah pahaman dari orang-orang yang tidak mengerti keadaan jiwa dari orang yang menyesali dosa dan bertaubat tersebut.
Menangis karena dosa yang muncul dari hati sebaiknya tidak dengan cara menjerit-jerit. Cara menjerit-jerit dalam menangis merupakan ajakan dari setan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
        البُكَاءُ مِنَ الرَحْمَةِ وَالصُّرَاخُ مِنَ الشَيْطَانِ.
            Menangis itu dari rahmat (Allah), sedangkan menjerit-jerit itu dari setan. [18]
        بُكَاءُ المُؤْمِنِ مِنْ قَلْبِهِ وَبُكَاءُ المُنَافِقِ مِنْ هَامَتِهِ
            Menangisnya orang mukmin dari hatinya, sedangkan menangisnya orang munafiq dari kepalanya. [19]
          Tempat iman didalam hati sanubari. Dengan kata lain “iman merupakan perbuatan hati”. Demikian pula rasa takut atau rindu kepada Allah Swt atau terharu dengan kebesaran serta keagunga-Nya, juga merupakan perbuatan hati. Orang yang beriman kepada Allah Swt secara benar, sudah tentu ketika menangis karena dosa keluar dari lubuk hati yang dalam. Sedangkan tangisan orang munafik, bukan disebabkan oleh rasa takut atau malu kepada Allah Swt. Akan tetapi lebih disebabkan oleh rasa malu kepada sesama manusia serta takut terhadap cacian dan fitnahan dari masarakat. Mungkin tangis mereka dibuat-buat, atau berpura-pura menangis.
Meski demikian, menangisnya kelompok ketiga selama diniatkan melaksanakan tuntunan rasul (tangis tangiskanlah) tetap merupakan ibadah kepada Allah Swt. Karena bagi orang yang hatinya keras tidak mungkin tumbuh rasa malu kepada Allah Swt apalagi menangis karena-Nya. Tangisan kelompok ketiga ini tercermin dalam sabda Rasulullah Saw bersabda   : يَآأَيُّهَا النَاسُ أُبْكُوْا فَاِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكَوْا  : Wahai manusia, menangislah kamu sekalian. Maka jika kamu tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis. [20]Dan, أُتْلُوا القُرْأَنَ وَابْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا  : Bacalah al-Qur’an dan menangislah kamu. Jika kamu belum (dapat) menangis, tangis-tangiskanlah. [21]
Berkenaan dengan hadis tentang menangis-nangiskan diri karena dosa, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar, pada kitab “Tilawatul Qur’an”, pasal “adab membaca al-Qur’an”, menjelaskan :
وَيُسْتَحَبُّ البُكَاءُ وَالتَبَاكِي  لِمَنْ لاَ يَقْدِرُ عَلَى البُكَاءِ.  فَإِنَّ البُكَاءَ عِنْدَ القِرَأَةِ صِفَةُ العَارِفِيْنَ وَشِعَارُ عِبَادِاللهِ الصَالِحِيْنَ
Dianjurkan (bagi pembaca al-Qur’an) menangis dan mentangis-tangiskan diri bagi seseorang yang belum mampu menangis. Sesungguhnya menangis ketika membaca al-Qur’an merupakan sifat para arifin dan syi’arnya para hamba Allah yang shalih.
Tentang kondisi hati mukmin yang menangis karena Allah Swt, Al-Ghauts fii Zamanihi al-Arif Billah Syeh Syihabuddin as-Suhrawardi Ra menjelaskan bahwa orang yang menangis karena Allah Swt  tidak lepas dari salah satu 3 keadaan : [22]
فَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي خَوْفًا, وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي شَوْقًا, وَمِنْهُمْ مِنْ يَبْكِي فَرْحًا. وَاَعْلاَهَا بُكَاءُ الفَرْحِ
Diantara mereka terdapat orang yang menangis karena takut (kepada Allah Swt), dan diatara mereka menangis karena rindu (kepada-Nya), dan diantara mereka menangis karena bahagia (dekat dengan-Nya). Dan yang tertinggi nilainya adalah menangis karena bahagia.
Demikian pula, Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan : bahwa  mengalirnya airmata bagi orang yang ahli dzikir kepada Allah Swt, merupakan air mata yang diridlai olah Allah Swt.
وَفَيْضُ العَيْنِ بِحَسَبِ حَالِ الذّاكِرِ وَمَا يَنْكَشِفُ لَهُ فبُكَاءُهُ خَشْيَةٌ مِنَ اللهِ حَالَ أَوصَافِ الجَلاَلِ وَشوْقًا إلَيْهِ سُبْحَانَهُ حَالَ أَوْصَافِ الجَمَالِ
Dan aliran airmata, orang-orang yang ahli dzikir, adakalanya karena takut kepada Allah sebab mereka sadar akan ke-Maha Perkasa-an Allah, dan adakalanya karena rindu kepada-Nya sebab mereka terharu ke-Maha Indah-an Allah.
Tentang arti khasyyah yang diperintahkan oleh al-Qur’an dan hadis, dalam kitab Dalilul Falihin, juz II pada bab keutamaan menangis karena Allah, dijelaskan : [23]
الخَشْيَةُ  : الخَوْفُ المَقْرُوْنُ بِاِجْلاَلٍ,  وَذَالِكَ لِلْعُلَمَاءِ بِاللهِ.  كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى : إِنَّما يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاءُ
Khassyah : takut (kepada Allah) yang disertai pengagungan, dan hal ini – hanya kebiasaan ulama yang Arif billah.
Sebagaimana firman Allah Swt  : Sesungguhnya orang yang memiliki khasyyah kepada Allah dari beberapa hamba-Nya, hanyalah Ulama (dalam Qs. Fathir : 11).  
Dan disebutkannya kataal-dzaqan” karena ia merupakan  pertama kali  yang tersentuh tanah (sujud) dengan maksud  dimasjid.

Menangis karena Allah Swt merupakan sesuatu yang muncul dari lubuk hati yang terdalam sebagai tempat iman, ma’rifat dan Nur Ilahiyah, dan bukan dari akal, fikiran atau hati bagian luar. Dengan demikian, sebagaimana penjelasan dari Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi, menangis kerena Allah Swt yang dialami oleh mukmin adalah :
وَيَكُونُ البُكَاءُ فِي اللهِ فَيَكُونُ للهِ, وَيَكُونُ بِاللهِ وَهُو الأَتَمُّ
Tangisan dalam Tuhan, adalah yang didasari LILLAH (atas perintah Allah), dan tangisan BILLAH (sebab pertolongan dan kehendak Allah), adalah yang sempurna.[24]
Yang dimaksudkan tangis dalam ke-Tuhanan (Fillah) adalah tangisan yang dilakukan oleh mukmin karena perintah Allah Swt. Sedangkan billah, adalah terjadinya tangisan mukmin bukan atas usahanya, melainkan atas kehendak Allah Swt. Dan tangisan terakhir inilah yang sempurna.
Dalam kelompok manapun  kita menangis, kita harus bersyukur. Dan alhamdulillah tangis yang terjadi di dalam Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Allah wa Rasulihi Saw. Tangis di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan/ material. Motif tangis di dalam Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedhaliman, merugikan orang lain dan masyarakat dan  sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Allah Swt, berdosa kepada Rasulullah Saw, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap Perjuangan Kesadaran FAFIRRUU ILALLAH WA RASULIHI SAW, terhadap makhluq lingkungan hidupnya dan sebagainya. Diantaranya lagi, karena sentuhan batin berupa “syauq dan mahabbah“ ( rindu dan cinta ) yang mendalam kepada Allah Swt dan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Saw. Tangis karena kagum melihat keagungan Allah Swt, melihat sifat Jamal dan Kamal Allah Swt, terharu tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rasulullah Saw, kepada para umat, terhadap dirinya yang menangis terutama.


D.      Menangis Sebagai Akhlak Rasulullah Saw.
Tangis yang ada hubungannya kepada Allah Swt adalah tangis yang banyak dilakukan oleh para auliyaillah, nabi, mulai dari Nabi Adam As sampai Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw.
Sebagaimana keterangan dalam hadis dari sahabat Ibn Mas’ud ra. Dia berkata : Rasulullah Saw bersabda   : [25]
إِقْرَأْ عَلَيَّ القُرْانَ. قُلْتُ :  يَا رَسُولَ اللهِ أَأَقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ .قَالَ : إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي. فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ سُورَةَ النِسَاءِ حَتَّى إِلَى هَذِهِ الاَيَةِ (فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا) قَالَ : حَسْبُكَ الاَن.  فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِقَانِ
Bacakanlah untuk-KU ayat al-Qur’an. Aku menjawab : Wahai Rasulullah,  apakah  aku  membacanya dihadapan Tuan, sedangkan Qur’an diturunkan kepada-MU.
Rasulullah Saw bersabda  : Sungguh Aku senang mendengarkannya selain dari-Ku.
Kemudian  aku  membacakan  untuk-Nya  surat an-Nisa’, hingga ini ayat
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا
(Bagaimanakah, ketika Kami (Allah) mendatangkan bagi setiap ummat seorang saksi, dan Kami datangkan Kamu (Muhammad) kepada mereka sebagai saksi bagi mereka).
Rasulullah Saw berkata : Cukupkan bacaanmu sampai disitu saja. Kemudian aku menengok kepada-Nya, ternyata kedua mata Beliau mengalirkan airmata.
Rasulullah Saw merupakan manusia yang paling sayang dan kasih kepada ummatnya. Beliau Saw sering menangis, ketika ingat atau mengetahui ummat-Nya berbuat durhaka.

Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al-Ash ra, Rasulullah Saw bersabda  : [26]
          أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَلاَ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي إِبْرَاهِيْمَ : رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي. وَقَالَ عِيْسَى: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ العِزِيْزُ الحَكِيْم. فَرَفَعَ يَدَ يْهِ. وَقَالَ: أُمَّتِي ...أُمَّتِي ... وَبَكى  فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يَا جِبْرِيْلُ إِذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ فَسَلْهُ : مَا يَبْكِيْكَ ؟.  فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَلاَمُ فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  بِمَا قَالَ وَهُوَ أَعْلَمُ ؟ فَقَالَ اللهُ : يَا جِبْرْيلُ إِذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ.  فَقُلْ  : إِنَّا سَنُرْضِيْكَ فِي أُمَّتِكَ وَلاَ نَسُؤُكَ
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla tentang do’a Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sungguh orang itu termasuk golonganku”. (dalam Qs. Ibrahim : 14). Dan Nabi Saw (membaca firman Allah Swt tentang doa Nabi ‘Isa : Jika Engkau (Allah) menyiksa, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuninya, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (dalam Qs, al-Maidah : 118).
Kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berkata: Ya, Allah, ummatku…… ummatku…ummatku……. Dan menangis. Maka Allah Azza wa Jalla bersabda : Wahai Jibril pergilah kamu kepada Muhammad – sedangkan Tuhanmu lebih Mengetahui – Bertanyalah kepadanya, apa yang membuatnya menangis ?.
Kemudian Jibril mendatangi Rasulullah Saw untuk bertanya kepada Beliau. Dan Rasulullah memberitahu kepada Jibril tentang sesuatu yang dikatakan kepada Tuhan - (Allah lebih mengetahui). Allah Ta’ala berfirman : Wahai Jibril pergilah kamu kepada Muhammad, katakanlah kepadanya : Sesungguhnya Kami (Allah) akan meridlaimu dalam urusan ummatmu dan Allah tidak membuatmu sedih.
Benar-benar tinggi kepekaan jiwa yang dimiliki oleh para nabi dan rasul terhadap kebesaran Allah Swt, serta tinggi rasa takut kepada-Nya. Misalnya  :
1.     Nabi Daud As, setelah sedikit saja terpeleset dalam kesalahan, sesegera saja bertaubat, menangis dan sujud kepada Allah Swt untuk memohon ampunan selama 40 hari, hingga tanah yang dijadikan tempat sujud dan menangis tumbuh rumputnya. [27] Dan semua sifat-sifat mulia tersebut patut untuk diteladani, bukan sekedar dimengerti.
2.     Kanjeng Nabi Adam As setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun, menyesali kekhilafannya, bertaubat memohon ampunan kepada Allah Swt. Bahkan, sejak bumi ada dan sampai kapanpun, nilai tangisan seluruh ahli bumi belum sebanding dengan nilai tangisan Nabi Adam As. Diriwayatkan dari Buraidah, Rasulullah Saw bersabda : [28]
          لَوْ أَنَّ بُكَاءَ دَاوُدَ وَبُكَاءَ جَمِيْعِ أَهْلِ الأرْضِ يُعْدَلُ بِبُكَاءِ آدَمَ مَا عَدَلَهُ
            Sesungguhnya jika tangisan Nabi Daud dan tangisan seluruh ahli bumi dibandingkan dengan tangisan Nabi Adam, maka belum membandinginya.

Demikian tinggi kepekaan jiwa suci Nabiyullah Adam As. Sebagai bapak jasmani seluruh manusia, Beliau As sangat sedih, prihatin dan menangis, jika melihat keturunannya berbuat durhaka kepada Allah Swt. Namun, sayang sekali, kita sebagai keturunannya, alih-alih menangisi kedurhakaan diri, merasa malu kepada Allah Swt saja tidak. Bahkan, terkadang hati kita merasa risih ketika mendengar hamba Allah Swt yang sedang menangisi dosa-dosanya.
Hadis riwayat Imam Bukhari  dari Anas Ibn Malik, Rasulullah Saw bersabda  : [29]
          فَلَمَّا فتَحَ عَلَوْنَا السَمَاءَ الدُنْيَا فَإِذَا رَجُلٌ قَاعِدٌ عَلَى يَمِيْنِهِ أَسْوِدَةٌ وَعَلَى يَسَارِهِ أسْوِدَةٌ إِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَسَارِهِ بَكَى فَقَالَ : مَرْحَبًا بِالنَبِيِّ الصَالِحِ والاِبْنِ الصَالِحِ, قُلْتُ لِجِبْرِيْلَ : مَنْ هَذَا؟ قَالَ : هَذَا أَدمُ وَهَذِهِ الأَسْوِدَةُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ نَسَمُ بَنيْهِ, فَأَهْلُ اليَمِيْنِ مِنْهُمْ أَهْلُ الجَنَّةِ وَالأَسْوِدَةُ التِي عَنْ شِمَالِهِ أَهْلُ النَارِ وَإِذَا نَظَرَعنْ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ شِمَالِهِ بَكَى
Ketika malaikat membuka (gerbang), kami naik kelangit dunia. Ternyata ada seorang laki-laki sedang duduk. Disebelah kanan dan kirinya terdapat sejumlah orang. Ketika lelaki itu menoleh ke arah kanan, maka dia tertawa. Dan ketika menoleh kearah kiri, dia menangis. Kemudian lelaki itu berkata : Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.
Aku (Rasulullah) bertanya kepada Jibril : Siapakah orang ini ?.
Jibril menjawab : Orang ini adalah Adam As. Sekelompok orang yang dikanan kirinya adalah jiwa anak keturunannya. Orang-orang yang disebelah kanan adalah ahli surga. Sedangkan yang disebelah kiri adalah penghuni neraka. Jika dia menoleh kearah kanan, maka dia tertawa. Dan ketika menoleh sebelah kiri ia menangis.
Mari kita renungkan bersama !. Kanjeng Nabi Adam As saja menangis bertahun-tahun meskipun hanya terperosok kesalahan satu kali. Beliau As sangat sedih melihat keturunanannya yang banyak berbuat dosa. Sangatlah dalam rasa malu dan takut kepada Allah Swt yang ada dalam jiwa Nabi Adam. Serta keprihatinannya terhadap masa depan keturunannya amatlah dalam. Hingga mudah airmatanya menetes. Dan bagaimana kwalitas jiwa kita ?. Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali, melainkan berpuluh-puluh, beratus, beribu-ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun ...., kita tidak merasa malu, sedih dan prihatin, apalagi menangis meratapi dosa kemudian bertobat memohon maghfirah Allah Swt ?. Mari kita akui dengan jujur, bahwa hati kita sangat keras, dan lagi membatu. Mari sekarang juga, kita bertobat memohon ampunan kepada Allah Swt !.
Al-Fatihah                                         x 1

          Dijelaskan dalam al-Qur’an, bahwa mudah meneteskan air mata ketika dibacakan ayat-ayat-Nya merupakan tanda-tanda orang yang mendapatkan hidayah dari Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt :
وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا اِذَا تُتْلىَ عَلَيْهِمْ اَيَاتُ الرَحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا.
          Dan diantara orang-orang yang telah Kami berikan petunjuk dan telah Kami pilih, adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkurkan (wajahnya) dengan sujud dan menangis.(Qs. Maryam: 58).
إِنَّ الذِيْنَ أُوتُو العِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا
            Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan (tentang ke-Agungan Allah Swt) sebelumnya, ketika dibacakan  (ayat-ayat Tuhan) mereka menyungkurkan muka serta sujud. Dan mereka menyungkurkan muka sambil menangis. Dan (tangisan itu) menambah khusyu’ mereka. (Qs. al-Isra : 107 & 109).

          Demikian kedalaman iman dan kepekaan jiwa serta keterharuan mereka yang telah mendalam dalam pemahaman dan penghayatan terhadap ayat-ayat Allah Swt. Baru dibacakan saja tentang ayat-ayat-Nya, mereka dapat mencucurkan airmata, apalagi jika mereka sedikit terpeleset melakukan kesalahan.
          Kemudian, marilah kita bertanya kepada diri kita, dapatkah kita meneladani mereka, atau bahkan berseberangan dengan akhlak dan kebiasaan mereka ?.  Mari, melihat diri kita sendiri, bagaimana ketika mendengar bacaan al-Qur’an, dapat menangiskah, atau bahkan tertawa, atau tidak ambil pusing dan cuek-cuek saja. Dan semua itu kembali dan terpulang kepada masing-masing kita.

E.      Keuntungan Dapat Menangis Karena Allah Swt
          Dapat menangis karena Allah Swt berfaedah tidak akan melihat dan tersentuh api neraka diakhirat kelak. 
Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda :
عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَارَ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Dua jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka; mata yang menangis sebab takut kepada Allah, dan mata yang karipan (semalaman tidak tidur) didalam sabilillah.[30]
Hadis riwayat Thabrani dari Rabiah Ra, Rasulullah Saw bersabda  : [31]
رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي هُوَ فِي النَّارِ فَجَاءَتْ دُمُوْعُهُ التِي بَكَى بِهَا فِي  الدُنْيَا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ فَأَخرَجَتْهُ مِنَ النَارِ
Aku melihat seorang lelaki dari ummat-Ku didalam neraka, kemudian datanglah air matanya yang ia pernah menangis didunia karena takut kepada Allah, kemudian airmata itu mengeluarkannya dari neraka.
Rintihan orang yang berdosa kepada Allah Swt, dan tetesan air matanya, merupakan sesuatu yang paling dicintai oleh-Nya. Seperti keterangan dalam hadis qudsi, Allah Swt bersabda kepada Nabi Daud As.  : [32]
   يَادَوُدَ أَنِيْنُ المُذْنِبِيْنَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ صُرَاخِ العَابِدِيْنَ
      Wahai Daud, rintihan orang-orang yang berdosa itu lebih Aku cintai daripada nyaringnya suara orang-orang yang beribadah.
Hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda  :
لَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَى اللهِ تَعَالَى إِلاَّ مِنْ قُطْـَرَتيْنِ : قُطْرَةُ دَمْعٍ مِنْ خَـشْيَةِ اللهِ, وَقُطْـرَةٌ دَمٍ تَهْـرِقُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Tidak ada sesuatu yang lebih di cintai oleh Allah, kecuali percikan percikannya airmata karena takut kepada Allah dan percikan darah yang tertumpah dalam perang sabilillah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda  : [33]
لاَ يَلِجُ النَارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُودَ اللَبَنُ فِي الضَرْعِ
Tidak akan menginjak neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, sehingga air susu kembali keteteknya.
          Allah Swt sangat dekat dengan hati hamba-Nya yang merintih karena-Nya. Orang yang menangis karena Allah Swt dicintai para malaikat. Rasulullah Saw bersabda  :
          قَالَ عَزَّ وَجَلَّ : أَنَا عِنْدَ المُنْكَسِرَةِ قُلُوبِهِمْ مِنْ أَجْلِي.
                Allah ‘Azza wa Jalla bersabda : AKU disisi hati mereka yang merintih kerena AKU.[34]
وَنَزَلَ مِيكَائِيلُ (اِلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ),  فَقَالَ : وَأَنَا حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُنيَا ثَلاَثٌ : شَابٌ تَأئِبٌ, وَقَلْبٌ خَاشِعٌ, وَعَيْنٌ بَاكِيَةٌ
Malaikat Mikail datang kepada Nabi Muhammad Saw, seraya berkata : Tiga perkara dunia yang sangat aku cintai; remaja yang bertaubat, hati yang khusyu’ dan mata yang menangis.[35]
Mudah-mudahan kita dikaruniai oleh Allah Swt hati yang lunak, yang peka terhadap kesalahan diri, sehingga kita cepat merasa dan mengakui semua dosa-dosa kita, kemudian tergores dalam hati kita untuk menangis bersujud tersungkur memohon ampunan dari Allah Swt. Amiin.

F.      Ancaman Bagi Yang Tidak menangis.
          Menangis karena Allah Swt merupakan akhlak yang mulia disisi Allah Swt wa Rasulihi Saw, dan harus menjadi akhlak setiap orang yang beriman. Tidak dapat menangis karena-Nya merupakan akhlak yang kurang terpuji. Dan ketika bermujahadah belum dapat menangis karena-Nya, sebaiknya terus berusaha untuk menangis (belajar menangis).
          Orang yang tidak dapat menangis karena dosanya, sangat terkecam dan tidak bisa memperoleh fadhal dari Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. an_Najm : 59 - 62 :
أفَمِنْ هَذَا الحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ. وَتضْحَكُوْنَ وَلاَ تَبْكُوْنَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُوْنَ. فَاسْجُدُواللهِ وَاعْبُدُوا.
Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakannya dan tidak menangis. Sedangkan kamu melengahkan (dosa-dosamu)?.  Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).
Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw  :
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ يَبْكِى.
Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis.
Diriwayatkan dari Abu Musa Ra, Rasulullah Saw bersabda :[36]
إِنَّ أَهْلَ النَارِ لَيَبْكُونَ حَتَّى لَوْ أُجْرِيَتْ السَفَنُ فِي دُمُوعِهِمْ جَرَتْ, وَإِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ الدَمَ.
Sesungguhnya ahli neraka pasti senantiasa menangis. Sekiranya perahu dijalakan diatas airmata mereka, niscaya dapat berjalan. Sesungguhnya mereka menangis dengan darah.
Jika disesuaikan dengan keterangan beberapa hadis dan al-Qur’an diatas, ternyata kita masih tergolong ahli neraka.   Al-Fatihah ....      
G.               Sebagian Mereka Yang Menangis Karena Allah Swt.
a.            Nabi Adam As menangis bertahun-tahun, setelah khilaf (memakan buah khuldi).[37]
b.            Nabi Dawud As, sujud diatas tanah dengan menangis selama 40 hari. Sehingga tanah yang jadikan tempat sujud tumbuh rumput karena basah dengan air mata.[38]
c.             Sahabat Abdullah Ibn Umar, menangis ketika ingat (dzikir) kepada Rasulullah Muhammad Saw.[39]
d.            Istri Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (Fathimah Bt Abdul Malik) menceritakan bahwa Sang Khalifah setiap malam masuk masjid dan menangis.[40]
e.             Imam Tirmidzi menangis setiap malam hingga akhir hayatnya.[41]
f.              Ketika turun ayat : 1 – 10 surat al-Hujurat, para sahabat Rasulullah Saw menangis karena takut kalau-kalau arti ayat tersebut diturunkan karena kesalahan akhlak mereka kepada Rasulullah Saw.[42]
Sahabat Zaid Ibn Tsabit (sekretaris pribadi dan penulis wahyu Nabi Saw) menangis dengan sekeras-kerasnya dipersimpangan jalan yang banyak dilalui oleh para pemakai jalan. Dan baru berhenti ketika salah seorang sahabat,  memberi tahu bahwa ayat tersebut tidak turun karena mereka.[43]
g.            Para istri Nabi Muhamad Saw, juga menangis ketika turun ayat yang memberi peringatan kepada para istri Nabi Saw.
              Siti Aisyah Ra menangis tiga hari tiga malam ketika turun ayat yang isinya memberi peringatan kepada para istri Rasulullah Saw. Ia merasa bahwa dirinya sebagai penyebab kemurkaan Allah Swt kepada semua wanita. [44]
h.            Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. sering menangis ketika Beliau Qs wa Ra membaca al-Qur’an yang menerangkan tentang kedurhakaan manusia atau ayat-ayat neraka.
i.              Dan masih banyak lagi hikayah tangis dari para kekasih Allah Swt.

Agar kita tidak menjadi manusia yang hanya berilmu tapi tidak beramal, mari bersama-sama menyadari bahwa diri kita ini sebagai makhluk yang lemah tapi sombong, makhluk berdosa tapi tidak merasa merasa berdosa, bahkan merasa bangga. Apakah kita menyadarinya setelah ruh dalam kerongkongan saat menjelang kematian. Mari kita berbisik kepada Allah Swt tentang diri kita :
Yaa Allah….. aku hamba-Mu yang tak tahu diri, yang lemah tapi sombong serta angkuh, yang penuh dosa tapi tidak menyadari……. . Ampunilah aku ……. ampunilah bapak ibuku, keluargaku, dan seluruh orang yang berjasa kepadaku …… .Janganlah… aku, ibu bapakku, keluargaku, serta orang yang berjasa kepadaku ada dalam neraka-Mu. Jadikanlah aku menjadi hamba-Mu yang shalih.

Al-Fatihah                                                            x  1




[1].   HR. Ad-Dailami, dari Ibnu Abbas Ra dalam Jami’ as-Shaghir, juz I, pada bab “alif”. Mujtahid adalah orang yang memahami/ menggali hukum / menafsiri dari  al-Qur’an dan al-Hadis.
[2].   HR. Imam Ahmad dari Umar Ibn al-Khatthab dalam  dalam Jami’ as-Shaghir, juz I, bab “alif”. Beliau mengatakannya sebagai hadis “shahih”.
[3].   HR. Imam Thabrani dari Abu Darda’ dalam kitab Jami’ as-Shagir, juz I, pada bab “alif”.
[4].   HR. al-Hakim dan Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra, dalam  Kitab Minhaj al-Abidiin-nya Imam al-Ghazali dalam “muqaddimah”. 
Dalam kitab tafsir al-Qurthubi  dalam penjelasan terhadapa Qs.  az-Zumar ayat 22, menerangkan, bahwa yang  menerima “Nur ilahiyah” secara sempurna hanyalah  Hamba Allah yang Kamil  (al-Ghauts- pen).
Kanjeng Romo KH.Abdul Latif Majid Ra, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, dalam salah satu fatwa amanatnya menjelaskan; bahwa iman itu terbagi menjadi tiga bagian : iman qauliyah (ucapan), iman ilmiyah dan iman musyahadah (kesaksian).
[5].   Hadis riwayat Bukhari, kitab Jawahir al-Bukhari wa Syarh al-Qusthalaani, nh : 105.
[6].     Sebagian ulama mengartikan “terpaut dengan masjid” dengan “senantiasa melaksanakan amal shalih dan dzikrullah”.
[7].     HR. Bukhari Muslim. Lihat kitab Dalil Falihin, juz II, bab “khauf”, hadis nomer : 06 dan bab “fadlul buka”, hadis nomer : 02. Dan lihat kitab As-Syifa’, juz I, bab “khaufun Nabi rabbahu”, hlm : 96.
[8]      kitab As-Syifa bi Ta’rifi Huquq al-Mushthafa ’juz I, halaman 96,
[9]      Kitab Muziil al-Khafa ‘an Alfadh as-Syifa’ al-Allamah Syeh Ahmad Ibn Muhammad As-Syumni (w. 872 H), catatan kaki kitab as-Syifa’. Lihat kitab As-Syifa’, juz I, bab “khaufun Nabi Rabbahu”.
[10].   Lihat kitab Riyaadlus Shalihin-nya Imam Nawawi Ra, dalam bab “Menangis dan Takut Kepada Allah”, nomer hadis : 01. Sebagian ulama menafsirkan makna “menangis” dalam hadis ini dengan : setidak-tidaknya memasuki lingkungan maksiyat dengan keprihatinan dan kesedihan yang mendalam.
[11].   HR. al-Hakim dari dari Anas. Imam Suyuthi mengatakan hadis ini berajat hasan (kitab Jami’ as-Shaghir, juz II dalam bab “mim”.
[12].   Kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.
Dan perlu diketahui; terdapat 3 ulama yang dipanggil dengan nama Suhrawardi. Imam Suhrawardi al-Maqtul (yang terbunuh karena dituduh sesat, w. 523 H),  Syeh Abun Najiib As-Suhrawardi (w. 578 H) dan Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi (penulis kitab Awarif al-Ma’aarif, w. 632 H). Dan yang terakhir adalah ulama dalam madzhab Syafi’i, ahli ushul fiqh, ahli hadis, penyair, seorang hakim pada waktu itu, ahli sastra, ahli dalam bidang tarekat dan tasawuf. Dalam hidupnya beliau senantiasa riyadlah, mujahadah dan air matanya mudah keluar ketika dzikrullah. Dalam penulisan hadis, Beliau memiliki sanad hadis yang bersambung kepada Rasulullah Saw.
[13]. HR. Bukhari, ibid nh : 698. Ulasan hadis lebih jelas dapat dilihat dalam kitab al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jilli Ra, juz I, dalam bab “al-Itii’adz bi Mawa’idzil Qur’an” pada pasal ke 20.
[14].   Didalam salah satu pengajian al-Hikam, Beliau Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, memerintahkan agar pindah tempat  dari dalam masjid keluar masjid kepada peserta pengajian yang sedang menangis dengan suara keras. Menangis dengan suara keras dapat mengganggu peserta pengajian yang lain.
[15].   Hadis berstatus hasan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Kitab al-Adzkar Imam Nawawi, nh : 964.
[16].    Kitab al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jailani dalam bab “itti’adz bi mawa’idz al-Qur’an wa al-fadzin nabawiyah” pasal ke 22.
[17] .   HR. Muslim & Tirmidzi dari Abdullah Ibn Umar. Kitab Jami’ as-Shagir, juz I dalam bab huruf “ha”.
[18].    HR. Ibnu Sa’ad. Kitab Jam’ as-Shaghir juz I dalam bab “ba”. Imam Syuthi menjelaskan hadis ini berstatus shahih.
[19].    HR. Baihaqi, Thabrani dan Abu Nuaim dari Hudzaifah. Kitab Jam’ as-Shaghir juz I dalam bab “ba”.
[20].   HR. Abu Daud dari Anas Ibn Malik Ra. Kitab Kunuuz a-Haqaaiq fii Haditsi Khair al-Khalaaiq-nya Syeh Abdur Rauf al-Munawi, dalam bab “alif” (dalam Hamisynya kitab Jami’ as-Shagir).
[21].    HR. Ibnu Majah (kitab Kunuzul Haqaaiq fii Hadiitsi Khairil Khalaaiq-nya Imam Abdur Rauf al-Munawi, dalam bab “alif”. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Kasyful Khifa’ juz I nomer hadis : 42 riwayat Ibnu majah pula, tanpa didahului kata-kata :  أتْلُوا القُرْأنَ : bacalah al-Qur’an.
[22].   Kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.
[23].   Lihat kitab Dalil al-Falihin, juz II dalam bab “fadlul buka”.
[24].   Kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.
[25].   HR. Bukhari dan Muslim. Lihat kitab  Dalil Falihin, juz II, dalam bab “fadlul buka”, hadis nomer : 01. Dan kitab Syama-il al-Muhammadiyah-nya Imam Tirmidzi, bab 44, tentang “Buka-un Nabi Saw”,  hadis nomer : 306.  dalam Sunan Abu Daud, bab  “shalat”.
[26]    Hadits riwayat Imam Muslim, dalam Shahih Muslim  juz II, kitab iman.  
[27].   Kitab al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jailani juz I dalam bab al-Itti’adz bi Mawa’idz al-Qur’an pada pasal ke 14
[28].   HR. Ibnu ‘Asaakir. Kitab Jami’ as-Shaghir juz II dalam bab “lam”. Imam Syuthi menjelaskan hadis ini berderajat hasan.
[29].   Hadis riwayat Abu Daud,  An-Nasa’i, Tirmidzi dan Ibn Majah.
Sabda ini disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw sepulang dari perjalanan isra’ dan mi’raj. Lihat buku Syarah Hadis Qudsi, (terjemah kitab al-Ahaadits al-Qudsiyah, oleh ‘Team Daar al-Bazz’ Makkah, penerbit Pustaka Azzam, Jakarta, cetakan pertama Juni tahun 2003 nomer hadis : 115.
[30].    Hadis riwayat Imam Thabrani. Imam Suyuthi mengatakan hadis ini shahih. Hadis shahih yang sepadan juga diriwayatkan oleh Imam Abu Ya’la dan Imam ad-Dliya’ dengan permulaan redaksi : عَيْنَانِ لاَتَمَسُّهُمَا النَّارُ أَبَدًا : “Dua jenis mata yang selamanya tidak tersentuh neraka” .
Imam Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abbas dengan redaksi :
عَيْنَانِ لاَتُصيْبهُمَا النَارَ : عَيْنٌ بَكَتْ فِي جَوْفِ اللَيْلِ  مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Dua jenis mata yang tidak tertimpa neraka : mata yang menangis ditengah malam karena takut kepada Allah, dan mata yang karipan (semalaman tidak tidur) dalam sabilillah.
Kitab Jami’ as-Shagir-nya al-Ghauts fii Zamanihi Imam Jalaluddin as-Suyuthi Ra, dalam juz II pada bab “ain”.
[31].    Hadis riwayat Thabrani dalam kitabnya al-Kabiir.
[32].    Kitab Tanwir al-Quluub,  bab “taubat”
[33].    Hadis hasan shahih yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Lihat kitab Riyaadl ad-Shalihin-Nya Imam Nawawi, dalam pasal “keutamaan menangis” nomer hadis : 03.
[34].    Kitab Tanwir al-Quluub,  bab “taubat”
[34].    Kitab Kasyful Khifa’, nh : 614.
[35].    Ibid, Kasyful Khifa’, nh : 1087.
[36].    HR. Imam al-Haakim dalam kitab Jami’ as-Shagir fii Ahaadiits al-Basyiir an-Nadziir-nya Imam Jalaaluudin as-Suyuuthi, dalam bab “alif”. Dia menyatakannya sebagai hadis “shahih”.
[37].   Kitab Minhaj al-Abidin-nya Imam al-Ghazali dalam ‘aqabah II – pada bahasan ‘aqabah taubah, pasal ‘aqabah shu’bah.
[38].   Kitab Siraj at-Thalibin : I / 176
[39].      Kitab Manhal al-Latiief fii Ushul al-Hadits as-Syarif-nya Muhammad Alwi al-Maliki al-Hasani, dalam bab kisah Abdullah Ibn Umar Ra.
[40]    Kitab Thabaqat al-kubro : I / 33.
[41].   Buku Pribadi Rasulullah Saw (terjemah kitab Syama’il al-Muhammadiyah nya Imam Tirmidzi), bagian “Sekilas riwayat hidup Imam Tirmidzi”.
[42].   Kitab tafsir Hasyiyah as-Shawi.
[43].   Lihat kitab tafsir Shawi dalam surat al-Hujuraat.
[44].   Lihat buku  Sufisme dan Akal (tulisan Dr. Abdullah As-Syarqawi) penerbit “Pustaka Hidayah” Bandung, dalam penjelasan akhlak batin para istri Rasulullah Saw.