Forum Diskusi Bersama Pengamal Sholawat Wahidiyah ini di bangun untuk saling berdiskusi dan sharing tentang Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah . Juga dimaksudkan sebagai sarana KONSULTASI, INFORMASI dan KOMUNIKASI bersama tentang Pengamalan, Penyiaran, Pembinaan, Pendidikan Wahidiyah, dan masalah apa aja SECARA UMUM, yang penting BERMANFAAT, antar kita Pengamal Sholawat Wahidiyah dan juga masyarakat luas/umum tanpa pandang bulu dan golongan secara Ikhlas dan bijaksanan, Amiin !.
Thursday, December 17, 2015
Catatan Kecil: Peringatan Maulid Nabi SAW
Catatan Kecil: Peringatan Maulid Nabi SAW: YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ! Peringatan Maulid Nabi SAW Lihat Postingan di Facebook Membangkitkan Kecintaan kepada Na...
Catatan Kecil: (Catatan Kecil : 3) HAL SYAFA’AT
Catatan Kecil: (Catatan Kecil : 3) HAL SYAFA’AT: Catatan Kecil : 543 - KISAH DAN PETUAH INSPIRATIF, FORUM Di facebok tercatat sebagai catatan ke 543, Lihat postingan di Faceb...
Catatan Kecil: 553 Ajaran Wahidiyah
Catatan Kecil: 553 Ajaran Wahidiyah: Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh - Duhai Pemimpin kami Duhai Utusan Alloh ! Lihat postingan di facebook Yang dimaksud dengan A...
Tuesday, July 21, 2015
BAB III
S H O L A W A T
A.
DASAR DAN HUKUM
MEMBACA SHOLAWAT
Dasar
mengamalkan atau membaca sholawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad shollaloohu
‘alaihi wasallam adalah firman Alloh SWT dalam surat
al-Ahzab ayat
56 :
إِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا (23- الأحزاب:56)
Artinya kurang lebih
:
“Sesungguhnya
Alloh dan para malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi (SAW),
wahai orang-orang yang beriman bersholawatlah kamu semua dan sampaikan salam sebaik-baiknya kepada-nya
(Nabi SAW)”.
Sholawat
dari Alloh SWT. kepada Kanjeng Nabi SAW berupa penambahan
rahmat dan kemulyaan (rahmat ta’dhim), sedangkan yang kepada selain Kanjeng
Nabi SAW, berupa rahmat dan maghfiroh (kasih sayang dan ampunan).
Adapun sholawatnya
para Malaikat kepada Kanjeng Nabi SAW berupa permohonan rahmat dan kemulyaan
kepada Alloh bagi Kanjeng Nabi SAW, dan yang kepada selain Kanjeng Nabi SAW
berupa permohonan rahmat dan maghfiroh.
Mengenai
kedudukan hukumnya membaca sholawat, ada beberapa pendapat dari para ulama’.
Ada yang mengatakan wajib bil ijmal, ada yang mengatakan wajib satu kali semasa
hidup, dan ada yang berpendapat sunnah mu’akkad. Akan tetapi membaca sholawat
pada tahiyyat akhir dari sholat hukumnya wajib karena sudah menjadi rukun dari pada
sholat.
Bagi kita
para pengamal sholawat Wahidiyah dan pada umumnya kita kaum
mukminin, disamping memperhatikan pendapat para ulama’ tentang kedudukan
hukumnya membaca sholawat seperti diatas, yang penting lagi adalah menyadari
dengan konsekuen, bahwa membaca sholawat kepada Nabi SAW merupakan KEWAJIBAN MORAL dan keharusan budi nurani tiap-tiap manusia, lebih-lebih
kita kaum mukminin. Sebab, pertama, kita diperintah membaca sholawat
seperti pada ayat tersebut diatas. Kedua, kita semua berhutang budi
kepada Kanjeng Nabi SAW, yang tidak terhitung banyak dan besarnya, dhohiron wa
batinan, syar’an wa haqiqotan.
Faedah dan
manfa’at membaca sholawat kembali kepada yang membaca. Malah disamping si
pembaca sendiri, keluarganya, masyarakat dan bahkan makhluq-makhluq lain ikut
merasakan manfa’at dan barokahnya bacaan sholawat. Manfa’at dan barokah yang
luas sekali, baik untuk kepentingan di dunia maupun kepentingan di akhirat.
Manfaat lahir dan manfaat batin, manfaat materiil dan manfaat spiritual.
Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri tidak berkepentingan
tergantung kepada bacaan sholawat dari para umatnya. Adanya perintah membaca sholawat,
justru manfaatnya kembali kepada umat, untuk mengangkat derajat para umat,
untuk meningkatkan iman, taqwa, dan mahabah para umat kepada Alloh wa Rosuulihi
SAW.
B.
FAEDAH DAN MANFAAT
MEMBACA SHOLAWAT
Ada banyak
sekali sabda hadits Rosululloh SAW. menerangkan fadhiilah,
keutamaan dan manfaatnya membaca sholawat. Juga banyak hadits yang memberi
peringatan dan bahkan kecaman terhadap mereka yang lengah kurang perhatian
terhadap membaca sholawat. Hadits-hadits tersebut antara lain seperti di bawah
ini :
1.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ عَشْرًا. وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ عَشْرًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ مِائَةً.
وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ مِائَةً كَتَبَ اللهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ بَرَاءَةً مِنَ
النِفَاقِ وَبَرَاءَةً مِنَ النَارِ وَأَسْكَنَهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مَعَ
الشُهَدَاءِ (رواه الطبراني عن أنس رضي الله عنه)
(1)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Barang siapa membaca sholawat
kepada-Ku satu kali, maka Alloh akan membalas sholawat kepadanya sepuluh kali,
dan barang siapa membaca sholawat kepada-Ku sepuluh kali, maka
Alloh membalas sholawat kepadanya seratus kali, dan barang siapa membaca
sholawat kepada-Ku seratus kali, maka Alloh menulis diantara kedua matanya :
“bebas dari munafik dan bebas dari neraka”, dan Alloh menempatkannya besok pada
hari kiamat bersam-sama dengan
para syuhada’”.
(Hadits riwayat
Thobroni dari Anas bin Malik).
Betapa
besarnya keuntungan yang dapat diperoleh dengan membaca sholawat kepada Nabi
SAW. Satu kali, dibalas sepuluh kali; sepuluh kali, dibalas seratus kali; dan
seratus kali membaca sholawat dicatat dan dijamin bebas dari munafik dan bebas
dari neraka, disamping digolongkan dengan para syuhada’. Bahkan lebih dari itu.
Sholawat dari Alloh SWT bagi para hamba-Nya jauh lebih berharga, tidak dapat
dibandingkan dengan membaca sholawat para hamba-Nya.
“Munafik”
adalah mental yang sudah menjadi wabah masyarakat (mental epidemi). Jika tidak
segera diadakan penanggulangan dan pengobatan pasti akan membawa kehancuran dan
kesengsaraan umat manusia. Sebab di dalam sifat munafik itu tersimpan “Nuklir Jahat”
yang sangat besar potensinya dan paling dahsyat akibat kehancurannya. Lebih
dahsyat daripada bom nuklir di Hirosima. Energi potensinya yang jahat itu tidak
hanya bisa menghancurkan dunia seisinya !. Firman Alloh SWT:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُوْنَ (20-الروم :41).
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (30 - ar Rum : 41).
Yakin akan
kebenaran sabda hadits di atas, kita sebagai orang mukmin seharusnya berani
dengan konsekuen menjadikan bacaan sholawat kepada Nabi SAW. sebagai “resep
obat penyakit munafik” yang bersarang di
dalam hati kita masing-masing. Kita dan keluarga kita. Bahkan bagi kita dan
bagi umat masyarakat.
2.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَجَلْ, أَتَانِي آتٍ مِنْ رَبِّي, فَقَالَ : مَنْ صَلَّى
عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ صَلاَةً كَتَبَ اللهُ لَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَمَحَا
عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ وَرَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ وَرَدَّ عَلَيْهِ
مِثْلَهَا
(رواه
الإمام أحمد عن أبي طلحة الأنصاري).
(2)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Ya benar, telah datang kepada-Ku
seorang pendatang dari Tuhan-Ku kemudian berkata : “barang siapa diantara
umat-Mu membaca sholawat kepadaMu satu sholawat, maka sebab bacaan sholawat
tadi Alloh menuliskan baginya sepuluh kebaikan, dan mengangkat derajatnya
sepuluh tingkatan, dan Alloh membalas sholawat kepadanya sepadan dengan sholawat
yang ia baca” (Hadits riwayat Imam Ahmad dari Abi Tolhah al-Ansori).
Dengan
hadits no. (2) itu seharusnya lebih mantap perhatian kita terhadap
membaca sholawat kepada Nabi SAW. Disitu disebutkan sebagai amal kebaaikan,
sebagai penghapus keburukan dan sebagai pengangkatan derajat si pembaca sholawat.
Derajat di sisi Alloh SWT dan menurut pandangan-Nya pula.
3.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً (رواه الترميذي عن ابن مسعود).
(3)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Sesungguhnya
yang paling utama manusia di sisi-Ku besok pada hari kiamat ialah mereka yang
paling banyak membaca sholawat kepada-Ku” (Hadits riwayat
Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud).
Setiap
umat Muhammad SAW, tentu ingin dirinya berada dekat dengan Rosululloh SAW lebih-lebih
besok pada hari kiamat. Adakah kita sudah konsekuen dengan keinginan
itu ?. Artinya lalu usaha bagaimana agar supaya kita berada dekat dengan Rosululloh
SAW ?. Marilah kita perhatikan sabda hadits di
bawah ini !.
4.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَكْثَرُكُمْ عَلَيَّ صَلاَةً أَقْرَبُكُمْ مِنِّي
مَنْزِلَةً
(سَعادة
الدارين: 58).
(4)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Yang
paling banyak di antara kamu sekalian membaca sholawat kepada-Ku, dialah paling
dekat dengan Aku besok di hari kiamat” (Dari kitab
Sa’aadatud Daaroini hal. 58).
Sekalipun
hadits tersebut menggunakan kalam khobar, akan tetapi tekanannya adalah kalam
insyak yang memberi jaminan atau garansi.
5.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ عَلَيَّ كَفَّارَةٌ
لَكُمْ وَزَكَاةٌ, وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ مَرَّةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا (رواه ابْنُ
أّبِي عاصِم عن أنس)
(5)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Bersholawatlah
kamu semua kepada-Ku. Sesungguhnya bacaan sholawat kepada-Ku itu menjadi penebus
dosa dan pembersih bagi kamu sekalian. Dan
barang siapa membaca sholawat kepada-Ku satu kali, Alloh memberi sholawat
kepadanya sepuluh kali”.
(Hadits riwayat
Ibnu Abi ’Ashim dari Anas bin Malik).
Dari
hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa membaca sholawat kepada Nabi
SAW, berfungsi istighfar dan memperoleh jaminan maghfiroh dari Alloh SWT.
6.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أكْثِرُوا الصَلاَةَ عَلَيَّ, فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ عَلَيَّ
مَغْفِرَةٌ لِذُنُوْبِكُمْ وَاطْلُبُوا لِيْ الدَّرَجَةَ وَالْوَسِيْلَةَ (رواه ابنُ
عساكر عن الحسن بن علي رضي الله عنهُ).
(6)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Perbanyaklah
bersholawat kepada-Ku; maka sesungguhnya bacaan
sholawat kamu sekalian itu merupakan maghfiroh atas dosa-dosa kamu sekalian,
dan carilah wasilah kepada-Ku” (Hadits riwayat Ibnu ‘Asakir dari
Hasan bin Ali Ra.).
7.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صَلاَتُكُمْ عَلَىَّ مَحْرَزَةٌ لِدُعَائِكُمْ وَمْرْضَاةٌ
لِرَبِّكُمْ وَزَكَاةٌ لأَعْمَالِكُمْ (رَواه
الدَيْلَمِي عنْ عَلِيٍّ كَرَّمَ اللهُ وجْهَهُ).
(7)
Bersabda Rosululloh
SAW :
”Sholawat kamu sekalian kepada-Ku itu
merupakan pengawal bagi do’a kamu sekalian dan memperoleh keridhoan Tuhan-mu,
dan merupakan pembersih amal-amal kamu sekalian”. (Hadits
riwayat Dailami dari Sayyidina ‘Ali Karromalloohu Wajhah).
8.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلدُّعَاءُ كُلُّهُ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يَكُوْنَ أَوَّلُهُ
ثَنَاءً عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَصَلاَةً عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَدْعُوْ فَيُسْتَجَابُ لِدُعَائِهِ (رواه
النسائي عن عبدالله بن بِسْرٍ).
(8)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Segala
macam doa itu terhijab (terhalang/tertutup), sehingga
permulaan berupa pujian kepada Alloh ‘Azza wa Jalla dan sholawat kepada Nabi
SAW kemudian berdo’a, maka do’a itu diijabahi” (Hadits riwayat Imam
Nasa’i).
Dari
hadits tersebut jelas bahwa sholawat kepada Nabi SAW merupakan
“kunci pembuka pintu hijabnya” do’a hamba kepada Alloh SWT, dan menjadi jaminan
terkabulnya sesuatu do’a. Dengan kata lain do’a kepada Alloh SWT, yang tidak
disertai atau yang tidak mengandung sholawat Nabi SAW tidak bisa sampai kepada
Alloh SWT. Jangankan dikabulkan.
9. قَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمٍ مِائَةَ
مَرَّةٍ قَضَى اللهُ لَهُ مِائَةَ حَاجَةٍ, سَبْعِيْنَ مِنْهَا لأَخِرَتِهِ
وَثَلاَثِيْنَ مِنْهَا لِدُنْيَاهُ (أَخْرَجَهُ ابْنُ
مُندِهِ عن جَابِر رَضِي اللهُ عنه).
(9)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Barang
siapa membaca sholawat kepada-Ku tiap hari seratus kali, maka Alloh
mendatangkan baginya seratus macam hajat kebutuhan; yang 70 macam untuk
kepentingannnya di akhirat, dan yang 30 macam untuk kepentingan di dunia” (Dikeluarkan
oleh Ibnu Mundih dari Jabir Ra.).
Sudah
barang tentu kita tidak boleh menyalahgunakan hadits tersebut dengan menganggap
cukup memperbanyak membaca sholawat saja dan tidak usaha atau tidak ikhtiar.
Sama sekali tidak boleh. Suu-ul adab dan ber-i’tikad
buruk kepada Alloh wa Rosuulihi SAW !. Kita
diwajibkan usaha dan bekerja melaksanakan bidang-bidang yang menjadi tugas
kewajiban kita dengan setepat mungkin dan sesempurna -
sempurnanya. Istilah di dalam Wahidiyah harus “YUKTI KULLAA DZII HAQQIN
HAQQOH”.
Atas dasar
hadits tersebut itulah antara lain di dalam pengamalan Sholawat Wahidiyah 40
hari ada bagian sholawat yang harus dibaca 100 kali yaitu sholawat yang pertama
“ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU YAA AHAD….”. Dengan
demikian tidak perlu diragukan bahwa banyak persoalan-persoalan problema hidup
dan bermacam-macam hajat/kepentingan dikaruniai jalan keluar secara lahiriyah setelah mengamalkan Sholawat Wahidiyah selama
40 hari. Alhamdulillah !
10.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي يَوْمٍ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ
حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الجَنَّةِ (روَاهُ
الضِيَاءُ عن أنس ابنِ مَلكٍ).
(10)
Bersabda Rosululloh SAW :
“Barang
siapa membaca sholawat kepada-Ku tiap hari seribu kali, dia tidak akan mati
sehingga dia melihat tempatnya di surga” (Diriwayatkan oleh ad-Dliya’ dari Anas bin Malik).
Juga kita
tidak boleh menyalahgunakan hadits nomor (10) ini !. Akan tetapi kita harus
yakin kebenaran hadits tersebut dan seharusnya usaha merealisir keyakinan kita
itu demi meningkatkan iman dan taqwa serta mahabah kepada Alloh wa Rosuulihi
SAW !.
11.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : زَيِنُوْا مَجَالِسَكُمْ
بِالصَلاَةِ عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ عَلَيَّ نُوْرٌ لَكُمْ يَوْمَ
القِيَامَةِ (رواه الدَيْلَمِي عن ابْنِ عُمر رضِي اللهُ عنه).
(11)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Hiasilah
ruangan tempat pertemuanmu dengan bacaan sholawat kepada-Ku. Maka sesungguhnya
bacaan sholawat kamu sekalian kepada-Ku itu menjadi “Nur” di hari kiamat” (Diriwayatkan
oleh Dailami dari Ibnu Umar).
12. قَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلاَئِكَةُ
تَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ مَادَامَ اسْمِي فِي ذَاِلِكَ الْكِتَابُ (رواه
الطَبْرَاني عن أبي هريرة).
(12)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Barang
siapa bersholawat (menuliskan sholawat) kepada-Ku di dalam suatu kitab, maka
para malaikat tiada henti-hentinya memohonkan ampunan baginya selama nama-Ku
masih berada di dalam kitab tersebut”. (Hadits riwayat
Tobroni dari Abi Huroiroh).
C.
KECAMAN TERHADAP
ORANG YANG TIDAK MAU MEMBACA SHOLAWAT
13.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ فَذَاكَ
أَبْخَلُ النَاسِ (روَاه ابنُ أَبِي عَاصِم عن أَبِي ذَرٍّ
الغِفَاري).
(13)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Barang
siapa (mendengar) AKU disebut didekatnya dan tidak membaca sholawat kepada-Ku,
maka dia itulah sebakhil-bakhil manusia” .(Hadits riwayat
Ibnu Abi ‘Ashim dari Abu Dzarrin Al Ghiffari).
14. قَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَيَرَى وَجْهِي ثَلاَثَةُ أَنْفُسٍ : اَلْعَاقُّ
لِوَالِدَيْهِ وَتَارِكُ سُنَّتِي وَمَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ إِذَا ذُكِرْتُ
بَيْنَ يَدَيْهِ (ذُكِر في قوْلِ البَدِيْع عن عائِشَةَ رضِي
اللهُ عنهَا)
(14)
Bersabda Rosululloh SAW :
“Tiga orang tidak akan
bisa melihat wajah-Ku : orang
yang durhaka kepada orang tuanya, orang
yang meninggalkan (tidak mengerjakan) sunnah-Ku,
dan orang yang tidak membaca sholawat kepada-Ku ketika (mendengar) Aku disebut
didekatnya”.
(Tertulis dalam kitab Qoulul Badi’–nya Imam Sakhowi, dari
Aisyah Rodhiyalloohu ‘anha).
Maka dari
itu setiap kita mendengar nama Kanjeng Nabi Muhammad atau sebutan Rosululloh
SAW, atau sebutan lain yang maksudnya adalah Kanjeng Nabi SAW, kita supaya
selalu membaca sholawat !. Begitu juga seharusnya ketika kita membaca atau
menulis !. Pada umumnya sholawat yang kita baca pada saat seperti itu adalah sholawat
yang pendek atau singkat, misalnya :
اللهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَيْهِ. صَلَّى اللهُ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Al-Mukarrom
Mbah KH. Abdoel Madjid Ma’roef QS. wa RA
Mu’allif Sholawat Wahidiyah senantiasa menganjurkan supaya memperbanyak membaca
“YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” dimanapun kita berada !. Dibaca lisan atau
secara sirri dalam batin, melihat situasi dan kondisi !.
Dengan
memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH”, alhamdulillah
bertambah banyak ingat kita kepada Rosululloh SAW., dan dengan demikian makin
bertambah pula ingat kepada Alloh SWT. Ingat kepada utusan,
spontan membawa ingat kepada yang mengutus, yakni Alloh SWT.
15.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ ذُكِرْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
صَلاَةً تَامَّةً فَلَيْسَ مِنِّي وَلاَ أَنَا مِنْهُ. ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اللهُمَّ صِلْ مَنْ وَصَلَنِي وَاقْطَعْ مَنْ لَمْ يَصِلْنِي
(عن
أَنَس ابنِ مالكٍ)
(15)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Barang
siapa (mendengar) AKU disebut didekatnya dan tidak membaca sholawat kepada-Ku dengan cara bersholawat yang
sempurna, maka dia bukan dari golongan-Ku. Dan Akupun bukan dari
golongan dia. Kemudian Rosululloh SAW. melanjutkan sabdanya (dalam bentuk do’a)
: “Yaa Alloh, pertemukanlah orang yang suka berhubungan dengan Aku, dan
putuskanlah (hubungan) orang yang tidak mau berhubungan dengan Aku“. (Diriwayatkan
dari Anas bin Malik).
Marilah
sabda hadits-hadits tersebut diatas kita jadikan untuk mengoreksi pribadi kita
masing-masing sampai seberapa dekat hubungan kita dengan Rosululloh SAW !.
Demikian hadits-hadits dan masih banyak lagi lainnya yang
menerangkan fadhiilah, manfaat dan kebaikan membaca sholawat, yang segala
manfaat itu kembali kepada dan dirasakan oleh si pembaca sholawat, berguna bagi
keluarga dan bagi tetangganya, bagi masyarakat bangsa dan negaranya, bahkan
bagi makhluq pada umumnya. Manfaat dalam urusan agama, dalam kepentingan
dunia dan kepentingan di akhirat. Manfaat lahiriyah dan batiniyah. Yang
demikian itu harus kita sadari betapa agungnya fadhol dan rahmat kasih sayang
Alloh SWT. kepada kita manusia hamba-Nya, yang dilewatkan Junjungan kita
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Rahmat bagi seluruh umat manusia bahkan rahmat
bagi seluruh alamin. Firman Alloh SWT :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ (21- الأَنْبِيَاء : 107)
“Dan tiada aku mengutus
Engkau (Muhammad SAW), melainkan sebagai rahmat – kasih sayang - bagi
seluruh alam” (al-Anbiyaa:107).
Betapa
luhur dan agungnya derajat dan kemulyaan Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar
Muhammad SAW, di sisi Alloh SWT !. Manusia Agung
satu-satunya di dunia yang memegang hak wewenang, memberi syafa’at pertolongan
baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak. Pemimpin dunia yang menyelamatkan
manusia dari kesengsaraan dan kehancuran, yang mengangkat kita dari jurang
kehinaan, yang membawa dan menuntun kita melalui jalan keselamatan menuju kota
kebahagiaan, yang melindungi kita dari angkara murkanya perselisihan dan
permusuhan.
Beliau Shollallohu
‘Alaihi Wassalam telah mengorbankan kehidupan pribadi dan keluarga-Nya serta
sahabat-sahabat-Nya demi untuk keselamatan dan kebahagiaan umat, kebahagiaan
lahir batin, materiil dan spirituil, di dunia dan di akhirat. Walhasil kita
tidak mampu menyusun kata-kata untuk menguraikan betapa agung dan luhurnya budi
dan jasa Beliau Rosululloh SAW kepada kita para umat, bahkan kepada sekalian
makhluq pada umumnya. Jasa dan budi nurani yang meliputi jasadan wa ruuhan,
syar’an wa haqiiqotan. Tinggal sampai sejauh mana tanggapan kita para umat.
Inilah yang harus senantiasa kita renungkan.
D.
MEMBACA SHOLAWAT PADA
HARI JUM’AT
Membaca sholawat
pada hari Jum’at, siang maupun malamnya, sholawat itu langsung diterima oleh
Rosululloh SAW sendiri.
Betapa
indah dan bahagia kita sebagai umat, bahwa sholawat yang kita tunjukan kepada
Rosululloh SAW yang Kekasih dan Utusan Alloh SWT itu diterima langsung oleh
tangan Beliau SAW sendiri !. Kita bayangkan seandainya kita menyampaikan
sesuatu hadiah atau penghormatan kepada Presiden misalnya, hadiah itu langsung
diterima oleh tangan Presiden sendiri, bukankah ini suatu kehormatan dan
kegembiraan dan suatu kenang-kenangan yang mengesankan ?. Itu baru kepada
Presiden suatu negara di dunia. Padahal Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad
SAW adalah Presidennya jagad, Pemimpin di dunia dan Pemimpin serta Pembela di
akhirat !. Seharusnya jauh lebih gembira, jauh lebih terkesan, jauh lebih
terpesona kemudian lebih berterima kasih dan bersyukur.
Mari kita
koreksi diri kita masing-masing, bagaimana adab kita terutama adab batin kita
ketika membaca sholawat, lebih- lebih pada hari Jum’at sudahkah kita
menyesuaikan diri seperti benar-benar dihadapan Rosululloh SAW ketika membaca sholawat
?. Ataukah malah sebaliknya hanya asal baca dan tidak ingat kepada Rosululloh
SAW. Padahal sholawat yang kita baca itu diterima oleh Rosululloh SAW ?.
AL FAATIHAH !
BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM….
1.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَكْثِرُوا مِنَ الصَّلاَةِ
عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمْعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِي تُعْرَضُ عَلَيَّ فِي
كُلِّ يَوْمِ جُمْعَةٍ (رَوَاه البَيْهَقِي عَن أَبِي
أُمَامَةِ)
(16)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Perbanyaklah
membaca sholawat kepada-Ku pada tiap hari Jum’at maka sesungguhnya bacaan
umat-Ku pada tiap hari Jum’at itu diperlihatkan kepada-Ku” (Diriwayatkan
oleh Baihaqi dengan Sanad Hasan dari Abi Umamah).
Ukuran
banyak sedikitnya bacaan sholawat itu para Ulama’ Ahli Sholawat berbeda-beda
pendapat. Ada yang menyebut bilangan 100, ada yang 313, ada yang 1.000 dan
seterusnya. Hadhrotul Mukarrom Mu’allif Sholawat Wahidiyah QS wa RA menganjurkan
apabila memperbanyak membaca sholawat supaya memilih bilangan gnjil,
misalnya 7, 11, 41, 313. Atau memilih bilangan 100, 1000, 5000, 11000 dan seterusnya.
2.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ
الصَّلاَةِ فِي يَوْمِ الجُمْعَةِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُصَلِّي يَوْمَ
الْجُمْعَةِ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلاَتُهُ (رَواه
الحاكِمُ وَغَيْره عن ابنِ مَسْعُوْدٍ)
(17)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Perbanyaklah
membaca sholawat kepada-Ku tiap-tiap hari Jum’at. Sesungguhnya
tidak seorangpun yang membaca sholawat kepada-Ku pada hari Jum’at melainkan
diperlihatkan kepada-Ku sholawat yang ia baca” (Diriwayatkan oleh al-Hakim
dan lainnya dari Ibnu Mas’ud).
Adapun
membaca sholawat di hari-hari selain hari
Jum’at, sholawat tersebut disampaikan kepada Rosululloh SAW oleh malaikat yang bertugas khusus untuk itu. Akan tetapi
apabila membacanya dengan penuh adab, sungguh-sungguh ta’dhim mahabbah dan
syauq atau rindu yang mendalam, sekalipun di luar hari
Jum’at, sholawat tersebut diterima secara langsung oleh Rosululloh SAW.
Disinilah perlunya kita harus beradab yang sebaik-baiknya sewaktu membaca sholawat.
Adab kepada Alloh SWT dan adab Rosululloh SAW.
3.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَيَّ فَأَحْسِنُوا الصَّلاَةَ
فَإِنَّكُمْ لاَتَدْرُوْنَ لَعَلَّ ذَالِكَ يُعْرَضُ عَلَيَّ (رَواه
الدَيْلَمي عن ابْنِ مسْعود رصي الله عنه).
(18)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Ketika kamu sekalian membaca sholawat
kepada-Ku, maka baguskanlah
bacaan sholawat itu. Sesungguhnya kamu sekalian tidak mengerti sekiranya hal tersebut
diperlihatkan kepada-Ku” (HR. ad-Dailami
dari Ibnu Mas’ud, dalam “Ibaad” hal. : 62).
Hadhrotul Mukarrom Mbah K.H. Abdoel Madjid Ma’roef QS. wa RA. menganjurkan
agar supaya menerapkan “ISTIHDHOR” di dalam kita membaca sholawat. Sholawat
apa saja. Istihdhor artinya merasa seperti benar-benar berada dihadapan Rosululloh
SAW. Ini termasuk adab membaca sholawat disamping niat ikhlas LILLAH, seperti
sudah diterangkan di muka. Dengan istihdhor seperti itu dengan sendirinya hati
kita dapat lebih tawadhu’ tidak berani berkutik kesana kemari dan akan makin
tertanam lebih mendalam mahabbah cinta kepada Rosululloh SAW.
4.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أكْثِرُوا الصَّلاَةَ
عَلَيَّ, فَإِنَّ اللهَ وَكَّلَ بِي مَلَكًا عِنْدَ قَبْرِي. فَإِذَا صَلَّى
عَلَيَّ رَجَلٌ مِنْ أُمَّتِي, قَالَ لِي ذَالِكَ : يَامُحَمَّدُ إِنَّ فُلاَنَ
ابْنَ فُلاَنٍ صَلَّى عَلَيْكَ (رَواه الدَيْلَمِي عن أَبي بَكْر
وَأَخْرَجَهُ النُمَيْرِي عَنْ حَمَّاد الكُوفِي).
(19)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Perbanyaklah
membaca sholawat kepada-Ku. Sesungguhnya
Alloh menugaskan malaikat bagi-Ku bertugas di kuburku. Maka
apabila seseorang dari umat-Ku membaca sholawat kepada-Ku, malaikat
tadi berkata kepada-Ku “Yaa Muhammad, sesungguhnya fulan
bin fulan membaca sholawat kepada-Mu” (Diriwayatkan
oleh Dailami dari Abu Bakar Siddiq dan oleh An-Namiri dari Hammad
Al Kufi).
Jadi
nama-nama orang yang membaca sholawat dan nama-nama orang tuanya yang
dilaporkan kepada Rosululloh SAW. Mari ini kita renungkan betapa barokahnya
membaca sholawat.
AL
FAATIHAH ! BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM….
5.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ للهِ مَلاَئِكَةً سَيَّاحِيْنَ يُبَلِّغُوْنِي عَنْ
أُمَّتِي السَّلاَمَ (روَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ عنِ ابنِ
مَسْعودٍ وَقَالَ الحَاكِمُ صَحِيْحُ الإِسْنَادِ).
(20)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Sesungguhnya
Alloh memiliki malaikat-malaikat
yang bertebaran di angkasa yang tugasnya menyampaikan kepada-Ku salam dari
umat-Ku” (Hadits
riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Mas’ud. Dan
al-Hakim
berkata sanadnya shohih).
6.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ للهِ مَلاَئِكَةً يَسِيْحُوْنَ فِي الأَرْضِ
يُبَلِّغُوْنَ صَلاَةَ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مِنْ أُمَّتِي (أَخْرَجَهُ
الدَرَاقُطْنِي عنْ عَلِيٍّ كرَّمَ اللهُ وجهَهُ).
(21)
Bersabda Rosululloh
SAW :
“Sesungguhnya
Alloh memiliki malaikat-malaikat
yang bertebaran di bumi yang tugasnya menyampaikan kepada-Ku sholawatnya orang
dari umat-Ku yang membaca sholawat kepada-Ku” (Dikeluarkan oleh
Daroquthni dari Sayyidina ‘Ali Karromalloohu Wajhah).
Setelah
kita mengetahui sedikit tentang faedah dan manfaatnya membaca sholawat, dan
mengerti kedudukan Beliau SAW di sisi Alloh SWT serta fungsi dan peranan Beliau
SAW bagi para umat, maka adalah menjadi kewajiban kita untuk lebih meningkatkan
adab-adab kita terhadap Beliau Rosululloh SAW terutama batin kita !. Dan
lebih-lebih ketika membaca sholawat.
Di dalam
Wahidiyah senantiasa diserukan agar supaya setiap kita membaca sholawat, sholawat
apa saja, khususnya sholawat Wahidiyah, supaya dengan adab lahir dan adab batin
sebaik-baiknya. Antara lain yaitu niatnya harus betul-betul ikhlas beribadah
kepada Alloh – LILLAH, tanpa pamrih suatu apapun, baik pamrih perkara akhirat,
lebih-lebih pamrih perkara dunia. Selanjutnya ta’dhim dan mahabbah dan “istidhor”
merasa seolah-olah seperti benar-benar berada dihadapan Rosululloh SAW !.
Masalah
adab kepada Rosululloh SAW adalah hal yang sangat penting sekali untuk
diperhatikan. Sekurang-kurangnya adab batin harus kita jaga !. Dengan
melestarikan membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” kapan dan dimana saja ada
kesempatan, dibaca lisan atau dalam batin melihat situasi, besar sekali
menfaatnya bagi meningkatkan adab batin kita terhadap Rosululloh SAW, disamping manfaat-manfaat
lain yang banyak sekali. Mari kita terapkan untuk diri kita masing-masing dan
keluarga kita !. Bahkan oleh Hadhrotul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Makruf QS
wa RA
Mu’allif Sholawat Wahidiyah kita dianjurkan agar supaya
disampaikan juga pada orang lain, kepada masyarakat luas, disamping diamalkan
sendiri !. Membaca sholawat dan salam kepada Rosululloh SAW., setiap keluar
masuk rumah juga dianjurkan dengan kalimat :
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِكَ
يَاسَيِّدِي يَارَسُوْلَ اللهِ
E.
AQWAALUL ULAMA’
MENGENAI SHOLAWAT
Banyak
pandangan-pandangan dan pendapat para ulama’ mengenai sholawat. Ada yang
diangkat dari qo’idah-qo’idah agama dan ada pula yang berdasar atas keyakinan
dan pengalaman dzauqiyyah dan dari hasil-hasil mukasyafah. Antara lain seperti
dibawah ini :
1.
أَقْرَبُ الطُّرُقِ
إِلَى اللهِ فِي أَخِرِ الزَّمَانِ خُصُوْصًا لِلْمُسْرِفِ كَثْرَةُ
الإِسْتِغْفَارِ وَالصَّلاَةِ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
(1)
“Jalan yang paling
dekat (menuju) kepada Alloh pada akhir zaman khususnya bagi orang-orang yang
berlarut-larut banyak dosa, adalah memperbanyak istighfar dan membaca sholawat
kepada Nabi SAW” (Dari kitab Sa’adatud Daaroini).
2. إِنَّ
الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُنَوِّرُ الْقُلُوْبَ وَتُوْصِلُ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ إِلَى عَلاَّمِ
الْغُيُوْبِ (سعادةُ الدَارينِ : 36).
(2)
“Sesungguhnya membaca sholawat kepada Nabi SAW itu
(dapat) menerangi hati dan mewushulkan tanpa Guru kepada Alloh Dzat Yang Maha
Mengetahui segala perkara ghoib” (kitab Sa’adatud Daaroini
hal. : 36).
3. وَبِالْجُمْلَةِ
فَالصَّلاَةُ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوْصِلُ إِلَى
اللهِ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ. لأَنَّ الشَّيْخَ وَالسَّنَدَ صَاحِبُهَا لأَنَّهَا
تُعْرَضُ عَلَيْهِ وَيُصَلِّي اللهُ عَلَى المُصَلِّي. بِخِلاَفِ غَيْرِهَا مِنَ
الأَذْكَارِ فَلاَبُدَّ فِيْهَا مِنَ الشَّيْخِ الْعَارِفِ. وَإِلاَّ فَدَخَلَهَا
الشَّيْطَانُ وَلاَيَنْتَفِعُ صَاحِبُهَا بِهَا (كَذَا فِي
سَعَادةِ الدَارَيْنِ : 90).
(3)
“Secara keseluruhan,
membaca sholawat kepada Nabi SAW. Itu (dapat) mewushulkan kepada Alloh tanpa
Guru. Oleh karena sesungguhnya Guru dan sanad di
dalam sholawat itu adalah shohibus-sholawat (yakni Rosululloh SAW), oleh karena
sholawat itu diperlihatkan kepada Beliau SAW dan Alloh membalas (memberi) sholawat
kepada si pembaca sholawat. Berbeda dengan lainnya sholawat dari bermacam-macam
dzikir. Maka tidak boleh tidak di dalam bermacam-macam dzikir itu (harus) ada
guru (mursyid) yang ‘Arif Billah. Kalau tidak, maka
setan akan masuk ke dalam amalan dzikir itu dan orang yang dzikir tidak dapat
memperoleh manfa’at dari pada dzikirnya” (kitab Sa’adatud
Daaroini hal. : 90).
Di dalam
kitab Taqriibul Ushul Fii Tashiilil Wushul Fii Ma’rifati Robbi War-Rosul SAW
karangan Syekh Zaini Dahlan diterangkan antara lain :
4. وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ
اِتَّفَقُوْا أَنَّ جَمِيْعَ الأَعْمَالِ مِنْهَا الْمَقْبُوْلُ وَالْمَرْدُودُ
إِلاَّ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهَا
مَقْبُوْلَةٌ قَطْعًا (تَقْرِيْبُ الأُوصُول:57, كِفَايةُ
الأَتْقياء: 48).
(4)
“Dan sesungguhnya
para ulama’ sudah sependapat bahwa sesungguhnya bermacam-macam amal itu ada
yang diterima dan ada yang ditolak, terkecuali sholawat kepada Nabi SAW itu “Maqbuulatun
Qoth’an” (pasti terima)” (Taqriibul Ushul hal. : 57).
Pasti
diterima artinya, sekalipun membacanya kurang hudhur, kurang khusyu’. Bahkan
sekalipun membaca dengan ujub, riya’, takabur, sholawatnya tetap diterima.
Adapun ujub, riya’ dan takaburnya itu ada perhitungan sendiri. Artinya tidak
menyebabkan ditolaknya sholawat. Berlainan dengan amalan-amalan selain sholawat.
Disana ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, amal
tersebut tidak diterima oleh Alloh SWT. Suatu amal (selain membaca sholawat)
apabila dilaksanakan dengan riya’, ujub, takabur, amal itu tidak diterima.
Bahkan disamping tidak diterima, kelak di akhirat dirupakan siksa untuk
menyiksa orang yang beramal.
Demikian
pendapat (qoul) yang paling shoheh. Dalam hubungan ini al-Mukarrom
Mbah Kiyai Mu’allif Sholawat Wahidiyah QS wa RA
menambahkan lebih lanjut, jadi jika sholawatnya diterima, otomatis nama si
pembaca sholawat dan nama orang tuanya diperkenalkan kepada Kanjeng Nabi SAW.
(lihat hadits no. 19 di hal. 36 di muka). Otomatis Kanjeng Nabi mensyafa’atinya,
dan Alloh SWT memberi sholawat (rahmat dan maghfiroh) kepadanya, dan para malaikat
ikut memohonkan rahmat dan ampunan bagi si pembaca sholawat.
(5)
Al-Mukarrom As-Syekh
Al ‘Arif Billah al-Haj Mbah K.H. Abdoel Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat
Wahidiyah QS wa RA menerangkan di dalam suatu kesempatan memberikan
Kuliah Wahidiyah antara lain :
bahwa membaca sholawat merupakan ibadah sunnah yang paling gampang yang diberi
berbagai macam kebaikan yang tidak diperoleh pada ibadah-ibadah sunnah selain
membaca sholawat seperti dzikir, membaca Qur’an, sholat
sunnah, dan ibadah-ibadah sunnah lainnya. Kebaikannya antara lain yaitu sekali
membaca sholawat, spontan disyafa’ati oleh Rosululloh SAW. Disamping mendapat
pahalanya membaca sholawat itu sendiri. Lebih-lebih jika membacanya dengan
sungguh-sungguh ikhlas dan disertai adab-adab lahir batin sebaik-baiknya.
Setengah
daripada kebaikan membaca sholawat lagi yaitu disamping ingat kepada Kanjeng
Nabi SAW sekaligus menjadi ingat kepada Alloh SWT. Ingat kepada utusan tentu
ingat kepada yang mengutus (yakni Alloh SWT). Dengan
kata lain membaca sholawat sudah mengandung dzikir kepada Alloh
SWT. Berarti, membaca sholawat sudah mencakup isi dan makna dua kalimat
syahadah : “ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR
ROSUULULLOH SAW”. Sedangkan dzikir kepada Alloh SWT belum tentu ingat kepada
Kanjeng Nabi SAW. Lagi, diantara manfaat membaca sholawat yaitu bahwa sholawat
sudah mengandung istighfar, mohon ampunan Alloh Ta’ala dan mengandung do’a
“Liqodhoi Hajat” dan lain-lain (lihat hadits dimuka).
Membaca sholawat
dikatakan merupakan ibadah sunnah yang paling gampang, sebab disitu tidak ada
syarat-syarat harus begini harus begitu, berbeda dengan ibadah-ibadah sunnah
yang lain. Seperti dzikir misalnya, syaratnya dzikir antara lain hati harus
benar-benar hudhur dan di dalam menuju wushul sadar kepada Alloh, dzikir harus
ada guru mursyid yang menuntunnya. Jika kita, seperti diterangkan dimuka “Dakholahas
Syaiton Falaa Yantafi’u Biha Shohibuha” – tergoda oleh setan dan orang yang
dzikir tidak memperoleh manfaat daripada dzikirnya. Membaca Qur’an juga
harus begitu. Harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Kalau tidak,
salah-salah malah bisa dikecam oleh al-Qur’an
itu sendiri sebagaimana disebutkan :
رُبَّ
تَالِ الْقُرْآنِ وَالْقُرْآنُ يَلْعَنُهُ (قَالَهُ أَنَسُ ابنُ
مَالِكٍ)
“Banyak
orang membaca Qur’an. Dan al-Qur’an melaknati pembacanya”
(Dikatakan
oleh Anas bin Malik).
Hal
tersebut disebabkan antara lain karena kurang tepat bacaan dan adab-adabnya.
Kurang tepat tajwid dan makhrojnya. Apabila tepat segala-galanya dan
lebih-lebih sambil menghayati maknanya maka, membaca al-Qur’an
adalah “Afdholul Ibaadah” = paling utamanya ibadah sunnah, sebagaimana sabda
hadits :
أَفْضَلُ
عِبَادَتِي أُمَّتِي تِلآوَةُ الْقُرْآنِ (رَواهُ البَيْهَقِي عن
النُعْمَان بن بَشِيْر).
“Paling utamanya ibadah umat-Ku adalah tilawatil
(membaca dengan menghayati) Qur’an” (Diriwayatkan
oleh Baihaqi dari Nu’man bin Basyir).
Keterangan
dan uraian tersebut diatas kita tidak boleh salah mengartikan, tidak boleh kita
salah gunakan. Kita tidak boleh lalu meremehkan ibadah-ibadah sunnah selain
membaca sholawat !. Sama sekali tidak boleh !. Keterangan tersebut dimuka malah
harus justru mendorong kita untuk lebih berhati-hati didalam menjalankan
ibadah-ibadah kepada Alloh SWT, baik ibadah-ibadah sunnah dan lebih-lebih
ibadah yang wajib seperti sholat lima waktu, puasa dan lain-lain. Ibadah sunnah
seperti membaca Qur’an, membaca dzikir, tahlil, tasbih, sholawat, sholat sunnah
dan lain-lain harus kita jalankan dengan adab-adab lahir batin yang
sebaik-baiknya disamping memenuhi syarat rukunnya. Membaca al-Qur’an misalnya,
cara duduk dan menghadapnya, dalam keadaan suci dan sebagainya. Itu adab lahir.
Sedangkan adab batin antara lain harus dengan niat ibadah kepada Alloh SWT dengan
ikhlas tanpa pamrih, LILLAH didalam istilah Wahidiyah, hatinya harus hudhur dan
menyadari bahwa yang dibaca adalah kalam Alloh yang diwahyukan kepada Rosululloh
SAW. Dan bagi yang mungkin, sambil mengangan-angan atau menghayati maknanya.
Bagi yang belum dapat memenuhi adab-adab seperti diatas harus ada usaha untuk
belajar !.
Inilah
antara yang menjadi tugas pendidikan kanak-kanak muslim sejak mulai tamyiz
sampai menginjak dewasa, dan seterusnya.
Kembali
tentang faedah membaca sholawat. Dari keterangan – keterangan diatas dapat kita
simpulkan bahwa, membaca sholawat boleh dikatakan merupakan “Jembatan Emas”
yang menyeberangkan manusia kepada pantai perbaikan, peningkatan dan
penyempurnaan ibadah kepada Alloh SWT. Sholawat boleh diibaratkan sebagai “Kendaraan
Angkasa” yang membawa pembacanya kepada tingkat iman dan taqwa yang lebih
tinggi, dan memperbaiki serta menyempurnakan akhlaaqul kariimah atau pekerti
luhur.
Maka oleh
karena itu membaca sholawat kepada Kanjeng Nabi SAW. termasuk sarana batiniah
yang penting didalam mewujudkan masyarakat toto tentrem, adil makmur, bahagia
lahir batin didunia dan diakhirat yang diridhoi Alloh SWT, oleh karena dengan
meningkatkan iman dan taqwa maka akan muncul berbagai macam barokah yang memberi
manfaat yang luas kepada segenap makhluq. Sebagaimana firman
Alloh SWT dalam surat al-A’rof
ayat : 96 :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ القُرَى آمَنُوْا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوْا
فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ (7 –
الأعراف : 96).
“Dan sekiranya ahli desa (negara) benar-benar iman dan taqwa,
pasti kami bukakan bagi mereka bermacam-macam barokah dari langit dan dari bumi
(dari arah yang dapat diperhitungkan dan yang tidak dapat diperhitungkan). Akan
tetapi (sayangnya) mereka membohongkan (tidak konsekuen), maka KAMI ambil tindakan tegas mereka disebabkan karena perbuatan mereka” (7 - Al A’rof
: 96).
(6)
Didalam kitab Sa’adatud
Daroini Fis Sholaati ‘Ala Sayyidil Kaunaini SAW diterangkan
bahwa diantara faedah sholawat yang besar adalah terbayangnya hati si pembaca
kepada Rosululloh SAW.
وَمِنْ أَعْظَمِ فَائِدَتِهَا اِنْطِبَاعُ صُوْرَتِهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَلْبِ المُصَلّي (سَعَادَةِ
الدَارَيْنِ:506).
“Sebagian dari faedah membaca sholawat yang paling agung adalah
tercetaknya shuroh (gambar pribadi) Rosuululloh SAW didalam
hati si pembaca sholawat” (Sa’adaatud Daaroini hal. : 506).
Dalam
Bahasa Jawa “Tansah Keton-ketonen” Kanjeng Nabi SAW = hati selalu terbayang
kepada Kanjeng Nabi SAW. Alhamdulillah diantara para pengamal
Wahidiyah banyak yang memperoleh pengalaman seperti itu.
Hubungan
dengan hal tersebut, didalam Wahidiyah sering diserukan supaya melatih hati
dengan istihdhor, yakni “merasa berada dihadapan Rosululloh SAW”, baik ketika
membaca sholawat, maupun di luar membaca sholawat. Atau merasa seolah-olah seperti
mengikuti Rosululloh SAW dimanapun kita berada. Dengan terus-menerus
membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH”, alhamdulillah
dikarunia dapat lebih mudah mengetrapkan istihdhor seperti itu.
Orang yang
hatinya senantiasa istihdhor seperti itu sendiri tidak berani melakukan
soal-soal atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Tidak berani melanggar
larangan-larangan Alloh dan Rosul-NYA SAW. Tidak berani melakukan
perbuatan-perbuatan yang merugikan, baik merugikan diri sendiri lebih-lebih
merugikan orang lain. Senantiasa berhati-hati didalam segala hal dan tingkah
laku. Takut kalau-kalau tidak diridhoi Alloh wa Rosuulihi SAW. Dengan kondisi
batiniyah seperti itu ia akan selalu mendapat Pancaran Nur ke-nabi-an
atau Nuur Nubuwwatihi SAW. Makin kuat dan makin mendalam istihdhor-nya,
makin banyak bertambah-tambah pula pancaran Nur ke-nabi-an
menyinari hatinya dan menembus kepada budi pekerti melahirkan akhlaqul karimah
yang sempurna. Otomatis kondisi batiniyah seperti itu menjadikan orang yang
bersangkutan senantiasa ber-takholluq (berbudi pekerti) seperti budi
pekerti Alloh wa Rosuulihi SAW.
اللهُمَّ
اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ هَؤُلآءِ آمِينْ.
Semoga Alloh
menjadikan kita dan mereka termasuk golongan orang-orang seperti diatas !. Amiin
!.
Hidup dan
kehidupan orang yang seperti diatas sudah barang tentu akan memberi manfa’at
kepada dirinya sendiri dan keluarganya, membuahkan bagi orang lain, bagi
masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan bagi makhluq- makhluq pada umumnya.
Dengan
senantiasa “ISTIHDHOR” kepada Kanjeng Nabi SAW seperti diatas, orang akan
benar-benar bisa menempati “HAQIIQOTUL MUTAABA’AH”, yaitu hakikatnya mengikuti
yang sesempurna-sempurnanya. Mengikuti dalam arti yang seluas-luasnya dan
selengkap-lengkapnya. Mengikuti tingkah laku orang yang diikuti, kemudian
meniru akhlaqnya, meniru perangainya, meniru cara-caranya berbuat dan
bertindak, melakukan, apa yang disukai lebih-lebih yang diikuti, dan menjauhi
apa-apa yang tidak disukai lebih-lebih yang dilarang oleh orang yang diikuti.
Tidak berbeda dengan keadaan orang yang sedang dimabuk cinta atau mahabah yang
mendalam. Kemanapun dan dimanapun ia berada selalu ingat dan terbayang kepada
orang yang dicintai. Sampai-sampai ucapannya, tingkah lakunya, gerak-geriknya
meniru ucapan, tingkah laku dan gerak-gerik orang yang dicintai. Dia selalu
terbayang atau “istihdhor” kepada orang yang dicintai. Tepat sekali apa yang diterangkan
didalam kitab Taqriibul Ushul hal. 55 atau
kitab Sa’aadatud Daaroini hal. 35 sebagai berikut :
قَالَ الشَّاذَلِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَقُلْتُ: يَارَسُوْلَ اللهِ
مَاحَقِيْقَةُالْمُتَابَعَةِ ؟. فَقَالَ: حَقِيْقَةُ الْمُتَابَعَةِ رُؤْيَةُ
الْمَتْبُوْعُ عِنْدَ كُلِّ شَيْئٍ وَمَعَ كُلِّ شَيْئٍ وَفِي كُلِّ شَيْئٍ (وَالمُرَادُ
رُؤْيَةُ الشُهُوْدِ) (تَقْرِيبُ الأُصُولِ:55, جَامِعُ
االأُوصُوْلِ: 25).
“Berkata Imam Syadzali rodhiyallooh ‘anhu : “aku
melihat Rosululloh SAW. kemudian aku bertanya : Yaa Rosuulalloh, apakah
haqqiigotul mutaaba’ah (hakikat mengikuti) itu, Rosululloh menjawab : “Ru’yatul
matbu’ ‘inda kulli syai-in wa ma’a kulli syaiin wa fii kulli syai-in” = melihat
yang diikuti berada disamping segala sesuatu, bersama segala sesuatu dan
didalam segala sesuatu yang dimaksud”. (Dan yang dimaksud adalah ru’yah syuhud
: melihat secara pandangan batin).
Maka jika
benar-benar haqqul yakin mengikuti Rosululloh SAW. seharusnya bisa melihat
Beliau SAW. dimana saja dan kapan saja. Istilah yang lebih ringan “terbayang”
atau “ingat”. Melihat disini, dengan mata hati atau
disebut “bashiroh”. Akan tetapi juga mungkin dengan
mata lahir apabila kondisi batiniyahnya cukup kuat. Sudah barang tentu tidak
sembarang hati yang dikaruniai bashiroh seperti itu. Hanya hati yang bersih dan
jernih saja yang mempunyai bashiroh. Makin bersih, makin jernih dan
makin suci, makin tajam dan makin kuat pula bashirohnya sehingga bisa menembus
pada penglihatan mata lahir. Dikatakan juga “Mukasyafah”, melihat Rosululloh
SAW. ‘yaqodhotan’ = dalam keadaan
jaga (bahasa Jawa melek-melekan). Mengenai bertemu Rosululloh SAW. ini
insya Alloh akan dibahas dibelakang.
Orang
mengikuti apabila tidak bisa melihat kepada yang diikuti besar kemungkinan
mengalami kebingungan bahkan bisa tersesat jalan terpisah dari yang diikuti
tidak merasa. Mari kita koreksi diri kita masing-masing selama ini yang mengaku
pengikut Rosululloh SAW atau sebagai umat Muhammad SAW. Jangan-jangan telah
tersesat tidak merasa !. Na’uudzu billah min
dzaalik !. Ibarat sholat berjama’ah, kita para umat adalah makmum, dan Rosululloh
SAW. imamnya. Apabila makmum tidak mengikuti gerakan imam menjadi batal
makmumnya. Batalnya makmum di dalam sholat bisa diqodho’ pada kesempatan lain.
Akan tetapi batalnya makmum kepada Rosululloh SAW bisa membawa akibat fatal,
menjadi batal Iman Islam kita !. Nau’uudzu Billah. Oleh karena itu, mari kita
senantiasa koreksi diri bagaimana hubungan bathin kita terhadap Rosululloh SAW !.
AL FAATIHAH…..
YAA SYAAFI’ AL
KHOLQISH SHOLAATU WASSALAAM
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH
AL FAATIHAH !
Syekh Abul
Abbas al-Mursyi
mengatakan sebagaimana dimuat di dalam kitab Taqriibul
Ushul hal. 55 dan kitab Sa’aadatud Daaroini hal. 440 sebagai berikut
:
قَالَ السَّيِّدُ الشَّيْخُ أَبُو الْعَبَّاسِ المْرُْسِيُّ
: لَوْ حُجِبْتُ طَرْفَةَ عَيْنٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا أَعْدَدْتُ بِالْمُسْلِمِيْنَ (سَعَادة
الدَارَيْن :44, تقْرِيْبُ الأُصُوْل:55).
“Seandainya aku terhijab
dari (tidak melihat atau mengingat) Rosululloh SAW. sekejap mata saja, aku
tidak berani menghitung diriku dari golongannya kaum Muslimin”. (Taqriibul Ushul : 55, dan Sa’aadatud Daaroini “ 44)
Demikian
tebal dan kuatnya iman seseorang yang hatinya senantiasa dipancari oleh “Nur
Cahaya Kebenaran” atau “Nuuru Nubuwwatihi SAW”. Tidak tanggung-tanggung
mengoreksi dirinya sendiri. Berani menghukum dirinya dengan jujur.
Sesungguhnya
“Nuuru Nubuwwatihi SAW” itu tiada putus-putusnya senantiasa menyinari kalbu
kaum mukminin dan muslimin terus-menerus. Akan tetapi hanya hati yang bersih,
bening dan dilingkari oleh iman yang membaja saja yang bisa melihat dan menyadari
terhadap pancaran “Nuuru Nubuwwatihi SAW” yang menyinari kedalam dirinya.
Sedangkan hati yang masik kotor, yakni hati yang masih tertutup tebal oleh
belenggunya aghyaar (apa-apa selain Alloh), hati yang masih dikotori oleh kabut
pedutnya nafsu, hati yang dibelenggu oleh rantai imperialis ananiyah, sekalipun
masih ada iman sedikit-sedikit akan tetapi tidak dikaruniai “Bashiiroh” atau
penglihatan batin sehingga tidak menyadari bahwa dirinya adalah hanya sebagai
hamba Alloh, sebagai ABDULLOH yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, bahwa
dirinya adalah sebagai umat Rosululloh SAW., yang senantiasa menerima jasa dan
oleh karena itu seharusnya senantiasa sadar dan ingat kepada Rosululloh SAW.
Jadi hati
manusia itu ibaratnya seperti kaca cermin (kaca pengilon). Jika kotor tertutup
oleh debu tidak bisa dipakai bercermin sebab tidak bisa memantulkan cahaya yang
menyinarinya. Baru bisa dipakai bercermin apabila digosok, dibersihkan
debu-debu dan kotoran yang menempel. Begitu juga hati manusia apabila kotor, tidak
jernih, tidak bisa memantulkan cahaya kebenaran yang memancar kedalam dirinya.
Maka dari itu usaha menjernihkan hati harus dilakukan secara terus-menerus.
Tidak cukup hanya satu kali. Operasi mental merupakan proses yang harus
berkesinambungan, agar supaya hati tetap dalam keadaan jernih dan bersih dari
kotoran- kotoran dosa yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Satu-satunya
obat pembersih hati yang paling mujarab, paling paten adalah seperti yang
disebutkan didalam al-Qur’an
yaitu “DZIKRULLOH”, ingat dan sadar kepada Alloh SWT. Dzikrulloh bukan hanya diucapkan
dengan lisan, yang pokok adalah dzikrul-qolbi atau ingatnya hati kepada Alloh
SWT. Sekalipun lisan terus-menerus mengucapkan Alloh-Alloh, akan tetapi jika
hatinya tidak hudhur, bersih hati, melainkan bahkan bisa menjadi makin kotor
karena merasa berkemampuan yang umumnya tidak disadari
orang sebagai dosa. Padahal justru merupakan dosa besar bahkan dosa paling
besar; sebab disitu lalu timbul coup atau pemberontakan terhadap kekuasaan Alloh
SWT, mempersekutukan Alloh SWT secara samar-samar yang disebut “SYIRIK KHOFI”.
Mempersekutukan Alloh SWT dalam dirinya, dengan merasa bahwa dirinya ada dan
mempunyai kemampuan. Lupa dan tidak sadar segala sesuatu itu adalah ciptaan dan
digerakkan oleh Alloh SWT.
Fungsi dan
hikmah sholat adalah dzikrulloh sebagaimana Firman Alloh SWT :
إِنَّنِي أَنَا اللهُ لآإِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْري (13- طه :28).
“Sesungguhnya AKU ini adalah
Alloh, tidak ada Tuhan selain AKU, maka sembahlah AKU dan dirikanlah sholat
untuk mengingat AKU” (20 - Thoha : 14).
Jika hikmah
tersebut bisa diperoleh oleh orang yang menjalankan sholat, maka otomatis
hatinya menjadi bersih, tenang dan tentram.
Firman Alloh SWT menjamin hal itu :
اَلَّذِيْنَ آمَنُوا
وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهمْ بِذِكْرِاللهِ أَلآ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ القُلُوْبَ (13-
الرعْدُ : 28)
Artinya kurang lebih
:
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh.
Ingatlah hanya dengan mengingat Alloh lah hati menjadi tentram” (13 - Ar
Ro’du : 28).
إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ (29-العنْكًبُوت :45).
“Sesungguhnya sholat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya
mengingat Alloh adalah lebih besar (manfaatnya)” (29-al-Ankabut:
45).
Demikianlah
jaminan yang diberikan oleh Alloh SWT kepada orang-orang yang menjalankan sholat.
Akan tetapi mengapa kenyataannya tidak seperti itu ?. Kita juga sudah aktif
menjalankan sholat akan tetapi mengapa hati kita masih sering bingung, tidak
tenang, tidak tentram, tidak mutmainnah, tidak banyak ingat kepada Alloh, dan
kita masih sering terjerumus ke dalam perbuatan munkar dan maksiat ?. Jawabnya
harus kita cari di dalam diri kita sendiri. Yaitu antara lain sholat kita masih
belum benar. Kita melaksanakan sholat belum memenuhi syarat dan adab-adabnya sholat.
Adab lahir maupun adab batin. Maka kita tidak bisa memperoleh jaminan yang
diberikan oleh Alloh SWT tersebut. Hati kita masih kotor, dikotori oleh
kepentingan-kepentingan hawa nafsu, kita tidak merasa. Misalnya, kita
melaksanakan sholat tidak dengan niat ikhlas beribadah kepada Alloh SWT melainkan
ada keinginan-keinginan, ingin pahala, ingin surga, dan lain-lain sehingga
nilai ikhlas kita tidak murni.
Maka oleh
karena itu perlu terus usaha meningkatkan dan memperbaiki sholat kita. Dan
disamping itu perlu ada kegiatan lain untuk menunjang berhasilnya operasi
mental membersihkan dan menjernihkan hati. Antara lain yaitu dengan dengan
memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi SAW. sudah kita bahas dimuka. Sholawat
apa saja, khususnya Sholawat Wahidiyah, oleh karena Sholawat Wahidiyah memang
dikhususkan untuk menjernihkan hati dan ma’rifat sadar kepada Alloh wa Rosuulihi
SAW. Singkatnya, jalan pintas untuk memperoleh kejernihan hati untuk menuju
sadar ma’rifat kepada Alloh wa Rosuulihi SAW
adalah :
- Memperbanyak
berdepe-depe taqorrub mendekatkan diri, bertaubat mohon ampunan kepada Alloh
SWT.
2.
Memperbanyak membaca
sholawat kepada Nabi SAW.
3.
Memperbanyak
tasyafu’an, memohon syafa’at kepada Rosululloh SAW. ;
4.
Memohon bantuan
(moril), memohon do’a restu, memohon barokah, karomah, nadhroh Ghoutsu Hadzaz
Zaman dan para Auliya’ kekasih Alloh SWT Rodhiyalloohu Ta’ala Anhum, agar
beliau-beliau berkenan membantu permohonan kita kepada Alloh SWT.
MUJAHADAH
Mengamalkan
sholawat Wahidiyah menurut cara-cara yang
telah dituntunkan disebut MUJAHADAH WAHIDIYAH atau disingkat MUJAHADAH begitu
saja. Dengan bermujahadah insya Alloh sudah tercakup keempat kegiatan jalan
pintas yang disebutkan dimuka. Dan alhamdulillah
didalam praktek kenyataannya besar manfa’atnya berupa kejernihan hati,
ketenangan batin dan ketentraman jiwa sehingga hati menjadi lebih banyak ingat
kepada Alloh SWT, lebih banyak dzikrulloh disamping ingat kepada Rosululloh SAW,
pemimpin dan panutan kita semua.
Hati yang
sudah jernih seperti itupun masih bisa saja menjadi kotor keruh kembali, yaitu
akibat dosa dan maksiat yang diperbuat olehnya. Akan tetapi alhamdulillah
tidak sampai berlarut-larut dan lekas diberi ingat dan menyadari dosa-dosa dan
maksiat tersebut dan kemudian cepat-cepat bertaubat memohon ampunan kepada Alloh
SWT dan berubah sikap. Jadi setidak-tidaknya “mahfudh” =
terpelihara tidak sampai berlarut-larut dalam perbuatan dosa. Alhamdulillah !.
Sedangkan
hati yang masih kotor belum pernah dicuci bersih seperti di atas apabila
ketempelan debu maksiat dan dosa, pada umumnya sukar sekali untuk menyadari
dosa maksiat yang diperbuatnya jika tidak mendapat pertolongan dari Alloh SWT.
Akibatnya menjadi makin berlarut-larut di dalam hutan belukarnya maksiat dan
mungkarot. Jika tidak segera mengadakan langkah-langkah perbaikan, pasti kelak
diakhirat akan merasakan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak dapat
digambarkan ngeri dan dahsyatnya. Dengan memperbanyak dan tekun melaksanakan
Mujahadah Wahidiyah alhamdulillah dikaruniai banyak sekali taufiq
hidayah dan pertolongan dari Alloh SWT, dikaruniai syafa’at
tarbiyah Rosuululloh SAW, barokah
karomah dan nadhroh
Ghoutsu Hadzaz Zaman wa a’waanihi wa saairi
auliyaaillaahi Rodhiyalloohu Ta’ala ‘Anhum,
sehingga dikaruniai berbagai kebaikan dan manfa’at lahir dan batin yang tidak
sedikit di samping ketenangan batin dan ketentraman jiwa seperti diatas.
Sekali
lagi alhamdulillah, sholawat Wahidiyah dikaruniai kegunaan dan
manfa’at yang banyak sekali, dan sangat efektif buat segala macam kepentingan
dunia dan akhirat, buat kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, buat
kepentingan spiritual maupun kepentingan yang bersifat materiil. Akan tetapi
tidak boleh disalahgunakan !. Artinya jangan kita bermujahadah karena kita di dorong
oleh kepentingan-kepentingan tersebut, melainkan harus semata-mata niat
beribadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAH – tanpa pamrih dan dijiwai sadar
BILLAH – “LAA HAULA WALAA QUWWATA ILAA BILLAH”. Demikian amanat Mu’allif dan
pemberi ijazah Sholawat Wahidiyah.
Siapa saja
akan diberi kemampuan oleh Alloh SWT. asal betul-betul
dan sungguh-sungguh dalam mujahadahnya.
Firman Alloh SWT di dalam Al Qur’an :
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوا فِيْنَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا, وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ (29-العنكبوت:69).
“Dan mereka orang-orang yang
bersungguh-sungguh di dalam menuju kepada KAMI, sungguh akan KAMI tunjukkan
kepada mereka berbagai jalan KAMI. Dan sesungguhnya Alloh
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (29 – al-Ankabut :
69).
“Jaahadu bersungguh-sungguh,
di dalam Wahidiyah disebut mujahadah”.
F.
MACAM MACAM SHOLAWAT
(ANWAA‘US SHOLAWAT)
Sholawat
kepada Kanjeng Nabi SAW, yang beraneka macam dan ragamnya itu dapat digolongkan
ke dalam dua golongan yaitu “SHOLAWAT MAKTSUUROH” dan “SHOLAWAT GHOIRU
MAKTSUUROH”.
SHOLAWAT MAKTSUUROH
Sholawat
Maktsuuroh ialah sholawat yang redaksinya langsung diajarkan oleh Rosululloh SAW.
Salah satu contoh ialah “Sholawat Ibrohimiyah” yaitu seperti yang kita baca di dalam
tahiyyat sholat.
Kalimahnya yang masyhur yaitu :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ ابْرَاهِيْمَ.
Jadi tidak
memakai kalimah “Sayyidina”. Memang semua sholawat maktsuuroh
tidak ada yang memakai kalimah itu. Ini menunjukkan keluhuran budi Rosululloh
SAW. yang tidak pernah menonjolkan diri, selalu bertawaddhu’ berlemah lembut
pada siapapun. Suatu sikap budi luhur
yang seharusnya ditiru oleh para umat.
Adapun
kita sering membacanya dengan tambahan kata “SAYYIDINAA”, kata itu tambahan oleh para Shahabat Nabi SAW.
sebagai cetusan rasa takdhim dan mahabbah. Sudah sewajarnya kita para umat
menyebut Kanjeng Nabi SAW. dengan “Sayyidinaa” atau kata lain yang maksudnya
sama, misalnya “Kanjeng”, “Gusti”, “Bendara” dan sebagainya. Terhadap pahlawan
bangsa kita, sering kita menggunakan sebutan “Pangeran Diponegoro”, “Kanjeng
Sultan” dan sebagainya.
Lebih-lebih
terhadap Rosululloh SAW. bukankah Kanjeng Nabi Muhammad SAW. adalah “Sayyidul
Anbiyaa Wal Mursaliin”, Pemimpinnya para Nabi dan para Utusan Alloh, bahkan
“Sayyidul Kholqi Aj-ma’iin”, Sayyid atau Pemimpinnya seluruh
makhluq !.
Jadi
penggunaan kalimah “sayyidinaa” terhadap Kanjeng Nabi SAW, baik
didalam bacaan sholawat ataupun diluar bacaan sholawat, merupakan cetusan rasa
ta’dhim memulyakan dan rasa mahabbah-cinta yang mulus. Dan sesuai dengan hadits
Rosululloh SAW. :
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَنَا سَيِّدُ
وَلَدِ آدَمَ وَلاَفَخْرَ (رَوَاه أحمَدُ والتِرْمِذِيُّ وابنُ
مَاجَه عن أبي سَعِيْد الخُذْرِي).
“Aku
adalah Sayyidnya anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri....... ” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi dan Ibnu
Majah dari Abu Sa’id al-Khudri).
Ini
mengajarkan kepada kita supaya lebih memurnikan tauhid kita kepada Alloh SWT.
Pada kesempatan lain Rosululloh SAW. bersabda yang artinya :
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
لاَتَقُوْلُوْا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدٌ فَإِنَّهُ وَإِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ
أَسْخَطَتُمْ رَبُّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ (رَواهُ
أَبو دَاوُدَ بِأِسْنَادٍ حَسَنٍ).
“Abu Huroiroh Ra berkata : Rosuululloh SAW bersabda “Janganlah
kamu memanggil orang munafiq dengan “sayyid”.
Kalau memang benar ia orang terhormat. Maka berarti kamu telah memurkakan Tuhan
kamu”
(Hadits riwayat Abu Dawud, dengan sanad yang Sohih).
Alloh SWT.
melarang tidak boleh mengundang Kanjeng Nabi SAW. hanya dengan menyebut “Yaa
Muhammad” atau “Yaa Abal Qoshim” dan panggilan lain yang tidak mengandung nilai
ta’dhim. Firman Alloh SWT :
لاَتَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَسُوْلِ بِيْنَكُمْ
كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا (24- النور : 63).
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rosul diantara kamu seperti
panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)” (Qs. an-Nuur : 63).
Di dalam ayat lain
disebutkan larangan Alloh SWT :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَرْفَعُوْا
أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ
كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ
لاَتَشْعُرُوْنَ (49- الحُجُرات : 2).
“Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu meninggikan suara kamu melebihi suara Nabi (SAW),
dan janganlah kamu berkata kapada-Nya dengan suara keras sebagaimana kerasnya
(suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, salah-salah menjadi hapus
amal-amal kamu sekalian dan kamu sekalian tidak menyadari” (49 – Al Hujurot : 2).
Kedua ayat
tersebut bertitik berat pada bidang adab terhadap Rosululloh SAW. memanggil
nama Kanjeng Nabi SAW. dengan “menjangkar” istilah
orang Jawa, artinya memanggil tanpa disertai rasa hormat, dan berbicara keras
terhadap Kanjeng Nabi SAW adalah sangat tidak sopan dan merupakan suu-ul adab
yang bisa mengakibatkan terhapusnya amal-amal kebaikan.
Kita para
umat wajib menghormat dan memulyakan Kanjeng Nabi SAW. Syekh Abul Abbas at-Tijani
berkata sebagaimana disebutkan di dalam kitab Sa’aadatud Daaroini
halaman 11, bahwa “siyaadah” (sebutan Yaa Sayyidii) adalah
termasuk ibadah. Sebab maksud pokok dari pada membaca sholawat adalah
menghormat mengagungkan Kanjeng Nabi SAW. Jadi apabila meninggalkan “siyaadah”
didalam membaca sholawat, berarti tidak menghormat tidak memulyakan Kanjeng
Nabi SAW. ini perlu kita perhatikan !.
SHOLAWAT GHOIRU
MAKTSUUROH
Sholawat
Ghoiru Maktsuuroh adalah sholawat yang disusun oleh selain Kanjeng
Nabi SAW. Yaitu oleh para Sahabat, para Tabi’in, para Sholihiin, para Auliya’,
para Ulama’ dan oleh umumnya orang Islam. Maka tidak aneh bahwa umumnya Sholawat
Ghoiru Maktsuuroh itu kalimahnya ada yang panjang-panjang, susunan bahasanya
disertai kata-kata yang indah-indah, mengekspresikan penghormatan, pujian dan
sanjungan yang romantik sebagai cetusan dari getaran jiwa mahabbah dan syauq
atau rindu yang mendalam. Bahkan tidak sedikit yang disusun dengan menggunakan
kesusastraan yang tinggi, menggunakan kalimat-kalimat yang baliigh dalam bentuk
nadhom atau sya’ir, sajak dan puisi. Dan di samping sholawat banyak disertakan
do’a-do’a munajat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan
kalimat- kalimat tasyaffu’an memohon syafa’at kepada Rosululloh SAW. Hal
tersebut menambah ikrom, ta’dhim dan rasa mahabbah yang makin mendalam.
Ada banyak
sekali macam Sholawat Ghoiru Maktsuuroh dengan nama yang bermacam-macam pula.
Berpuluh, beratus bahkan beratus ribu. Alloohu A’lamu !.
Ada yang
diberi nama dengan nama Mu’allifnya dan ada yang diberi nama menurut fadhiilah
dan faedah yang terkandung didalamnya. Contoh sholawat ghoiru maktsuuroh
antara lain sholawat Munjiyaat, sholawat
Naariyah, sholawat Badawi, sholawat
Badar, sholawat Burdah, sholawat
Masyisyiyah dan masih banyak lagi. Sholawat Wahidiyah termasuk sholawat
Ghoiru Maktsuuroh, dan nama “Wahidiyah” diambil dari salah satu Asma’ul Husna (Asma Alloh yang baik) yang terdapat didalamnya yaitu “ALLOHUMMA YAA
WAAHIDU…”.
Mari kita
menyatakan syukur kepada Alloh SWT dengan membaca surat
al-Fatihah
satu kali dihaturkan sebagai hadiyah, disamping
kepada Rosululloh SAW juga kepada para Mu’allif beberapa Sholawat
tersebut diatas.
AL FAATIHAH !.......
Banyak sholawat
ghoiru maktsuuroh
yang mengandung ajaran yang penting-penting. Ada yang mengandung ajaran bidang
akhlaq dan adab, ada yang mengandung ajaran tauhid,
ajaran haqiqot dan
ma’rifat, dan ada juga yang mengandung ajaran syari’ah.
Sholawat Masyisyiyah yang ditaklif oleh Syekh Abdus Salam bin Masyisy berisi ajaran
Tauhid. Sholawat Burdah taklifan Syekh Bushiri mengandung dorongan batin
yang menggugah dan menumbuhkan rasa mahabbah dan rindu kepada Junjungan kita
Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Dan Sholawat
Wahidiyah yang mengandung ajaran yang meliputi bidang haqiqot dan bidang
syari’at, mencakup bidang akhlaq dan adab,
bidang tauhid, bidang iman,
bidang Islam dan bidang ihsan, pokoknya bidang ubudiyah
dan bidang kemasyarakatan. Sholawat Wahidiyah mengandung
dan memberikan bimbingan praktis didalam merealisasi pelaksanaan “HABLUN MINALLOOHI
WA HABLUN MINANNAS”, yakni membimbing pelaksanaan dan realisasi kewajiban serta
tanggung jawab terhadap Alloh wa Rosuulihi SAW, terhadap keluarga, terhadap
bangsa dan negara, terhadap sesama umat
manusia, terhadap agama, bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.
Bimbingan
praktis tersebut dituangkan dengan kalimah-kalimah yang baliigh tetapi mudah
difahami dan mudah diterapkan dan dilaksanakan seperti dapat kita saksikan di dalam
Lembaran Sholawat Wahidiyah yang disampaikan kepada masyarakat luas dengan cuma-cuma.
Titik fokus yang menjadi tujuan dari pada bimbingan praktis tersebut adalah
bidang Wushul Ilalloh atau bidang Ma’rifat atau sadar kepada Alloh wa Rosuulihi
SAW. Begitu baliigh susunan bahasanya, sehingga untuk
mendalaminya perlu dibeberkan dengan bahasa yang praktis dan dengan penjelasan-penjelasan
yang luas untuk lebih memudahkan di dalam pengamalan dan penerapannya.
Itulah
antara lain tugas Buku Kuliah Wahidiyah ini dan buku-buku Wahidiyah lainnya
seperti :
1.
Risalah Penjelasan
Mengenai Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah ;
2.
Pedoman Pokok-Pokok
Ajaran Wahidiyah ;
3.
Tuntunan Mujahadah
dan acara-acara Wahidiyah ;
4.
Tuntunan
Mujahadah Kanak-Kanak Wahidiyah ;
5.
Tuntunan Pembinaan
Wanita Wahidiyah ;
6.
Mingguan Wahidiyah,
dan
7.
Brosur-brosur
Wahidiyah yang dikeluarkan oleh Yayasan Perjuangan Wahidiyah
Pusat.
Baik sholawat
maktsuuroh atau sholawat ghoiru
maktsuuroh adalah cukup memenuhi untuk
pelaksanaan dari pada firman Alloh SWT dalam surat al-Ahzab
ayat 56 :
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا بَسْلِيْمًا
“....... Wahai
orang-orang yang beriman bacalah Sholawat kepada nabi (SAW) dan sampaikan salam
hormat yang sebaik-baiknya”.
Seperti
diuraikan dimuka, bahwa macamnya sholawat ada banyak sekali dan kita tidak
mampu menghitungnya. Masing-masing sholawat dikaruniai faedah dan manfa’at
sendiri-sendiri yang satu sama lain tidak sama. Hanya Alloh dan Rosul-NYA SAW.
yang mengetahui.
Ditinjau
dari Mu’allifnya, sudah barang tentu sholawat maktsuuroh
adalah yang paling utama sebab ditaklif oleh Rosululloh SAW sendiri. Akan
tetapi juga tidak sedikit sholawat ghoiru
maktsuuroh yang dikaruniai faedah dan manfa’at
yang sangat berguna bagi para umat. Manfa’at lahiriyah dan manfa’at batiniyah,
baik untuk kepentingan di dunia maupun kepentingan di akhirat. Banyak sholawat ghoiru maktsuuroh
yang membuahkan rasa ta’dhim dan mahabbah serta kesadaran kepada Alloh wa Rosuulihi
SAW. Jadi pada dasarnya semua sholawat adalah baik, dan dikaruniai manfa’at
kebaikan yang tidak sedikit. Antara lain tergantung kepada si pembaca sholawat.
Sangatlah tercela dan dikhawatirkan suu-ul adab apabila kita memperbandingkan
satu sholawat dengan sholawat yang lain. Suu-ul adab kepada
Mu’allif sholawat dan suu-ul adab kepada Rosululloh SAW !.
Al-Mukarrom
Mbah K.H. Abdul Majid Ma’roef QS.
wa RA Mu’allif Sholawat Wahidiyah di dalam suatu fatwa amanatnya, menerangkan; bahwa ada beberapa factor yang
berpengaruh terhadap fadliillah
kebaikan sholawat. Yaitu, disamping fadlol dari
Alloh SWT dan syafa’at Rosululloh SAW, fadhiilahnya adalah sesuatu
sholawat itu ada hubungannya dengan antara lain :
1.
Kondisi Mu’allif sholawat,
terutama kondisi batiniyah (kedekatannya dengan Rosululloh
SAW).
2.
Susunan redaksi sholawat.
3.
Situasi dan kondisi masyarakat
ketika sholawat itu ditaklif.
4.
Tujuan sholawat ditaklif.
5.
Situasi dan kondisi
si pembaca sholawat.
6.
Adab lahir dan batin
ketika membaca sholawat.
Bagi
kita yang paling penting adalah perhatikan adab-adab ketika membaca sholawat.
Antara lain yaitu :
1.
Niat ikhlas beribadah
kepada Alloh SWT tanpa pamrih.
2.
Menta’dhim dan
mahabbah kepada Rosululloh SAW.
3.
Hatinya hudhur
kepada Alloh SWT dan istihdhor = merasa seperti dihadapan Rosululloh SAW ;
4.
Tawaddhu’ merendahkan
diri, merasa butuh sekali kepada pertolongan Alloh SWT, butuh sekali syafa’at
atau bantuan (moril) dari Rosululloh SAW.
Kemudian
dari sekali sekian banyak sholawat yang berbeda-beda fadhiilah
dan manfa’atnya itu sudah barang tentu kita tidak boleh memilih sholawat apa
yang akan kita amalkan, sesuai dengan kebutuhan dan hajat kita tanpa mengurangi
hormat dan perhatian kita terhadap sholawat yang lainnya.
Sesuai
dengan situasi dan tuntutan zaman pada masa akhir ini, dimana berbagai macam
pengaruh datang membuat kegoncangan di dalam hati kita, sehingga hidup kita
menjadi tidak tenang dan tidak tentram, maka sudah seharusnya kita mengamalkan sholawat
yang membuahkan atau yang membekaskan ketenangan batin dan ketentraman jiwa,
pokoknya sholawat yang mendatangkan kesejahteraan rohani. Sebab dengan kesejahteraan rohani akan mudah dapat
dibangun kesejahteraan jasmani yang kokoh dan stabil.
Kesejahteraan
rohani tersebut tidak lain adalah berupa peningkatan iman dan taqwa,
peningkatan ingat dan sadar kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Sholawat yang memberi faedah seperti itulah yang
seharusnya kita amalkan disamping amalan-amalan atau do’a-do’a lain.
Alhamdulillah,
Sholawat Wahidiyah dikaruniai faedah yang cocok dengan tuntutan kebutuhan
seperti tersebut diatas. Pengamalan Sholawat Wahidiyah alhamdulillah
membuahkan kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa dan makin
bertambah banyak ingat kepada Alloh wa Rosuulihi SAW., suatu kondisi batiniyah
yang menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin di
dunia dan akhirat. Dengan kondisi batiniyah seperti itu maka akan lahir akhlaq-akhlaq
dan perbuatan-perbuatan yang baik di dalam menjalankan ibadah pengabdian diri
kepada Alloh SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa dan di dalam hubungan dalam pergaulan
hidup di masyarakat. Maka oleh karena itu pengamalan Sholawat Wahidiyah perlu
harus kita usahakan, perlu kita perhatikan dengan tidak mengesampingkan
lebih-lebih meremehkan atau mengurangi perhatian terhadap amalan-amalan selain
Sholawat Wahidiyah.
Ditinjau dari segi redaksi atau susunan tata bahasanya, sholawat ghoiru maktsuuroh
ada yang berbentuk permohonan kepada Alloh SWT. seperti umpamanya dengan kalimat
“ALLOHUMMA….... ” Dan ada juga secara langsung menyampaikan sholawat itu
kepada Rosululloh SAW seperti : “AS SHOLATU WASSALAAMU ’ALAIKA WA’ALA AALIKA
YAA SAYYIDI YAA ROSULLALLOH”.
الصَلاَةُ
وَالسَلاَمُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِكَ يَاسَيِّدِي يَارَسُوْلَ اللهِ.
Di dalam
Sholawat Wahidiyah kita jumpai ada bentuk sholawat dengan “Allohumma sholli…....
” dan ada yang bentuk menyampaikan langsung kepada Rosululloh SAW., yaitu sholawat
yang ketiga : “YAA SYAAFI’AL KHOLQIS – SHOLAATU WASSALAM….... ” dan sholawat
yang keempat : “YAA SYAAFI’AL KHOLQI HABIIBALLOOHI….... ”.
Sholawat
yang ketiga “Yaa Syaafi’al Kholqis Sholaatu
Was Salaam….... ” disebut “SHOLAWAT TSALJUL QULUUB”
yang berarti “saljunya hati”. Nama lengkapnya agak panjang
yaitu :
صَلَوَةْ
ثَلْجُ الغُيُوْبِ فِي تَبْرِيْدِ حَرَارَةِ القُلُوْبِ.
(Sholawat Salju Ghoib untuk mendinginkan hati yang panas)
Dan alhamdulillah
memang nyata sholawat “Yaa Syaafi’al Kholqis Sholaatu
Was Salaam….... ” tersebut memberi rangsangan di dalam
hati menjadi dingin tidak mudah meluap panas tetapi juga tidak menjadi beku.
Baik sholawat
yang menggunakan “Allohumma sholli” maupun yang langsung disampaikan kepada Rosululloh
SAW. masing-masing ada khasiyatnya
sendiri-sendiri. Beliau Mu’allif Sholawat Wahidiyah menerangkan bahwa sholawat
yang tidak memakai lafal “ALLOH” diantara fadhilahnya adalah membekasi rasa
dingin dan tenang dan tentram di dalam hati. Sedangkan sholawat yang memakai
lafal “ALLOH” merangsang rasa panas di dalam hati, artinya hati menjadi
bersemangat dan bergairah, bergairah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik diridhoi Alloh Wa Rosulihi SAW.
Kemudian
mana yang perlu kita perbanyak pengamalannya, apakah sholawat yang memakai
lafal “ALLOH” atau yang tidak memakai
lafal “ALLOH” , itu tidak menentu tergantung “Waaridun Ilahiyyun’ (= getaran
hati dari Alloh) yang diberikan ke dalam hati seseorang. Suatu ketika mungkin
sholawat yang menggunakan lafal “ALLOHUMMA” atau lafal “ALLOH” seperti misalnya “SHOLLALLOOHU ‘ALA MUHAMMAD”
yang meninggalkan kesan yang baik di dalam hati. Akan tetapi mungkin pada suatu
tempo justru sholawat yang redaksinya langsung kepada Rosululloh SAW dan tidak
mengandung lafal “ALLOH” yang memberikan kesan atau rangsangan yang baik di dalam
hati.
Sholawat
Wahidiyah terdiri dari rangkaian dua bentuk redaksi sholawat seperti diatas.
Ada yang bentuk “ALLOOHUMMA….... ” dan ada yang langsung disampaikan kepada Rosululloh
SAW. Tanpa disertai lafal “ALLOH”. Maka logis apabila faedah yang diberikan Alloh
SWT kepada Sholawat Wahidiyah benar-benar cocok dengan apa yang dibutuhkan oleh
umat dan masyarakat dewasa ini. Yakni hati yang dingin, tenang dan tentram
tetapi bersemangat dan bergairah.
Selain itu
didalam Sholawat Wahidiyah,
di samping redaksi sholawat sebagai intinya,
disertakan pula do’a-do’a permohonan kepada Alloh SWT. Hal-hal
yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Yaitu misalnya pada sholawat kedua
“ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH….... ”. Ditambah lagi dengan permohonan kebaikan
bagi pribadi, keluarga, bangsa dan negara, bahkan bagi umat masyarakat manusia
seluruh dunia baik, yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Nenek
moyang kita, leluhur kita dan saudara-saudara kita yang sudah berada di alam
kubur tidak ketinggalan menjadi sasaran penting yang dimohonkan di dalam Sholawat
Wahidiyah. Kesejahteraan dan barokah bagi bangsa dan negara, bahkan bagi
seluruh makhluq ciptaan Alloh SWT termasuk objek yang harus dimohonkan di dalam
mujahadah Sholawat Wahidiyah. Ditambah lagi
dengan permohonan barokah bagi mujahadah yang sedang kita laksanakan, kemudian
diakhiri dengan getaran jiwa yang kuat mengetuk hati jamii’al alamin (umat
seluruh dunia) termasuk diri kita sendiri terutama, yaitu
ajakan “FAFIRRUU ILALLOH” = larilah kembali kepada Alloh (Wa Rosuulihi
SAW). Arti “barokah” yang dimaksud adalah
bertambahnya kebaikan.
Yang
penting lagi, di dalam Wahidiyah kita dibimbing oleh Beliau Mbah Kiyai Mu’allif Sholawat Wahidiyah QS wa RA,
antara lain yaitu di dalam setiap kita berdo’a,
kita harus husnulyaqin = berbaik keyakinan
bahwa permohonan kita dikabulkan oleh Alloh SWT. yaitu menerapkan sabda Hadits
:
إِذَا دَعَيْتُمْ فَأَيْقِنُوْا بِالإِجَابَةِ (رَوَاه
التِرْمذِي عَن أَبي هُرَيْرة).
“Apabila
kamu sekalian berdo’a maka yakinlah (do’a-mu) diijabahi oleh Alloh SWT” (Hadits riwayat
Tirmidzi dari Abu Huroiroh).
Akan
tetapi kita tidak boleh terpancang hanya memandang terkabulnya do’a saja !.
Didalam berdo’a kita harus menitikberatkan do’a kita itu sebagai pelaksanaan
ibadah kepada Alloh. Kita memang diperintah untuk berdo’a. Titik. Firman Alloh SWT
:
وَقَالَ
رَبُّكُمْ أُدْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ (40- المُؤْمِن
: 60).
“Dan Tuhanmu Berfirman : “Berdo’alah
(memohonlah) kamu sekalian kepada-Ku, niscaya akan Kuijabahi bagimu” (40 – Al Mukmin : 60).
Jadi kita
berdo’a untuk melaksanakan perintah-NYA yaitu “UD’UUNI”. Berdo’a dengan niat
ibadah kepada Alloh SWT dengan ikhlas tanpa pamrih “LILLAH”,
istilah di dalam Wahidiyah. Dan disamping LILLAH harus pula ada niat “LIRROSUL”
mengikuti tuntunan Rosul SAW. dan dijiwai sadar kepada Alloh wa Rosuulihi SAW !.
Lihat Ajaran Wahidiyah di belakang.
G.
AT - TA’ALLUQ BI JANAABIHI
SAW.
(HUBUNGAN
DENGAN ROSUULULLOH SAW).
Di muka
sudah kita bahas bahwa faedah membaca sholawat yang paling besar manfaatnya
adalah “Inthibaa‘u shuurotihi SAW ‘ala
qolbi musholli” = tercetaknya gambar pribadi (shuuroh) Rosuululloh SAW di dalam hati si
pembaca sholawat. Dengan kata lain selalu terbayang kepada Rosululloh
SAW. Dengan demikian terjalin hubungan jiwa yang sangat erat antara si pembaca
sholawat dengan Rosululloh SAW. Kita yakin bahwa eratnya hubungan jiwa dengan Rosululloh
SAW. merupakan pusaka dan fondasinya iman dan taqwa, dan menjadi patrinya
mahabbah kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Dan kita yakin bahwa iman, taqwa, dan
mahabbah merupakan bangunan keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir
batin rohani dan jasmani di dunia dan di akhirat.
Maka oleh
karena itu hubungan kita sebagai umat terhadap Rosululloh SAW sebagai pemimpin
kita, sebagai pembimbing kita, sebagai pembela kita dari kesesatan dan
kehancuran perlu dipupuk, ditingkatkan dan disempurnakan yang sebaik-baiknya !.
Hubungan yang masih bersifat formalitas ala syari’ah harus ditingkatkan menjadi
semacam hubungan molekuler yang lebih kokoh lahir dan batin.
Bukankah Rosululloh
SAW. sendiri sesuai dengan kepribadian Beliau yang “ROHMATAN LIL ‘AALAMIIN”
dan “BIL MUKMINIINA ROUUFUR ROHIM”
telah meletakkan dan meratakan “Lem Perekat” hubungan terhadap, sekalian para
umat ?. Firman Alloh SWT didalam Al Qur’an
memberitahukan hal itu kepada kita antara lain :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ
عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9- التوبة
: 128).
“Sungguh
telah datang kepadamu sekalian seorang Rosul dari kalangan kamu sekalian yang
sangat berat memprihatinkan kamu sekalian, yang mencurahkan kasih terhadap kamu
sekalian dan berkasih sayang kepada orang-orang mukmin”.
Begitu
mendalam keakraban hubungan batin Rosululloh SAW. terhadap para umat sampai
Beliau SAW memanggilnya sebagai “Ikhwan”, sebagai “Kawan”, sebagai “Saudara” dengan sabda-NYA :
وَشَوْقَاهْ إِلَى إِخْوَانِي الَّذِيْنَ
يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِيْ (انسان
كامل : ثاني / 88).
“Betapa rindu-Ku kepada
saudara-saudara-Ku yaitu mereka yang datang sesudah-Ku” (Insan Kamil
II hal. 88).
Jadi kita para
umat semestinya hanya tinggal menempelkan dan melekatkan hubungan jiwa dengan Rosululloh
SAWyang “Lem Perekatnya” sudah ada dan sudah diratakan dalam semesta ala mini oleh
Rosululloh Saw. sendiri. Mari kita renungkan hal ini dan kita adakan koreksi
diri bagaimana hubungan kita selama ini terhadap Junjungan kita Kanjeng Nabi
Besar Muhammad Rosululloh SAW. Pemimpin kita, Pembimbing kita, dan Pembela kita
yang sangat menyayangi kita!.
AL FAATIHAH !
YAA SYAAFI’AL
KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAAM…....
YAA SAYYIDII YAA
ROSUULALLOH…....
Adapun
cara-cara mengadakan dan memperbaiki hubungan yang akrab kepada Rosululloh SAW.
Atau yang disebut “TA‘ALLUQ BI JANAABIHI
SAW” ada dua jalan. Yaitu seperti diterangkan di dalam kitab Sa’aadatud Dairoini
fis-Sholaati ‘Ala Sayyidil Kaunaini SAW, karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani :
TA’ALLUQ SHUURIY dan TA’ALLUQ MAKNAWIY.
TA’ALLUQ
SHUURIY atau hubungan secara formal dapat ditempuh melalui dua jalan :
(1)
Menjalankan segala
apa yang diperintahkan dan menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang
oleh Rosululloh SAW. Jadi menjalankan syari’ah
Islam secara komplit lahir dan batin dengan tepat dan sempurna di dalam segala
hubungan. Baik didalam hubungan kepada Alloh wa Rosulihi SAW, maupun di dalam
hubungan dengan masyarakat, terhadap keluarga, terhadap tetangga, terhadap
bangsa dan negaranya, terhadap sesama umat manusia segala bangsa terhadap
agamanya bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.
(2)
Fanak atau lebur di dalam
lautan mahabbah atau cinta kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, antara lain
dengan memperbanyak membaca sholawat, memperbanyak dan mengangan-angan penuh
rindu atau syauq kepada Rosululloh SAW. Memperbanyak membaca atau mendengarkan
uraian-uraian atau hikayah-hikayah yang mengandung pujian dan sanjungan
terhadap kebesaran dan kemulyaan Rosululloh SAW. Sehingga tumbuh rasa mahabbah
dan rindu yang mendalam. Juga dengan berangan-angan dan berfikir tentang
jasa-jasa dan pengorbanan serta perjuangan Rosululloh SAW di dalam membela
umat.
TA’ALLUQ
MAKNAWIY atau secara hubungan maknawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan :
(1)
Melatih hati
membayangkan atau istihdhor kepada pribadi Beliau SAW yang mulia dan agung itu
dengan sepenuh ta’dhim mahabbah atau
kagum. Ini bagi mereka yang sudah pernah bertemu Rosululloh SAW, dalam mimpi
atau dalam keadaan jaga (tidak tidur) atau yaqodhotan. Bagi yang belum pernah
bisa membayangkan sifat-sifat dan budi pekerti Beliau SAW, yang luhur itu. Bagi
yang sudah pernah ziarah ke Makkah dan Madinah dapat membayangkan Ka’bah,
membayangkan maqom Rosululloh SAW, membayangkan masjid atau
tempat-tempat lain yang bersejarah yang dipergunakan oleh Beliau SAW di dalam
memperjuangkan agama Islam dan di dalam memberikan tuntunan dan bimbingan
kepada para sahabat Rodhiyalloohu ta’ala anhum. Semua itu harus kita lakukan
dengan beradab ta’dhim dan tawadhu’.
MASALAH
MIMPI BERTEMU KANJENG NABI BESAR MUHAMMAD SAW.
Mimpi
bertemu Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, adalah mimpi baik, mimpi yang benar,
mimpi yang hak. Siapapun orangnya yang bermimpi dan bagaimanapun keadaan
mimpinya itu, mimpi yang benar. Sebab setan tidak dapat tamatstsul atau menyerupakan
diri (mendo-mendo-Jawa) dengan Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Bersabda
sabda hadits :
مَنْ رَأَنِي
فَقَدْ رَأَى الْحَقَّ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَيَتَمَثَّلُ بِي (رَوَاهُ
مسلِمٌ وَغَيْرُهُ).
“Barang siapa melihat
AKU dalam mimpi maka sungguh ia melihat kebenaran (melihat Rosululloh SAW,
dengan sebenarnya). Oleh karena sesungguhnya setan tidak dapat menyerupakan
diri sebagai Aku” (Hadits riwayat Imam Muslim dan lainnya).
Di dalam kitab Ta’thiirul Anaam (Syeh Abdul Ghoni
an-Nablusi Ra), redaksi “MAN ROAANI” diberi tafsir secara shohih : “WALAU ‘ALA
AYYI SHUUROTIN WA HAALATIN” = sekalipun dalam rupa dan keadaan yang
bagaimanapun juga.
Memang,
hasil impian seseorang bisa jadi tidak sama. Ada yang bermimpi bertemu Rosululloh
SAW, persis seperti apa yang disifatkan dan diterangkan di dalam kitab-kitab
sejarah. Tetapi ada yang menyimpang dari itu. Tetapi keduanya sama-sama benar
menurut hadits tersebut di atas. Perbedaan itu disebabkan antara lain karena
situasi dan kondisi batiniyah dari orang yang bermimpi. Pada umumnya makin
bersih makin jernih hati orang yang bermimpi, makin dekat kepada keadaan yang
sebenarnya. Ibaratnya sebagai kaca cermin, makin jelas dan makin sempurna hasil
pencerminan yang diperoleh.
Masalah mimpi boleh dikatakan termasuk di dalam
lingkungan metafisika termasuk perkara gaib yang sampai sekarang masih belum
bisa atau memang tidak bisa diungkap secara ilmiyah, tidak terjangkau oleh
pendekatan rasional seperti hanya bidang exacta. Akan tetapi sebagai umat
Muhammad SAW, yang percaya dan yakin akan kebenaran sabda Rosululloh SAW, yang
maksudnya kurang lebih bahwa mimpi yang baik adalah “Juz-un Min an-Nubuwwah” = bagian
daripada kenabian. Maka dari itu kita harus bergembira dan wajib
bersyukur kepada Alloh SWT, apabila kita bermimpi baik, dan seharusnya prihatin
dan mawas diri serta banyak istighfar memohon ampunan kepada Alloh SWT. apabila
kita bermimpi buruk.
(2)
Cara “TA’ALLUQ
MAKNAWIY” yang kedua ialah mengetrapkan dalam hati
(merasa) “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH”. Itu merupakan syuhuudul
qolbi dari para Ahwaalul Kariimah. Yaitu hati
senantiasa sadar dan merasa bahwa asal kejadian segala makhluq (termasuk diri
kita) adalah “NUR MUHAMMAD” (SAW). Hati senantiasa merasa (kroso
dalam bahasa Jawa) apa yang disabdakan di dalan hadits Qudsi :
خَلَقْتُكَ
مِنْ نُوْرِيْ وَخَلَقْتُ الخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ.
“AKU (Alloh) menciptakan
Engkau (Muhammad SAW) dari NUR-KU dan AKU
menciptakan makhluq dari NUR-MU”.
Jadi
hakikat asal kejadian segala makhluq adalah “NUR MUHAMMAD SAW”. Baik makhluq
jenis kasar maupun yang jenis halus yang kelihatan mata dan yang tidak
kelihatan mata, yang dapat diraba dan yang tidak dapat diraba, yang exacta dan
yang metafisika, yang lahir dan yang batin, makhluq dunia maupun makhluq
akhirat, makhluq bumi maupun makhluq langit. Segalanya itu harus disadari dan
bisa terasa didalam hati pada segala saat dan keadaan. Tentang bagaimana
wujudnya “NUR MUHAMMAD”, kita tidak mampu mengindera dengan khoyal, lebih-lebih
dengan rasio. Yang penting harus kita yakini segala hakikat yang benar. Jadi
kita berfikir, berangan-angan, kita merasakan sesuatu, merasa gembira atau
merasa bersedih, begitu juga penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan
lain sebagainya, itu semua berasal kejadian dari “NUR MUHAMMAD”. Itu harus kita
rasa, kita latih dalam hati tidak cukup hanya dengan pengertian ilmiah saja.
Sebab masalah ini adalah masalah “dzauq”
masalah rasa, masalah feeling.
Untuk
memudahkan pemahaman, kita memakai gambaran seperti di bawah ini. Akan tetapi
harus di ingat bahwa gambaran tidak persis dengan yang digambarkan. Sebuah foto
tidak persis dengan orang yang punya foto. Gambaran tersebut ialah
KAIN-BENANG-KAPAS. Kain ibaratnya makhluq, benang ibaratnya Nur Muhammad dan
kapas ibaratnya Nur Alloh.
Kain
tersusun dari benang. Wujudnya kain sebab wujudnya benang. Tidak pernah ada ada
kain yang tanpa benang. Jadi pada hakikatnya kain itu adalah benang. Kain itu
sendiri tidak punya hakikat wujud. Begitu pula makhluq. Wujudnya makhluq sebab wujudnya “NUR MUHAMMAD”.
Jadi pada
hakikatnya makhluq itu adalah Nur Muhammad. Pada hakikatnya tidak satupun
makhluq yang tanpa “Nur Muhammad”. Jika makhluq dihindari oleh Nur Muhammad
otomatis spontan menjadi ‘adam, tidak wujud. Sekali lagi ini adalah masalah
dzauq, masalah rasa tidak dapat hanya diperhitungkan atau dipertimbangkan atau
dianalisa dengan rasio atau akal pikiran. Pengertian dan pemahaman oleh akal
pikiran hanya membantu meresapnya rasa dalam hati.
Sekali
lagi, makhluq itu tidak mempunyai hakikat wujud sendiri. Wujudnya makhluq sebab
diwujudkan atau sebab wujudnya Nur Muhammad. Inilah yang harus kita rasa di
dalam hati !. Melihat makhluq (diri kita pun juga makhluq) harus spontan merasa
NUR MUHAMMAD. Begitu juga kita mendengar, mencium, merasa dan sebagainya harus
spontan merasa NUR MUHAMMAD SAW. Barang siapa tidak merasa NUR MUHAMMAD SAW,
itulah orang yang terhijab. Tertutup mata hatinya. Tertutup dari kebenaran
hakiki !. Jika tidak ada usaha mengadakan perbaikan untuk membuka tabir hijab dirinya,
maka selamanya akan tetap terhijab dan makin tebal. Dan kelak di akhirat akan
dimasukkan ke dalam “Naarul Hijaab” atau “Naarul Bu’di”- “Nerakanya jauh” dari
Alloh SWT. Suatu penderitaan yang paling pedih karena tidak bisa ikut mencicipi
kenikmatan “Jannatul – Qurbi”- “Surganya dekat” kepada Alloh wa Rosulihi SAW.
Semoga
kita termasuk orang-orang yang memperoleh fadhol dari Alloh SWT, memperoleh syafa’at
tarbiyah Rosululloh SAW. memperoleh barokah
nadhroh Ghouts Haadzad Zaman RA seperti tersebut diatas.
Amiin !!
AL
FAATIHAH !..
Pemahaman
selanjutnya. Benang terbentuk atau terjadi dari kapas. Tanpa kapas, benang itu
sendiri tidak ada, tidak wujud. Adanya benang sebab adanya kapas. Jadi hakikat
wujudnya benang adalah kapas. Benang sendiri tidak mempunyai hakikat wujud. Wujudnya
benang sebab wujudnya kapas. Atau sebab kapas. Begitu saja singkatnya. Begitu
juga “NUR MUHAMMAD” hakikat wujud dari
Nur Muhammad adalah “NUR ALLOH”. Begitu seterusnya, hakikat wujud dari pada
makhluq adalah Nur Alloh. Makhluq itu sendiri tidak mempunyai sifat wujud. Yang
memilki sifat wujud hanya Alloh. Sedangkan wujudnya makhluq adalah sebab
diwujudkan oleh Alloh. Makhluq tidak wujud jika tidak diwujudkan oleh Alloh.
Wujudnya makhluq, sebab Alloh !. Istilah dalam Wahidiyah, wujudnya makhluq itu BILLAH. ”LAA HAULA WA LAA
QUWWATA ILLABILLAH = tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh, sebab
Alloh (BILLAH). Pemahaman yang lebih lengkap tentang “BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL
MUHAMMADIYAH” periksa bab Ajaran Wahidiyah dibelakang !.
Pengertian
“BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL
MUHAMMADIYAH” harus sungguh-sungguh meresap ke dalam hati, dan diterapkan
dengan rasa !. Tidak cukup dan tidak boleh hanya menjadi pengertian ilmiah saja
!. Harus ditembuskan menjadi penerapan rasa dzauqiyyah !. Lebih-lebih tidak
boleh hanya dipergunakan sebagai bahan percakapan, lebih-lebih lagi untuk
bermujahadah dan dijadikan materi diskusi perdebatan !. Tidak boleh mengadakan
pembahasan masalah ini harus disertai penerapannya di dalam hati. Hati harus
terus menerus dilatih merasa BILLAH dan BI HAQIIQOTIL
MUHAMMADIYAH.
Permulaan
mungkin sulit. Akan tetapi jika terus menerus dilatih dan ada perhatian dan
kemauan yang sungguh-sungguh, Insya Alloh lama-lama mendapat kemajuan.
Disamping melatih hati terus menerus supaya giat melakukan mujahadah
Wahidiyah. Alhamdulillah dalam pengalaman banyak dikaruniai kemajuan.
Dibawah
ini dinukilkan Sholawat bernadhom yang juga ditaklif oleh Hadhrotul Mukarrom
Mbah Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat Wahidiyah, yang apabila
diperbanyak, membacanya syukur dimudawamahkan atau dilestarikan disamping mujahadah
Wahidiyah, alhamdulillah besar sekali manfaatnya bagi
meningkatnya kesadaran BILLAH BI HAQIIQOTIL
MUHAMMADIYAH.
الْحَمْـدُ للهِ
الصَّـلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ وَالآلِ
أَيَاخَيْرَ الأَنَامْ
“ALHAMDU
LILLAHIS SHOLAATU WAS SALAAM
‘ALAIKA WAL AALI AYAA KHOIROL ANAAM”
“Segala
puji bagi Alloh : sholawat dan salam semoga senantiasa melimpah kepangkuan-Mu
serta keluarga duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baik
manusia”.
رَبٌّ كَرِيْمٌ وَأَنْتَ ذُو خُلُقٍ عَظِيْم * فَاشْفَعْ
لَنَا فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ الْكَرِيمٌ
“ROBBUN KARIIM WA ANTA DZUU KHULQIN ‘ADHIIM FASYFA’ LANAA FASYFA’ LANAA ‘INDAL
KARIIM”
“Tuhan
Maha Mulia, sedangkan Engkau (Kanjeng
Nabi) memiliki akhlaq yang agung. Maka syafa’atilah kami, syafa’atilah kami
disisi Tuhan Yang Maha Mulia !.
يَا مَنْ بِهِ قَدْ عُـرِفَ
الْخَلاَّقُ * لَوْلاَكَ مَا خُلِقَتُ
الْخَلاَئِقُ
“YAA MAN BIHI QOD ’URIFAL KHOLLAAQU LAULAAKA MAA
KHULIQOTIL KHOLAAIQU”
“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) orang yang menjadi sebab dikenalnya Tuhan Maha
Pencipta, sekiranya tidak karena Engkau, tidaklah segala makhluq ini
diciptakan”.
Disabdakan
di dalam Hadits kurang lebih :
لَوْلاَكَ لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ (جَامِعُ الأُصُولِ : 89).
Artinya kurang lebih
:
“Jika
tidak karena Engkau (Muhammad SAW), jika tidak karena Engkau, sungguh AKU tidak
menciptakan cakrawala”.
مِنْ نُوْرِكَ الْخَلْقُ
جَمِيْعًا خُلِقَا * وَأَنْتَ مِنْ نُوْرِ الَّذِي قَدْ خَلَقَا
“MIN NUURIKAL KHOLQU JAMII’AN KHULIQO WA ANTA MIN NUURIL LADZII QOD KHOLAQO”
“Dari
Nur-Mu segala makhluq diciptakan, sedangkan Engkau diciptakan dari Nur Tuhan
Yang Maha Pencipta”.
يَاخَيْرَخَلْقِ اللهِ حَقًّا أَجْمَعِيْنَ * أَنْتَ إِمَامُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
“YAA KHOIRO KHOLQILLAAHI HAQQON AJMA’IN ANTA IMAAMUL ANBIYA WAL MURSALIN”
“Duhai
(Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baiknya semua makhluq Alloh, sungguh benar Engkau
adalah Pemimpinnya para Nabi dan para Utusan”.
يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ يَامُحَمَّدُ * يَاصَاحِبَ الْمَقَامِ
يَامَحْمُودُ
“YAA AYYUHAR ROSUULU YAA MUHAMMADU YAA SHOHIBAL MAQOOMI YAA MAHMUUDU“
“Duhai Kanjeng Rosul, duhai Kanjeng Nabi Muhammad yang
menduduki maqom (yang tinggi), duhai Kanjeng Nabi yang terpuji”.
يَأَيُّهَا الشَّفِيْعُ يَامُشَفَّعُ * كُلُّ شَفِيْعٍ هُوَ
مِنْكَ يَشْفَعُ
“YAA AYYUHASY SYAFII’U YAA MUSYAFFA’U KULLU SYAFII’IN HUWA MINKA YASYFA’U.
“Duhai Kanjeng Nabi yang banyak memberi syafa’at, duhai Kanjeng Nabi yang
diterima syafa’atnya, setiap yang mensyafa’ati itu dari Engkau jua dapatnya
mensyafa’ati”.
يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ
نُوْرَالْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامْ
وَأَصْـلَهُ وَرُوْحَـهُ
أَدْرِكْـنِي* فَـقَدْ ظَلَمْتُ
أَبَدًا وَرَبِّـنِي
وَلَيْسَ لِي يَاسَـيِّدِي
سِوَاكَ* فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا
هَالِكًا
يَاسَـيِّدِي يَارَسُوْلَ اللهِ
Terjemahnya
lihat halaman 18 di muka.
Kembali
masalah “TA’ALLUQ BI JANAABIHI SAW”.
Beliau Mu’allif
Sholawat Wahidiyah QS wa Ra senantiasa menganjurkan mengamanatkan
agar supaya disamping mujahadah Wahidiyah memperbanyak membaca:
يَاسَـيِّدِي يَارَسُوْلَ اللهِ
“YAA SAYYIDII YAA
ROSUULALLOH”
Dimana dan
kapan saja ada kesempatan dan sambil melakukan pekerjaan apa saja. Dibaca lisan
atau dalam batin, melihat situasi dan kondisi. Mujahadah Wahidiyah dengan hitungan
yang sebanyak-banyaknya. Misalnya dibaca sekian ribu kali atau selama sekian
jam. Tidak terbatas. Makin banyak makin baik. Lebih-lebih apabila ada
kepentingan atau mempunyai sesuatu hajat. Asalkan tidak disalahgunakan harus
dijiwai LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL dan seterusnya. Alhamdulillah
manfaatnya besar sekali bagi terjalinnya hubungan jiwa yang lebih akrab, lebih
mendalam dan lebih mesra dengan Rosululloh SAW. Dan selain itu dikaruniai pula
manfaat-manfaat lain yang tidak dapat diperkirakan nilainya dan diluar
perhitungan akal fikiran. Manfaat lahir dan manfaat batin, soal materi dan non
materi, manfaat dunia dan manfaat ukhrowi.
Alhamdulillah.
Atas dasar
pengalaman seperti tersebut diatas, maka memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA
ROSULALLOH” merupakan cara “TA‘ALLUQ BI JANAABIHI
SAW” yang paling gampang. Kami tidak atau mungkin belum mampu membuat uraian
analisa secara ilmiyah yang kongkrit, akan tetapi secara imani kita percaya dan
yakin akan kebenaran fakta pengalaman yang nyata seperti diatas. Sebab, “YAA
SAYYIDII YAA ROSULALLOH” adalah sebutan nida’ dan panggilan langsung kepada Rosululloh
SAW. Yang mengandung makna “tasyaffu’an”
(= memohon syafa’at yang dijiwai dengan ta’dhim, mahabbah, tadhollum dan
iftiqor/memulyakan, cinta, pernyataan diri dholim/ berdosa
dan cetusan rasa butuh). Sedangkan
Kanjeng Nabi SAW., bersifat rouf rohiim, kasih
sayang dan banyak memberikan pengorbanan bagi para umat. Firman Alloh SWT :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ
عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9- التوبة
: 128).
“Sungguh
telah datang kepada kamu sekalian rosul dari kaummu sendiri, yang berat terasa
olehnya penderitaanmu sekalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu sekalian, amat belas kasihan dan menyayangi orang-orang mukmin” (9 – at-Taubah
: 128).
Maka kita
yakin dengan adanya panggilan “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” pasti Kanjeng Nabi
Besar Muhammad SAW. tidak sampai hati membiarkannya dan pasti mengulurkan syafa’atnya.
Para ahlul
kasyfi menerangkan bahwa “YAA SAYYIDII YAA
ROSUULALLOH” adalah “Iltijaa-ul ummah ilaa sayyidihim”
= mengungsinya umat kepada Pemimpinnya, yakni
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Dan pada saat yang demikian itu Kanjeng Nabi
SAW. yang menjawab dengan penuh kasih sayang; dengan untaian – KALIMAT…….
مَاحَاجَتُكَ
يَا أُمَّتِي.
“Apa
gerangan hajat kebutuhanmu wahai-umat-Ku ?”.
Sekalipun
sudah berada di alam kubur, Rosululloh SAW diperlihatkan/ diperdengarkan bacaan
sholawat para umat.
Lihat
hadits-hadits tentang Sholawat dimuka.
H.
HAL SYAFA’AT
“SYAFA’AT”
maknanya adalah “PERTOLONGAN”. “Syafa’atan Hasanatan” berarti pertolongan
yang membawa kepada kebagusan. Dan
syafa’atan sayyiatan adalah pertolongan yang menyeret kepada kejahatan dan
kekejian. Di dalam pembahasan disini yang dimaksud adalah Syafa’atan
Hasanatan. Di dalam syarah Sulam halaman 7 dikatakan
:
اَلشَّفَاعَةُ سُؤَالُ
الْخَيْرِ مِنَ الْغَيْرِ لِلْغَيْرِ.
Yang
disebut syafa’at adalah memohonkan kebaikan dari atau orang lain untuk orang
lain.
Atau
mudahnya, mengusahakan kebaikan bagi orang lain. Atau memberikan jasa-jasa baik
kepada orang lain tanpa mengharap upah atau imbalan jasa. Memberi jasa baik
diminta maupun tidak diminta.
Didalam
penggunaan istilah, pada umumnya sebutan syafa’at
dipakai untuk pertolongan yang khusus dari Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW.
Sedangkan pertolongan yang diberikan oleh selain Kanjeng Nabi Besar Muhammad
SAW, umpamanya oleh para auliya’ Alloh, oleh ulama’
atau sholihin atau oleh orang yang lebih tua
umurnya disebut barokah atau do’a restu, bantuan, dukungan atau jangkauan
sesungguhnya semua itu tidak lain adalah syafa’at juga namanya. Syafa’at dalam
arti pertolongan.
Syafa’at
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. itu terjadi di dunia akhirat. Yang di dunia
antara lain dan ini yang paling berharga dan tak ternilai dengan harga adalah iman
dan Islam di dada setiap mukmin dan muslim. Boleh dikatakan bahwa syari’at Islam
tuntunan Rosululloh SAW. adalah syafa’at Nabi SAW. Dan seperti kita sadari dari
kenyataan bahwa tuntunan Rosululloh SAW. tersebut disalurkan dan disampaikan
kepada kita melalui proses yang panjang. Melalui para sahabat Rodhiyalloohu
Ta’ala Anhum, kepada para Tabi’in – para Tabi’it Tabi’in – para Ulama’ Salaf,
para Auliya’, para sholihin, para Ulama’ Kholaf – para Kyai, para cendekiawan –
ustadz, para guru akhirnya sampai kepada kita. Berarti mereka-mereka adalah
perantara antara kita dengan Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Mereka-mereka itu adalah penyambung/ penyalur
syafa’at Rosululloh SAW kepada para umat. Dapat kita fahami bahwa mereka dapat
menjalankan fungsinya sebagai penyalur syafa’at adalah juga dari syafa’at Rosululloh
SAW. Dan begitu seterusnya, sambung menyambung. Tanpa Rosululloh SAW mereka
tidak melakukan hal-hal seperti itu, kita pun tidak memiliki iman dan Islam
serta faham-faham keagamaan seperti sekarang ini.
Begitu
gambaran luasnya syafa’at Rosululloh SAW. Di dunia ini dan begitu penting dan
berharga bagi kita para umat sehingga kita tidak mampu menghitung betapa
besarnya nilai syafa’at Rosululloh SAW. Ini suatu pertolongan yang sangat kita
butuhkan. Kita butuhkan untuk membawa diri kita kepada kebaikan, kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kita butuhkan untuk membebaskan
dan menyelamatkan diri kita dari bahaya kejahatan dan kekejian yang akan
menyeret kepada kesengsaraan dan kehancuran dunia akhirat.
Adapun syafa’at
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, di akhirat kelak yang disebut “SYAFA’ATUL
UDZMA” adalah pertolongan agung yang sangat dibutuhkan oleh seluruh umat
manusia di padang mahsyar kelak di akhirat. Di padang mahsyar itu nanti seluruh
umat manusia dari zaman nenek moyang kita Kanjeng Nabi Adam ‘alaihis sholaatu
was salaam, sampai manusia yang terakhir menemui hari
qiyamah dikumpulkan semua. Terjadilah suatu
peristiwa yang maha dahsyat suatu tragedi kebingungan yang sangat memuncak dan
belum pernah dialami sebelumnya. Di bawah pembakaran terik panas sinar matahari
yang pada saat itu dikebawahkan oleh Alloh SWT hanya tinggal setinggi galah,
tiap-tiap manusia mengalami problem-problemnya sendiri-sendiri sebagai akibat
tindak lakunya ketika hidup di dunia. Disebut “Yaumul Hasyri” atau hari
berkonfrontasi saling berhadap-hadapan satu sama lain. Baik bapak, baik ibu,
baik anak, baik saudara dan sebagainya saling tuntut menuntut, saling tuduh
menuduh satu sama lain. Satu sama lain melarikan diri ketakutan, takut karena
tuntutan.
فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ. يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ
مِنْ أَخِيْهِ. وَأُمِّهِ وَأَبِيْهِ. وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيْهِ. لِكُلِّ امْرِئٍ
مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيْهِ (80- عبَسَ
: 23-27).
“Maka apabila datang suara yang
memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari seseorang melarikan diri
(karena takut dituntut) dari saudaranya, dari ibu
dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari
mereka pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkan” (80 – ‘Abasa
: 33, 34, 35, 36, 37).
Akan
tetapi kemanapun larinya toh akhirnya dipertemukan juga satu lawan yang lain.
Terjadilah pertengkaran yang seru saling tuntut menuntut dan saling tuduh
menuduh. Ada yang menang dan ada yang kalah. Siapa yang kalah, terjatuh masuk ke dalam jurang neraka.
Mungkin ada yang sama-sama kuat, dan keduanya terjungkir masuk ke dalam jurang
neraka bersama-sama.
Di dalam
peristiwa yang dahsyat di padang Mahsyar seperti diatas itulah timbul kepanikan
yang sangat memuncak, kemudian para manusia sama minta pertolongan kepada nabi-nabi
mulai dari Kanjeng Nabi Adam ‘alahis-sholaatu was salam
dan seterusnya agar dapat terlepas dari peristiwa yang dahsyat itu. Akan tetapi semua nabi-nabi
yang dimintai syafa’at atau pertolongan itu sibuk oleh dirinya sendiri.
Akhirnya
Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rosuululloh ‘alaihis salam-lah yang
tampil cancut tali wondho memberikan pembelaan bagi para umat dengan bersungkur
sujud memohon ampunan dan kasih sayang kepada Alloh SWT bagi para umat. Dan Alloh
SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang pun kemudian berkenan mengabulkan munajat
Nabi dan Kekasih-Nya nomor satu itu. Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad
Rosululloh SAW, pembela dan pembebas umat dari kesengsaraan. Inilah yang
dimaksud “SYAFA’ATUL ‘UDHMA” syafa’at paling agung.
Sebagai
umat Kanjeng Nabi SAW kita harus menyadari betapa besar pengorbanan Beliau SAW,
di dalam membela umat. Kemudian kita perlu koreksi diri sampai seberapa
mendalamnya mahabbah dan ta’dhim kita kepada Beliau shollallohu alaihi wassalam.
AL FAATIHAH………
Ada
sebagian pendapat yang ingkar tidak mempercayai adanya “Syafa’at” dengan
mengemukakan ayat 48 surat no. 74 Al Mudatstsir :
فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ (74-المدَثِّر:
48).
“Maka tidak berguna lagi bagi
mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at” (74 – al-Mudatstsir
: 48).
Pendapat
ini tidak akan dapat dibenarkan, oleh karena yang dimaksud “mereka” dalam ayat
tersebut adalah kuffar minal mujrimiin, orang-orang kafir yang
mendustakan atau tidak mempercayai adanya “Yaumud-diin” hari pembalasan
sebagaimana disebutkan ayat sebelumnya yaitu ayat no. 46 :
وَكُنَّا
نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِيْنِ (74- المدثِّر:46).
“Dan adalah kami mendustakan
Hari Pembalasan “ (74- al-Mudatstsir
: 46).
Sedangkan
syafa’at yang dimaksud seperti di atas adalah dalam hubungannya dengan orang
mukmin. Adapun pendapat yang mempercayai adanya syafa’at menggunakan dasar surat
no. 20 Thoha ayat 109 :
يَوْمئِذٍ لاَيَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ
لِمَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قُوْلاً (20-طه:109).
“Pada hari itu tidaklah berguna
sesuatu syafa’at, kecuali (syafa’atnya) orang yang Alloh Maha Pemurah telah
memberi ijin kepadanya dan Dia meridhoi perkataannya “ (20 - Thoha : 109).
Jelas dari
ayat tersebut bahwa ada orang yang diijinkan dan diridhoi Alloh SWT memberikan
syafa’at. Dan kita yakin, Beliau Rosululloh SAW, diberi mandat penuh oleh Alloh
SWT untuk memberikan syafa’at. Sebab
Beliau SAW, adalah Nabi, Utusan dan Kekasih Alloh nomor satu yang diberi
predikat “Sayyidul Anbiyaa Wal Mursalin” yang “Dzuu Khulqin
’Adhiim” berbudi luhur dan yang menjalankan
fungsi “Rohmatan lil ‘Alamin”.
Dalam
hubungan syafa’at, Rosululloh SAW bersabda :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ
آدَمَ وَلاَ فَخْرَ, وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تُنْشَقُّ عَنْهُ الأَرْضُ, وَأَنَا
أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ, وَبِيَدِي لِوَاءُ الْحَمْدِ تَحْتَهُ آدَمُ
فَمَنْ دُوْنَهُ (روَاه التِرْمِذي وَابنُ مَاجَه عن أبي سَعِيد
الخُذْرِي وَالحَاكِم عن جابِر بِإٍسْنَادِ حسَنٍ).
“Aku
adalah Sayyid dari anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri, dan Aku adalah
orang yang pertama memberikan syafa’at dan orang pertama yang diterima
syafa’atnya. Di tangan-Kulah “BENDERA PUJI” dan dibawah bendera itu bernaung
Nabi Adam kemudian orang-orang lainnya” (Anak Cucu Adam). (Diriwayatkan
oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri,
dan riwayat al-Hakim dari
Jabir dengan sanad yang shoheh).
يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةٌ: الأَنْبِيَاءُ
ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ (رَوَاهُ
ابنُ مَاجَه عنْ عُثْمَان).
“Yang
dapat memberi syafa’at besok pada Yaumul Qiyamah ada tiga : yaitu para Anbiya’
kemudian para Ulama’, kemudian para Syuhada’ ”. (Diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dari Usman Ra.).
حَيَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ وَمَمَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ. وَأَمَّا
حَيَاتِي فَأَسُنُّ لَكُمُ السُّنَنَ, وَأَشْرَعُ لَكُمُ الشَّرَائِعَ. وَأَمَّا
مَمَاتِي فَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ, فَمَا رَأَيْتُ مِنْهَا
حَسَنَاتٍ حَمِدْتُ اللهَ عَلَيْهِ وَمَارَأَيْتُ سَيِّئَاتٍ إِسْتَغْفَرْتُ اللهَ
لَكُمْ
(رَواهُ
البزَّار عن ابنِ مَسْعُودٍ بِإسْنَادٍ صَحِيْح).
“Hidup-Ku adalah kebaikan bagi kamu sekalian dan kematian-Ku pun
kebaikan bagi kamu sekalian. Adapun hidup-Ku maka-AKU memberikan tuntunan
berbagai sunnah kepada kamu sekalian dan mengajarkan berbagai macam syari’at
kepada kamu sekalian. Sedangkan kematian-Ku (yang juga kebaikan bagi kamu
sekalian), oleh karena sesungguhnya amal-amal kamu sekalian diperlihatkan
kepada-Ku. Maka apa saja yang aku lihat dari padanya kebaikan, Aku memuji
kepada Alloh atas kebaikan itu, dan apa yang Aku melihatnya keburukan, maka Aku
memohonkan ampunan kepada Alloh bagi kamu sekalian” (Diriwayatkan
oleh Bazzar dari Abdullah bin Mas’ud dengan sanad yang shoheh).
Jelaskan
bahwa syafa’at Rosululloh SAW, itu meliputi di dunia dan di akhirat. Di dunia
memberikan syafa’at berupa bimbingan, tuntunan,dan tarbiyah lahir batin,
syar’an wa haqiiqotan, material dan moril spiritual, bahkan boleh dikatakan
jasadan wa ruuhan. Iman dan Islam kita ini adalah syafa’at
dan jasa dari Rosululloh SAW. Bahkan lebih lagi dari pada itu. Segala hidup dan kehidupan kita dan segala apa yang
ada di dunia ini adalah sebab syafa’at atau jasa dari Rosululloh SAW. Mari kita
renungkan Ayat – 103 Surat Ali Imron :
وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَاحُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَالِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُوْنَ (4- آل عمران : 103).
“Dan kamu
sekalian sudah berada di tebingnya jurang neraka, kemudian Alloh menyelamatkan
kamu sekalian dari padanya; demikian Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
kamu sekalian agar kamu sekalian mendapatkan petunjuk” (3 – Ali
Imron : 103).
Kita
para manusia waktu itu yaitu pada zaman jahiliyah
sudah berada di tebingnya jurang dan sudah akan menjerumus kepada
kehancuran akibat ulah manusia itu sendiri makin jauh dari Tuhan sehingga
nyaris sudah kehilangan sifat-sifat kemanusiaanya. Tingkah laku perbuatannya
sudah menyerupai binatang bahkan lebih buas dari pada binatang buas. Kemudian
Alloh SWT menyelamatkan manusia dengan mengutus Junjungan kita Kanjeng Nabi
Besar Muhammad Rosululloh SAW untuk menjadi juru penerang dalam kegelapan dan Juru
Selamat dari kesengsaraan dan kehancuran, sebagai perwujudan rahmat kasih sayang
Alloh SWT kepada seluruh alam.
وَمَا أَرْسَلنَاكَ
إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ (21-الأنبياء:107).
“Dan tiada
AKU mengutus Engkau (Muhammad SAW) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (21–al-Anbiyaa
: 107).
Ditetapkannya Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai rosul utusan Alloh
itu bukan hanya terbatas buat Bangsa Arab saja, melainkan meliputi buat seluruh
umat manusia se dunia.
وَمَا أَرْسَلنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيْرًا
وَنَذِيْرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُوْنَ (24-السباء:28).
“Dan tiada AKU mengutus
Engkau (Muhammad SAW) melainkan buat seluruh umat manusia seluruh dunia sebagai
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Akan tetapi sebagian besar
manusia tidak mau mengerti” (34-As Sabaa’:
28).
Demikian
itulah fungsinya Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW utusan Alloh,
Pemimpin seluruh bangsa umat manusia sedunia, yang telah membebaskan manusia
dari belenggu imperialis nafsu angkara murka dan menyelamatkan manusia dari
ranjau kebiadaban. Maka oleh karena itu kita sebagai umat yang telah diselamatkan
seharusnya menyadari hal itu dan seharusnya beradab lahir batin yang
sebaik-baiknya terhadap Beliau Rosululloh SAW. Dimanapun dan kapan saja serta
apapun yang sedang kita kerjakan. Lebih-lebih ketika membaca sholawat. Sholawat
apa saja.
Setengah
daripada adab ketika membaca sholawat seperti sudah kita singgung dimuka, yaitu
harus disertai niat beribadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAHI TA’ALAA,
semata-mata melaksanakan perintah Alloh, tanpa ada pamrih atau keinginan suatu
apapun. Melaksanakan perintah Alloh SWT dengan sepenuh ta’dhim dan mahabbah
semurni-murninya. Jangan sampai kita maunya membaca sholawat
karena menengok lebih-lebih kepincut ingin memperoleh fadhiilah-fadhiilahnya
membaca sholawat.
Ingin pahala, ingin surga, ingin terkenal, ingin diberi
keistimewaan-keistimewaan, ingin ini ingin itu dan lain-lain, jangan. Sebab
yang demikian itu akan merusak atau mengurangi ta’dhim dan mahabbah kita kepada
Alloh wa Rosulihi SAW, untuk kepentingan nafsu !. Ini sangat suu-ul adab
sekali.
Ingin kepada
kebaikan-kebaikan dan fadhiilahnya membaca sholawat,
baik kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat boleh saja, bahkan memang kita
diperintahkan agar usaha mencari kebaikan dan meninggalkan hal-hal yang buruk.
Dalam segala hal apa saja. Ketika menghadapi kesulitan misalnya, disamping
harus sabar dan ridho dan tawakal harus ikhtiar mencari kesembuhan atau mencari
obat. Hanya sabar, ridho dan tawakal tetapi tidak ikhtiar atau usaha jalan
keluarnya adalah terkecam dan termasuk dosa. Begitu seharusnya. Akan tetapi
janganlah “keinginan-keinginan” seperti itu yang menjadi
dasar dan yang mendorong kita mau membaca sholawat.
Dasar ta’dhim dan mahabbah dan niat ibadah kepada
Alloh SWT. dengan ikhlas LILLAH karena Alloh harus senantiasa menjiwai di dalam
kita membaca sholawat atau di dalam kita menjalankan
ibadah-ibadah lainnya.
Sabda
hadits-hadits di muka ada keterangan lainnya tentang fadhiilah
kebaikannya membaca sholawat justru harus kita jadikan pendorong
untuk meningkatkan dan memperkuat iman dan mahabbah kita kepada Alloh wa Rosuulihi
SAW. Justru harus kita jadikan pendorong dan penguat rasa ta’dhim dan kagum
kita terhadap kebesaran dan kasih sayang Alloh wa Rosuulihi SAW kepada kita
para umat justru harus kita jadikan untuk meningkatkan syukur kita kepada Alloh
SWT. Sehingga dengan demikian, dengan memperbanyak membaca sholawat,
akan tumbuhlah rasa syauq atau rindu yang mendalam di dalam lubuk hati nurani
kita, sehingga kita benar-benar secara lahiriyah dan secara batiniyah menjadi
ABDULLAH hamba Alloh yang benar, menjadi UMAT MUHAMMAD SAW, yang taat setia
secara utuh dan konsekuen sehingga kita bisa meniru budi, sikap dan
kepemimpinan Rosulullah SAW, yang “Rohmatan lil ‘alamiin”, yang “Dzuu khulqin
‘adhiim” yang “Bil-mukminiin rouufur rohiim”,
yang senantiasa memberi manfa’at kepada orang lain, berguna bagi bangsa, negara
dan masyarakat umat manusia dan bagi makhluq lingkungan hidupnya. Manfa’at
lahir manfa’at batin, manfa’at di dunia dan manfa’at di akhirat. _____
Subscribe to:
Posts (Atom)