Sejarah Lahirnya Shalawat Wahidiyah
A.
Profil Muallif
Shalawat Wahidiyah.
Hadratul
Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah adalah
putra dari Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ibn Abdul Majid Ra pendiri Pondok Pesantren
Kedunglo kelurahan Bandar Lor kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur
Indonesia. Sejak kecil, Beliau Qs wa Ra belajar Islam dalam berbagai disiplin
ilmu. Dididik dan dibimbing langsung oleh Ramandanya, yaitu Mbah KH. Muhammad
Ma’ruf Ra.
Hadratul
Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah
merupakan seorang ulama yang memiliki akhlak yang sangat mulia yang rasuli.
Bertawadlu’ (menghormat orang lain) dilakukannya kepada siapa saja baik
masarakat kelas bawah, menengah atau atas. Beliau Qs wa Ra tidak mau
menampakkan karamah-nya kepada orang awam. Dan hanya ditampakkan kepada
orang tertentu (ulama dari kalangan menengah ke atas) yang benar-benar membutuhkan peningkatan keimanan.[1]
Disamping ketawadlu’an Beliau Qs wa Ra yang sangat luar biasa, dan karena
Beliau Qs wa Ra tidak suka memamerkan karamahnya, hingga banyak para ulama dan
masyayih dijawa timur atau jawa tengah – antara lain Bpk KH. Abdur Rahman Wahid
-[2]
ketika menceritakan keberadaan Beliau Qs wa Ra kepada ummat dalam tablig atau
da’wahnya, menyebut/ memberikan gelar kepada Beliau Qs wa Ra dengan Shahibul
Karomah wal Fadlilah. Keikhlasan dalam berprilaku dirasakan oleh siapa saja
yang dengan kebetulan atau sengaja berdekatan dengan Beliau Qs wa Ra.
Sebagaimana yang terjadi dalam suatu hari. Ada seseorang yang sedang memanjat
pohon kelapa milik Beliau Qs wa Ra dengan tujuan untuk mencuri. Saat itu Mbah
Yahi Qs wa Ra sedang lewat jalan disekitar pohon kelapa tersebut. Beliau Qs wa
Ra tidak menegur kepada pencuri tersebut, bahkan pura-pura tidak melihatnya dan
terus cepat-cepat pergi menjauh dari wilayah tersebut. Kepada para santri
pondok Kedunglo, ketika memberikan contoh rasa kasihan kepada sesama, Beliau Qs
wa Ra menjelaskan bahwa tidak ditegurnya pencuri kelapa tersebut, karena kasihan
nanti dia jadi malu.
Dan
setiap Beliau Qs wa Ra menyampaikan pendapat/ usulan dalam majlis rapat/
musyawarah, menggunakan kata-kata umpami ngaten kados pundi (umpama
demikian bagaimana) yang disampaikan dengan sopan serta tidak menunjukkan
ke-aku-anya. Diantaranya, bahasa usulan pendapat yang diajukannya : permasalahan
ingkang kados niku, menawi jalan keluaripun kados ngaten mawon nopo sae. Menawi
panjengan sedoyo setuju, monggo dipun renungaken. Tapi menawi
boten disetujui, monggo dipun padosaken jalan sanesipun ingkang ma’qul
(permasalahan yang seperti itu, umpama jalan keluarnya demikian....... saja apa
baik. Jika bapak-bapak setuju, mari kita renungkan. Tapi, jika tidak setuju,
mari dicarikan jalan lain yang masuk akal).
Mbah
KH. Muhammad Ma’ruf Ra adalah teman akrab seperjuangan dengan Mbah KH. Hasyim
Asy’ari Ra (penggagas dan pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama/ NU) sejak belajar
dipondok pesantren Bangkalan Madura (yang diasuh oleh Mbah KH. Muhammad Khalil
Ra).[3]
Beliau Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra termasuk pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Dalam kepengurusan NU, Beliau duduk sebagai anggota mukhtasyar (dewan
pertimbangan). Sedangkan hubungan persaudaraan antara Mbah KH. Ma’ruf Ra dengan
Mbah KH. Muhammad Manaf Ra (pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri) juga
sangat dekat sekali. Bahkan, Beliau Ra berdua semakin bertambah akrab setelah
mereka menjadi menantu dari Mbah KH. Muhammad Shaleh Banjarmlati Mojoroto Kota
Kediri Jawa timur Indonesia. Waktu itu, benar-benar terjadi keakraban
persaudaraan antara tiga ulama besar (Mbah Ma’ruf Ra, Mbah Hasyim Asy’ari Ra
dan Mbah Manaf Ra), yang diketahui oleh kalangan masayarakat umum. Hingga
dikalangan masyarakat daerah Kediri, Jombang dan sekitarnya terkenal adanya
istilah “TIGA SEKAWAN”, yang ditujukan kepada Beliau Ra bertiga.
Disamping
aktif dalam organisasi kepemudaan, yaitu Kepemudaan Anshor, Mbah KH. Abdul
Madjid Ma’ruf Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra, sejak muda suka dan rajin
melakukan shalat malam, bermujahadah, tirakat, riyadlah, serta bertafakkur dan
olah batin. Sedangkan amalan yang Beliau amalkan kebanyakan berupa shalawat
Nabi
Saw, seperti : Nariyah, Badawiyah, Munjiyat,
Masyisiyah dan lain-lain.[4]
Pada
tahun 1956 Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra pulang ke rahmatullah. Dan, kemudian
Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs wa Ra melanjutkan perjuangan Mbah Ma’ruf
sebagai pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo. Dalam kegiatan NU, Beliau Qs wa Ra
duduk dalam kepengurusan “syuriah” wilayah Kediri, sampai dengan datangnya
tugas mulia dari Rasulullah Saw, untuk berjuang mengangkat umat dan masyarakat
jami’al alamin. Sedangkan kitab-kitab yang Beliau Qs wa Ra kaji dan ajarkan
dihadapan para santri pondok pesantren Kedunglo, antara lain; kitab Tafsir
Jalalain-nya Syeh Jalaaluddin as-Suyuuthi Ra dan kitab al-Hikam-nya
Syeh Ibnu ‘Athaillah al-Maliki as-Sakandari serta kitab-kitab fiqh madzhab
Syafi’i.
B.
Sejarah Singkat
Lahirnya Shalawat Wahidiyah.
Pada bulan Juli 1959 Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Madjid
Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah menerima tugas mulia melalui alamat
ghaib (rukyah shalihah) secara terjaga, yang isinya supaya mengangkat akhlak
dan memperbaiki iman ummat masyarakat
(membawa ummat masarakat kembali kepada iman sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah Saw). Maksudnya adalah; supaya segera memperbaiki/ membangun iman
dan mental ummat masyarakat khususnya lewat jalan bathiniyah, terutama
kesadaran kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. Alamat ghaib (tugas) tersebut, diterima
Beliau Qs wa Ra dalam keadaan jaga dan sadar, bukan dalam mimpi.
Sesudah menerima alamat ghaib tersbut, Beliau Qs wa Ra sangat
prihatin. Kemudian memusatkan kekuatan batin bernujahadah, melakukan amalan
amalan sunnah (seperti shalat dan puasa sunnat) munajat ber-depe-depe/
mendekatkan diri kehadirat Allah Swt, untuk berdoa dan memohon bagi
kesejahteraan ummat masarakat, terutama tentang perbaikan akhlak dan mental.
Tidak ada waktu yang terbuang untuk menajat, meskipun dalam perjalanan ketika
bepergian. Bahkan ketika Beliau Qs wa Ra bepergian dengan naik sepeda, tangan
kiri memegang setir, dan tangan kanan dimasukkan kedalam baju memutar tasbih
dalam saku dengan amalan macam- macam shalawat, terutama shalawat Nariyah.
Semua itu Beliau Qs wa Ra lakukan demi memohon hidayah dan fadlal-Nya untuk
ummat dan masarakat tanpa pandang bulu.
Pada awal tahun 1963, Beliau Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul
Majid Ma’ruf Qs wa Ra menerima alamat ghaib yang kedua dan ketiga, yang isinya
merupakan teguran dan peringatan. Pada alamat ghaib yang kedua,
berupa peringatan dan teguran supaya cepat-cepat melaksanakan perbaikan iman
dan mental umat dan masyarakat melalui jalur batiniyah. Sedangkan alamat ghaib
yang ketiga, berupa peringatan dan teguran yang lebih keras dan berupa ancaman.
Dalam hal ini Beliau Qs wa Ra dawuh (berfatwa) : “Malah kulo dipun ancam
menawi mboten enggal-enggal berbuat dengan tegas, saking kerasipun peringatan
lan ancaman, kulo ngantos gemeter sakbakdanipun meniko” (bahkan saya
diancam, jika tidak segera berbuat dengan tegas (berjuang dengan
sungguh-sungguh). Karena kerasnya peringatan dan ancaman tersebut, saya sampai
gemetar setelah itu”). Selanjutnya Beliau Qs wa Ra, semakin bertambah tekun
dalam bermunajat kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw.
Dan pada tahun 1963 pula, lahirlah SHALAWAT WAHIDIYAH. Dengan
situasi bathiniyah yang senantiasa mengarah kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw,
Beliau Qs wa Ra mengarang, menyusun, dan menulis sebuah doa shalawat :
اللهُمَّ كَمَا
أَنْتَ أَهْلُهُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا
وَشَفِيْعِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا هُوَ أَهْلُهُ. نَسْأَلُكَ اللهُمَّ أَنْ تُغْرِقَنَا
فِي لُجَّةِ بَحْرِ الوَحْدَةِ حَتَّى لاَ نَرَى وَلاَ نَسْمَعَ وَلاَنَجِدَ وَلاَ
نُحِسَّ وَلاَنَتَحَرَّكَ وَلاَنَسْكُنَ إِلاَّ بِهَا. وَتَرْزُقَنَا تَمَامَ
مَغْفِرَتِكَ وَتَمَامَ نِعْمَتِكَ وَتَمَامَ مَعْرَفَتِكَ وتَمَامَ مَحَبَّتِكَ
وتَمَامَ رَضْوَانِكَ. وَ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَاأَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَأَحْصَاهُ كِتَابُكَ بِرَحْمَتِكَ
يَاأَرْحَمَ الرَاحِمِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
(Allahumma Kamaa Anta
Ahluhu .........dst).[5]
Sebelumnya Beliau Qs wa Ra tidak ada niat dan berangan-angan untuk
menyusun shalawat tersebut. Karena getaran frekuensi jiwa yang tinggi kepada
Allah Swt wa Rasulihi Saw, serta dengan diselimuti rasa tanggung jawab dan
keprihatinan yang mendalam terhadap kedaan mental ummat dan masarakat, doa
shalawat tersebut terlahir. Semua itu merupakan fadlal dari Allah Swt semata.
Sebagai tabarrukan (untuk mendapatkan berkah), dan tidak hanya
berhenti dalam pembahasan dan kajian saja, mari kita praktekkan dulu untuk
mengamalkan shalawat tersebut dengan membaca :
Al-Fatihah 1 x.
Allahumma Kamaa Anta Ahluh
....... 1 x.
Al-Fatihah 1 x.
Sebelum
diijazahkan kepada ummat masarakat secara luas, susunan shalawat “Allahumma
Kamaa Anta Ahluhu........ dst.“, sirri dan maziyahnya diuji cobakan lebih
dahulu sampai dua/ tiga kali. Artinya beberapa orang disekitar pondok pesantren
Kedunglo diminta untuk mengamalkannya dengan mengulang-ulang sampai dua atau
tiga kali, untuk mengetahui sejauh mana faedah dan sirri yang terkandung
didalamnya, dan melaporkan hasilnya kepada Beliau Muallif Shalawat Wahidiyah Qs
wa Ra.
Orang pertama yang diminta untuk
mengamalkan sebagai uji coba, adalah
:
1. Bpk.Abdul Jalil, seorang tokoh masyarakat dari
Jamsaren Kota Kediri.
2. Saudara Mukhtar, seorang pedagang dari
kelurahan Bandar Kidul Kota Kediri.
3. Saudara Dahlan, seorang
santri dipondok pesantren Kedunglo asal dari daerah Demak, Jawa tengah (pada
waktu itu masih remaja).[6]
Ujicoba yang kedua dan
ketiga dilakukan oleh sejumlah santri
pondok pesantren Kedunglo. Dan alhmadulillah hasilnya, mereka mengatakan
bahwa setelah mengamalkan shalawat tersebut mendapatkan manfaat, rasa tentram
dalam hati, tidak gelisah, mudah menahan dan mengontrol marah, dan lebih mudah
dan banyak ingat kepada Allah Swt. Dan karena faedah ini, susunan doa shalawat
ini (Allahumma Kamaa Anta Ahluhu ........dst), oleh Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf
Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah, diberikan nama dengan SHALAWAT MA’RIFAT.
Beberapa waktu kemudian dan masih dalam tahun 1963, tersusun lagi
shalawat
yang
oleh Beliau Qs wa Ra dinamakan dengan SHALAWAT WAHIDIYAH, yakni :
اللهُمَّ
يَاوَاحِدُ يَاأَحَدُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ
مَعْلُومَبِ اللهِ وَفُيُوضَاتِهِ وَأَمْدَادِهِ.
(Allahumma
Yaa Wahidu [7]
Yaa Ahad ....... dst).
Shalawat ini juga lebih dahulu diuji coba oleh beberapa orang. Dan
alhamdulillah hasilnya lebih positif lagi, yaitu dikaruniai oleh Allah Swt
ketenangan batin yang lebih mantap dan lebih stabil lagi.
Waktu itu, dalam pengajian kitab al-Hikam,[8]
Beliau Qs wa Ra mengulas makna dan kandungan shalawat “Allahumma Yaa
Wahidu.....dst”, dan shalawat “Allahumma Kamaa Annta Ahluhu.........dst“, dan
mulai di ijazahkan secara umum kepada santri-santri dan tamu yang ziarah ke
Pondok Pesantren Kedunglo untuk mengikuti pengajian al-Hikam atau yang sowan
mohon berkah doa restu. Disamping itu Beliau Qs wa Ra berkirim surat kepada
para Ulama/ Kyai dan tokoh masyarakat yang telah Beliau Qs wa Ra ketahui, agar
bisa diamalkan oleh masyarakat yang dekat dengan para ulama dan Kiyai tersebut.
Ijazah pengamalan yang Beliau Qs wa Ra berikan adalah “Ijazah Mutlak”. Artinya,
disamping diamalkan sendiri supaya dituliskan dan disampaikan atau disiarkan
kepada orang lain tanpa pandang bulu dan dengan cara yang bijaksana. Disamping
itu, waktu itu Mbah Yai Qs wa Ra, masih menuliskan shalawat Wahidiyah dengan
asta (tangan) sendiri setiap ada orang yang sowan/ menghadap untuk minta ijazah
shalawat Wahidiyah.
Penjelasan-penjelasan yang Beliau Mbah Yai Qs wa Ra sampaikan dalam
pengajian al-Hikam tentang makna dan kandungan kedua shalawat diatas kemudian
disistematikkan kedalam ajaran Wahidiyah; LILLAH dan BILLAH.
Salah seorang ahli khat tulis Arab (Bpk. KH. Mukhtar dari
Tulungagung), setelah merasakan manisnya sirri dan faedah shalawat Wahidiyah
yang disusun dan dita’lif oleh Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra, sebagai
rasa khidmahnya kepada ulama dan juga kepada shalawat Nabi Muhammad Saw,
tergerak hatinya untuk menulis dan membuat lembaran shalawat Wahidiyah
(Allahumma Yaa Waahidu Yaa Ahad .......dst) dan shalawat ma’rifat (Allahumma
Kamaa anta ahluh...dst) dengan distensil yang masih amat sederhana. Setelah
adanya lembaran tersebut, Beliau Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra tidak
lagi menulis sendiri setiap ada orang yang datang ke pondok pesantren Kedunglo
untuk minta ijazah.
Suatu saat, juga dalam pengajian kitab al-Hikam, ketika sampai pada
keterangan soal hakekat wujud, dan ketika menjelaskan pengertian dan
pengetrapan iman “Bihaqiqatil Muhammadiyah”, keberadaan dan keagungan
Rasulullah Saw, tersusunlah oleh Beliau Qs wa Ra Shalawat yang ketiga :
يَا
شَافِعَ الخَلْقِ الصَلاَةُ وَالسَلاَمُ عَلَيْكَ
نُورَ الخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
وَأَصْلَهُ
وَرُوحَـهُ أَدْرِكْــنِي فَقَدْ ظَلَـمْتُ أَبَدًا وَرَبِّـنِي
وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي
سِـوِاكَ فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَالِكًا
Kemudian shalawat ini oleh Beliau Qs wa Ra dinamakan dengan
“Shalawat Tsaljul Quluub (ثَلْجُ
القُلُوبِ) : shalawat pendingin hati”.
Penjelasan-penjelasan Beliau Qs wa Ra tentang makna shalawat tsaljul quluub
diatas kemudian disistematikan kedalam ajaran Wahidiyah; Lirrasul dan Birrasul.
Dan kemudian dalam pengamalannya dirangkaikan menjadi satu
rangkaian amalan yang didahului dengan bacaan surah al-Fatihah, yang
disanjungkan bagi Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah Saw, dan bagi
Ghauts[9]
Hadzaz Zaman Ra, para pembantunya (a’wan) serta seluruh waliyullah Ra dimanapun
dan kapanpun mereka berada.
Rangkaian
ketiga shalawat tersebut termasuk surat al-Fatihahnya disebut atau diberi nama
“SHALAWAT WAHIDIYAH”.
Para
akhir tahun 1963, para tokoh, Ulama dan
Kyai yang sudah mengamalkan Shalawat Wahidiyah dari wilayah Kediri,
Tulungagung, Blitar, Jombang dan Mojokerto mengadakan pertemuan silaturrahmi
yang bertempat di langgar (surau/ mushalla) Bpk. KH. Abdul Jalil, Jamsaren Kota
Kediri. Pertemuan silaturrahmi tersebut dipimpin langsung oleh Beliau Hadratul
Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra sendiri. Adapun hasil musyawarah
antara lain; selain membahas dan mengkaji dari ssisi sastra arab (balaghah,
badi’ dan ma’aniy) susunan redaksi shalawat Wahidiyah, juga diberikannya
tambahan keterangan dan penjelasan tentang ajaran Wahidiyah serta cara
pengamalannya, yang kemudian ditulis dalam lembaran Shalawat Wahidiyah sebagai
petunjuk cara pengamalan Shalawat Wahidiyah dan ajaran Wahidiyah.
Tahun 1964, menjelang peringatan ulang tahun yang pertama dalam
bulan Muharam, atas usaha Bpk. KH. Mahfud, dari Ampel Surabaya dengan dibantu
para pengamal lainnya mencetak lembaran Shalawat Wahidiyah yang pertama dengan
jenis kertas HVS putih sebanyak dua ribu lima ratus lembar.
Dan pada pahun 1964 juga, setelah diadakan mujahadah kubra dalam
peringatan ulang tahun Shalawat Wahidiyah yang pertama, diadakan “Asrama
Wahidiyah” yang pertama di Pondok Pesantren Kedunglo selama tujuh hari tujuh
malam yang diikuti oleh para Kyai dan tokoh dari Kediri, Madiun, Tulungagung,
Blitar, Malang, Jombang, Mojokerto, dan Surubaya. Kuliah Wahidiyah langsung
diberikan oleh Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Madjid Muallif Shalawat
Wahidiyah sendiri. Dalam Asrama Wahidiyah tersebut, Beliau Qs wa Ra
mengijazahkan kalimat nida’ : [10]
يَا
سَيِّدِي يَارَسُولَ اللهِ
(Yaa Sayyidii Yaa Rasuulallah =)
Duhai Junjungan Kami, Duhai Utusan Allah
Dan kemudian digandengkan dengan “Yaa Syafi’al Khalqis Shalaatu was
Salaam.........dst”, yang ditempatkan setelah bacaan doa shalawat Tsaljul
Quluub. Dalam salah satu fatwa amanatnya Mbah Yahi Qsw wa Ra pernah dawuh :
bahwa “Yaa Sayyidii Yaa Rasuulallah” merupakan inti sari dari doa “Yaa Syafi’al
Khalqis Shalaatu was Salaam dst”.
Demikian pula, pada tahun 1964, pengamalan Shalawat Wahidiyah telah
menggunakan susunan : Al-Fatihah, Allahumma yaa Wahidu ......dst, Allahumma
Kamaa Anta Ahluhu ......dst, Yaa Syafi’al Khalqis Shalatu was Salaam......dst,
dan Yaa Sayyidii Yaa Rasuulallah. Kemudian ditutup dengan bacaan, surat
al-Fatihah.
Awal Tahun 1965, dalam kegiatan “Asrama Wahidiyah” yang kedua,
lahirlah doa yang kemudian dikenal dengan istighatsah :
يَأَيُّهَا
الغَــوْثُ سَــلاَمُ اللهِ عَلَيْكَ
رَبِّــــنَي بِإِذْنِ اللهِ
وَانْظُــرْ
إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْـرَةٍ مُوْصِلَةٍ
لِلْحَـــضْرَةِ العَلِيّةِ
(Yaa Ayyuhal Ghautsu Salaamullah ............dst).
Doa istighatsah
ini merupakan jembatan emas yang menghubungkan antara :
1.
Benteng
pertahanan sesorang dari jurangnya nafsu yang dalam, yang gelap dan yang lebar
serta yang terus-menerus mencengkeram dan menguasai jiwa.[11]
2.
Sebagai
pancaran sinar radiasi kebahagiaan batin al-Ghauts Ra, untuk menuju kesadaran
kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw.
Doa Istighatsah
ini tidak langsung dicantumkan dalam lembaran Shalawat Wahidiyah yang diedarkan
kepada masyarakat. Tetapi dianjurkan, terutama dalam mujahadah-mujahadah khusus
dan pengamal yang sudah cukup lama. Begitu juga nida’ “Fafirru Ilallah”
pada waktu itu belum dicantumkan dalam rangkaian pengamalan Shalawat Wahidiyah,
tetapi dianjurkan untuk dibaca bersama-sama oleh imam dan ma’mum pada akhir
tiap-tiap berdo’a. Dan pula, bacaan “Waqul Jaa-al Haqqu ...........dst,
pada waktu itu belum dirangkai dengan “Fafirru Ilallah” seperti
sekarang. Artinya, pengamalan shalawat Wahidiyah pada waktu itu hanya diawali
bacaan surah al-Fatihah, shalawat Wahidiyah, shalawat Ma’rifat, shalawat
Tsaljul quluub dan kalimah nida’ rasul
saja. Kemudian ditutup dengan membaca surat al-Fatihah.
Dalam pertengahan tahun 1968 “Yaa Ayyuhal Ghautsu Salamullah
.........dst”, baru dimasukkan kedalam rangkaian Shalawat Wahidiyah.
Perhatian masyarakat terhadap Shalawat Wahidiyah makin hari makin
terus bertambah. Permintaan-permintaan lembaran Shalawat Wahidiyah makin hari
makin bertambah banyak pula. Namun, disamping perkembangan jumlah pengamal
semakin bertambah, ada juga masyarakat yang tidak mau menerimanya dan bahkan
ada juga yang bereaksi negatif terhadap Shalawat Wahidiyah, meskipun tidak
jelas alasan mereka. Kontras terhadap Wahidiyah mulai bermunculan disana-sini.
Para pengamal Wahidiyah di sebagian daerah merasa gelisah dengan adanya
kontrasan tersebut. Menanggapi laporan hal tersebut, Beliau Mbah Yahi Qs wa Ra
memberikan jawaban dan bimbingan dengan dawuhnya: “Mestinipun kito, rak matur
kasuwun dateng mereka, jalaran kito lajeng mindak/ mempeng anggen kito
mujahadah” (Mestinya kita, kan harus berterima kasih kepada mereka, sebab
menjadi semakin giat kita bermujahadah -pen).
Dan memang, sebagian hikmah dari pengontrasan tersebut, juga
merupakan saluran batiniyah untuk meningkatkan perhatian masarakat terhadap
keberadaan Shalawat Wahidiyah, serta menambah peningkatan pengamalnya dalam
bermunajat dan bermujahadah kepada Allah Swt wa Rasuulihi Saw.
Pada Tahun 1968 juga, lahirlah shalawat :
يَارَبَّــنَا
اللهُمَّ صَلِّ سَــلِّمِ عَلَى
مُحَمَّدٍ ِشَــفِيْعِ الأُمَــمِ
وَالآلِ
وَاجْعَلِ الأَنَامَ مُسْرِعِيْنَ بِالْوَاحِــدِيَةِ لِرَبِّ العَــالَمِيْنَ
يَارَبَّنَا
اغْفِرْ يَسِّرْافْتَحْ وَاهْـدِنَا قَـرِّبْ
وَأَلِّفْ بَــيْنَنَا يَارَبَّـنَا
(Yaa Rabbanallahumma
Shalli Salimi ..........dst).
Dan kemudian doa istighatsah dan doa Shalawat UKHUWAH,[12]
secara bersamaan dimasukkan kedalam rangkaian Shalawat Wahidiyah.
Pada tahun 1971 menjelang Pemilihan Umum masa Orde Baru, lahirlah
shalawat:
يَاشَـافِعَ
الخَـلْقِ حَـبِيْبَ اللهِ صَــلاَتُهُ
عَلَيْكَ مَعْ سَـلاَمِهِ
ضَلَّتْ
وضَلَّتْ حِيْلَتِي فِي بَلْدَتِي خُـذْ
بِـيَدِي يَاسـيِّدِي وَالأُمَّةِ
(Yaa Syafi’al Khalqi
Habiiballah ........dst).
Dan yang kemudian dirangkaikan dengan shalawat lainnya yang ada
dalam lembaran Shalawat Wahidiyah.
Pada akhir tahun 1972, lahirlah do’a :
اَللهُمَّ
بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة.
: Allahumma
Baarik Fiima Khalaqta Wahaadzihil Baldah.
Dan pada pertengahan tahun 1973, lahirlah do’a nida’ Perjuangan,
dan ketika membecanya dengan mengangkat kedua tangan :
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيمِ. (اللهُمَّ بِحَقِّ اسْمِكَ الأَعْظَمِ
وَبِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِبَرَكَةِ
غَوْثِ هَذَا الزَمَانِ وَأَعْوَانِهِ وَسَائِرِ أَوْلِيَائِكَ يَاأَللهُ يَاأَللهُ
يَاأَللهُ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ x 3), (بَلِّغْ جَمِيْعَ
العَالَمِيْنَ نِدَاءَنَا هَذَا وَاجْعَلْ فِيْهِ تَأْثِيْرًا بَلِيْغًا x 3), (فَإِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ وَبِالإِجَابَةِ
جَدِيْرٌ x 3).
Bismillahir Rahmaanir Rahiim. Allahumma Bihaqqismikal A’dham
...........dst.
Kemudian
kedua tangan diturunkan, serta diusapkan wajah.[13]
Kemudian membaca inti kalimah nida’ perjuangan :
فَفْرُّوا
إِلَى اللهِ x 7, وَقَلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ
كَانَ زَهُوْقًا x 3.
(Waqul Jaa,al Haqqu wa Zahaqal Bathil .........dst).
Tahun 1973, lahirlah tuntunan
pembacaan inti kalimah nida’ perjuangan, dengan cara berdiri dan menghadap
peempat penjuru. Dan setiap penjuru membacanya 3 x :
فَفْرُّوا إِلَى اللهِ x 3. وَقَلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ
البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا x 1
(Fafirruu Ilallah.
Waqul Jaa’al Haqqu ..........dst).[14]
Pada tahun 1978, do’a: “Allahuma Barik
Fiima Khalaqta wa Hadzihil Baldah” ditambah dengan : اَللهُمَّ
بَارِكْ فِي هَذِهِ المُجَاهَدَةِ يَااَللهُ
: (Allahumma Barik fii Hadzihil Mujahadah Yaa
Allah).
Pada tahun 1980, dalam Shalawat
Ma’rifat, setelah lafadz maghfiratika, ni’matika, ma’rifatika, mahabbatika dan
ridlwanika, ditambah dengan kalimat “Yaa Allah”.
Dan tahun 1981, terdapat penambahan ياالله : setelah اللهُمَّ
بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة dan dirangkaikan
dengan :
اَللهُمَّ بَارِكْ فِي هَذِهِ المُجَاهَدَةِ يَااَللهُ.
Dan kemudian menjadi : “Allahumma Baarik Fiima Khalaqta Wahaadzihil
Baldah Yaa Allah wa fii Hadzihil Mujahadah Yaa Allah”.
أللهُمَّ
بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة يَا اَلله وَفِي هَذِهِ المُجَاهَدَةِ
يَااَللهُ
(Allahumma Barik fii Hadzihil Mujahadah Yaa
Allah ......dst).
Susunan redaksi Shalawat Wahidiyah
(tulisan arab) yang sekarang ini adalah merupakan susunan lengkap pada tahun
1981. Dan oleh Beliau Hadratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra
Muallif Shalawat Wahidiyah dinyatakan sudah final (sempurna).[15]
Dan alhamdulillah sebagai tahaddus
binni’mah, banyak pengalaman ruhani (rukyah shalihah) yang diperoleh oleh para
pengamal shalawat Wahidiyah. Diantara mereka ada yang menderita penyakit
yang mana menurut teem medis mengatakan
sudah tidak bis a diatasi, namun setelah mengamalkan shalawat wahidiyah, mereka
dikaruniai oleh penyakitnya dapat sembuh. Ada diantara mereka yang memiliki
beban ekonomi yang cukup berat, dan setelah mengamalkan wahidiyah diberi
pertolongan oleh Allah Swt permasalahan ekonomimya terselesaikan. Ada diantara
mereka, ditemui oleh Rasulullah Saw, ketika saat menunaikan ibadah haji serta
mengamalkan shalawat Wahidiyah dimakamnya Madinah al-Munawwarah. Diantara
mereka, ketika menunggui keluarganya yang sedang dalam sakaratil maut sambil
bermujahadah, dihadiri oleh Hadratul Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh
Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo yang menalqin keluarga yang
sakit tersebut, dengan dzikir Laa ilaaha illallah. Dan ternyata orang
sakit tersebut setelah mengucapkan kalimah, Laa Ilaaha Illallah menghembuskan
nafas terakhirnya.
Dan masih banyak lagi karamah shalawat
Wahidiyah dan karamah Beliau Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra serta karamah
Beliau Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra Pengasuh Perjuangan
Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo.[16]
c. Redaksi
Dan Terjemah Shalawat Wahidiyah.
بِسْمِ اللهِ
الرَحْمَنِ الرَحِيْمِ
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ,
الفاتحة x
7
وَإِلَى حَضْرَةِ غَوثِ هَذَا
الزَمَانِ وَأَعْوَانِهِ وَسَائِرِ أَولِيَاءِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, x
7
اللهُمَّ يَاوَاحِدُ يَاأَحَدُ صَلِّ
وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ مَعْلُومَبِ اللهِ وَفُيُوضَاتِهِ
وَأَمْدَادِهِ. x 100
Ya
Allah, ya Tuhan Yang Maha Esa, ya Tuhan Yang Maha Satu, ya Tuhan Yang Maha
Menemukan, ya Tuhan Yang Maha Pelimpah. Limpahkanlah shalawat salam berkah
kepada Junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga Junjungan kami Nabi Muhammad dalam setiap
berkedipnya mata dan naik turunnya nafas, sebanyak bilangan segala yang ilmunya
Allah, limpahan pemberian-Nya dan pemeliharaan-Nya.
اللهُمَّ كَمَا
أَنْتَ أَهْلُهُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا
وَشَفِيْعِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا هُوَ أَهْلُهُ. نَسْأَلُكَ اللهُمَّ بِحَقِّهِ أَنْ
تُغْرِقَنَا فِي لُجَّةِ بَحْرِ الوَحْدَةِ حَتَّى لاَ نَرَى وَلاَ نَسْمَعَ
وَلاَنَجِدَ وَلاَ نُحِسَّ وَلاَنَتَحَرَّكَ وَلاَنَسْكُنَ إِلاَّ بِهَا.
وَتَرْزُقَنَا تَمَامَ مَغْفِرَتِكَ وَتَمَامَ نِعْمَتِكَ وَتَمَامَ مَعْرَفَتِكَ
وتَمَامَ مَحَبَّتِكَ وتَمَامَ رَضْوَانِكَ. وَ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَاأَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَأَحْصَاهُ
كِتَابُكَ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَاحِمِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ
العَالَمِيْنَ. x 7
Ya
Allah, sebagaimana keahlian (keadaan) yang ada pada-Mu, limpahkanlah shalawat
salam berkah kepada Junjungan kami, Pimpinan kami, Penolong kami, Kekasih kami
dan Buah jantung kami Nabi Muhammad Saw yang sepadan dengan keadaan yang ada
pada Allah. Kami bermohon kepada-Mu ya Allah, dengan Hak Kemulyaan Beliau
tenggelamkanlah kami didalam samudra ke-Esaan-Mu, sehingga kami tidak melihat,
tidak mendengar, tidak menemukan, tidak merasa, tidak bergerak dan tidak diam,
kecuali dalam samudra ke-Esaan-Mu. Dan kami mohon kepada-Mu, sekiranya Engkau
memberi kami ampunan yang sempurna ya Allah, nikmat yang sempurna ya Allah,
sadar/ makrifat yang sempurna ya Allah, cinta kepada-Mu dan Engkau
cintai yang sempurna ya Allah dan ridla kepada-Mu serta Engkau Ridlai yang
sempurna ya Allah. Dan limpahkanlah shalawat salam berkah kepada Beliau
beserta keluarga dan sahabatnya., sebanyak bilangan segala yang diliputi oleh
ilmu-Mu dan termuat dalam kitab-Mu. Dengan rahmat-Mu, Duhai Tuhan yang Paling
kasih daripada para pengasih.
يَا
شَافِعَ الخَلْقِ الصَلاَةُ وَالسَلاَمُ عَلَيْكَ
نُورَ الخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
وَأَصْـلَهُ
وَرُوحَـهُ أَدْرِكْـنِي فَقَدْ ظَلَمْتُ
أَبَـدًا وَرَبِّـنِي
وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي سِـوِاكَ فَإِنْ
تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هِلِكًا
Duhai Nabi Penolong Makhluk.
Kepangkuan-mu shalawat dan salam Allah, duhai Nabi cahaya makhluk, Pembimbing
manusia.
Duhai Nabi Asal dan Jiwa mahluk,
didik dan bimbinglah aku. Sungguh aku manusia yang dlalim selalu.
Tiada arti bagiku tanpa engkau,
duhai Pimpinanku. Jika engkau tolak (permohonanku), niscaya aku manusia yang
hancur binasa.
يَا
سَيِّدِي يَارَسُولَ اللهِ
Duhai Junjunganku, duhai Utusan Allah
يَأَيُّهَا
الغَـوْثُ سَـلاَمُ اللهِ عَلَيْكَ رَبِّــنَي
بِإِذْنِ اللهِ
وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِي
بِنَظْـرَةٍ مُوْصِلَةٍ لِلْحَـضْرَةِ
العَلِيّةِ
Duhai Ghautsuz Zaman, salam Allah
kepangkuan-mu. Bimbinglah aku dengan izin Allah. Dan pancarkan kepadaku, duhai
Pimpinanku, sinar radiasi batin (nadrah)-mu yang mengantarku keharibaan Tuhan
Yang Maha Tinggi.
يَاشَافِعَ
الخَـلْقِ حَـبِيْبَ اللهِ صَـلاَتُهُ عَلَيْكَ مَعْ سَـلاَمِهِ
ضَلَّتْ
وضَلَّتْ حِيْلَتِي فِي بَلْدَتِي خُذْ بـيَدِي يَاسَيِّدِي وَالأُمَّةِ
Duhai Nabi Penolong mahluk, duhai
Nabi Kekasih Allah. Shalawat dan salam-Nya kusanjungkan kepangkuan-mu .
Didalam negeriku jalanku buntu dan
keadaanku tak menentu, peganglah (tuntunlah) aku, serta sebab usahaku tolonglah
ummat, duhai Junjunganku.
يَا
سَيِّدِي يَارَسُولَ اللهِ
Duhai Junjunganku, duhai Utusan Allah
يَارَبَّنَا
اللهُمَّ صَلِّ سَـلِّمِ عَلَى
مُحَمَّدٍ ِشَـفِيْعِ الأُمَمِ
وَالآلِ
وَاجْعَلِ الأَنَامَ مُسْرِعِيْنَ بِالْوَاحِدِيَةِ
لِرَبِّ العَـالَمِيْنَ
يَارَبَّنَا
اغْفِرْ يَسِّرْافْتَحْ وَاهْدِنَا قَـرِّبْ
وَأَلِّفْ بَيْنَنَا يَارَبَّـنَا
Ya Tuhan kami, ya Allah limpahkanlah
shalawat salam kepada Nabi Muhammad Pemberi syafaat ummat.
Dan kepada keluarganya, serta
jadikanlah manusia cepat-cepat sadar kepada iman yang meng-Esakan Tuhan semesta
alam.
Ya Tuhan kami, ampunilah kami,
permudahkanlah (urusan kami), bukakanlah (pintu kemudahan untuk kami),
tujnukilah kami, pereratlah serta mesrakanlah (persaudaraan) antara kami, Duhai
Tuhan kami.
أللهُمَّ
بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة يَا اَلله وَفِي هَذِهِ
المُجَاهَدَةِ يَااَللهُ.
Ya
Allah, berkahkanlah (jadikanlah sesuatu dapat memberi berkah) dalam segala
mahluk yang Engkau ciptakan, dan negeri (kami) ini ya Allah, dan dalam
mujahadah ini, ya Allah.
إِسـتِغْرَاقْ : Artinya,
diam tidak membaca apa-apa. Segala perhatian, pikiran, perasaan, pendengaran dan penglihatan,
semuanya diarahkan kepada Allah Swt. Bukan membayangkan lafal “ALLAH”, tetapi kepada
Allah Swt Tuhan Pencipta semesta alam. Tidak acara selain Allah Swt. Kemudian
ditutup dengan al-Fatihah 1 x.
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيمِ.
(اللهُمَّ بِحَقِّ اسْمِكَ الأَعْظَمِ وَبِجَاهِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِبَرَكَةِ غَوْثِ هَذَا الزَمَانِ
وَأَعْوَانِهِ وَسَائِرِ أَوْلِيَائِكَ يَاأَللهُ
يَاأَللهُ يَاأَللهُ رَضِيَ اللهُ
تَعَالَى عَنْهُمْ x
3), (بَلِّغْ جَمِيْعَ العَالَمِيْنَ
نِدَاءَنَا هَذَا وَاجْعَلْ فِيْهِ تَأْثِيْرًا بَلِيْغًا x 3), (فَإِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ وَبِالإِجَابَةِ
جَدِيْرٌ x 3).
Ya Allah, sebab
keagungan Hak Asma-Mu, dan sebab kemulyaan Jungan kami Nabi Muhammad Saw dan
sebab barakah dari Ghauts Hadzaz Zaman serta para pembantunya dan seluruh
auliyaillah, semoga Allah meridlai mereka.
Sampaikanlah
panggilan kami ini keseluruh penjuru alam. Dan jadikanlah sebagai kesan yang
mendalam.
Sesungguhnya Engkau, adalah Dzat Yang Kuasa kepada segala sesuatu,
serta kepada doa (kami) Dzat Yang Cepat menerima.
فَفْرُّوا
إِلَى اللهِ x 7.
وَقَلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا x 3.
الفَاتِحَـة x
1
Cepat-cepatlah sadar kembali (wahai mahluk/ manusia) kepada Allah.
Dan katakalah, kebenaran telah datang, dan kebatilan akan bancur.
Sesungguhnya kebatilan pasti ahncur.
Al-Fatihah x 1 .
[1]. Adalah
Bpk KH. Drs Imam Ghazali SH (dai/ muballig kondang didaerah Bandung dan
sekitarnya). Suatu ketika Bapak Kiyai ini ingin membuktikan bahwa Beliau Qs wa
Ra benar-benar sebagai waliyullah tingkat tinggi. Berangkatlah kiyai ini meuju
ponpes Kedunglo Kediri. Sebelum berangkat, dalam hati kiyai ini berbisik : kalau
memang Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf benar-benar manusia yang dekat kepada Allah
Swt, aku ketika bertamu kerumahnya nanti, diberi hidangan makan yang disertai
sate kerang 3 (tiga) piring. Ketika sudah berada diruang tamu Mbah
Yahi Qsa wa Ra, dan belum diajak bicara,
kepada kiyai ini Mbah Yahi Qs wa Ra mengajaknya keruang makan. Dan
ternyata, dalam meja makan terdapat sate kerang 30 tusuk dan masih hangat yang
diletakkan diatas 3 piring. Sungguh terkejut bercampur takut dan haru perasaan
Bpk KH. Drs Imam Ghazali SH terhadap kejadian yang sedang dialaminya.
[3]. Adalah Bapak K.
Ruba’i dari daerah Mojo Kediri (salah satu santri Mbah Ma’ruf Ra) menceritakan
: Suatu saat Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra pernah dawuh
(bercerita) kepada saya : ketika masih saya nyantri di pondok pesantren
Bangkalan Madura, Mbah KH. Khalil pernah dawuh (memberi isyarah) kepada Mbah
Ma’ruf Ra : “Ma’ruf.., jika kamu mau
tirakat, riyadlah dan berdoa kepada Allah Swt yang sungguh-sungguh, nanti kamu
akan dikarunia oleh Allah Swt keturunan yang dapat menyirami jagat”.
Dawuh
ini diterima oleh Bapak K. Ruba’i, ketika Beliau Hadlratul Mukarram Mbah KH.
Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah dalam usia masih
sangat timur. Dan karena putra Mbah
Ma’ruf Ra tidak hanya satu orang saja, maka K. Rubai belum dapat memahami,
siapakah putra Mbah Ma’ruf Ra yang akan mendapatkan ilmu laduni untuk menyirami
jagat. Pemahaman K. Rubai, baru terarah kepada Beliau Mbah Yahi Muallif
Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra setelah diantara para pengamal Wahidiyah,
menceritakan hasil/ manfaat dari pengamalan shalawat Wahidiyah. Yakni mudah
ingat kepada Allah Swt, mudah menyadari khilaf dan dosanya hingga mudah tumbuh
rasa khauf kepada-Nya serta mendapatkan rukyah shalihah bertemu kepada
Rasulullah Saw.
[4]. Beliau Mbah Yahi Muallif
Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra enggan menampakkan karomahnya kepada orang awam.
Akan tetapi, dan jusrtu kepada ulama besar, Beliau Mbah Yahi Qs wa Ra, berkenan
menampakan karomahnya. Antara lain sebagaimana yang diceritakan oleh Bpk KH.
Drs. Imam Ghazali SH dari kota Bandung,
yang berkata : suatu saat saya diajak
berjalan diatas air sungai Brantas oleh Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra.
Dan saya diberi pesan oleh Mbah Yai Qs wa Ra, agar tidak menceritakan hal ini
kepada orang lain kecuali setelah Beliau Mbah Yahi Qs wa Ra telah pulang
kerahmatullah. Karomah Beliau Qs wa Ra semacam ini, juga pernah diceritakan
oleh Bpk KH. Mahsun Mojo Kediri.
[5]. Pada mulanya
redaksi shalawat diatas belum ada tambahan kalimat “YAA ALLAH”, setelah kata
“tamaama maghfiratika ……., wa tamaama ni’matika …… , …… Wa tamaama ridlwanika
…….”
[6]. Dalam peristiwa lain
tentang rahasia Shalawat Wahidiyah. Adalah Bapak H. Sumarta (Bupati Demak Jawa
tengah waktu itu). Ketika baru mengamalkan
shalawat Wahidiyah, pada malam ke 37, beliau bermimpi dihadiri Rasulullah Saw
seraya bersabda : “Aku adalah Muhammad Saw. Dan SHALAWAT WAHIDIYAH itu untuk
menjemput datangnya Radu Adil”. Beberapa hari kemudian, Bapak H. Sumarta pergi
ke Kedunglo untuk sowan (menghadap) serta menceritakan mimpinya kepada Hadratul
Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah.
Ketika telah menghadap Mbah Yahi Qs wa Ra, dan sebelum bercerita tentang mimpinya,
tiba-tiba Mbah Yahi Qs wa Ra dawuh : Pak Bupati, shalawat Wahidiyah itu bermanfaat
juga untuk menjemput datangnya Ratu Adil.
Kisah ini
diterima penulis (pada saat menjelang pelaksanaan mujahadah nisfussanah
pengamal Wahidiyah propinsi Jawa tengah yang pertama kali, dan yang bertempat
di masjid Agung Demak – Jawa tengah) dari al-Marhum Bpk KH. Hasan Bisyri Demak
(ketua Penyiar Shalawat Wahidiyah Jawa tengah tahun 1988-1992), yang
mendampingi Bapak H. Sumarta ketika sowan kepada Beliau Muallif Shalawat
Wahidiyah Qs wa Ra di Kedunglo Kediri.
[7]. Kata “Wahid” termasuk
asma Allah Yang Baik. Para ahli mengatakan : bahwa diantara khawasnya (faedah/
sirri) asma “Waahidu” jika diamalkan 1000 kali dengan sepenuh hati, khusyu’ dan
khudlur kepada Allah Swt, dapat menyembuhkan rasa bingung, rasa gelisah, dan
jauh dari kesusahan.
[8]. Pada awalnya pengajian
al-Hikam dilaksanakan pada setiap kamis malam jumat. Kemudian atas usul dari
peserta pengajian yang berasal dari pegawai negeri, dirubah hari Minggu pagi
sampai sekarang. Yang juga didahului dengan berjamaah shalat
tasbih dan mujahadah shalawat Wahidiyah.
[9]. Dan pada saat itu pula
Beliau Qs wa Ra, menjelaskan tentang hadis Nabi Saw yang berkaitan dengan
auliyaillah dan al-Ghauts Ra.
[10]. Nida’
disini dimaksudkan dengan pangilan yang tercetus dari getaran hati sanubari,
dengan disertai adab yang sesuai dengan
kedudukan Rasulullah Saw.
[11]. Sebagaimana
prinsip yang berlaku dalam kaum sufi : مَنْ لاَ
شَيْخَ فَالشَيْطَانُ شًيْخُهُ
: Barang siapa tidak memiliki Guru ruhani yang membimbingnya, maka
setanlah pembingnya.
[12]. Doa shalawat ini oleh Beliau Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs
wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah, diberi nama Shalawat
UKHUWAH. Dawuh ini (maaf) penulis terima langsung dari Beliau Qs wa Ra sendiri.
إِذَا سَأَلْتُمُوا اللهَ تَعَالَى فَاسْئَلُوهُ بِكَفِّيْكُمْ وَلاَ
تَسْئَلُوهُ بِظُهُورِهَا وَامْسَحُوا بِهَا وُجُوهَكُمْ
Jika kamu
memohon kepada Allah Swt, mohonlah dengan kedua tapak tanganmu, dan janganlah
memohon dengan panggung tapak tanganmu, kemudian usapkan kepada wajahmu.. Dalam Jami’as-Shagir, juz I, pada bab “alif”. (Hadis
hasan).
[14]. Untuk lebih
jelasnya tentang nida’ empat penjuru ini, dapat dilihat dalam buku ini, pada
bahasan “nida’ empat penjuru”.
[15]. Hadlratul
Mukarram Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok
Pesantren Kedunglo, dalam salah satu fatwanya menjelaskan bahwa “banyak doa
yang hanya untuk satu kepentingan. Ada doa hanya untuk makrifat saja, ada yang
hanya untuk keampuhan saja. Sedangkan shalawat wahidiyah adalah doa yang dikaruniai
oleh Allah Swt untuk segala hajat hidup manusia”. Dengan kata lain, manfaat
yang terkandung didalamnya, ibarat kata populer tree in one, five in one, ten
in one, atau bahkan tak terbahasakan manfaatnya.
[16]. Lebih jelasnya tentang
pengalaman ruhani pengamal Wahidiyah, dapat dilihat dalam buku “ Shalawat
Wahidiyah Dan Pengalaman Ruhani”, terbitan YPW Pusat.
No comments:
Post a Comment