HAL
TANGIS DALAM MUJAHADAH
Menangis
adalah merupakan gejala dari pada phenomena psikologis (peristiwa kejiwaan).
Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, ketika masa kanak-kanak,
ketika dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan sudah
nenek-nenek pun bisa menangis. Makhluk lain jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan
belum pernah kita mendengar tangisannya.
Motifasi
(dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisnya bayi
merupakan bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan
: lapar, haus, badan terasa kotor, terkena pipis, badan tidak enak / sakit dan
sebagainya. Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya bahwa tangis bayi sampai
umur 4 tahun adalah merupakan istighfar permohonan maghfiroh atas dosa kedua
orang tuanya.
Orang
yang susah karena mengalami musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit,
kematian sanak famili, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan
sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira bisa menangis.
Pokoknya menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang
bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang tidak
normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis,
tetapi tidak keluar air mata. Jadi tidak seperti tangisnya orang biasa yang
masih normal fikirannya. Mungkin tangis yang dibuat-buat atau berpura-pura
menangis.
Jelaslah
bahwa dorongan manusia itu datang dari dalam diri orang yang menangis sendiri,
karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada -
adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh ke
dalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat menyetop / memberhentikan orang yang
sedang menagis begitu saja.
Bagaimanapun
usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan
menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan
sendirinya juga karena telah datang “sesuatu” yang merangsang jiwanya, yang
meredakan kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar diri yang sedang
menangis hanya sekedar membantu proses datangnya “sesuatu” yang menentramkan
kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan
oleh orang-orang yang ada disekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan
jiwa seperti itu.
Di
dalam mujahadah Wahidiyah banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri
mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita menangis tidak mengetahui
sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab. Tetapi pada
satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksa diri kita untuk kita menangis,
tetapi toh juga tidak bisa berhasil menangis. Walaupun dalam keadaan mujahadah
sekalipun. Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah
kita tidak dapat menguasai diri dari menagis, tidak mampu mengendalikan tangis
sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya
yang tepat : Allahu A’lam !. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan
pendekatan-pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional.
Namun
bagaimanapun kedaannya kita harus bersyukur alhamdulillah bahwa tangis yang
terjadi didalam Perjuangan Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi (berhubungan
atau berkaitan) kepada Allah wa Rasuulihi SAW. tangis di dalam Wahidiyah tidak
menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan / material. Motif
tangis di dalam Perjuangan Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor.
Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh
berlumuran dosa, penuh berbuat kedloliman merugikan orang lain dan masyarakat
dan sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Allah SWT kepada Rasulullah SAW,
berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap
pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap perjuangan kesadaran Fafirruu
Ilallah wa Rasulihi SAW, terhadap mahkluk lingkungan hidupnya dan sebagainya.
Diantaranya lagi karena sentuhan batin berupa “syauq dan mahabbah” (rindu dan
cinta) yang mendalam kepada Allah SWT dan kepada junjungan kita Kanjeng Nabi
Besar Muhammad SAW. Tangis karena kagum melihat keagungan Allah SWT, melihat
sifat Jamal dan Kamal Allah SWT, trenyuh tergores hatinya melihat kasih sayang
dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rasulullah SAW, kepada para
umat,terhadap dirinya yang menangis terutama.
Tangis
yang ada hubungan kepada Allah SWT adalah tangis yang banyak dilakukan oleh
para nabi mulai kanjeng Nabi Adam AS sampai junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad
Saw. Kanjeng Nabi Adam AS setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama
seratus tahun non stop. Menangis meratapi dosanya kepada Allah SWT. yaitu
melanggar larangan Allah agar tidak mendekati buah kuldi waktu di surga.
Menangis bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT.
Mari
kita renungkan pristiwa Kanjeng Nabi Adam untuk diri kita. Pertama
beliau adalah seorang Nabi, dan kedua, beliau hanya melakukan kesalahan
satu kali saja di surga, menangis seratus tahun non stop. Sedangkan kita ?.
Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali melainkan berpuluh, beratus,
beberapa ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun berapa lama kita menangis
meratapi dosa bertobat memohon maghfiroh Allah SWT ?. Mari kita akui dengan
jujur, dan mari sekarang juga kita bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT!.
AL-FAATIHAH
!
YAA
ROBBANALLAHUMMA SHOLLI SALLIMI ...... 1
x.
AL-FAATIHAH
!.
Mari
kita perhatikan dan renungkan firman Allah Swt dalam surat No. 19 Maryam ayat
58 :
أُولَئِكَ الَّذِينَ
أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ
حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ
هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوا
سُجَّدًا وَبُكِيًّا (مريم : ٥٨)
Mereka
itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah yaitu para Nabi dari
keturunan (Nabi) Adam dan dari orang-orang yang kami angkat bersama (Nabi) Nuh.
Dan dari keturunan (Nabi) Ibrahim dan Isroil, dan dari orang -orang yang telah
KAMI beri petunjuk dan telah KAMI pilih. Apabila telah dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan
menangis.
(QS. [19] Maryam : 58).
وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ
وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (الإسراء : ١٠٩)
Dan
mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.
(QS. [17] al-Isrok : 109).
Yang
dimaksud “mereka”
dalam ayat tersebut adalah “Alladziina uutul ‘ilma” = orang-orang
yang didatangkan ilmu kepadanya. Dan mereka menangis
apabila dibacakan al-Qur’an kepada mereka. Mari kita lihat diri kita sendiri,
ketika mendengar bacaan al-Qur’an dapat menangiskah atau bahkan tertawa atau
tidak mau ambil pusing. Terserah masing-masing kita.
Kita
perhatikan sabda Rasulullah SAW:
يَآأَيُّهَا
النَّاسُ أُبْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْ (رواهأبو
داود)
Wahai
para manusia, menangislah kamu sekalian, maka jika kamu sekalian tidak bisa
menangis, berusahalah agar bisa menangis!
(HR. Abu Dawud).
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَّارَ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ
خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ (رواه الطبرانى عن
أنس بن مالك)
Dua
jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka ; satu, mata yang menangis dari
sebab takut kepada Allah, dan dua, mata yang karipan (semalaman tidak tidur)
didalam sabilillah.
Orang
yang tidak menangis terhadap Allah SWT adalah terkecam dan tidak memperoleh
fadlol dari Allah SWT. Sebagaimana keterangan dalam firman-Nya :
أَفَمِنْ هٰذَا
الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ. وَتَضْحَكُونَ وَلاَتَبْكُونَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُونَ (النجم
: 59 - ٦١)
Maka
apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?. Dan kamu menertawakan dan
tidak menangis?. Sedangkan kamu melengahkan?. Maka bersujudlah kepada Allah dan
sembahlah DIA. (QS. [53] An-Najm : 59 -
61).
Sabda
Rasulullah SAW:
مَنْ أَذْنَبَ
وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِي (رواه
أبو نعيم عن ابن عباس)
Barang
siapa berbuat dosa dan dia (sempat) tertawa, maka dia akan masuk neraka sambil
menangis.
(HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas).
Di
dalam kitab Taqriibul Ushuul dituliskan :
لاَيَكُوْنُ
الْفَضْلُ إِلاَّ لِلْقُلُوْبِ الْمُنْكَسِرَةِ الْمُتَعَرِّضَةِ لِلنَّفَحَاتِ الإِلٰهِيَّةِ
(تقريب الأصول ص : 217)
Fadlolnya
Allah SWT tidak diberikan, melainkan kepada hati yang meratapi dosa yang sangat
menghadang/ membutuhkan pertolongan Ilahiyah.
(Taqriibul Ushuul : 217).
Mudah-mudahan
kita dikaruniai hati yang lunak, yang peka (gampang merasa) terhadap “sesuatu”
yang menyentuh jiwa kita, sehingga kita cepat merasa dan mengakui dosa-dosa kita,
kemudian tergores hati kita untuk menangis bersujud memohon maghfiroh ampunan
dari Allah SWT. Amiin.
Yang
dimaksud dengan “sesuatu” tersebut di atas, adalah sebagaimana istilah di dalam
kitab al-Hikam yaitu : “Waaridun Ilaahiyun” yakni suatu suasana dan kondisi
batiniyah yang didatangkan oleh Allah SWT kedalam hati hamba yang dikehendaki-NYA.
Dan alhamdulillah dengan lebih tekun mujahadah Wahidiyah kita dikaruniai apa
yang kita mohon diatas. Dan semua itu harus senantiasa kita tingkatkan. Kita
tingkatkan demi untuk Fafirruu Ilallah wa Rasulihi SAW!.
AL-FAATIHAH
!
(MUJAHADAH)
No comments:
Post a Comment