Monday, June 2, 2014

HAL TANGIS DALAM MUJAHADAH

HAL TANGIS DALAM MUJAHADAH

Menangis adalah merupakan gejala dari pada phenomena psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, ketika masa kanak-kanak, ketika dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan sudah nenek-nenek pun bisa menangis. Makhluk lain jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan belum pernah kita mendengar tangisannya.

Motifasi (dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisnya bayi merupakan bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan : lapar, haus, badan terasa kotor, terkena pipis, badan tidak enak / sakit dan sebagainya. Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya bahwa tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar permohonan maghfiroh atas dosa kedua orang tuanya.

Orang yang susah karena mengalami musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira bisa menangis. Pokoknya menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang tidak normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis, tetapi tidak keluar air mata. Jadi tidak seperti tangisnya orang biasa yang masih normal fikirannya. Mungkin tangis yang dibuat-buat atau berpura-pura menangis.
Jelaslah bahwa dorongan manusia itu datang dari dalam diri orang yang menangis sendiri, karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada - adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh ke dalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat menyetop / memberhentikan orang yang sedang menagis begitu saja.

Bagaimanapun usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan sendirinya juga karena telah datang “sesuatu” yang merangsang jiwanya, yang meredakan kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar diri yang sedang menangis hanya sekedar membantu proses datangnya “sesuatu” yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada disekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.

Di dalam mujahadah Wahidiyah banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksa diri kita untuk kita menangis, tetapi toh juga tidak bisa berhasil menangis. Walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai diri dari menagis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allahu A’lam !. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional.

Namun bagaimanapun kedaannya kita harus bersyukur alhamdulillah bahwa tangis yang terjadi didalam Perjuangan Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Allah wa Rasuulihi SAW. tangis di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan / material. Motif tangis di dalam Perjuangan Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedloliman merugikan orang lain dan masyarakat dan sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Allah SWT kepada Rasulullah SAW, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap perjuangan kesadaran Fafirruu Ilallah wa Rasulihi SAW, terhadap mahkluk lingkungan hidupnya dan sebagainya. Diantaranya lagi karena sentuhan batin berupa “syauq dan mahabbah” (rindu dan cinta) yang mendalam kepada Allah SWT dan kepada junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Tangis karena kagum melihat keagungan Allah SWT, melihat sifat Jamal dan Kamal Allah SWT, trenyuh tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rasulullah SAW, kepada para umat,terhadap dirinya yang menangis terutama.

Tangis yang ada hubungan kepada Allah SWT adalah tangis yang banyak dilakukan oleh para nabi mulai kanjeng Nabi Adam AS sampai junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Kanjeng Nabi Adam AS setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun non stop. Menangis meratapi dosanya kepada Allah SWT. yaitu melanggar larangan Allah agar tidak mendekati buah kuldi waktu di surga. Menangis bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT.

Mari kita renungkan pristiwa Kanjeng Nabi Adam untuk diri kita. Pertama beliau adalah seorang Nabi, dan kedua, beliau hanya melakukan kesalahan satu kali saja di surga, menangis seratus tahun non stop. Sedangkan kita ?. Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali melainkan berpuluh, beratus, beberapa ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun berapa lama kita menangis meratapi dosa bertobat memohon maghfiroh Allah SWT ?. Mari kita akui dengan jujur, dan mari sekarang juga kita bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT!.

AL-FAATIHAH !
YAA ROBBANALLAHUMMA SHOLLI  SALLIMI ...... 1 x.
AL-FAATIHAH !.

Mari kita perhatikan dan renungkan firman Allah Swt dalam surat No. 19 Maryam ayat 58 :
أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا (مريم : ٥٨)
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah yaitu para Nabi dari keturunan (Nabi) Adam dan dari orang-orang yang kami angkat bersama (Nabi) Nuh. Dan dari keturunan (Nabi) Ibrahim dan Isroil, dan dari orang -orang yang telah KAMI beri petunjuk dan telah KAMI pilih. Apabila telah dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (QS. [19] Maryam : 58).
وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (الإسراء : ١٠٩)
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu. (QS. [17] al-Isrok : 109).

Yang dimaksud mereka dalam ayat tersebut adalah “Alladziina uutul ‘ilma” = orang-orang yang didatangkan ilmu kepadanya. Dan mereka menangis apabila dibacakan al-Qur’an kepada mereka. Mari kita lihat diri kita sendiri, ketika mendengar bacaan al-Qur’an dapat menangiskah atau bahkan tertawa atau tidak mau ambil pusing. Terserah masing-masing kita.

Kita perhatikan sabda Rasulullah SAW:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ أُبْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْ (رواهأبو داود)
Wahai para manusia, menangislah kamu sekalian, maka jika kamu sekalian tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis! (HR. Abu Dawud).
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَّارَ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ (رواه الطبرانى عن أنس بن مالك)
Dua jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka ; satu, mata yang menangis dari sebab takut kepada Allah, dan dua, mata yang karipan (semalaman tidak tidur) didalam sabilillah.

Orang yang tidak menangis terhadap Allah SWT adalah terkecam dan tidak memperoleh fadlol dari Allah SWT. Sebagaimana keterangan dalam firman-Nya :
أَفَمِنْ هٰذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ. وَتَضْحَكُونَ وَلاَتَبْكُونَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُونَ (النجم : 59 - ٦١)
Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?. Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?. Sedangkan kamu melengahkan?. Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah DIA. (QS. [53] An-Najm : 59 - 61).

Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِي (رواه أبو نعيم عن ابن عباس)
Barang siapa berbuat dosa dan dia (sempat) tertawa, maka dia akan masuk neraka sambil menangis. (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas).

Di dalam kitab Taqriibul Ushuul dituliskan :

لاَيَكُوْنُ الْفَضْلُ إِلاَّ لِلْقُلُوْبِ الْمُنْكَسِرَةِ الْمُتَعَرِّضَةِ لِلنَّفَحَاتِ الإِلٰهِيَّةِ (تقريب الأصول ص : 217)
Fadlolnya Allah SWT tidak diberikan, melainkan kepada hati yang meratapi dosa yang sangat menghadang/ membutuhkan pertolongan Ilahiyah. (Taqriibul Ushuul : 217).
Mudah-mudahan kita dikaruniai hati yang lunak, yang peka (gampang merasa) terhadap “sesuatu” yang menyentuh jiwa kita, sehingga kita cepat merasa dan mengakui dosa-dosa kita, kemudian tergores hati kita untuk menangis bersujud memohon maghfiroh ampunan dari Allah SWT. Amiin.

Yang dimaksud dengan “sesuatu” tersebut di atas, adalah sebagaimana istilah di dalam kitab al-Hikam yaitu : “Waaridun Ilaahiyun” yakni suatu suasana dan kondisi batiniyah yang didatangkan oleh Allah SWT kedalam hati hamba yang dikehendaki-NYA. Dan alhamdulillah dengan lebih tekun mujahadah Wahidiyah kita dikaruniai apa yang kita mohon diatas. Dan semua itu harus senantiasa kita tingkatkan. Kita tingkatkan demi untuk Fafirruu Ilallah wa Rasulihi SAW!.

AL-FAATIHAH !

(MUJAHADAH)



No comments:

Post a Comment