Sunday, June 1, 2014

SEJARAH SINGKAT LAHIRNYA SHALAWAT WAHIDIYAH

SEJARAH SINGKAT LAHIRNYA SHALAWAT WAHIDIYAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِى  اٰتَانَـــا        بِـالْوَاحِـدِيَّةِ بِفَـضْلِ رَبِّـنَا
الْحَمْدُ لِلهِ الصَّلاَةُ وَالسَّـلامْ       عَلَيْكَ وَالاَلِ أَيَا خَــيْرَ الاَنَامْ
رَبٌّ كَرِيْمٌ وَأَنْتَ ذُو خُلْقٍ  عَـظِيمْ        فَاشْـفَعْ لَنَا فَاشْـفَعْ لَنَا  عِنْدَ  الْكَرِيمْ
يَآ أَيُّهَا الْـغَوْثُ  سَـلاَمُ اللهْ      عَـلَيْكَ رَبِّــنِي  بِـإِذْنِ اللهْ
وَانْظُرْ  إِلَيَّ  سَـيِّدِى  بِنَظْرَةْ      مُــوْصِلَةٍ لِلْـحَضْرَةِ الْـعَلِيَّةْ
يَارَبَّـنَا اللهُمَّ صَـلِّ سَـلِّمِ        عَلَى مُحَمَّدٍ شَـفِيْعِ الاُمَــمِ
والاَلِ وَاجْعِلِ الآنَامَ مُسْرِعِيْنَ        بالواحِـدِيَةِ  لِرَبِّ  العَـالَمِيْنَ
ياربَّنَا اغْفِرْ يَسِّر افْتَحْ  وَاهْدِنَا       قَـرِّبْ  وَأَلِّـفْ بَيـْنَنَا يَارَبَّنَا
أَمَّا بَعْدُ ؛

Pada kira-kira awal bulan Juli 1959, Hadrotul Mukarrom Mbah Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef Qs wa Ra Pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo - Desa Bandar Lor Kota Kediri, menerima suatu alamat ghoib dalam keadaan terjaga dan sadar, bukan dalam mimpi. Maksud dan isi alamat ghoib tersebut ialah “SUPAYA MENGANGKAT MASYARAKAT”. Yang dimaksud adalah ikut serta memperbaiki/membangun mental masyarakat, khususnya lewat Jalan batiniyah”. Mental masyarakat, terutama mental kesadaran kepada Allah wa Rasulihi SAW.
Sesudah menerima alamat ghoib tersebut beliau sangat prihatin dan kemudian me-ngetog/ memusatkan kekuatan batin bermujahadah (istilah Wahidiyah) munajat ber-depe-depe/ mendekatkan diri kehadirat Allah SWT, memohon bagi kesejahteraan umat dan masyarakat, terutama bagi perbaikan ahklaq dan mental masyarakat. Diantara do’a-do’a yang beliau amalkan paling banyak adalah Do’a Shalawat. Shalawat Badawiyah, Shalawat Nariyah, Shalawat Munjiyat, Shalawat Masyisyiyah dan masih banyak lagi. Boleh dikatakan hampir seluruh do’a-do’a shalawat beliau amalkan demi memenuhi maksud adanya alamat ghoib tersebut. Tidak ada waktu yang terbuang tidak dipergunakan membaca shalawat oleh beliau. Bahkan amalan beliau sebelum datangnya alamat ghoib tersebut yang paling banyak adalah do’a shalawat kepada junjungan kita kanjeng Nabi Muhammad SAW. Jika beliau bepergian dengan naik sepeda memegang stir dengan tangan kini, sedangkan tangan kanan dimasukkan dalam saku bajunya, ternyata memutar tasbih didalam saku baju tersebut. Amalan do’a Shalawat Nariyah misalnya, berkali-kali beliau hatamkan 4444 kali dalam waktu kurang lebih satu jam. Dengan penuh ketekunan dan prihatin yang sangat mendalam beliau tidak henti-hentinya bermujahadah dan melakukan riyadloh-riyadloh seperti puasa sunnah dan sebagainya demi melaksanakan maksud alamat ghoib tersebut, dan tidak seorangpun dan keluarganya yang mengetahui bahwa beliau sedang melaksanakan suatu tugas yang sangat berat. Tugas yang harus dilaksanakan bukan untuk kepentingan umat dan masyarakat bidang ilmiyah lahiriyah saja, melainkan untuk kepentingan perbaikan mental dan akhlaq umat manusia yang beraneka warna laku dan tingkahnya.

Pada kira-kira awal tahun 1963, beliau Qs wa Ra menerima alamat ghoib lagi seperti kejadian pada tahun 1959. Alamat ghoib yang kedua ini bersifat peringatan terhadap alamat ghoib yang pertama supaya cepat-cepat ikut berusaha memperbaiki mental masyarakat melalui saluran batiniyah. Maka beliaupun terus lebih meningkatkan lagi mujahadah-mujahadah berdepe-depe kehadirat Allah SWT, sampai-sampai kondisi fisik jasmani beliau qs wa Ra seringkali terganggu. Namun demikian batiniyah beliau tidak terpengaruh oleh kondisi jasmani, terus senantiasa berdepe-depe kehadirat Allah SWT. Memohonkan bagi perbaikan mental dan akhlaq umat masyarakat. Tidak lama sesudah menerima alamat ghoib yang kedua tahun 1963 itu, beliau Qs wa Ra menenima alamat ghoib dari Allah SWT untuk yang ketiga kalinya dan yang sekarang ini lebih kéras sifatnya daripada yang kedua. “Malah kulo dipun ancam menawi mboten enggal-enggal berbuat dengan tegas”. (Malah saya diancam kalau tidak cepat-cepat berbuat dengan tegas). Demikian kurang lebih keterangan yang beliau Qs wa Ra jelaskan. “Saking kerasipun peringatan / ancaman, kulo ngantos gemeter sak bakdonipun meniko (Karena kerasnya peringatan dan ancaman, saya sampai gemetar sesudah itu)” tambah beliau Qs wa Ra. Selanjutnya beliaupun menjadi lebih prihatin lagi dan terus meningkatkan mujahadah berdepe-depe lebih dekat memohon kehadirat Allah SWT. dalam situasi batiniyah yang senantiasa mengarah kepada Allah wa Rasulihi SAW. itu beliau Qs wa Ra kemudian mengarang suatu do’a shalawat. “Kulo damel oret-oretan” (istilah beliau Qs wa Ra, “Saya membuat coret-coretan”), maka tersusunlah shalawat “ALLAHUMMA KAMAA ANTA AHLUH...... “sak derengipun kulo inggih mboten angen - angen bade nyusun shalawat”. (Sebelumnya saya tidak ada angan-angan menyusun shalawat). Beliau menjelaskan : “Malah anggein kulo ndamel oret-oretan, namung kaliyan nggeloso”. (Malah saya dalam menyusun itu sambil tiduran). Kemudian shalawat “ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH ...” yang baru lahir dari kandungan batiniyah yang bergetar dengan frekwensi tinggi kepada Allah wa Rasulihi SAW, batiniyah yang dikerumuni oleh rasa tanggung jawab dan prihatin memikirkan umat dan masyarakat itu, disuruh mencoba untuk diamalkan oleh beberapa orang yang dekat pada beliau waktu itu. Jika tidak keliru ada tiga orang yang beliau sebut sebagai pengamal percobaan, yakni Bapak Abdul Jalil (almarhum), termasuk tokoh tua dari desa Jamsaren kota Kediri, Kemudian saudara Mukhtar, pedagang dari desa Bandar Kidul Kediri dan saudara Dahlan santri dari Demak Semarang (pada waktu itu masih remaja). Alhamdulillah ketiga-tiganya melaporkan bahwa setelah mengamalkan “ALLAHUMMA KAMAA ANTA AHLUH” dikaruniai rasa tentrem dalam hati, tidak ngongso-ongso dan lebih banyak ingat kepada Allah SWT. Selanjutnya dicoba lagi beberapa santri disuruh mengamalkan dan hasilnya alhamdulillah juga sama seperti yang dialami oleh ketiga orang tersebut diatas, yang kemudian shalawat “ALLAHUMMA KAMAA ANTA AHLUH.....” ini disebut “SHALAWAT MA’RIFAT”. Kami mohon keikhlasan para pembaca untuk tabarukan dengan membaca fatihah satu kali dan Shalawat Ma’rifat satu kali.
ALFAATIHAH...............1X.
ALLOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH; SHOLLI WASALLIM
WABAARIK ‘ALAA SAYYIDINAA WAMAULAANAA, WASYAFII‘INAA. WAHABIIBINAA, WAQURROTI A’YUNINAA MOHAMMADIN SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAMA KAMAA HUWA AHLUH; NAS-ALUKALLAHUMMA BIHAQQIHI ANTUGHRIQONAA FII LUJJATI BAHRIL WAHDAH. HATTA LAA NARO, WA LAA NASMA’A, WA LAA NAJIDA, WA LAA NUHISSA, WA LAA NATAHARROKA, WA LAA NASKUNA ILLA BIHAA. WATARZUQONAA TAMAAMA MAGHFIROTIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA NI’MATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA MA’RIFATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA MAHABBATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA RIDWAANIKA YAA ALLOH. WASHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALAIHI WA ‘ALA ALIHI WASHOHBIH, ‘ADADA MAA AHAATHO BIHI ‘ILMUKA WA AHSHOOHU KITAABUK; BIROHMATIKA YAA ARHAMARROOHIMIN WALHAMDU LILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN.

Beberapa waktu kemudian tersusun lagi oleh beliau Qs wa Ra shalawat yang pertama dalam LEMBARAN WAHIDIYAH, yaitu “ALLOHUMMA YAA WAHIDU YAA AHAD, YAA WAAJIDU YAA JAWAAD, SHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALA SAYYIDINAA MOHAMMADIN  WA ‘ALA ALI SAYYIDINAA MOHAMMAD, FII KULLI LAMHATIN- WANAFASIN BI’ADADI MA’LUUMAATILLAHI WA FUYUUDLOOTIHI WA AMDAADIH”.
Shalawat ini dicoba diamalkan oleh beberapa orang, dan alhamdulillah hasilnya lebih positif lagi, yaitu dikaruniai Allah SWT ketenangan batin yang lebih mantap. Berturut-turut santri Pondok Pesantren Kedunglo banyak yang mengamalkannya dan sementara itu shalawat “ALLOHUMMA YAA WA HIDU YAA AHAD......” ini mulai diijazahkan secara umum. Tamu-tamu yang berziarah kepada beliau Mbah Yahi Qs wa Ra diberi ijazah untuk mengamalkan shalawat ini, disamping itu beliau Qs wa Ra menyuruh untuk menulis shalawat ini kepada beberapa santri, yang selanjutnya tulisan itu dikirim kepada para Ulama’/ Kyai yang diketahui alamatnya dengan surat pengantar yang ditulis oleh beliau Qs wa Ra sendiri agar bisa diamalkan oleh masyarakat setempat. Sebegitu jauh tidak ada jawaban dari para Ulama’ / Kyai yang dikirimi. Dari hari kehari makin banyak orang yang datang minta diberi ijazah amalan shalawat tersebut. Ijazah mengamalkan yang beliau Qs wa Ra berikan adalah “ijazah mutlak”, artinya disamping diamalkan sendiri supaya ditularkan / disampaikan kepada orang lain.

Pada waktu itu beliau Mbah Yahi Qs wa Ra memberikan pengajian Kitab Al-Hikam sebagai pengajian rutin seminggu sekali pada setiap Kamis malam Jum’at yang diikuti oleh santri-santri Kedunglo dan beberapa Kyai sekitar kota Kediri. Pada suatu malam Jum’at didalam majelis Pengajian Kitab Al-Hikam tersebut dituliskan Shalawat Ma’rifat “ALLOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH...” kemudian diterangkan oleh beliau Qs wa Ra dan diijazahkan untuk diamalkan disamping shalawat “ALLOHUMMA YAA WA HID U YAA AHAD....”
Seorang ulama dan desa Pagu Kediri yaitu Bapak KH. Ridwan yang biasanya mengikuti pengajian Al-Hikam di Kedunglo, ketika melihat tulisan shalawat “ALLOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH” yang pertama kali di papan tulis tersebut, beliau memandang dengan penuh keheranan / takjub terhadap susunan bahasa shalawat tersebut.
“Sungguh luar biasa ampuhnya shalawat ini”, demikian kata-katanya sambil menggelengkan kepala.
Demikian seterusnya berjalan dari hari kehari makin banyak orang yang minta ijazah shalawat WAHIDIYAH dan shalawat MA’RIFAT. Untuk memenuhi kebutuhan yang bertambah banyak itu seorang pengamal shalawat Wahidiyah dari Tulungagung yakni Bp. KH. Mukhtar yang juga seorang ahli khot tulis Arab, membuat Lembaran shalawat Wahidiyah, “ALLOHUMMA YAA WAAHIDU YAA AHAD..... dan ALLOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH...” dengan distensil yang sangat sederhana atas biaya sendiri dan dibantu oleh beberapa orang pengamal shalawat Wahidiyah dari Tulungagung.
Pengajian kitab al-Hikam yang diadakan setiap Kamis malam Jum’at itu kemudian atas usul dari peserta pengajian yang menjadi pegawai negeri, pengajian dirubah hari Minggu pagi hingga sekarang. Yang juga didahului dengan berjama’ah sholat tasbih dan mujahadah shalawat Wahidiyah. Penjelasan dalam pengajian tersebut menggunakan istilah-istilah / kata-kata populer yang mudah difahami dan mudah diterapkan dalam hati pendengarnya. Adapun keterangan- keterangan yang diberikan oleh beliau Mbah Yahi Qs wa Ra dalam mengulas kitab al-Hikam itu diintegrasikan dalam fatwa amanatnya dan dalam Buku Kuliah Wahidiyah.
Soal-soal yang prinsip dan paling pokok bagi kehidupan manusia meliputi bidang akhlaq, tauhid, bidang mental, adab, bidang kemasyarakatan diuraikan dengan contoh-contoh dan dengan i’tibar-i’tibar yang mudah difahami. Sehingga mudah diterapkan dalam hati sanubari para pengikut pengajian. Penguraian ajaran-ajaran Wahidiyah seperti LILLAH BILLAH dan sebagainya disajikan dengan sistematis, sepadan dengan situasi dan kondisi para pengikut pengajian. Contoh-contoh diambilkan dari pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari di dalam masyarakat.
Disaat beliau Qs wa Ra menerangkan soal-soal hakekat wujud, ketika sampai pengertian dan pengetrapan “BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYYAH”, selanjutnya kemudian disempurnakan dengan penerapan LIRRASUL BIRRASUL, tersusun pulalah shalawat yang ketiga yaitu : “YAA SYAFI’AL KHOLQIS SHOLATU WASSALAM ....... dst,“ yang dalam pengamalannya dirangkaikan menjadi satu rangkaian amalan yang didahului dengan bacaan al-Fatihah bagi junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dan bagi beliau Ghoutsi Hadzaz Zaman Ra dan seterusnya. Untuk tabarrukan, mari kita baca :

AL FAATIHAH.............1 X.
...............................
...............................
#  YAA SYAAFI’AL KHOLQIS SHOLAATU WASSALAAM,
#  ‘ALAIKA NUUROL KHOLQI HAADIYAL ANAAM.
#  WA ASHLAHU WA RUUHAHU ADRIKNII,
#  FAQOD DHOLAMTU ABADAN WA ROBBINII
#  WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA,
#  FA-IN TARUDDA KUNTU SYAKHSHON HAALIKA.
AL-FAATIHAH.............1X

Rangkaian ketiga shalawat termasuk bacaan Fatihahnya tersebut diberi nama “SHALAWAT WAHIDIYAH”.
Kata Wahidiyah diambil dan dari tabarrukan (mengambil barokah) dari salah satu Asm’ul A’dhom yang terdapat didalam shalawat yang pertama yaitu “WAAHIDU” artinya “SATU / ESA”. Satu tiada terpisah-pisahkan lagi mutlak satu, aslan wa abadan. Sifat SATU / ESA bagi Allah SWT,  tidak seperti satunya makhluk. Diantara khawas / rahasia-nya Asma “WAAHIDU”, seperti disebutkan dalam kitab Sa’adatud Daroini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya kurang lebih “AL-WAAHIDU, termasuk asma Allah yang agung (Asmaa’ul A’dhom) yang barang siapa berdo’a dengan kalimah itu mudah diijabahi”.
Para ulama ahli hikmah mengatakan: “Bahwa diantara khawasnya (khasiatnya) Asma “AL-WAAHIDU, yaitu menyembuhkan rasa kebingungan, rasa rupek (jiwa terhimpit), rasa gelisah dan kesusahan”. Barang siapa membacanya dengan sepenuh hati dan hudlu’ sebanyak 1000 kali, maka dia dikaruniai Allah SWT tidak mempunyai rasa takut dan khawatir kepada makhluk, dimana takut kepada makhluk itu adalah sumber dari pada balak bencana di dunia dan akhirat. Dia hanya takut kepada Allah dan tidak takut kepada selain Allah.
Pada kira-kira akhir tahun 1963 diadakan pertemuan silaturrohmi diantara para tokoh dan Ulama’ / Kyai yang sudah mengamalkan Shalawat Wahidiyah dari Kediri, Tulungagung, Blitar, Jombang dan Mojokerto bertempat di langgar (mushalla) Bp. KH. Abdul Djalil (almarhum) Jamsaren Kediri. Pertemuan silaturrohmi tersebut langsung dipimpin oleh beliau Hadrotul Mukarrom Mbah Yahi Qs wa Ra sendiri. Diantara hasil musyawarah tersebut ialah susunan redaksi kata-kata yang kemudian ditulis di dalam lembaran-lembaran Shalawat Wahidiyah, sebagai petunjuk cara pengamalan Shalawat Wahidiyah, termasuk kata-kata jaminan / garansi, yang insya Allah redaksi asli dari pada “Jaminan” tersebut diusulkan oleh Hadrotul Mukarrom Mbah Kyai sendiri didalam musyawarah tersebut dan disetujui. (periksa lembaran Shalawat Wahidiyah th. 1964 terlampir).

Kemudian pada tahun 1964 menjelang peringatan ulang tahun lahirnya Shalawat Wahidiyah yang pertama dalam bulan Muharrom tahun tersebut, seorang pengamal Shalawat Wahidiyah dari Surabaya yakni bapak KH. Mahfudz dari Ampel Surabaya dengan dibantu beberapa kawan, mengusahakan klise Shalawat Wahidiyah yang petama dan mencetaknya sekali sebanyak kurang lebih dua ribu lima ratus lembar diatas kertas HVS putih atas biaya Almarhumah Ibu H. Nur AGN Surabaya. Pada tahun 1964 sesudah peringatan Ulang Tahun Shalawat Wahidiyah yang pertama, diadakan Asrama Wahidiyah di Kedunglo dan diikuti tokoh-tokoh dan para Kyai yang sudah menerima Shalawat Wahidiyah, dari daerah Kediri, Madiun, Tulungagung, Blitar, Malang, Jombang, Mojokerto dan Surabaya. Asrama diadakan selama tujuh hari tujuh malam, dan kuliah-kuliah Wahidiyah langsung diberikan oleh Hadrotul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Qs wa Ra - Mu’allif Shalawat Wahidiyah sendiri. Didalam asrama itulah lahirnya kahimat nida’ “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH”.

Sebagai pelengkap untuk menyempurnakan dan meningkatkan amalan Shalawat Wahidiyah yang sudah ada, maka didalam lembaran Shalawat Wahidiyahpun kemudian ditambahkan kalimat tersebut. (periksa terlampir “Lembaran Shalawat Wahidiyah” yang ditulis pada tahun 1964).

Pada kira-kira awal tahun 1965, beliau menerangkan hal-hal mengenai Ghoutsu Hadzaz Zaman Ra. Didalam fatwanya tersebut (dalam suatu asrama Wahidiyah yang kedua) di Kedunglo, lahirlah dari kandungan fatwanya :

#  YAA AYYUHAL - GHOUTSU SALAAMULLOH,
#  ‘ALAIKA ROBBINII BI-IDZNILLAH.
#  WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINADHROH,
#  MUUSHILATIL - LILHADLROTIL ‘ALIYYAH.

Aurod ini, merupakan suatu jembatan emas yang menghubungkan tepi jurang pertahanan nafsu disuatu fihak dan tepi kebahagiaan kesadaran kepada Allah wa Rasulihi SAW, dilain fihak. Sebagian pengamal Shalawat Wahidiyah menyebutnya “ISTIGHOTSAH” dalam Wahidiyah. Istighotsah ini tidak langsung dicantumkan kedalam rangkaian Shalawat Wahidiyah dalam lembaran-lembaran yang diedarkan kepada masyarakat, tetapi dianjurkan banyak diamalkan oleh mereka yang sudah agak lama mengamalkan Shalawat Wahidiyah, terutama dalam mujahadah-mujahadah khusus. Begitu juga kalimah nida’ “FAFIRRUU ILALLAH” pada waktu itu belum dicantumkan dalam rangkaian pengamalan Shalawat Wahidiyah, tetapi dibaca bersama-sama oleh imam dan makmum pada akhir tiap-tiap do’a. Dan pada waktu itu “WAQUL JAA-AL HAQQU WA ZAHAQOL BAATHIL INNAL BAATHILA KAANA ZAHUUQOO” juga belum dijadikan rangkaian dengan “FAFIRRIUU ILALLAH” seperti sekarang. Tentulah ini suatu kebijaksanaan yang mengandung berbagai macam hikmah dan sirri-sirri yang kita tidak mampu menguraikannya atau tegasnya tidak mengetahuinya. Demikianlah dalam masa-masa sesudah tahun 1965, beberapa waktu lamanya “LEMBARAN SHALAWAT WAHIDIYAH” yang diedarkan kepada masyarakat tetap seperti semula yaitu sampai pada “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH”.
Perhatian masyarakat makin hari makin terus bertambah-tambah terhadap Shalawat Wahidiyah. Permintaan-permintaan lembaran Shalawat Wahidiyah makin bertambah-tambah, sekalipun disana sini ada sebagian masyarakat yang tidak mau menerimanya dan bahkan memberikan reaksi terhadap Shalawat Wahidiyah. Kontras-kontras terhadap Shalawat Wahidiyah tersebut, ternyata dikemudian hari mengandung hikmah dari Allah SWT. Yakni merupakan saluran tarbiyah Allah SWT bagi peningkatan kesadaran kepada Allah wa Rasulihi SAW.
Suatu ketika, wakil pengamal dari suatu daerah pernah melaporkan kepada beliau Mbah Yahi Qs wa Ra, bahwa didaerahnya terjadi pengontrasan yang sangat agresif. Dengan ramah dan senyuman beliau memberikan  jawaban : “Mestinipun kito rak matur kasuwun dateng mereka, jalaran kito lajeng mindak / mempeng anggen kito mujahadah”. (Mestinya kita kan harus berterima kasih kepada mereka, sebab menjadikan kita makin giat bermujahadah).
Dalam suatu fatwa amanatnya dalam mujahadah Kubro sesudah tahun 1970, beliau Hadrotul Mukarrom Mbah Yahi Qs wa Ra memberikan suatu pandangan dan sikap perjuangan Wahidiyah terhadap adanya kontras-kontras tersebut, bahwa para pengontras terhadap Wahidiyah itu sesungguhnya besar sekali jasanya terhadap Wahidiyah. Mereka - mereka itu adalah “KAWAN SETIA DALAM PERJUANGAN WAHIDIYAH” yang harus kita syukuri.

Pada kira- kira mulai tahun 1968, mulailah dimasukkan ke dalam rangkaian Shalawat Wahidiyah yang disebarkan kepada masyarakat, ialah redaksi :

#   YAA AYYUHAL GHOUTS SALAMULLOH
#  ‘ALAIKA RABBINI BI IDZNILLAH.
#  WANDZUR ILAYYA YA SAYYIDII BINADZROH.
#  MUSHILATIN LILHADLROTIL ‘ALIYYAH.

Dan redaksi :
#     YAA ROBBANALLOHUMMA SHOLLI SALLIMI
#     ‘ALA MOHAMMADIN SYAFII’IL UMAMI,
#     WAL ALI WAJ-‘ALIL ANAAMA MUSRI’IIN
#     BIL-WAAHIDIYYATI LIROBBIL ‘ALAMIIN
#     YAA ROBBANAGH-FIR YASSIR IFTAH WAHDINAA
#     QORRIB WA ALLIF BAINANAA YAA ROBBANAA

Kemudian menjelang tahun 1971 menjelang pemilihan umum dinegara kita, ditambah lagi dengan :
#     YAA SYAAFI’AL KHOLQI HABIIBALLAHI
#     SHOLAATUHU ‘ALAIKA MA’ SALAAMIHI
#     DLOLLAT WA DLOLLAT HILATII FII BALDATII
#     KHUDZ BIYADII YAA SAYYIDII WAL UMMATI

Demikian berturut-turut, Shalawat Wahidiyah semakin hari semakin disempurnakan seirama dengan peningkatan Ajaran Wahidiyah yang diberikan oleh Beliau Hadrotul Mukarrom Mbah Yahi Qs wa Ra kepada kita dan disesuaikan dengan kebutuhan situasi dan kondisi didalam masyarakat umat manusia baik didalam maupun diluar negeri.

Pada tahun 1972 dilengkapi dengan do’a permohonan  :
“ALLOHUMMA BAARIK FIIMA KHOLAQTA WAHAADZIHIL BALDAH”.

Tahun 1973 dilengkapi dengan do’a nida’ :
“BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM. ALLOHUMMA BIHAQQISMIKAL A’DHOM WABIJAAHI SAYYIDINAA MOHAMMADIN SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM WABIBAROKATI GHOUTSI HAADZAZ ZAMAN WA A’WAANIHI WA SAAIRI AULIYAAIKA YAA ALLOOH, YAA ALLOOH, YAA ALLOOH, RODLIYALLAHU TA’ALA ‘ANHUM (3X). BALLIGH JAMII’AL ‘ALAMIIN NIDAA ANAA HAADZA WAJ-‘AL FIIHI TAKTSIIRON - BALIIGHO (3X) FAINNAKA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QODIIR WABIL IJAABATI JADJIR (3X).
FAFIRRUU TLALLAH!
WAQUL JAA-AL HAQQU WAZAHAQOL BAATHIL INNAL BAATHILA KAANA ZAHUUQOO!
Ditambah dengan nida’ “FAFIRRUU ILALLAH” dengan berdiri menghadap empat penjuru.

Tahun 1978 dilengkapi dengan do’a “ALLOHUMMA BAARIK FII HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA ALLOH.
Tahun 1980 dalam Shalawat Ma’rifat diwaktu pembaca sudah sampai pada “WATARZUQONA TAMAAMA MAGHFIROTIKA” ditambah “YAA ALLOOH” demikian juga “WATAMAAMA NI’MATIKA” dan seterusnya sampai dengan “WATAMAAMA RID WANIKA” ditambah dengan “YAA ALLOOH”.

Tahun 1981 do’a “ALLOHUMMA BAARIK FIIMA KHOLAQTA WAHADZIHIL BALDAH” ditambah “YAA ALLOOH”, dan do’a “ALLOHUMMA BAARIK FII HAADZIHIL MUJAHADAH YAA ALLOOH”, menjadi “WA FII HAADZIHIL MUJAHADAH YAA ALLOOH”, sehingga menjadi rangkaian do’a “ALLAOOHUMMA BAARIK FIIMA KHOLAQTA WAHADZIHIL BALDAH YAA ALLOH, WA FII HAADZIHIL MUJAHADAH YAA ALLOH”.
Demikian secara kronologis/ urutan lahirnya amalan Shalawat Wahidiyah yang mengalami penyempurnaan di setiap periode. Semua dari masing-masing penyempurnaan itu, sudah barang tentu memiliki sirri-sirri yang kita sekalian tidak mengetahui maknanya. Hanya kadang-kadang ada beberapa pengamal ditunjukkan secara bathiniyah sirri-sirri tersebut.
Disamping itu penyempurnaan dari seluruh pengamalan Shalawat Wahidiyah, seirama dengan peningkatan Ajaran Wahidiyah yang diberikan beliau kepada kita, dan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi didalam masyarakat, baik diIndonesia maupun di Luar Negeri.
Semoga Allah SWT memberikan barokah terhadap Shalawat Wahidiyah dan memberikan balasan yang sebanyak-banyaknya kepada beliau muallifnya, Hadrotul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs wa Ra ilaa yaumil qiyaamah. Amiin.

-    AL - FAATIHAH.....................................................................   1X
-    YAA SYAFI’AL KHOLQIS SHOLAATU WASSALAAM   3X
-    YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH. ..........................   7X
-    YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOH...............   3X
-    AL - FAATIHAH................................................................ 1X


No comments:

Post a Comment