Fafirruu Ilalloh - Larilah kembali Kepada Alloh !
KEBIJAKSANAAN PENYIARAN DAN PEMBINAAN (DA’WAH) WAHIDIYAH
BISMILLAHIR ROHMAANIR ROHIIM
PENDAHULUAN
Secara umum dan secara mutlak setiap pengamal Wahidiyah bahkan siapa saja yang telah diberi ijazah Sholawat Wahidiyah atau bagian dari padanya dianjurkan oleh Mbah Yahi Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra, Ghouts Fii Zamanihi dan oleh Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra, Pengasuh perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadhoroh Kediri, supaya menyiarkan Shalawat Wahidiyah dan ajaran Wahidiyah kepada masyarakat luas tanpa pandang bulu dengan kebijaksanaan sebaik-baiknya.
Dapat disimpulkan, bahwa setiap pengamal Wahidiyah harus menyiarkan Shalawat Wahidiyah dan ajarannya kepada orang lain dengan kebijaksanaan sebaik-baiknya.
Dan penyiaran Wahidiyah harus diikuti dengan pembinaan !.
Maka diantara kewajiban tiap-tiap Pembina/Da’i Wahidiyah yang paling minim adalah mendorong, membimbing dan menggiatkan aktifitas setiap pengamal Wahidiyah di dalam pengamalan dan penyiaran Shalawat Wahidiyah dan ajarannya, disamping tugas-tugas pembinaan pada umumnya.
Setiap anggota (unsur) dari Perjuangan Wahidiyah mulai dari Perjuangan Wahidiyah Pusat sampai para imam jama’ah Wahidiyah dan sponsor-sponsor Wahidiyah yang lain-lain, adalab pemimpin Wahidiyah yang harus senantiasa mengutamakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin Wahidiyah, sebagai anggota dan suatu lembaga yang mulya dalam pandangan Allah Swt. Yaitu Lembaga Khidmah Perjuangan Fafiruu Ilallah wa Rasulihi SAW. Suatu organisasi kerja yang mengatur dan menjalankan amanat “DA’II ILALLAHI WA RASUULIHI SAW”. dibawah bimbingan Beliau Al Mukarrom Mbah Yahi Muallif Shalawat Wahidiyah Qsw wa Ra, Ghouts Fii Zamanihi dan Beliau Al Mukarrom Kanjeng Romo Yahi Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, Ghouts Fii Hadzaz Zaman.
I. ANJURAN BAGI SETIAP PENYIAR & PEMBINA (DA’I) WAHIDIYAH
1. Bermujahadah lebih dahulu sebelum melaksanakan tugas.
(Periksa kembali Lampiran Aurod Mujahadah Khusus Peningkatan dan Peningkatan Fafirruu Ilalloh 5000).
Perlu diperhatikan dan diterapkan bahwa :
لاَيَكُوْنُ الْفَضْلُ إِلاَّ لِلْقُلُوْبِ الْمُنْكَسِرَةِ الْمُتَعَرِّضَةِ لِلنَّفَحَاتِ الإِلٰهِيَّةِ (تقريب الأصول : 217)
Fadlolnya Allah Ta’ala (maghfiroh, taufiq, hidayah, ‘inayah dan sebagainya) tidak akan diberikan kecuali kepada orang yang hatinya bersungguh-sungguh merana/ merintih (nelongso) meratapi dosa-dosanya dan yang menghadang membutuhkan pertolongan Ilahi.
2. Bertawassul (konsultasi batin) kepada Junjungan kita Rasulullah SAW. kepada Ghoutsu Hadzaz Zaman wa a’waanihi wa saairi ahbaabillahi was solihin khususnya (ditempat kita berda’wah) rodliyallahu ta’ala anhum. Hadiah-hadiah mujahadah yang ditujukan; antara lain kepada masyarakat / perorangan yang dikehendaki.
Perlu memperhatikan dan menyadari firman Allah :
إِنَّكَ لاَتَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَآءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (القصص : ٥٦)
Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-NYA, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. [28] Al-Qoshosh : 56)
1. Membuat persiapan-persiapan ilmiyah/ petunjuk ke Wahidiyahan yang diperlukan. Math-la’ah buku-buku Wahidiyah yang diperlukan, atau mendengarkan kaset-kaset kuliah Wahidiyah. Pilihlah judul yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang akan diberi Kuliah.
4. Mulai berangkat dari rumah menuju tempat acara / rumah orang yang dituju senantiasa mujahadah lahir batin dan memperbanyak membaca :
يَا سَيِّدِى يَا رَسُوْلَ اللهِ dan فَفِرُّوا إِلَى اللهِ,
dengan diawali Mujahadah dalam Perjalanan/bepergian seperti bimbingan mujahadah yang ada !.
5. Dan sekuat mungkin mengetrapkan ajaran Wahidiyah :
للهِ بِاللهِ، لِلرَّسُوْل بِالرَّسُولْ، لِلْغَوثْ بِالْغَوثْ
6. Usahakan agar kondisi jasmani /fisik kita dalam keadaan segar dan sehat. Misalnya mandi lebih dahulu, dan sebelum berangkat ke tempat acara sebaiknya berwudlu terlebih dahulu.
7. Sebelum seluruh acara selesai supaya membatasi diri untuk berbicara yang penting-penting saja dan seperlunya. Lebih banyak tafakkur dan berkonsentrasi ala Wahidiyah.
8. Berpakaian yang bersih, rapi dan simpatik dalam pandangan mayarakat setempat. Pria berbaju lengan panjang
( hem, jas dan semacamnya), bersarung atau bercelana dan berkopiah (songkok) hitam. Wanita memakai kain panjang, baju kebaya dan berkerudung atau long dress lengan panjang dan berkerudung segi tiga. Kerudung ala minang lebih primpen/ rapi. Bersepatu atau sandal (jangan pakai sandal jepit / bakiya).
9. Ketika akan berangkat ke podium, memberi hormat dengan anggukan kepala kepada orang-orang yang seatasnya yang ada di sekitar kita dan mohon do’a restu. Berjalan menuju podium dengan sopan dan tidak tergesa-gesa, terutama usahakan sekuat mungkin menerapkan LiIlah - Billah, Lirrasul - Birrasul, Lilghouts - Bilghouts.
10. Berdiri tegak dimuka mikropone dan mengarahkan hormat kepada hadirin hadirot kanan kiri sekedarnya, dengan pandangan yang simpatik, penuh dijiwai sorotan batin yang tajam. Disaat berceramah, jangan menundukkan kepala.
11. Sebelum salam berkonsentrasilah :
للهِ بِاللهِ ، لِلرَّسُوْل بِالرَّسُولْ ، لِلْغَوثْ بِالْغَوثْ
Tasyaffu’an dan Istihgoutsah batin, senantiasa mohon berkah, karomah, nadhroh dan do'a restu Beliau Ghoutsu hadzaz zaman Ra.
Kemudian mengucapkan salam menghadap arah hadirin hadirot dengan menghayati maknanya salam.
Kemudian membaca : بسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَّحِيْمِ , kemudian khutbah iftitah ala Wahidiyah dengan menghayati maknanya. Khutbah iftitah harus mengandung tahmid, shalawat dan istihgoutsah serta Yaa Robbanallohumma sholli sallimi ...dst... Kemudian jangan lupa : Amma Ba’du.
12. Bersikap hormat dan sopan, baik dalam gerak gerik maupun dalam ucapan.
- Bersunguh-sungguh (meyakinkan) dalam pembicaraan dan jangan membuat humor.
- Berbicara dengan bahasa hati, “hati yang dipenuhi oleh pancaran Fafirruu Ilallah wa Rasulihi SAW”.
- Tidak perlu membuat kata-kata yang bersifat AGITASI lahir dan jangan mengeluarkan pujian-pujian kepada orang-orang atau kepada sesuatu yang bersifat DEMONSTRATIF yang berlebih-lebihan, melainkan disertai dengan “tahaduts bin-ni’mah”.
- Jangan sekali-kali mengeluarkan kata-kata yang bisa menimbulkan singgungan lebih-lebih sindiran.
- Jika menggunakan dalil-dalil a1-Qur’an, Hadits atau Aqwaalul ulama’, membacanya harus fasih dan tepat, dan jika mungkin sebutkan ma‘khudz/ pengambilannya. Al-Qur’an surat apa, ayat berapa. Hadits, rowinya atau dari kitab apa. Aqwaalul Ulama qo’ilnya atau dari kitab apa. Jangan mengeluarkan dalil sepotong - sepotong, sehingga terganggu kejelasannya.
- Bagi yang kurang fasih membaca kalimah bahasa Arab, sebaiknya cukup memberikan artinya saja (secara kurang lebih), dan tidak usah mengucapkan dalilnya.
13. Harus diusahakan situasi hadirin tetap dan terarah.
- Kuliah-kuliah Wahidiyah harus sering diselingi dengan mujahadah, minimum pembacaan surat al-faatihah satu kali, jika hadirin sebagian besar belum pengamal Wahidiyah. Jika sebagian besar hadirin sudah pengamal Wahidiyah minimum mujahadah, atau tasyaffu’an dan istighoutsah.
يَارَبَّنَا اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ ....... الخ
Jika pada suatu ketika pembicaraan mengalami kurang lancar (buntu) sebaiknya dialihkan saja kepada mujahadah. Jangan memaksakan pembicaraan yang tidak terarah.
14. Jika berbicara dihadapan perorangan dalam rangka penyiaran Wahidiyah perlu diperhatikan antara lain.
a. Bersikap sopan, ramah tamah dan hormat, dan menyesuaikan diri dengan siapa kita berbicara, lebih-lebih terhadap mereka yang mempunyai kedudukan (sosial, ekonomi atau ilmiyah) yang lebih tinggi dari kita.
b. Senantiasa husnudhon bahwa mukhotob menaruh perhatian kepada da’wahnya bifadlillah wa-bi syafa’ati Rasuulillah SAW. wa Ghoutsu HadzazZamanRA. Peganglah teguh
للهِ بِاللهِ، لِلرَّسُوْل بِالرَّسُولْ، لِلْغَوثْ بِالْغَوثْ
dengan menggetarkan فَفِرُّوا إِلَى اللهِ di dalam hati.
c. Jangan memonopoli pembicaraan. Berilah kesempatan mukhotob/ audien mengeluarkan pendapatnya, bahkan jika perlu mintalah pendapatnya.
d. Jangan mengadakan perdebatan (mujadalah). Jika terjadi perbedaan pendapat, alihkan pembicaraan kepada hal lain yang dekat hubungannya dengan penyiaran.
e. Usahakan suasana percakapan sedemikian rupa, sehingga pada akhir percakapan dapat diadakan praktek pembacaan Shalawat Wahidiyah satu kali minimum surat al-Fatihah, dan YAA SAYYIDII YAA RASULLAH, dengan bilangan yang disesuaikan kondisi.
f. Usahakan agar mudda’alaih (orang yang diajak) segera melakukan pengamalan 40 hari, syukur dengan keluarganya atau paling-paling supaya memperbanyak
يَا سَيِّدِى يَا رَسُوْلَ اللهْ
g. Apabila situasi dan kondisi belum memungkinkan, sebaiknya tidak membicarakan tentang kewalian dan tentang karomah atau keampuhan orang seorang. Jika ada pertanyaan tentang Ghouts, jawabannya seperti pada Buku Kuliah Wahidiyah. tidak boleh menunjuk atau menyebut-nyebut nama seseorang sebagai pemangkujabatan ke walian seperti Abdal, Autad dst, juga Ghoutsu Hadzaz Zaman Ra, kecuali situasi dan kondisinya memungkinkan.
15. Jika masuk ke dalam daerah atau desa yang baru, dan lebih-lebih untuk mengadakan pengamalan mujahadah Wahidiyah, harus permisi sekurang-kurangnya memberi tahu dan mengenalkan diri kepada pejabat pemerintahan setempat, seperti Kepala Desa, Modin/ Kesra dan sebagainya serta tokoh masyarakat setempat, seperti Kyai, cendikiawan dan sebagainya.
16. Jika da’wahnya mendapat kelancaran dan sukses harus terus meningkatkan Fafirruu IIaIIah wa Rasulihi SAW wa Ghoutsu Hadzaz Zaman RA. terutama peningkatan kesadaran BILLAH, BIRRASUL, DAN BILGHOUTS.
Jangan sekali-kali di-aku, lebih-lebih membanggakan diri. Dan jika da’wahnya belum berhasil, harus tetap sabar, ridlo dan tawakkal, tetapi jangan putus asa, dan memperdalam koreksi diri.
مَا أَصَابَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ : sesuatu keburukan yang menimpa, adalah akibat dari dirimu sendiri.
II. PEDOMAN KEBIKJAKSANAAN PENYIARAN DAN PEMBINAAN (DA’WAH) WAHIDIYAH.
1. Allah Swt berfirman (QS. [16] An-Nahl : 125) :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل : ١٢٥)
Ajaklah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mau’idhah (wejangan–wejangan) yang baik dan bantahlah mereka dengan jalan yang baik.
a. Hikmah = Kebijaksaan. Yaitu adil, berilmu, dan sopan santun, lemah lembut, memakai perhitungan (berfalsafah) dan kebenaran.
رَأْسُ الْحِكْمَةِ مَخَافَةُ اللهِ (وَالْخَوْفُ مِنْ ثَمَرَاتِ الْعِلْمِ بِاللهِ) (ابن عباد ثانى : 16)
Pangkal hikmah adalah takut kepada Allah. Dan takut kepada-Nya itu buah dari ilmu/ sadar Billah. (Ibnu ‘Ibad II :16).
b. الْمَوْعِظَةُ الْحَسَنَةِ :
Pelajaran-pelajaran dan penjelasan-penjelasan yang baik dan dilaksanakan dengan cara yang baik pula.
c. وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِى هِيَ أَحْسَنُ : Artinya :
اَىْ بِالطَّرِيْقَةِ الَّتِى تَشْتَمِلُ عَلَى نَوْعِ إِرْفَاقٍ بِهِمْ (تيجان الدررى)
Yakni dengan cara (deskusi secara ilmiyah) yang mengandung macam-macam kasih sayang kepada mereka.
2. Rasulullah Saw barsabda :
مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذٰلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ (رواه مسلم عن أبى سعيد)
Barang siapa mengetahui perkara yang mungkar, maka robahlah dengan tangannya, dan jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah paling lemah-lemahnya iman.
Hubungan dengan hadis ini, Hadrotul Mukarrom Mbah Yahi Qs wa Ra, Muallif Shalawat Wahidiyah memberikan fatwa dan amanatnya, antara lain : "Bahwa kita para pengamal Wahidiyah harus berani ikrar bahwa iman kita adalah lemah. Kita harus mengubah perkara mungkar terutama dalam diri kita sendiri dengan hati kita, yaitu dengan mujahadah kita mohonkan bagi umat dan masyarakat bahkan bagi makhluk pada umumnya (yang mengalami akibat buruk dan lemahnya iman kita)".
Selanjutnya dawuh Beliau Qs wa Ra : "Pada zaman akhir ini banyak yang mengaku beriman, tetapi hanya seperti untuk (buih) di lautan. Terombang-ambing kesana kemari oleh anginnya nafsu.
Mari kita koreksi diri kita sendiri !".
3. Allah Swt berfirman (Qs. al-Ankabut : 1-2) :
المّ قف أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُوْلُوْآ آمَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُوْنَ (العنكبوت : 1-2)
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja mengatakan : “Kami telah beriman”. Dan mereka mengira tidak akan diuji lagi.
Sebagian mufassir memberikan arti : “AKU, Allah Yang Maha Tahu”. Alif = ANA (Aku), Lam (Allah), Mim = A’lamu (buku The Holy Qur’an - Maulana Muhammad Ali, M.A. LBB terjemah H.M. Bachrun).
4. Rasulullah Saw bersabda :
الْمُؤْمِنُ بَيْنَ خَمْسِ شَدَائِدَ, مُؤْمِنٌ يَحْسُدُهُ وَمُنَافِقٌ يَغْضَبُهُ وَكَافِرٌ يُقَاتِلُهُ وَشَيْطَانٌ يُضِلُّهُ وَنَفْسٌ تُنَازِعُهُ (إحياء علوم الدين3 ص : 56)
Seorang mukmin itu berada di antara lima perkara yang berat : Sesama mukmin yang menghasutnya, munafiq yang marah padanya, orang kafir yang ingin membunuhnya, setan yang menyesatkannya dan nafsu yang menentangnya. (kitab Ihya Ulumuddin III / 56).
Satu-satunya jalan keluar yang menyelamatkan dan melindunginya adalah INAABAH kepada Allah, dan dalam istilah Perjuangan Wahidiyah adalah Fafirruu IlaIIah wa Rasulihi SAW.
5. Allah Swt berfirman (Qs. al-Ankabut : 3) :
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (العنكبوت : ٣)
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia Maha Mengetahui orang-orang yang dusta.
6. Rasulullah Saw bersabda :
لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ مُسْتَكْمِلِ الإِيْمَانِ مَنْ لَمْ يَعُدُّ الْبَلاَءَ نِعْمَةً وَالرَّخَاءَ مُصِيْبَةً (رواه الطبرانى عن ابن عباس صحيح. الجامع الصغير : ص : 136)
Bukan mukmin yang menyempurnakan iman, orang yang tidak memandang balak / ujian hidup sebagai nikmat Allah dan tidak memandang kelonggaran sebagai musibah.
7. Rasululla Saw bersabda :
مَنْ أُعْطِيَ فَشَكَرَ وَابْتُلِيَ فَصَبَرَ وَظُلِمَ فَغَفَرَ وَظَلَمَ فَاسْتَغْفَرَ، سَكَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ : لَهُمُ الأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ (درة الناصحين).
Barang siapa diberi kemudian bersyukur, dan diuji kemudian sabar, dan didlolimi kemudian memaafkan, dan mendlolimi kemudian minta maaf - kemudian Rasulullah Saw diam, dan bersabda kembali -, bagi mereka perasaan aman, dan mereka mendapatkan hidayah. ( kitab Durrotun Nasikhin).
وَفِى رِوَايَةٍ : مَنِ ابْتُلِيَ فَصَبَرَ وَأُعْطِيَ فَشَكَرَ وَظُلِمَ فَغَفَرَ وَظَلَمَ فَاسْتَغْفَرَ أُوْلَئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ (الجامع الصغير : 159).
Dan dalam satu riwayat :
Barang siapa diuji kemudian sadar, diberi bersyukur, didholimi memberi ampun, berbuat dholim minta maaf, mereka itulah yang memperoleh keamanan dan mereka itulah orang yang mendapat petunjuk.
8. Allah Swt bersabda (Qs. Muhammad : 31) :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَلَنَبْلُوَا أَخْبَارَكُمْ (محمد : ٣١)
Dan sesungguhnya kami akan menguji kamu sekalian sehingga Kami mengetahui orang yang sungguh-sungguh berjuang dan bersabar diantara kamu sekalian dan kami mengetahui hal ikhwal kamu sekalian..
9. Allah Swt bersabda (Qs. al-Furqan : 31) :
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا (الفرقان : ٣١)
Dan begitu juga telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa dan cukuplah Tuhanmu yang memberi petunjuk dan pertolongan.
Ayat sebelumnya :
وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Dan berkata Rasul (SAW) : Ya Tuhan kami, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur‘an ini sesuatu yang ditinggalkan (tidak dihiraukan).
10. Allah Swt besabda (Qs. al-An’am : 106 - 107) :
اتَّبِعْ مَآ أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لآإِلٰهَ إِلاَّ هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ (الأنعام : ١٠٦).
Ikutilah apa yang telah diwahyukan Tuhanmu kepadamu, tidak ada Tuhan selain Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.
وَلَوْ شَآءَ اللهُ مَا أَشْرَكُوا وَمَا جَعَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (الأنعام : ١٠٧)
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mempersekutukan-Nya dan kami tidak menjadikan kamu sebagai pemelihara bagi mereka. Dan kamu bukanlah menjadi wakil pengurus neraka.
11. Allah Swt bersabda (Qs al-A’raf : 198 – 199) :
وَإِنْ تَدْعُوهُمْ إِلَى الْهُدَى لاَيَسْمَعُوا وَتَرَاهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ وَهُمْ لاَيُبْصِرُونَ. خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ(الأعراف : 198 - ١٩٩)
Dan jika kamu sekalian mengajak mereka kepada petunjuk (Allah) mereka tidak mendengar dan engkau melihat mereka memandang kepada engkau tetapi mereka tak melihat (Bil bashiroh). Berilah maaf dan suruhlah orang berbuat baik dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.
12. Allah Swt bersabda (Qs. as-Syura : 48) :
فَإِنْ أَعْرَضُوا فَمَآ أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا إِنْ عَلَيْكَ إِلاَّ الْبَلاَغُ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الإِنْسَانَ كَفُورٌ (الشورى : ٤٨)
Jika mereka berpaling, maka Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (penyiaran). Sesungguhnya apabila kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami, dia bergembira ria dengan rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa suatu keburukan karena apa yang telah dilakukan oleh tangan-tangan mereka, maka sesungguhnya manusia itu amat tidak berterima kasih.
13. Allah Swt bersabda (Qs. an-Nisa : 80) :
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ تَوَلَّى فَمَآ أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا (النساء : ٨٠)
Barang siapa yang mentaati Rasul (SAW), maka sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan barang siapa berpaling (dan taat Rasul) maka Kami tidak mengutus engkau sebagai pemelihara mereka.
14. Dalam kitab Taqribul Ushul, halaman 151, diterangkan :
وَلَقَدْ كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالتَّابِعُوْنَ يُؤْذَوْنَ وَيُظْلَمُوْنَ فَلاَيَسْتَعْجِلُوْنَ فِى الدُّعَاءِ عَلَى الظَّالِمِيْنَ لِمَعْرِفَتِهِمْ بِاللهِ وَعِلْمِهِمْ بِأَنَّهُ تَعَالَى يُرِيْدُ بِذٰلِكَ زِيَادَةَ إِلْتِجَاءٍ إِلَيْهِ وَإِظْهَارَ الْعُبُوْدِيَّةِ لَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَتَصَوُّفَ قُلُوْبِهِمْ وَتَعَلُّوَ مَقَامَاتِهِمْ.
Dan sungguh para shohabat Nabi SAW dan para Tabi’in disakiti dan dianiaya. Mereka tidak tergesa-gesa mendo’akan yang merugikan bagi orang-orang yang menganiaya disebabkan oleh karena kesadaran mereka akan BILLAH. Dan oleh karena kesadaran mereka bahwa Allah Ta’ala menghendaki yang demikian itu untuk menambah dan meningkatkan iltija’ ( perasaan mengungsi) kepada Allah, dan untuk melahirkan tugas ubudiyah kepada Allah SWT dan untuk lebih menjernihkan hati mereka serta untuk meningkatkan derajat kedudukan mereka.
15. Dalam kitab Majalisus Saniyah, halaman 87, diterangkan :
قَالَ السَّهْلُ التُّسْتَرِيُّ : عَلَيْكُمْ بِالإِقْتِدَاءِ بِالأَثَارِ وَالسُّنَّةِ فَإِنِّى أَخَافُ سَيَأْتِى عَنْ قَلِيْلِ زَمَانٍ, إِذَا ذَكَرَ إِنْسَانٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالإِقْتِدَاءُ بِهِ جَمِيْعَ أحَوْاَلِهِ ذَمُّوْهُ وَنَفَرُوْا عَنْهُ وَأَذَلُّوْهُ وَأَهَانُوْهُ. (مجالس السنية ص : 87)
Berkata Syeh Syahal at-Tustari :
Pegang teguhlah kamu sekalian mengikuti Atsar dan Sunnah (rasul). maka sesungguhnya aku takut bakal datang suatu zaman dimana jika ada manusia mengingat (menyebut / mengajak ) kepada Nabi SAW dan mengikuti segala ahwalnya Nabi SAW, masyarakat mencelanya dan mereka menghinanva dan merendahkannya.(Kitab Majalisus Saniyah/ 87).
16. Dalam kitab Taqribul Ushul halaman 173, diterangkan :
إِنَّ اللهَ جَعَلَ لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِيْنَ لِيَكُوْنَ ذٰلِكَ رَفْعًا لِدَرَجَاتِهِمْ وَكَذٰلِكَ الْكَامِلُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ لِزِيَادَةِ صِفَاءِ قُلُوبِهِمْ بِإِقْبَالِهِمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى عِنْدَ حُصُوْلِ الْمُزْعِجَاتِ مِنْ أَعْدَائِهِمْ فَيَزْدَادُوْنَ قُرْبًا إِلَى اللهِ (تقريب الأصول ص : 173)
Sesungguhnya Allah menjadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh-musuh dari kalangan orang-orang yang berlarut-larut agar supaya yang demikian itu untuk mengangkat dan meningkatkan derajat mereka. Begitu juga terhadap orang-orang mukmin yang kamil, untuk menambah kesucian hati mereka dalam menghadap kepada Allah Ta’ala pada saat timbulnya kejadian yang menakutkan dari pengontras mereka, maka mereka menjadi bertambah dekat kepada Allah.
17. Dalam kitab Jami’ul Ushul (?), halaman 194, diterangkan :
اعْلَمْ أَنَّ الشَّرِيْعَةَ هِىَ عَيْنُ الْحَقِيْقَةِ. إِذِ الشَّرِيْعَةُ لَهَا دَائِرَاتَانِ عُلْيًا
وَسُفْلًى فَالْعُلْيَا لأَِهْلِ الْكَشْفِ وَالسُّفْلَى لأَِهْلِ الْفِكْرِ فَلَمَّا فَتَّسَ أَهْلُ الْفِكْرِ عَلَى مَا قَالَهُ أَهْلُ الْكَشْفِ فَلَمْ يَجِدُوْهُ فِى دَائِرَةِ فِكْرِهِمْ قَالُوا هٰذَا خَارِجٌ عَنِ الشَّرِيْعَةِ، فَأَهْلُ الْفِكْرِ يُنْكِرُوْنَ عَلَى أَهْلِ الْكَشْفِ وَأَهْلُ الْكَشْفِ لاَيُنْكِرُوْنَ عَلَى أَهْلِ الْفِكْرِ، فَمَنْ كَانَ ذَافِكْرٍ وَكَشْفٍ فَهُوَ حَكِيْمُ الزَّمَانِ (جامع الأصول ص : 194)
Ketahuilah bahwa sesungguhnya syareat itupun ‘ainul (kenyataan) haqiqoh. Karena syareat itu meliputi dua daerah. Daerah atas dan daerah bawah. Daerah atas bagi orang-orang ahlul kasyfi dan yang bawah bagi orang-orang ahlul fikri. (Biasanya) setelah ahlul fikri meneliti apa yang diutarakan ahlul kasfi dan tidak dapat dijangkau di dalam daerah pemikiran mereka, mereka mengatakan ini keluar dari syareat. Ahlul fikri ingkar terhadap ahlul kasyfi, tetapi sebaliknya ahlul kasyfi tidak ingkar kepada ahlul fikri. Maka barang siapa menjadi orang ahlul fikri dan disamping itu juga ahlul kasysi, itulah dia Hakiimuz Zaman.
Dan berbahagialah barang siapa dapat bertemu dengan orang yang ahli fikir dan ahli kasyfi. Beliau itulah hakiimuz zaman.
Rasulullah Saw bersabda :
مَاضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوتُوا الْجَدَلَ ثُمَّ تَلاَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هٰذِهِ الأَيَةَ : بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ. (رواه أحمد والترمذى عن أبى أمامة - حديث حسن)
Tidaklah menjadi sesat suatu kaum setelah mereka memperoleh petunjuk, melainkan mereka yang mendatangi perbantahan. Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat ini : “bahkan mereka adalah kaum yang suka berkelahi bicara. (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Umamah – hadis hasan).
Tentang makna hadis ini, dalam kitab Syawahidul Haq halaman 43, diterangkan :
تَفْسِيْرُهُ : فَمَتَى تَبِعَ قَوْمٌ هَوَى أَنْفُسِهِمْ اِبْتَلَى اللهُ بِالْجَدَلِ (شواهد الحق ص : 43)
Ketika kaum mengikuti hawa nafsu mereka, maka Allah menguji mereka dengan jadal (perdebatan).
a. Lengkapnya ayat (?) adalah:
وَقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ مَاضَرَبُوهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ (٥٨)
Dan mereka berkata : “Manakah yang lebih baik Tuhan kami atau dia (Isa AS) mereka tidak memberikan perumpamaan itu, kepadamu melainkan hanya dengan maksud berbantah-bantahan saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar”.
b. Ayat 57 dan 58 diatas menceritakan kembali pada kejadian sewaktu Rasulullah SAW membacakan dihadapan orang-orang Quraiys ayat 98 surat al-Anbiya yang artinya : Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah kayu bakar jahanam.
Seorang Quraisy bernama Abdullah bin Az-zab’ari menanyakan kepada Rasulullah SAW. tentang Isa AS. yang disembah oleh kaum Nasrani; apakah juga menjadi kayu bakar neraka jahannam seperti halnya sembahan-sembahan mereka (berhala). Rasulullah SAW terdiam tidak memberi jawaban, dan merekapun (Quraisy) menertawakannya. Lain mereka menanyakan lagi, mana yang lebih baik antara sembahan-sembahan mereka (berhala) dengan Isa AS. yang disembah kaum Quraisy. Pertanyaan-pertanyaan mereka ini hanya merupakan perbantahan saja, bukan ingin mencari kebenaran (Tafsir al-Qur’an dan terjemahannya oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ pentafsir al-Qur’an, yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo SH. cetakan tahun 1970.
19. Rasulullah Saw bersabda :
لاَيَزَالُ مِنْ أُمَّتِى أُمَّةٌ قَائِمَةُ بِأَمْرِ اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ كَذَّبَهُمْ وَلاَخَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِى أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذٰلِكَ (رواه البخارى - صحيح البخارى 4 ص : 69)
Diantara umatKu ada umat yang tiada henti-hentinya berdiri menegakkan perintah Allah, yang tidak menjadi bahaya bagi mereka adanya orang yang mendustakan dan menyalahi (kontras)nya, sehingga datang perintah Allah dan mereka tetap seperti itu (melaksanakan tugas).
II. Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Wahidiyah, pelajari kembali Buku Bahan Up Grading Bagian B Halaman 124 s/d 178.
AL FAATIHAH !
(Mujahadah)
No comments:
Post a Comment