FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
III. 03. 3001 "ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR, KAMI MENJAWAB DAN MENANGGAPI/ MENJELASKAN"
020.03.3001 - ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR ( Saudaraku Gus Thoifur - Ketiga) - TTG NIDAK FAFIRRUU ILALLOH MENGHADAP 4 ARAH
TANGGAPAN DAN PENJELASAN atas
KEJANGGALAN GUS THOIFUR TERHADAP AJARAN WAHIDIYAH
----------------------------------------------------------------------------
III. Kejanggalan Ketiga Gus Thoifur :
Pada halaman 38,39 PEDOMAN POKOK-POKOK AJARAN WAHIDIYAH disitu membuat syari'at nidak berdiri dengan menghadap empat arah bahkan mewajibkan hal tersebut, yang kami janggalkan adalah dalil yang di pakai (yaitu surat ali imron ayat 95,98 dan surat alhaj ayat 27), padahal tidak semua syariat yang di turunkan kepada Nabi sebelum Nabi MUHAMMAD SAW. Itu secara otomatis menjadi syariat bagi ummatnya Nabi MUHAMMAD SAW, buktinya ketika di zaman Nabi ADAM AS. diantara putra beliu boleh nikah dengan putra yang lain tetapi di dalam syariat Nabi kita hal tersebut di haramkan.
Tanggapan dan penjelasan atas kejanggalan ketiga :
Gus Thoifur yang terhormat, untuk menanggapi dan memberikan penjelasan atas kejanggalan sampean diatas, kami cukup menggunakan dua kreteria tanggapan :
Pertama, kami akan mengkritisi isi dari redaksi kejanggalan sampean,
Kedua, kami akan memberikan penjelasan atas kejanggalan sampean, dengan tiga macam argumentasi (argumentasi tradisional, argumentasi rasional dan argumentasi normatif).
Selanjutnya, mari kami jelaskan;
1. Didalam redaksi sampean diatas, lagi-lagi terdapat kalimat yang propokatif yang membuat image seseorang, bahwa ajaran Wahidiyah adalah sebagaimana yang sampean katakan. Padahal tidak seperti itu. Didalam kalimat yang sampean susun, terdapat kata-kata membuat syari’at (nida’ berdiri dengan menghadap ke empat arah), padahal Wahidiyah sama sekali tidak pernah membuat syari’at. Dan kemudian sampean mengatakan, bahwa Wahidiyah mewajibkan hal tersebut, padahal Wahidiyah juga tidak mewajibkan. Dengan sikap yang demikian itulah, maka kami mengatakan bahwa sampean suka mengada-ada dan menambah-nambah yang semestinya tidak ada. Nida’ empat penjuru adalah syari’atnya Nabiyulloh Ibrahim As., yang kemudian oleh Hadhrotul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Ma’roef – Muallif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra. diamalkan sebagai tabarukan dan tawasulan kepada Beliau Nabiyulloh Ibrahim As.
2. Sebagaimana yang sudah kami katakan diatas, bahwa kami akan memberikan penjelasan atas kejanggalan sampean terhadap hal nida’ empat penjuru, dengan tiga macam argumentasi (argumentasi tradisional, argumentasi rasional dan argumentasi normatif). Mari kami uraikan :
- Argumentasi Tradisional. Didalam kalangan ahlussunnah wal jama’ah, sudah sangat popular sekali bahwa amalan dalam islam itu terbagi kedalam dua bagian : Mahdhoh dan Ghoiru Mahdhoh. Ibadah Mahdhoh adalah ibadah yang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan yang ada. Tidak boleh diubah-ubah atau ditambah-tambah, misalnya sholat fardhu lima waktu, sholat Jum’at, sholat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, puasa Romadhon dan lain sebagainya yang pelaksanaannya harus tetap sesuai dengan tuntunannya. Adapun Ibadah Ghoiru Mahdhoh adalah ibadah yang landasan-landasan substansialnya ada dalam petunjuk, akan tetapi tatacara pelaksanaan dan penerapannya disusun oleh ulama’-ulama’ yang berkompeten.
- Argumentasi Rasional, nida’ empat penjuru adalah bagian dari dakwah ajakan kepada umat manusia dengan membaca Fafirruu Ilalloh (bimakna do’a kepada Alloh SWT), agar umat masyarakat sadar kembali kepada Alloh SWT, mengabdikan diri kepada-Nya. Lazimnya orang berdakwah, ia mesti berhadapan dengan obyek dakwah, karena dakwah melalui nida’ empat penjuru ini obyeknya adalah umat sejagat raya, maka ketika umat yang dituju berada diarah barat, secara rasional ia menghadap kearah barat, apabila umat yang dituju diarah utara, maka ia menghadap kearah utara, dan demikianlah seterusnya. Jadi tujuannya agar umat masyarakat kembali mengabdi kepada Alloh SWT. Hal diatas serupa dengan yang dituju oleh Mbah Nabiyulloh Ibrahim As. Beliau menyeru umat manusia dijagat raya ini dengan berdiri diatas Jabal Abi Qubais (menghadap keempat arah), adalah agar mereka melaksanakan Haji Rukun Islam yang kelima, yaitu mengabdi kepada Alloh SWT dengan melaksanakan ibadah Haji. Panggilan yang dilakukan oleh Mbah Nabiyulloh Ibrahim As diatas yang juga bimakna do’a kepada Alloh SWT agar seruannya disampaikan kehati umat yang dipanggil-panggil itu. Demikian juga nida’ empat penjuru didalam tuntunan Wahidiyah bertujuan sebagaimana yang dituju/ yang dikehendaki oleh Mbah Nabiyulloh Ibrahim As.
- Argumentasi Normatif, argumentasi ini diambil dengan meniru syari’atnya nabi terdahulu sebelum datangnya Rosululloh SAW, yakni Nabiyulloh Ibrahim As. Hal ini diperbolehkan dengan memperhatikan :
a. Dasarnya tercantum dalam Al Qur’an atau Al Hadits.
b. Tidak adanya kontradiksi diantara kedua syari’at.
c. Hukum tersebut telah ditetapkan/ diamalkan oleh syari’at terdahulu.
d. Belum dihapus/ diganti oleh syari’at yang baru/ syari’at kita.
Dan didalam kitab Ushulul Fiqh-nya Abdul Wahab Kholaf, pada bahasan “syari’at kaum sebelum kita, diterangkan :
فَقَالَ جُمْهُوْرُ الحَنَفِيَّةِ وَالمَالِكِيَّةِ وَالشَافِعِيَّةِ : أَنَهُ يَكُوْنُ شَرْعًا لَنَا وَعَلَيْنَا إتْبَاعُهُ, مَا دَامَ قَدْ قَصَّ عَلَيْنَا وَلَمْ يَرِدْ فِي شَرْعِنَا مَا يُنْسِخُهُ, لأَنَّهُ مِنَ الأَحْكَامِ الإِلَهِيَّةِ التِي شَرَعَهَا اللهُ عَلَى أَلْسِنَةِ رُسُلِهِ. وَقَالَ بَعْضُ العُلَمَاءِ : إِنَّهُ لاَ يَكُوْنُ شَرْعًا لَنَا لأَنَّ شَرِيْعَتِنَا نَاسِخَةٌ لِلشَرَائِعِ السَابِقَةِ, إِلاَّ إِذَا وَرَدَ فِي مَا يُقَرِّرُهُ. وَالْحَقُّ المَذْهَبُ الأَوَّلُ, لأَنَّ شَرِيْعَتِنَا إِنَّمَا نَسَخَتْ مِنَ الشَرَائِعِ السَابِقَةِ مَايُخَالِفُهُ فَقَطْ.
“Jumhur ulama’ Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat : Sesungguhynya (syari’at kaum sebelum kita) menjadi syari’at kita, dan kita patut mengikutinya, selama syari’at tersebut, jelas diceritakan (bukan mereka-reka) kepada kita, serta didalam syari’at kita tidak ada yang menghapuskannya. Karena ia termasuk bagian dari hukum-hukum Tuhan yang disyari’atkan Alloh melalui lisan para rosul-Nya.
Sebagian ulama berpendapat : Sesungguhnya (syari’at sebelum kita) tidak dapat dijadikan syari’at bagi kita. Karena syari’at kita (Islam) menjadi penghapus kepada syari’at yang dulu, kecuali ada dalil yang menetapkan sebagai syari’at kita.
Dan yang benar, adalah madzhab pertama. Karena syari’at kita, jika menghapus syari’at kaum yang dulu, hanya kepada syari’at yang bertentangan saja”.
Adapun mengenai pernyataan dalam kejanggalan sampean yang berbunyi : “buktinya ketika dizaman Nabi Adam As., diantara putra beliau boleh nikah dengan putra yang lain, tetapi didalam syari’at Nabi kita hal tersebut diharamkan”. Pernyataan sampean tersebut jelas tidak bisa dihubungkan/ disamakan dengan syari’at Nabiyulloh Ibrahim As., karena syari’at Nabi Adam As diatas telah dinasakh oleh syari’at Nabi kita Muhammad SAW, sebagaimana diterangkan dengan jelas di dalam Al Qur’an surat An-Nisa’ ayat 23 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
“Diharamkan kepadamu semua (menikahi) ibu-ibu kamu, anak-anak kamu dan saudara kamu (sekandung, seayah atau seibu)”.
Kesimpulannya ;
Amalan nida’ empat penjuru/ arah adalah merupakan amalan yang sah dalam kaidah hukum Islam. Dan berdasarkan pengalaman dilapangan, hasilnya sangat positif dan baik.
III. 03. 3001 "ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR, KAMI MENJAWAB DAN MENANGGAPI/ MENJELASKAN"
020.03.3001 - ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR ( Saudaraku Gus Thoifur - Ketiga) - TTG NIDAK FAFIRRUU ILALLOH MENGHADAP 4 ARAH
TANGGAPAN DAN PENJELASAN atas
KEJANGGALAN GUS THOIFUR TERHADAP AJARAN WAHIDIYAH
----------------------------------------------------------------------------
III. Kejanggalan Ketiga Gus Thoifur :
Pada halaman 38,39 PEDOMAN POKOK-POKOK AJARAN WAHIDIYAH disitu membuat syari'at nidak berdiri dengan menghadap empat arah bahkan mewajibkan hal tersebut, yang kami janggalkan adalah dalil yang di pakai (yaitu surat ali imron ayat 95,98 dan surat alhaj ayat 27), padahal tidak semua syariat yang di turunkan kepada Nabi sebelum Nabi MUHAMMAD SAW. Itu secara otomatis menjadi syariat bagi ummatnya Nabi MUHAMMAD SAW, buktinya ketika di zaman Nabi ADAM AS. diantara putra beliu boleh nikah dengan putra yang lain tetapi di dalam syariat Nabi kita hal tersebut di haramkan.
Tanggapan dan penjelasan atas kejanggalan ketiga :
Gus Thoifur yang terhormat, untuk menanggapi dan memberikan penjelasan atas kejanggalan sampean diatas, kami cukup menggunakan dua kreteria tanggapan :
Pertama, kami akan mengkritisi isi dari redaksi kejanggalan sampean,
Kedua, kami akan memberikan penjelasan atas kejanggalan sampean, dengan tiga macam argumentasi (argumentasi tradisional, argumentasi rasional dan argumentasi normatif).
Selanjutnya, mari kami jelaskan;
1. Didalam redaksi sampean diatas, lagi-lagi terdapat kalimat yang propokatif yang membuat image seseorang, bahwa ajaran Wahidiyah adalah sebagaimana yang sampean katakan. Padahal tidak seperti itu. Didalam kalimat yang sampean susun, terdapat kata-kata membuat syari’at (nida’ berdiri dengan menghadap ke empat arah), padahal Wahidiyah sama sekali tidak pernah membuat syari’at. Dan kemudian sampean mengatakan, bahwa Wahidiyah mewajibkan hal tersebut, padahal Wahidiyah juga tidak mewajibkan. Dengan sikap yang demikian itulah, maka kami mengatakan bahwa sampean suka mengada-ada dan menambah-nambah yang semestinya tidak ada. Nida’ empat penjuru adalah syari’atnya Nabiyulloh Ibrahim As., yang kemudian oleh Hadhrotul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Ma’roef – Muallif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra. diamalkan sebagai tabarukan dan tawasulan kepada Beliau Nabiyulloh Ibrahim As.
2. Sebagaimana yang sudah kami katakan diatas, bahwa kami akan memberikan penjelasan atas kejanggalan sampean terhadap hal nida’ empat penjuru, dengan tiga macam argumentasi (argumentasi tradisional, argumentasi rasional dan argumentasi normatif). Mari kami uraikan :
- Argumentasi Tradisional. Didalam kalangan ahlussunnah wal jama’ah, sudah sangat popular sekali bahwa amalan dalam islam itu terbagi kedalam dua bagian : Mahdhoh dan Ghoiru Mahdhoh. Ibadah Mahdhoh adalah ibadah yang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan yang ada. Tidak boleh diubah-ubah atau ditambah-tambah, misalnya sholat fardhu lima waktu, sholat Jum’at, sholat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, puasa Romadhon dan lain sebagainya yang pelaksanaannya harus tetap sesuai dengan tuntunannya. Adapun Ibadah Ghoiru Mahdhoh adalah ibadah yang landasan-landasan substansialnya ada dalam petunjuk, akan tetapi tatacara pelaksanaan dan penerapannya disusun oleh ulama’-ulama’ yang berkompeten.
- Argumentasi Rasional, nida’ empat penjuru adalah bagian dari dakwah ajakan kepada umat manusia dengan membaca Fafirruu Ilalloh (bimakna do’a kepada Alloh SWT), agar umat masyarakat sadar kembali kepada Alloh SWT, mengabdikan diri kepada-Nya. Lazimnya orang berdakwah, ia mesti berhadapan dengan obyek dakwah, karena dakwah melalui nida’ empat penjuru ini obyeknya adalah umat sejagat raya, maka ketika umat yang dituju berada diarah barat, secara rasional ia menghadap kearah barat, apabila umat yang dituju diarah utara, maka ia menghadap kearah utara, dan demikianlah seterusnya. Jadi tujuannya agar umat masyarakat kembali mengabdi kepada Alloh SWT. Hal diatas serupa dengan yang dituju oleh Mbah Nabiyulloh Ibrahim As. Beliau menyeru umat manusia dijagat raya ini dengan berdiri diatas Jabal Abi Qubais (menghadap keempat arah), adalah agar mereka melaksanakan Haji Rukun Islam yang kelima, yaitu mengabdi kepada Alloh SWT dengan melaksanakan ibadah Haji. Panggilan yang dilakukan oleh Mbah Nabiyulloh Ibrahim As diatas yang juga bimakna do’a kepada Alloh SWT agar seruannya disampaikan kehati umat yang dipanggil-panggil itu. Demikian juga nida’ empat penjuru didalam tuntunan Wahidiyah bertujuan sebagaimana yang dituju/ yang dikehendaki oleh Mbah Nabiyulloh Ibrahim As.
- Argumentasi Normatif, argumentasi ini diambil dengan meniru syari’atnya nabi terdahulu sebelum datangnya Rosululloh SAW, yakni Nabiyulloh Ibrahim As. Hal ini diperbolehkan dengan memperhatikan :
a. Dasarnya tercantum dalam Al Qur’an atau Al Hadits.
b. Tidak adanya kontradiksi diantara kedua syari’at.
c. Hukum tersebut telah ditetapkan/ diamalkan oleh syari’at terdahulu.
d. Belum dihapus/ diganti oleh syari’at yang baru/ syari’at kita.
Dan didalam kitab Ushulul Fiqh-nya Abdul Wahab Kholaf, pada bahasan “syari’at kaum sebelum kita, diterangkan :
فَقَالَ جُمْهُوْرُ الحَنَفِيَّةِ وَالمَالِكِيَّةِ وَالشَافِعِيَّةِ : أَنَهُ يَكُوْنُ شَرْعًا لَنَا وَعَلَيْنَا إتْبَاعُهُ, مَا دَامَ قَدْ قَصَّ عَلَيْنَا وَلَمْ يَرِدْ فِي شَرْعِنَا مَا يُنْسِخُهُ, لأَنَّهُ مِنَ الأَحْكَامِ الإِلَهِيَّةِ التِي شَرَعَهَا اللهُ عَلَى أَلْسِنَةِ رُسُلِهِ. وَقَالَ بَعْضُ العُلَمَاءِ : إِنَّهُ لاَ يَكُوْنُ شَرْعًا لَنَا لأَنَّ شَرِيْعَتِنَا نَاسِخَةٌ لِلشَرَائِعِ السَابِقَةِ, إِلاَّ إِذَا وَرَدَ فِي مَا يُقَرِّرُهُ. وَالْحَقُّ المَذْهَبُ الأَوَّلُ, لأَنَّ شَرِيْعَتِنَا إِنَّمَا نَسَخَتْ مِنَ الشَرَائِعِ السَابِقَةِ مَايُخَالِفُهُ فَقَطْ.
“Jumhur ulama’ Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat : Sesungguhynya (syari’at kaum sebelum kita) menjadi syari’at kita, dan kita patut mengikutinya, selama syari’at tersebut, jelas diceritakan (bukan mereka-reka) kepada kita, serta didalam syari’at kita tidak ada yang menghapuskannya. Karena ia termasuk bagian dari hukum-hukum Tuhan yang disyari’atkan Alloh melalui lisan para rosul-Nya.
Sebagian ulama berpendapat : Sesungguhnya (syari’at sebelum kita) tidak dapat dijadikan syari’at bagi kita. Karena syari’at kita (Islam) menjadi penghapus kepada syari’at yang dulu, kecuali ada dalil yang menetapkan sebagai syari’at kita.
Dan yang benar, adalah madzhab pertama. Karena syari’at kita, jika menghapus syari’at kaum yang dulu, hanya kepada syari’at yang bertentangan saja”.
Adapun mengenai pernyataan dalam kejanggalan sampean yang berbunyi : “buktinya ketika dizaman Nabi Adam As., diantara putra beliau boleh nikah dengan putra yang lain, tetapi didalam syari’at Nabi kita hal tersebut diharamkan”. Pernyataan sampean tersebut jelas tidak bisa dihubungkan/ disamakan dengan syari’at Nabiyulloh Ibrahim As., karena syari’at Nabi Adam As diatas telah dinasakh oleh syari’at Nabi kita Muhammad SAW, sebagaimana diterangkan dengan jelas di dalam Al Qur’an surat An-Nisa’ ayat 23 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
“Diharamkan kepadamu semua (menikahi) ibu-ibu kamu, anak-anak kamu dan saudara kamu (sekandung, seayah atau seibu)”.
Kesimpulannya ;
Amalan nida’ empat penjuru/ arah adalah merupakan amalan yang sah dalam kaidah hukum Islam. Dan berdasarkan pengalaman dilapangan, hasilnya sangat positif dan baik.
No comments:
Post a Comment