Monday, March 3, 2014

023.03.3001 - ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR ( Saudaraku Gus Thoifur - Keenam) - TTG SALLAB DAN JALLAB


FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
III. 03. 3001 "ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR, KAMI MENJAWAB DAN MENANGGAPI/ MENJELASKAN"

023.03.3001 - ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR ( Saudaraku Gus Thoifur - Keenam) - TTG SALLAB DAN JALLAB

TANGGAPAN DAN PENJELASAN atas
KEJANGGALAN GUS THOIFUR TERHADAP AJARAN WAHIDIYAH
----------------------------------------------------------------------------
VI. Kejanggalan Keenam Gus Thoifur :

Pada halaman 144 KULIAH WAHIDIYAH Ada keterangan bahwa ghautsu zaman di karuniai hak dan wewenang yang disebut JALLAB - SALLAB yang mana arti jallab= menarik mengangkat meningkatkan iman dan drajat seseorang, sallab = mencabut/ melorot martabat iman seseorang, mana dasar atau dalilnya padahal nabi saja tidak mampu membuat / menarik iman seseorang.

Tanggapan dan Penjelasan atas Kejanggalan keenam :

Gus Thoifur yang terhormat, untuk menanggapi dan menjelaskan kejanggalan sampean diatas, akan kami bagi dalam dua bagian. Pertama, kami akan menanggapi dan menjelaskan pertanyaan sampean “mana dasar atau dalilnya”. Kedua, kami akan menanggapi dan menjelaskan mengenai keraguan sampean yang sampean ungkapkan dengan kata-kata : “Padahal nabi saja tidak mampu membuat/ menarik iman seseorang”.

Mari kami jelaskan ;

1. Penjelasan kami mengenai : mana dasar/ dalilnya.

a. Gus, pertanyaan sampeyan diatas, sama saja dengan “menyalahkan” prinsip dalam kitab manaqibnya Syekh Abdul Qodir Ra, dan isi kitab Kifayatul Awam yang banyak dibaca dipondok pesantren Indonesia dan dalam tradisi semua thoriqoh.

b. Pertanyaan sampean sepertinya juga bertentangan dengan keputusan Muktamar Jam’iyah Ahlit Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyah, yang berkaitan dengan “hal yang semakna” dengan SALLAB -JALLAB.

Jika memang Gus tidak seperti diatas, kami bertanya; apakah Gus juga sudah dan atau akan menganggap JANGGAL kepada kedua kitab tersebut, kepada keputusan muktamar dan kepada tradisi thariqoh ?.

c. Makna ‘sallab” sepadan dengan arti KUWALAT atau KESIKU.

d. Secara tersirat, Qur’an dan hadits telah menjelaskan adanya karomah jallab dan sallab yang dimiliki oleh para Kyai, ulama’, waliyulloh, dan al-Ghouts Ra. Pemahaman adanya karomah ini, telah terimplemantasi dalam sikap para kaum sufi, atau para santri dalam setiap pesantren di Indonesia. Mereka sangat menjaga adab kepada Guru dan Kyai, agar dapat barokah (jallab)-nya dan tidak KUWALAT kena (sallab)-nya.

e. Diantara penjelasan adanya karomah “SALLAB” yang dimiliki para kyai, ulama, waliyulloh dan al-Ghouts Ra, baik secara tersurat atau tersirat terdapat dalam  :
- Didalam hadits Rosululloh SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ أَذَنْتُهُ بِالحَرْبِ

- Fatwanya Syekh Abdul Qodir al-Jailani Ra. :

أَنَا نَارُ اللهِ المُوقَدَةُ أَنَا سَلاَّبُ الأَحْوَالِ

 “Aku ibarat apinya Alloh yang dinyalakan. Aku adalah pencabut/ menurunkan kondisi batin  para salik {orang yang jiwanya menuju Alloh}”.

Al-Maghfurlah Mbah KH. Muslih Abdur Rahman (mantan rais jam’iyyah ahlut thoriqoh an-nahdliyah) dalam kitabnya Nurul Burhan menjelaskan :

(أَنَا نَارُ اللهِ المُوقَدَةُ) أَي فمن أذاني وأصابني بما يؤذيني فقد هلك لأن النار إذا أصابت شيئا أحرق وهلك  (أَنَا سَلاَّبُ الأَحْوَالِ) أي كثير الإزالة مقامات العباد والأولياء الذين لم يتأدبوا بالأدب الكاملة.

“AKU ADALAH API YANG DINYALAKAN”, artinya; barang siapa yang menyakiti aku atau mengupayakan sesuatu yang menyakiti aku, maka akan celaka. Karena sesungguhnya api itu ketika menyentuh sesuatu akan membakarnya dan merusaknya. “AKU ADALAH PENCABUT TINGKATAN HATI DALAM MA’RIFAT”, artinya; banyak menghilangkan kedudukan orang ahli ibadah dan para wali yang tidak beradab (kepada beliau) dengan adab yang sempurna”.

- Fatwanya Syekh Abdul Aziz ad-Dabbag Ra : “Sering para waliyulloh itu menyelenggarakan sidang. Persidangan ini kadang dipimpin oleh Rosululloh SAW dan al-Ghouts Ra, dan kadang oleh al-Ghouts sendiri tanpa Rasulullah SAW”.
Kepada Syekh Abdul Aziz, Ibnu Mubarok bertanya: “ketika mereka mengikuti sidang, bagaimana akhlaq mereka kepada Rosululloh SAW atau al-Ghouts Ra :

Syekh ad-Dabbag Ra berkata :

لاَيَقْدِرُ أَنْ يُحْرَكَ شَفَتَهُ السُفْلَى لِلمُخَالَفَةِ فَضْلاً عَنِ النُطْقِ بِهَا, فَإِنَّهُ لَوْ فَعَلَ ذَالِكَ لَخَافَ عَلَى نَفْسِهِ  مِنْ سَلْبِ   الإِيْمَانِ, واللهُ أَعْلَم

“Tidak mampu menggerakkan bibirnya yang bawah untuk menentang (beliau),  apalagi berbicara. Sesungguhnya sekiranya waly melakukan hal seperti itu, pasti ia takut kalau tercabut imannya. Wallahu a’lam”. (kitab al-Ibriiz-nya Syekh Ahmad Mubarok, hlm ; 337).

- Kitab Kifayatul Awamnya Syekh Ibrohim al-Baijuri (pada bahasan sifat wajib Alloh SWT yang keenam “Wahdaniyah”)  :

وَأَمَّا مَا يَقَعُ مِنْ مَوْتِ شَخْصٍ أَوْ إِيْذَائِهِ عِنْدَ اعْتِرَاضِهِ مَثَلاً عَلَى وَلِيٍّ مِنَ الأَوْلِيَاءِ فَهُوَ بِخَلْقِ اللهِ تَعَالَى عَنْ غَضَبِ الوَلِيِّ عَلَة هَذَا المُعْتَرِضِ.

“Ketika terjadi kematian atau sakitnya seseorang, misalnya disaat ia menentang wali dari para waliyuuloh, adalah sebab merupakan ciptaan (kehendak) Alloh Ta’ala, bersamaan dengan marahnya waliyulloh tersebut terhadap seseorang yang menentangnya”.

Keterangan seperti diatas, juga terdapat dalam buku yang berjudul “FIQIH KLENIK”, yang diberi pengantar oleh al-Mukarrom Bapak KH. Idris Marzuki Pengasuh PP LIRBOYO Kota Kediri, halaman 28.

- Dalam buku Permasalahan Thoriqoh (kumpulan keputusan mu’tamar jam’iyah ahlit Thoriqoh al-mu’tabaroh an-nahdliyah) pada permaslahan 38 :

S.  Bagimana hukumnya memuji sebagian wali, disamping itu mencela wali yang lain ?
J. Adapun memuji tanpa membikin-bikin dan tidak bohong, maka tidak mengapa, bahkan disunnahkan. Adapun mencela sebagian wali, hukumnya haram, bahkan menjadi dosa besar, dan kadang menyebabkan kufur.

- Dalam kitab Tabshiratul Fashilin, 2 :

تبصرة الواصلين عن أصول الواصلين في صحيفة 2, ونص عبارته : وَعَلَى الطَاعِنِيْنَ نَدَامَةٌ وَخُسْرَةٌ وَسَبَبُ سُوْءُ الخَاتِمَةِ. وَعَنْ أَنَسٍ وَأَبِي هريرة  : مَنْ أَهَانَ لِي, وروي,  مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَرَزَنِي بِالمُحَارَبَةِ, وفي رواية فَقَدْ أَذَنْتُهُ بِالحَرْبِ.

“Orang yang menghina wali tersebut menyesal dan merugi dan karena hinaannya itu, ia akan mati su’ul khotimah. Diriwayatkan dari Anas dan Abu Huroiroh (didalam hadits qudsi), Alloh berfirman : “Siapa yang menghina wali-KU” (menurut riwayat lain): “Siapa yang memusuhi wali-KU, maka sungguh AKU menyatakan perang terhadapnya”.

- Dalam Syarah al-hikam II/2 :

وفي الجزء الثاني من شرح الحكم صحيفة 2, ما نص : مَنْ خَالَفَهُمْ بَعْدَ عِلْمِهِ كَفَرَ.

“Siapa yang memusuhi mereka (para wali) setelah tahu bahwa mereka itu para wali, maka menjadi kafir”.


Perlu diketahui, tercabutnya “iman” disini adalah atas irodah Alloh Swt yang berkenaan dengan :

Iman secara dzauqiyah.
Hilangnya kesadaran murid atau salik dari pemahaman bahwa pemberian Allah SWT kepada dirinya secara hakiki terpancar melalui kiai, ulama atau al-Ghouts Ra.
Semakin lemah-nya kemampuan untuk mengamalkan ilmu agama yang dimiliki setelah su’ul adab kepada beliau-beliau tersebut.

f. Sedangkan kata “JALLAB”, sepadan dengan makna kata “barokah” atau “doa restu” dari ulama, kyai, waliyulloh dan al-Ghouts Ra., dasarnya ;

- Hadits riwayat Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya (nomor hadits : 26317) :
Diceritakan dari Asma’ binti Yazid, Rosulullulloh Saw bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟. قَالُوا : بَلَى يَارَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : الَّذِيْنَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللهُ. ثُمَّ قَالَ : أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِشِرَارِكُمْ المَشَاءُوْنَ بِالنَمِيْمَةِ المُفْسِدُونَ بَيْنَ الأَحِبَّةِ.

“Tidakkah kamu mau, aku beritahu tentang orang-orang pilihan kamu sekalian ?. Mereka menjawab : Ya, wahai Rosululloh. Beliau bersabda : Mereka adalah orang-orang yang ketika dilihat, maka Alloh diingat. Kemudian Beliau bersabda : Tidakkah kamu mau, aku beritahu tentang sejelek-jelek orang diantara kamu sekalian, yakni mereka yang berjalan dengan mengadu domba (antara manusia) dan yang merusak persaudaraan”.

- Fatwa Syekh Abdul Qodir al-Jailani Ra berikut ini, merupakan ulasan tentang karomah jallab-nya al-Ghouts Ra :

أَنَا بَحْرٌ بِلاَ سَاحِلٍ.  يَا رِجَالُ, يَا أَبْطَالُ, يَا أَطْفَالُ هَلُمُّوا إِلَيَّ وَخُذُوا عَنِ البَحْرِ الذِي لاَ سَاحِلَ لَهُ.

Perlu diketahui, makna meningkatnya “iman” disini adalah semata-mata atas irodah Alloh SWT yang berkenaan dengan :

Iman secara dzauqiyah.
Semakin bertambahnya kemampuan untuk  mengamalkan ilmu agama yang dimiliki, berkat do’a restu dari beliau-beliau tersebut.
Tumbuhnya kesadaran murid atau salik bahwa pemberian Alloh SWT kepada dirinya secara hakiki terpancar melalui kyai, ulama dan khususnya al-Ghouts Ra.

2. Penjelasan kami mengenai : “Padahal nabi saja tidak mampu membuat / menarik iman seseorang”.

a. Gus, pertanyaan sampaian diatas adalah sangat-sangat salah.
b. Secara “lahiriyah” Rosululloh SAW, al-Ghouts,  waliyullah,  ulama,  kiai  dan  ustadz  dapat meningkatkan iman seseorang. Sedangkan secara hakikat PENCIPTA hidayah, adalah Alloh SWT semata. Dan, inilah aqidah ahlussunnah wal jama’ah.
c. Gus ....., pernyataan sampeyan diatas, tidak menyatakan pandangan secara hakikat. Padahal, dalam “kejanggalan pertama” sampeyan, menyatakan kepada kami (karena tidak di jelaskan sikap kita dari kaca mata syariat atau hakikat).

Gus .........,  sampean ini aneh. Kepada orang lain sampean tuntut menyebutkan syari’at dan hakikat. Namun,  kepada diri sendiri tidak menggunakannya. Aneh, tapi nyata.

Gus, kami bertanya, apakah Gus lupa dengan buku yang dikeluarkan oleh LBM NU
Jember, dengan judul “Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NU”. Buku ini menjelaskan kedudukan Alloh SWT dan Rosululloh secara jelas dan gamblang.

d. Dari pandangan hakikat, memang Rosululloh SAW tidak memiliki kemampuan SALLAB – JALLAB. Sebagaimana tercermin dalam Qs. al-Qoshosh : 56 :

إِنَّكَ لاَتَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالمُهْتَدِيْنَ

Kebanyakan mereka yang kurang memahami/ anti amalan TAWASSUL, menggunakan ayat ini (namun salah cara mengartikannya) sebagai bagian dari landasan berpikir dan berdalil.

Namun dalam pandangan syari’at  Beliau memiliki kemampuan SALLAB – JALLAB. Sebagaimana tercermin dalam al Qur’an Surat as-Syuro : 52

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَطٍ مُسْتَقِيْمٍ

 “Dan sesungguhnya engkau  (Muhammad), pasti dapat memberikan hidayah kepada jalan yang lurus”.

e. Ulama’ asy’ariyah (seperti Syekh Ahmad Zaini Dahlan, kitab Taqribul Ushul, hlm 57 dan Syekh Kamasykhanawi, Jami’ al-Ushul bagian “mutammimat” ulasan al-waridat), menjelaskan : ayat pertama sebagai makna hakiki. Yakni hanya Alloh pencipta hidayah. Sedangkan ayat kedua sebagai makna syari’. Yakni Rosululloh SAW merupakan pintu datangnya hidayah.

f. Sangat banyak kitab para ulama sufi yang menerangkan karomah “Jallab/ barokah/ doa restu” yang dimiliki oleh al-Ghouts, waliyulloh, ulama dan kiai Ra, dan yang hanya diterima oleh mereka yang membutuhkan dan meyakininya, antara lain ;

- Didalam Kitab Misykatul-Anwar nya (pasal I bahasan “Nurul-Muthlaq” ), Imam al-Ghozoli Ra, menjelaskan  :

وَهَذِهِ الخَاصَّة تُوجَدُ لِلرُوْحِ القُدْسِي النَبَوِي إِذْ تُفِيْضُ بِوَاسِطَتِهِ أَ نْوَارُ المَعَارِفِ عَلَى الخَلْقِ وَبِهِ تُفْهَمُ تَسْمِيَةُ اللهِ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِرَاجًا مُنِيْرًا, وَالاَنْبِيَاءُ كُلُّهُمْ سِرَاجٌ, وَكذَالِك العُلَمَاءُ

- Didalam Kitab Jami al-Ushuul nya Syekh Kamsyakhonawi Ra  menjelaskan :

عَبْدُ المُعِزِّ : هُوَ مَنْ تَجَلَّى الحَقُّ لَهُ بِاسْمِهِ المُعِزِّ, فَيُعِزُّ مَنْ أَعَزَّهُ اللهُ بِعِزَّتِهِ مِنْ أَوْلِيَائِهِ.

“(Wali yang disebut) Abdul Mu’iz/ hamba Dzat Yang Meninggikan : adalah wali yang Allah bertajalli kepadanya dengan asma al-Mu’iz (Yang Meninggikan). Dan melalui wali ini, Alloh meninggikan/ menaikkan derajat manusia yang dikehendaki-Nya”.

عَبْدُ المُذِلِّ : هُوَ مَظْهَرُ صِفَةُ الإِذْلاَلِ, لِيُذِلَّ بِمَذْلِيَةِ الحَقِّ كُلَّ مَنْ أَذَلَّهُ اللهُ مِنْ أَعْدَائِهِ بِاسْمِهِ المُذِلِّ الذِيْ تَجَلَّى بِهِ لَهُ.

“(Wali yang disebut) Abdul Mudzil (hamba Dzat Yang Merendahkan) : adalah wali yang menjadi tempat penampakan sifat-Nya yang merendahkan. Dan melalui wali ini, Alloh menghinakan orang yang dihinakan-Nya, yakni orang yang dimusuhi-Nya. Dengan asma al-Mudzil, maka wali tersebut, bergelar Abdul Mudzil”.

- Didalam Kitab al-Anwarul Qudsiyah nya (bab “ikatan hati murid kepada Guru Mursyid) Imam Sya’roni Ra, menjelaskan :

وَمِنْ شَاْنِهِ دَوَامُ رِبْطُ قَلْبِهِ مَعَ الشَيْخِ وَالإِنْقِيَادُ لَهُ وَرُؤْيَةُ اعْتِقَادِهِ أَنَّ اللهَ تَعَالَى جَعَلَ جَمِيْعَ أَمْدَادِهِ لاَيَخْرُجُ إِلاَّ مِنْ بَابِ شَيْخِهِ. وَأَنَّ شَيْخَهُ هُوَ المَظْهَرُ الذِيْ عَينُهُ اللهُ تَعَالَى لِلإِفَاضَةِ عَلَيْهِ مِنْهُ. وَلاَ يَحْصُلُ لَهُ مَدَدٌ وفَيْضٌ إِلاَّ بِوِاسِطَتِهِ.

“Diantara etika murid : melestarikan ikatan batin kepada Guru pembimbing, tunduk kepada
 perintahnya, memiliki pemahaman kalau sesungguhnya Alloh Swt tidak akan mengeluarkan pemeliharaan-Nya kepada murid, kecuali melalui pintu Guru ruhani. Dan Guru ruhani seperti ini, merupakan tempat penampakan pemeliharaan-Nya kepada murid. Murid tidak mendapatkan nikmat dan pancaran-Nya, kecuali melalui Guru Pembimbingnya”.

Gus, kami bertanya : Apakah salah menurut sampeyan, keterangan dalam kitab-kitab sufi diatas ?.

g. Dalam penggunaan sehari-hari, kata jallab dan sallab memiliki dua makna. Pertama, makna umum yang dimiliki oleh setiap makhluk. Kedua, makna khusus yang dimiliki para waliyulloh, al-Ghouts Ra dan Rosululloh SAW.

- Makna umum. Misalnya; air dapat men-sallab (merampas) rasa haus, serta dapat men-jallab (mendatangkan) kesegaran tubuh; api dapat men-jallab (membuat) masakan menjadi masak, racun men-sallab nyawa manusia (mati). Dokter dapat meningkatkan (jallab) kesehatan, serta dapat mencabut (sallab) penyakit.
Jika seseorang memahami kekuatan makhluk keluar dari diri sendiri (tanpa Alloh SWT), berarti iman mereka masih bercampur dengan paham MUSYRIK.

- Makna khusus. Sallab jallab sebagai karomah yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang dikehendaki oleh Allah SWT, dan sangat berkaitan sekali dengan “kekuatan batin dan do’a”. seperti ulama’/ kyai yang diberi ilmu hikmah, yang do’anya dapat meningkatkan (jallab) rasa sakit atau dapat menghilangkan/ mencabut (sallab) penyakit orang lain. Kondisi derajat keimanan seseorang bisa naik/ turun berkat ma’unah atau karomah Kiai, Ulama dan Waliyulloh Ra.
Misal yang lain, bila dalam lingkungan suatu kaum terdapat seorang ulama atau kiyai, maka iman masarakat akan meningkat, atau bila dalam lingkungan masarakat terdapat tempat maksiat, atau pelaku maksiat yang pandai mempengaruhi orang lain, maka iman sebagian masarakat akan melorot.

h. Secara umum, setiap orang, waliyulloh, ulama, kyai, bahkan para pejuang (dalam segala bidang) diberi karomah jallab dan sallab oleh Alloh SWT. Misalnya :

- Bangsa Indonesia mengenal iman dan Islam berkat perjuangan (jallab) dari para ulama’ atau wali Songo.

- Bangsa Indonesia, setatusnya naik dari terjajah menjadi merdeka, berkat jasa (jallab) dari nenek moyang kita.

- Jika dilingkungan suatu daerah terdapat pondok pesantren, sudah tentu iman para santri dan masarakat, menjadi tertata dan naik ketingkat yang lurus. Hal ini tentu disebabkan oleh karomah jallab dan doa restu dari Mbah Yai Pengasuh pesantren.
Kesimpulan  :

a. Sallab – jallab merupakan sunnatulloh.

b. Mereka mengingkari sallab jallab yang ada pada orang lain, seharusnya terlebih dahulu mereka mengingkari sallab – jallab yang ada pada dirinya sendiri. Namun, itulah pemikiran yang dikendalikan oleh nafsu yang tidak dirahmati oleh Alloh SWT (senantiasa musyrik, namun tanpa disadarai).

c. Jika Gus masih mengingkari keterangan diatas, berarti Gus termasuk kelompok orang yang egois. Artinya, sebenar dan sejelas apapun harus ditolak, selama bukan pendapat sendiri atau kelompok sendiri.  Dan, Na’udzu Billah. --------------------  

No comments:

Post a Comment