WAHIDIYAH DAN GHAUTSIYAH
A.
Wahidiyah
1.
Wahidiyah,
bukan aliran dan golongan. Wahidiyah, adalah tingkatan iman yang telah bersih
dari syirik. Jika berwahidiyah, berarti tidak musyrik, dan jika tidak
berwahidiyah, berarti musyrik.
2.
Syrik
adalah paham yang mengatakan bahwa makhluk dengan dirinya sendiri (tanpa izin
dan kehendak Allah Swt) dapat mendatangkan manfaat atau menolak kemadlaratan,
baik untuk dirinya sendiri atau makhluk lainnya.
3.
Syirik
merupakan dosa yang paling besar, kedlaliman yang amat besar, sangat dibenci
oleh Allah Swt dan tidak akan mendapat ampunan-Nya.
Sebagaimana yang tercermin dalam :
a.
Firman
Allah Swt, Qs. Luqman : 13 :
إِنَّ
الشِرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ : Sesunggunya syirik merupakan perbuatan dlalim yang besar.
b.
Firman
Allah Swt, Qs. at-Taubah : 28 :
يَأَيُّها
الذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا المُشْرِكُونَ نَجَسٌ
Wahai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang musyrik itu najis.
c.
Firman
Allah Swt, Qs. an-Nisa : 48 :
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَنْ
يشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَالِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ افْتَرَى
إِثْمًا عَظِيْمًا
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa menyekutukan makhluk dengan-Nya (syirik) dan mengampuni
dosa lainnya bagi yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang menyekutukan Allah,
maka ia telah terpuruk dalam dosa yang sangat besar.
d.
HR.
Thabrani dari Abu Umamah, Rasulullah Saw bersabda :
أَبْغَضُ
إِلَهٍ عُبِدَ فِي الأَرضِ هُوَ الهَوَى : Berhala sesembahan dibumi yang paling dibenci (oleh Allah)
adalah hawa nafsu.
4.
Sangat
sukar memahami syirik, kepada Allah Swt.
Rasulullah Saw bersabda :
إِتَّقُوا
الشِرْكَ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَمْلِ : Takutlah kamu semua akan syirik. Sesungguhnya syirik itu lebih
lebih samar daripada semut hitam diwaktu malam. [1]
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الإِشْرَاكُ بِاللهِ أَمَّا
إِنِّي لَسْتُ أَقُولُ يَعْبُدُونَ شَمْسًا وَلاَ قَمَرًا وَلاَ وَثَنًا ولَكِنَّ
اعْمَالاً لِغَيْرِ اللهِ وَشَهْوَةً خَفِيَةً.
Sesungguhnya
yang paling aku khawatirkan dari sesuatu yang aku khawatirkan terhadap ummatku
adalah syirik kepada Allah.Sedangkan aku tidak mengatakan mereka menyembah
matahari, bulan dan berhala. Akan tetapi amal yang (dilakukan) karena selain
Allah dan syahwat (keinginan) yang tersembunyi.
5.
Seseorang
yang memiliki iman bercampur dengan kepercayaan syirik, diakhirat haram
memasuki surganya Allah Swt.
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ
اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ
Sesungguhnya,
barang siapa yang menyekutukan Allah (dengan makhluk), maka pasti Allah
mengharamkan surga baginya. (Qs. al-Maidah
: 72).
6.
Perjuangan
yang dilakukan oleh setiap Ghauts Ra pada setiap zaman, adalah membebaskan
manusia dari kemusyrikan, untuk dibawa kepada iman Wahidiyah.
Imam Qusyairi Ra menerangkan
:
َقَدْ جَعَلَ اللهُ هَذِهِ الطَائِفَةِ صَفْوَةُ
أَوْلِيَائِهِ, وَفَضَّلَهُمْ عَلَى كَافَّةِ عِبَادِهِ بَعْدَ رُسُلِهِ
وَأَنْبِيَاءِهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ, وَجَعَلَ قُلٌوْبَهُمْ
مَعَادِنَ أَسْرَارِهِ. فَهُمْ الغِيَاثُ
لِلخَلْقِ, وَرَقَاهُمْ إِلَى مَحَالِّ المُشَاهَدَاتِ بِمَا تَجَلَّى لَهُمْ مِنْ
حَقَائِق الأَحَدِيَّةِ.
Sungguh,
Allah telah menjadikan kelompok ini (kaum sufi) sebagai kekasih-Nya yang
terpili. Dan dia melebihkan mereka daripada para hamba-Nya setelah para nabi
dan rasul, kepada mereka shalawat dan salam Allah. Dan dia telah menjadikan
hati mereka sebagai mutiara rahasia-Nya. Mereka sebagai tempat pertolongan
kepada makhluk. (Jiwa) mereka menaiki tahapan ruhani hingga ketempat
musyahadah, dimana menjadi terang bagi mereka tentang hakikat AHADIYAH. [3]
7.
Agar
iman tidak bercampur syirik, seseorang wajib memahami ke-Esaan Allah Swt. Para
waliyullah Ra berpendapat; seseorang tidak dapat memahami ke-Esaan-Nya, kecuali
dapat menghayati makna asama Allah Swt al-Wahid, al-Ahad dan as-Shamad.
8.
Fatwa para Ghauts Ra tentang makna Wahidiyah :
أَنَّهُ وَاحِدٌ نَفْيُ القَسِيْمِ لِذَاتِهِ,
وَنَفْيُ التَشْبِيْهِ عَنْ حَقِّهِ وَصِفَاتِهِ, وَنَفْيُ الشَرِيْكِ مَعَهُ فِي
أَفْعَالِهِ وَمَصْنُوْعَاتِهِ.
Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Esa (Wahid), tidak ada
pembagian untuk Dzat-Nya. Tidak ada penyerupaan dengan makhuk (memiliki wajah
dan tangan maupun bertempat) dari Dzat-Nya dan sifat-Nya. Dan tiada sekutu
(syirik) bersama-Nya dalam perbuatan dan kreasi-Nya.
Syeh Junaid al-Baqdadi Ra (w. 297 H) menerangkan :
الإِيْمَانُ هُوَ مَعْرِفَتُكَ أَنَّ حَرَكَاتَ
الخَلْقِ وَسُكُوْنُهُمْ فِعْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ, لاَ شَرِيْكَ لَهُ.
فَإِذَا فَعَلْتَ ذَالِكَ فَقَدْ وَحَّدْتَهُ.
Iman adalah pemahamanmu bahwa
sesungguhnya gerakan dan diamnya makhluk, perbuatan Allah Azza wa Jalla
sendiri, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Jika kamu memahami hal tersebut, engkau
telah meng-Esakan-Nya.
إِفْرَادُ المُوَحَّدِ بِتَحْقِيْقِ
وَحْدَانِيَّتِهِ, بِكَمَالِ أَحَدِيَتِهِ. أَنَّهُ الوَاحِدُ الذِي لَمْ يَلِدْ
وَلَمْ يُوْلَدُ, بِنَفْيِ الأَضْدَادِ وَالأَنْدَادِ وَالأَشْبَاهِ, بِلاَ
تَشْبِيْهٍ وَلاَ تَكْيِيْفٍ وَلاَ تَمْثِيْلٍ, لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٍ وَهُوَ
السَمِيْعُ البَصِيْرُ.
Iman adalah (pemahaman) tentang penyendirian
(terhadap Allah) oleh orang yang meng-Esakan-Nya dengan menyatakan sebenar-benarnya
tentang ke-Esaan-Nya serta dengan kesempurnaa AHADIYAH-Nya. Sesungguhnya DIA
tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. (DIA) tiada (kata) perlawanan bagi-Nya dan
tandingan serta penyerupaan (kepada makhluk). (DIA) tanpa tasybih (memiliki
sifat seperti makhluk), tiada bagaimana, tidak dapat digambarkan. DIA tidak ada
sesuatu yang menyerupai-Nya, DIA Maha Mendengar dan Maha Melihat.
b.
Al-Ghauts
fii Zamanihi Ra Syeh al-Qusyairi (w. 465 H), menerangkan :
وَأَنَّهُمْ لَوْ كُوْشِفُوْا بِأَسْرَارِ الأَحَدِيَّةِ, وَاخْتَطَفُوْا عَنْهُمْ بِالكُلِّيَّةِ,
وَزَالَتْ عَنْهُمْ أَحْكَامُ البَشَرِيَّةِ, وَبَقَوْا بَعْدَ فَنَائِهِمْ
عَنْهُمْ بِأَنْوَارِ الصَمَدِيَّةِ.
Dan sesungguhnya, sekiranya mereka terbuka dengan rahasia AHADIYAH,
maka tercabut dari mereka al-Kulliyah (pandangan terhadap semua makhluk), dan
hilang dari mereka sifat kemanusiaan (karena tersinari oleh sifat Allah), dan
mereka baqa’ setelah fana’, dengan cahaya as-Shamadiyah.
فَالوَاحِدُ نَفْيُ الشَرِيْكِ
فَالأحَدُ نَفْيُ الكَثْرَةِ فِي ذَاتِهِ الصَمَدُ المُحْتَاجُ إِلَيْهِ غَيْرُهُ والصَمَدِيَهُ
دَلِيْلٌ عَلَى الوَاحِدِيَةِ وَالآحَدِيَةِ.
Makna
al-Wahid, adalah ketiadaan sekutu (bagi-Nya), sedangkan makna al-Ahad,
ketiadaan jumlah (susunan) didalam Dzat-Nya, yang menjadi tempat bergantungnya
makhluk, dan yang selain diri-Nya berhajat kepada-Nya. Shamadiyah
(ketergantungan hamba kepada Allah dalam berinteraksi dengan makhluk), merupakan
bukti kepada WAHIDIYAH dan AHADIYAH..
d.
Al-Ghauts
fii Zamanihi Ra Imam Syadzali (w. 658 H), menerangkan wahidiyah dan ahadiyah
merupakan kedudukan dan ketinggian iman Rasulullah Saw disisi-Nya. Sebagaimana
tercermin dalam shalawat Imam Syadzali Ra : [7]
نَسْأَلُكَ اللهُمَّ سُبْحَانَكَ أَنْ تُصَلِّيَ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمِّدٍ عَيْنِ الوُجُوْدِ, النُوْرِ المَشْهُوْدِ, مُمِدِّ
الأَرْوَاحِ, دَالِّ الخَلْقِ عَلَيْكَ, مُوَجِّهِهِمْ إِلَيْكَ, مُفِيْضِ
المَعَارِفِ عَلَى القُلُوْبِ, قَلَمِ التَجَلِّي الأَوَّلِ, لَوْحِ التَجَلِّي
الثَانِي, سِرِّ الأَحَدِيِّةِ, نُوْرِ الوَاحِدِيَّةِ صَلاَةً مُقَدَّسَةً
مُطَهَّرَةً كَامِلَةً مُنَوَّرَةً.
Kami memohon kepada-Mu, Ya Allah,
Maha Suci Engkau. Sekiranya Paduka bershalawat kepada Junjungan Kami Nabi
Muhammad, yang merupakan kenyataan wujud, cahaya yang disaksikan, yang
memanjangkan seluruh ruh (jiwa), penunjuk makhluk kepada-Mu, tempat
menghadapnya makhluk kepada-Mu, yang memancarkan semua kemakrifatan kedalam
setiap hati, pena tajalli (Allah) yang pertama, buku induk tajalli yang kedua,
rahasia AHADIYAH, cahaya WAHIDIYAH, dengan shalawat yang disucikan, yang
dibersihkan, yang sempurna dan yang terang benderang.
e.
Al-Ghauts
fii Zamanihi Ra Syeh Abdul Karim al-Jilliy Ra (w. 826 H) menerangkan, wahidiyah
adalah “kesimpulan dari ilmu tauhid” : [8]
والنَاظِرُ فِي
مِرأَة هَذَا الاِسْمِ ذَوْقًا يَكُونُ عِنْدَهُ مِنْ عُلُومِ التَوْحِيْدِ عِلْمُ
الوَاحِدِيَّةِ
Dan orang
yang hatinya dapat memandang (kepada Allah Swt) dalam cermin
makhluk ini dengan dzauqiyah (rasa
hati), maka orang tersebut memiliki beberapa ilmu tauhid, yaitu ilmu WAHIDIYAH.
f.
Al-Ghauts
fii Zamanihi Syeh Abdul Wahab as-Sya’rani Ra (w. 973 H), menerangkan, wahidiyah
adalah “hakikat kehidupan” : [9]
الوَاحِدُ يَتَعَدَّدُ بِالمَظَاهِرِ
وَالآحَدُ لاَيَتَعَدَّدُ لأَنَّهُ خُلاَصَة الوَاحِدُ فَإِذَا تَعَدَّدَ الوَاحِدُ
تَنْزِيْلٌ لِكَمَالِ الدَائرَةِ وَإِذَا تَكَمَّلَتْ صَارَتْ حَقِيْقَةَ
وَاحِدِيَةً أَحَدِيَةً لِجَمِيْعِ الدَوَائِرِ فَهَذِهِ خَلاَصَةُ الحَقَائِقِ.
فَمَنْ صَدَقَ
اللهَ وَوَحَّدَهُ
اللهُ فَصَارَ وَاحِدًا عَارِفاً بِاللهِ
وَللهِ.
Al-Wahid, dalam penampakannya kepada makhluk menunjukkan jumlah
bilangan. Sedangkan al-Ahad tidak menunjukkan hal tersebut, karena merupakan
ringkasan dari al-Wahid. Ketika al-Wahid menunjukkan bilangan, maka turunnya
(sinar) al-Wahid bertujuan untuk kesempurnaan wujud.
Ketika
keberadaan wujud telah sempurna, maka wujud ini sebagai hakikat WAHIDIYAH dan AHADIYAH
yang merupakan ringkasan seluruh hakikat wujud. Barang siapa yang
dibenarkan (imanya) oleh Allah, da Dia memberinya (ilmu) tauhid, serta Allah
menjadikannya sebagai satu-satunya hamba yang sadar Billah dan Lillah.
g.
Al-Ghauts
fii Zamanihi Syeh Kamasykhanawi (w. 1015 H), menerangkan wahidiyah adalah
“kedudukan hamba Allah Swt yang telah sempurna imannya” yang hanya dapat
dicapai oleh 1 (satu) orang saja : [10]
عَبْدُ
الوَاحِدُ : هُوَ الذِي بَلَغَهُ اللهُ الحَضْرَةَ الوَاحِدِيَةَ وَكَشَفَ لَهُ
عَنْ أَحَدِيَةِ جَمِيْعِ أَسْمَائِهِ, فَيَدْرِكُ مَا يُدْرَكُ وَيَفْعَلُ مَا
يُفْعَلُ بِأَسْمَائِهِ وَيُشَاهِدُ وُجُودَهُ بِأَسْمَائِهِ الحُسْنَى. وَهُوَ
وَحِيْدُ الوَقْتِ صَاحِبُ الزَمَانِ الَذِي لَهُ القُطْبِيَةُ الكُبْرَى
بِالأَحَدِيَةِ
Abdul
Wahid : adalah seseorang yang Allah telah menghendakinya sampai ke derajat
hadlrah WAHIDIYAH. Dan Allah telah membukakan tabir baginya sinar AHADIYAH dari
seluruh asma-Nya. Hamba ini dapat menemukan sesuatu (atas izin Allah) yang Dia
temukan, dan melakukan sesuatu yang Dia lakukan. Dan dapat musyahadah tentang
wujud-Nya dengan asma-Nya yang baik. Dialah satu-satunya hamba Allah (yang
sempurna) pada waktu itu. Dan dialah orang yang memahami (keadaan) zaman. Dan
baginya (derajat) wali quthub yang besar dengan pemahaman iman AHADIYAH.
B.
Keagungan Rasulullah Saw.
1.
Perjuangan Wahidiyah,
memperjuangan agar kebaradaan dan keagungan Rasulullah Saw (pemilik maqam
Wahidiyah dan Ahadiyah) dapat disadari dan dihayati oleh setiap mukmin. Diterangkan
oleh al-Qur’an dan hadis; bahwa iman, Islam dan ihsan seseorang tidak akan sempurna,
kecuali memahami kedudukan dan keagungan Rasulullah Saw, secara musyhadah.
Diantara keagungan Rasulullah Saw :
a)
Manusia yang paling makrifat kepada Allah Swt.
HR. Bukhari dari Aisyah Ra, Rasulullah Saw bersabda : أَنَا
أَعْرَفَكُمْ بِاللهِ وَأَخْشَاكُمْ لَهُ : Aku, diantara kamu semua, adalah orang
yang paling makrifat kepada Allah dan paling takut kepada-Nya.
b)
Rasulullah Saw, secara ruhani masih hidup.
Banyak hadis shahih yang menejelaskan tentang tetap hidupnya
Rasulullah Saw. Sedang dalam al-Qur’an, Allah Swt bersabda (Qs. al-Baqarah :
154) :
وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سِبِيْلِ
اللهِ أَمْوَتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ.
Janganlah kalian mengatakan kepada orang
yang mati dijalan Allah, sebagai orang yang mati. Akan tetapi ia masih hidup.
Namun kalian tidak akan memahami (keberadaan)-nya.
Firman Allah Swt, Qs. Ali Imran : 169 :
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوْا فِي
سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ.
Dan sungguh jangan
sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh dalam jalan Allah,
sudah mati. Akan tetapi (mereka) masih hidup, disisi Tuhan mereka diberi rizki.
c)
Rasulullah Saw menempati maqam wasilah (perantara antara Allah Swt dengan hamba-Nya).
·
Firman
Allah Swt, Qs. al-Maidah : 35 :
يَاأيُّهَا
الذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوا
فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
Wahai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah. Dan carilah wasilah
(media/
thariqah) untuk menuju kepada-Nya. Dan
sunguh-sungguhlah kamu semua didalam jalan-Nya agar kamu semua memperoleh
keberuntungan.[11]
الوَسِيْلَةُ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ
لَيْسَ فَوقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُوا اللهَ أَن يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ
Wasilah adalah
derajat disisi Allah, yang tidak ada derajat lagi. Maka
mohonkan aku kepada Allah, agar Ia memberiku derajat wasilah.
إِذَا
سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ فَصَلُّوا عَلَيَّ
فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ بِهَا عَشْرًا. ثُمَّ سَلُّوا
اللهَ لِي الوَسِيْلَةَ. فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَتَنْبَغِي إِلاَّ
لِعِبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ. وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ. فَمَنْ سَأَلَهَا لِيَ
الوَسِيْلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَفَاعَةُ.
Ketika
kalian mendengar muaddzin, ucapkanlah sebagaimana ia mengucapkannya. Kemudian
bershalawatlah kalian kepadaku. Sesungguhnya, barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya dengan shalawatnya
tersebut sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah kamu semua untukku “WASILAH”.
Sesungguhnya wasilah adalah tempat yang mulya dalam surga, yang mana (tempat
itu) tidak patut kecuali diperuntukkan bagi satu hamba dari beberapa hamba-Nya.
Barang siapa memohonkan untukku wasilah, maka ia halal mendapat syafaat
(dariku).
Syekh Sindi, dalam memberikan penjelasan makna “wasilah” mengatakan
:
لاَيُخْـرَجُ رِزْْقٌ وَمَنْزِلَةٌ إِلاَّ عَلَى يَدَ يْهِ
وَبِواَسِطَتِهِ
Tidak keluar (dari Allah) rizki
dan kedudukan, kecuali ditangan Rasulullah dan dengan perantaraannya. (Lihat Sunan Nasa’i bi Hasyiyah as-Sindi juz II, pada bab shalawat)
·
HR. Imam
Muslim (Shahih Muslim, bab “adzan”),
Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الوَسِيْلَةَ أَعْلَى مَنْزِلَةٍ
فِي الجَنَّةِ وَلاَ يَنَالُهَا إِلاَّ رَحُلٌ وَأَنَا أَرْجُو مِنْ ذَالِكَ
الرَّجُلِ
Sesungguhnya
wasilah itu setinggi-tinggi tempat dalam surga, dan tidak dapat memperolehnya
kecuali seorang lelaki. Dan Aku berharap sebagai lelaki tersebut.
·
Dalam hail ini, al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Yusuf
bin Ismail an-Nabhani Ra (w. 1933 M), menjelaskan :
وَأَمَّا النَّبِيْ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ وَاسِطَةً بَينَهُ وَبَيْنَ اللهُ. فَهُوَ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُسْتَغَاثُ بِهِ حَقِيْقَةً.
Nabi Muhammad Saw, merupakan perantara antara hamba dan
Allah. Dan secara hakiki Dia (Allah) Swt adalah merupakan tempat meminta
pertolongan. [14]
d)
Makhluk dicipta untuk menghormat Rasulullah
Saw.
أَتَانِي جِبْرِيْلُ
وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّ اللهَ يَقُولُ : لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الجَنَّةَ
وَلَوْلاَكَ مَاخَلَقْتُ النَارَ
Datang kepada-Ku malaikat Jibril, lalu ia berkata : Wahai Muhammad,
Allah telah berfirman: Kalau
bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak menciptakan surga, dan kalau
bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak mencipkan neraka.
·
Nabi
Adam As bertawassul kepada Rasulullah Saw, dan ia dicipta karenanya. HR.
al-Haakim dari Umar Ibn Khatthab, Rasulullah Saw bersabda : [16]
وَلَمَّا اقْتَرَفَ أدمُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: اللهُمَّ اِ
نّيِ أَسْألُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ اِلاََّ غَفَرْتَ لِي قَالَ اللهُ يَأدَمُ كَيْف
عَرَفْتَ مُحَمَّدا وَلَمْ أَخْلُقُهُ ؟ قَالَ: لَمَّا
خَلَقْتَنِي وَنَفَخُْت فِي مِنْ رُوْحِكَ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَ يْتُ عَلىَ قَوَائِمِ
العَرْشِ مَكْتُوبًا لاَالهَ الاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ
أنَّ اسْمَكَ لَمْ تَضِفْ اِلاّ عَلَى أَحَبَّ الخَلْقِ اِلَيْكَ, قَالَ: صَدَقْتَ
أَ نَّهُ لأحَبُّ الخَلْقِ وَاِ ذْ سَاَلْتَنِي بِحَقِّهِ فَأَجَبْتُ وَلَوْلاَهُ
مَا خَلَقْتُكَ
Ketika Adam
terperosok kesalahan, Adam berkata : Ya Allah, aku memohon kepadamu dengan hak
dan kenyataan Muhammad, ampunilah aku. Tuhan bersabda :
Wahai Adam darimana engkau mengetahui Muhammad sedang Aku (Allah) belum
menciptanya. Jawab Adam : Ketika Engkau menciptaku, dan meniupkan
kedalam jiwaku Ruh dari-Mu, kemudian aku mengangkat kepalaku, dan aku melihat
pada penyangga arasy terdapat tulisan Lailaha Illallah Muhammad
Rasulullah. Oleh karenanya aku mengerti
bahwa sesungguhnya Asma-Mu tidak mungkin Engkau sandarkan kecuali kepada mahluk
yang paling Engkau cintai. Tuhan bersabda : Benar kamu (Adam). Ia (Muhammad)
adalah mahluk yang paling Aku cintai. Dan jika kamu memohon kepada-Ku dengan
melalui hak dan kenyataan Muhammad, maka Aku akan memberi ijabah. Dan sekiranya
bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptamu.
e)
Asal dan jiwa makhluk.
إِنَّ اللهَ
تَعَالى خَلَقَ قَبْلَ الأشْيَاءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُورِهِ, فَجَعَلَ
ذَالِكَ النُوْرَ يَدُوْرُ بِالقُدْرَةِ حَيْثُ شَاءَ اللهُ, وَلَمْ يَكُنْ فِي
ذَالِكَ الوَقْتِ لَوْحٌ وَلاَ قَلَمٌ وَلاَ جَنَّةٌ وَلاَ نَارٌ وَلاَ مَلَكٌ
وَلاَ سَمَاءٌ وَلاَ أَرْضٌ وَلاَ شَمْسٌ وَلاَ قَمَرٌ وَلاَ جِنِّيٌ وَلاَ
إِنْسِيٌ. فَلَمَّا أَرَادَ
أَنْ يَخْلُقَ الخَلْقَ قَسَمَ ذَالِكَ النُوْرَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءَ : فَخَلَقَ
مِنَ الجُزْءِ الأَوَّلِ القَلَمَ وَمِنَ الثَانِي اللَوْحَ وَمِنَ الثَالِثَ
العَرْشَ ثُمَّ قَسَمَ الجُزْءَ الرَابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاء.َ فَخَلَقَ مِنَ
الجُزْءِ الأَوَّلِ حَمْلَةَ العَرْشِ وَمِنَ الثَانِي الكُرْسِيَ وَمِنَ
الثَالِثِ بَاقِي المَلاَئِكَةِ ثُمَّ قَسَمَ الجُزْءَ الرَابِعَ أَرْبَعَةَ
أَجْزَاء, فَخَلَقَ مِنَ الأَوَّلِ السَّمَوَاتِ وَمِنَ الثَانِي الأَرْضِيْنَ
وَمِنَ الثَالِثِ الجَنَّةَ وَالنَّارَ, ثُمَّ قَسَمَ الجُزْءَ الرَابِعَ
أَرْبَعَةَ أَجْزَاء, فَخَلَقَ مِنَ الأَوَّلِ نُوْرَ أَبْصَارِ المُؤْمِنِيْنَ
وَمِنَ الثَانِي نُوْرَ قُلُوبِهِمْ وَهِيَ المَعْرِفَةِ بِاللهِ وَمِنَ الثَالِثِ
نُورَ أُنْسِهِمْ وَهُوَ التَوْحِيْدِ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ
اللهِ.
Sesungguhnya Allah Swt menciptkan,
sebelum segala sesuatu, nur nabimu dari nur-Nya. Dan Dia menjadikan nur itu
beredar dengan qudra-Nya sesuai kehendak-Nya. Pada waktu itu belum ada lauhil
mahfud, qalam, surge, neraka, makalikat, langit, bumi, matahari, bulan, jin dan
manusia. Ketika Dia ingin menjadikan makhluk, Dia membagi nur (Muhammad)
menjadi 4 bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan qalam, dari bagian kedua
Dia menciptakan lauh (a- mahfud), dari bagian ketiga Dia menciptakan arasy dan dari
bagian keempat Dia membaginga menjadi 4 bagian.
Dari bagian pertama Dia menciptakan
(malaikat) penyangga arasy, dari bagian kedua Dia mencipta kankursi, dari
bagian ketiga Dia menciptakan semua malaikat dan dari bagian keempat Dia
membaginya menjadi 4 bagian.
Dari bagian pertama Dia menciptakan
langit, dari bagian kedua Dia menciptkan bumi, dari bagian ketiga Dia
menciptkan surge dan neraka dan dari bagian keemapat Dia membaginya menjadi 4
bagian.
Dari bagian pertama Dia menciptakan
cahaya bashirah orang mukmin, dari bagian kedua Dia menciptakan cahaya hati
orang mukmin, yakni makrifat Billah, dari bagian kedua Dia menciptakan cahaya
ketenangan orang mukmin , yaitu tauhid Lailaha Illallah.[18]
Dan ajaran ini dalam Shalawat
Wahidiyah tercermin dalam : وَأَصْلَهُ
وَرُوْحَهُ : Dan
(Wahai Rasulullah) engkau asal mula makhluk dan engkau adalah jiwa makhluk.
f)
Tempat bertawassul kepada Allah Swt.
HR. Imam Nasai
(kitab Amalul Yaum wal Lailah, nomer hadis : 663 – 665, dan yang di-shahih-kan
oleh al-Bahihaqi). dari Usman bin Hunaif. Dia berkata : Orang buta menghadap
kepada Rasulullah Saw dan meminta untuk didoakan agar Allah Swt memberikan
kesembuhan matanya, hingga dapat melihat kembali. Rasulullah Saw bersabda : Ucapkanlah
:
أَللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
وَأَتَوَجَّهُ بِكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَحْمَةِ. يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ
بِكَ إِلَى رَبِّي فِي قَضَاءِ حَاجَتِي لِيْ, اللهُمَّ شَفِّعْهُ فِي.
Ya Allah, sungguh aku meminta kepada-Mu dan menghadap
kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammad Saw,
Nabi pembawa rahmat. Wahai Nabi
Muhammad, sungguh aku menghadap Allah melalui Paduka, agar hajatku ini
terkabulkan. Ya Allah, berikanlah syafaat kepadanya dalam hal ini.
g)
Tempat memancarnya rahmat dan fadlalnya Allah
Swt.
HR.
Muslim (Shahih Muslim "Kitab Imarah", bab "laa tazaalu").
Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ يُرِدْاللهُ خَيْرًا يُفَقِّهُهُ فِي الدِيْنِ
أِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ يُعْطِي لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي
قَائِمَةً بِأَمْرِ اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَلَفَهُمْ حَتَّى
يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُنَ عَلَى النَاسِ
Barang siapa yang Allah
menghendakinya menjadi baik, maka (Allah) memahamkannya dalam agama. Sesungguhnya
Aku (Rasulullah Saw) adalah Sang Pembagi dan Allah adalah Sang Pemberi. Tidak sepi dari ummat-Ku sekelompok orang
yang menegakkan agama Allah.
Mereka tidak dapat dirugikan oleh orang-orang yang menghinanya dan
membelakanginya. (keberadaan mereka) hingga datangnya keputusan Allah. Mereka
senantiasa berada di tengah tengah masarakat.
h)
Sarana memohon ampun kepada Allah Swt.
Al-Quran mengajarkan
tentang pentingnya menghadap kepada Rasulullah Saw, ketika seseorang yang
sedang memanjatkan doa permohonan ampunan kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam
Qs. an-Nisa : 64 :
وَلَوْ
أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ وَاسْتَغْفَرَ
لَهُمُ الرَسُولُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيْمًا.
Dan
sekiranya, sesungguhnya ketika mereka mendlalimi diri mereka, mereka datang
kepada-mu (Muhammad), kemudian mereka mohon ampun kepada Allah, dan
rasulpunmemohonkan ampun untuk mereka, maka niscaya mereka mendapati Allah
Dazat Yang Menerima taubat lagi Maha Kasih.
i)
Sarana dzikir kepada Allah Swt.
Rasulullah
Saw bersabda : Allah Swt
bersabda : لآ أُذْكَرُ إِلاَّ ذُكِرْتَ مَعِي : AKU tidak (belum) didzikir, kecuali
engkau didzikir bersamaku. [19]
Dalam hadis lain, Raslullah Saw
bersabda : [20] إِذَا
ذُكِرْتُ ذُكِرْتَ مَعِي: Ketika
Aku (Allah) diingat, engkau diingat bersama-Ku. [21]
إِنَّ أدَمَ
أوصَى إِبْنَهُ شِيثْ فَقَالَ : كُلَّمَا ذَكَرْتَ اللهَ فَاذْكُرْ إِلَى جَنْبِهِ
إِسْمَ مُحَمَّدٍ. فَإِنِّي رَأَيْتُ إِسْمَهُ
مَكْتُوْبًا
عَلَى سَاقِ العَرْشِ وَأَنَا بَيْنَ الرُوْحِ وَالطِّيْنِ, ثُمَّ إِنِّي طَرَفْتُ
فَلَمْ أَرَ فِي السَمَاءِ مَوْضِعًا إِلاَّ رَأَيْتُ اسْمَ مُحَمَّدٍ مَكْتُوبًا
عَلَيْهِ, وَلَمْ أَرَ فِي الجَنَّةِ قَصْرًا وَلاَ غُرْفَةً إِلاَّ اسْمَ
مُحَمَّدٍ مَكْتُوبًا عَلَيْهِ
Sesungguhnya
Adam memberikan wasiat kepada putranya (Syis). Dia berkata : Setiap kamu dzikir
kepada Allah sebutlah disisi-Nya nama Muhammad. Sesungguhnya aku melihat nama
Muhammad tertulis pada tiang arasy. Sedangkan aku masih (wujud) antara ruh dan
tanah. Kemudian sesungguhnya turun. Dan aku tidak melihat langit kecuali pada
setiap tempat tertulis nama Muhammad. Dan aku tidak melihat ruangan dan kamar
dalam surga, kecuali melihat nama Muhammad tertulis pada tempat tersebut.
C.
Makna Waliyullah.
Kata Waliy
berasal dari al-qur’an dan al-hadits. Dan secara khusus, kata ini
diperuntukkan kepada orang-orang yang dekat kepada Allah Swt. Sedangkan secara
umum, kata ini dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari dengan artian yang
umum pula. Misalnya, wali-murid, wali-kota, wali-kelas, wali-pengantin atau
wali yang lain.
Diantara manusia, terdapat orang yang memilih jalan lurus, sehingga
menjadi Waliyyullah. Dan ada pula yang memilih jalan hidup yang menyimpang,
dan kemudian mereka menjadi Waliyyusy syaithan. Hanya ada dua posisi untuk manusia.
Kalau tidak sebagai waliyullah, berarti ia sebagai waliyussyaithan, atau
sebaliknya.
Banyak orang yang gemar membahas keberadaan waliyullah. Namun
jarang sekali yang memperhatikan kriteria waliyullah dan waliyus
syaithan. Padahal, menurut sunnah Rasulullah Saw, jika seseorang tidak
menjadi waliyullah, pasti menjadi waliyus syathan. Tidak ada
manusia setengah waliyullah dan setengah waliyus syaithan. Yang
ada hanya waliyullah atau waliyus syaithan. Perjuangan Wahidiyah bertujuan
mengentaskan manusia dari belenggu setan, agar tidak menjadi waliyus
syaithan.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt
menjelaskankan bahwa waliyus
syaithan adalah orang yang hatinya tertutup dari Allah Swt (tidak
sadar billah), dan tidak mau menjadikan Allah Swt sebagai kekasih, penolong,
penguasa dan pelindung bagi dirinya. Mahluk - menurut mereka -, meskipun tanpa
izin Allah Swt juga dapat memberikan pertolongan, baik kepada dirinya atau
kepada yang lain.
اِنَّاجَعَلْنَاالشَيَاطِيْنَ
اَوْلِيَاءً لِلَّذِ يْنَ لاَيُؤْمِنُوْنَ .
Sesungguhnya Kami
menjadikan setan sebagai wali (penguasa, pelindung, kekasih dan penolong) bagi orang-orang yang tidak
beriman. (Qs. al-A’raf : 28).
وَمَنْ
يَتِّخْذ الشَيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُ وْنِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا
مُبِيْنًا
Barang siapa yang menjadikan setan sebagai wali (pelindung,
penolong, kekasih) selain Allah, maka sungguh rugi dengan kerugian yang nyata.(Qs, an-Nisa’ 119).
Ciri-ciri Waliyullah antara lain:
1).
Jiwanya
senantiasa tidak memiliki rasa kawatir
dan susah hati.
Firman Allah Swt, QS. Yunus,
62 – 63 :
اَلاَ اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ
لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ, الذِيْنَ اَمَنُوا وَكَانُوا
يَتَّقُوْن
Ketahuilah bahwa Sesungguhnya para auliyaillah itu tidak ada rasa khawatir terhadap mereka dan
mereka tidak pula bersedih hati. Yaitu orang orang yang senantiasa
beriman dan mereka senantiasa bertaqwa (kepada
Allah).
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, menjelaskan makna auliyaillah dalam
ayat diatas dengan : مَنْ
تَوَلاَّهُ اللهُ تعالَى وَتَوَلَّى حِفْظَهُ وَحِيَاطَاتُهُ وَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ: Waliyullah
adalah hamba yang Allah Swt telah menguasainya, menjaga kehormatannya,
membimbing kewaspadaannya dan meridlainya.
2).
Memahami
dan menerapkan prinsip Lillah – Billah. HR. Imam Bukhari, Rasulullah Saw bersabda : [24] Allah Swt bersabda :
قَال الله تَعالَى : فَاِذَا اَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الذِي
يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الذِي يُبْصِرُبِهِ وَيَدَهُ الذِي يُبْطِشُ بِهِ
وَرِجْلَهُ الذِي يَمْشِي بِهَا اِنْ سَاَلَنِي اَعْطَيْتُهُ وَاِنْ اسْتَعَاذَ
نِي اعَذْ تُهُ.
Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang
digunakan untuk mendengarkan, menjadi penglihatannya yang digunakan untuk
melihat, menjadi tangannya yang digunakan untuk menggenggam, menjadi kakinya
yang digunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta
(sesuatu) kepada-KU niscaya Aku memberinya, dan jika ia meminta perlindungan-Ku
niscaya Aku melindunginya.
4).
Memiliki kesadaran makrifat kepada Rasulullah Saw (istilah Wahidiyah, Lirrasul - Birrasul). Sebagaimana
tercermin dalam :
a.
Qs.
al-Maidah : 55 : إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ
اللهُ وَرَسُوْلُهُ: Sungguh
pelindungmu adalah Allah dan rasul-Nya.
b.
Rasulullah
Saw bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَنْ
أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَحْمَعِيْنَ
Tidak
sempurna iman salah seorang dari kamu semua, hingga aku lebih dicintai dari
pada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia. (HR. Bukhari
dan Muslim).
c.
Beberapa fatwa para Ulama Arif Billah Ra :
· Dalam kitab Sa’adatud Daraini, Syeh Yusuf Ismail An Nabhaniy
halaman 431 [26] menerangkan bahwa, waliyyullah itu seseorang yang telah memiliki
kesadaran ma’rifat Birrasul Saw.
لَمْ تَكُن
الاَقْطَابُ اَقْطَابًا وَالاَوْتَادُ اَوْتَادًا
وَالاَوْلِيَاَءُ
اَوْلِيَاءً الاّ بِمَعْرِفَةِ رَسُولِ اللهِ صَلعم
Tidak dapat
dinamakan wali quthub, wali autad dan waliyuulah, kecuali telah ma’rifat kepada Rasulullah Saw
(Birrasul).
Dan pada bab 3
dalam bahasan “lathifah ke 110”, Syeh Nabhani Ra menukilkan fatwa dari gurunya (Syeh Ali al-Khawas Ra) :
لايَحِقُّ لأَحَدٍ
قَدَمُ الوِلاَيَةِ المُحَمَّدِيَةِ حَتَّى يَجْتَمِعَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَ يَكْمَلُ
مَقَامُ فَقِيْرٍ إِلاَّ أَنْ صَارَ أَنْ يَجْتَمِعَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وسلَّمَ وَيُرَاجِعُهُ
فِي أُمُورِهِ كَمَايُرَاجِعُ التِلْمِيْذُ شَيْخَهُ
Tidak sempurna
maqam seseorang, kecuali ia dapat bersama Rasulullah Saw serta mengembalikan
perkaranya kepada Nabi Saw sebagaimana murid mengembalikan kepada gurunya.
· Al-Ghaus fii Zamanihi Syeh Abul Abbas al-Mursi Ra (w. 686 H) :
لَوْ
حُجِبْتُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَحْظَةً فِي
سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ مَا
أَعْدَدْتُ نَفْسِي مِنَ المُسْلِمِيْنَ
Jika aku terhijab dari Rasulullah Saw sedetik saja dalam setiap satu
jam baik dalam waktu siang malan atau malam hari, maka tidak berani menghitung
diriku bagian dari golongan orang Islam.
· Al-Ghauts Fii Zamanihi Syeh Al-Qasthalani (w. 758 H) dalam menjelaskan hadits Bukhari (tentang
cinta rasul), mengatakan : [27]
حَقِيْقَةُ
الاِيْمَانِ لا
تَتِمُّ
وَلاَتَحْصُلُ إِلاَّ
بِتَحْقيْقِ أَعْلإَ قَدْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْزِلَتِهِ
عَلَى كُلِّ وَالِدٍ
وَوَلَدٍ ومُحْسِنٍ فَمَنْ لَمْ
يَعْتَقِدْ هَذَا فَلَيْسَ
بِمُؤْمِنٍ يُبَيِّنُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِقَدَارَ دَرَجَةِ المُؤْمِنِ عَلَى حَسَبِ
مَحَبَّتِهِ لَنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Hakikinya iman tidak dapat dihasilkan dan tidak dapat
disempurnakan kecuali dapat memahami kedudukan Rasulullah Saw dengan nyata
(musyahadah qalbu) diatas setiap orang tua, anak dan para pelaku kebaikan. Barang siapa yang tidak
memiliki i’tiqad (kepercayaan) seperti ini, maka ia tidak disebut mukmin.
Hadits ini, artinya Rasulullah Saw menjelaskan tentang ukuran derajat iman
mukmin, tergantung dari seberapa rasa
cintanya kepada Rasulullah Saw.
· Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl Ra, dalam kitabnya As-Syifa’, memberikani penjelasan tentang makna hadits yang
membahas mahabbah rasul, menukil fatwa (al-Ghauts fi Zamanihi, , Syeh Sahall at-Tustari w. 284 H) yang menjelaskan
:
مَنْ
لَمْ يرَوِلا َيَةَ الرَسُول عَلَيْهِ فِي
جميْعِ الاَحْوالِ ولاَ َيرَى نَفْسَهُ فِي مُلْكِهِ صَلى
اللهُ
عَليْهِ وَسَلَّمَ لاَيَذُوقُ حَلاَوَةَ
سُنَّتِهِ لآنَّ النَبِيَ صَلى الله
عَلَيْه
وَسَلَّمَ
قَالَ : لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكمْ حَتَّى أنْ أَكُونَ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِه
Barang siapa
tidak mengetahui, bahwa Rasulullah menguasai dirinya dalam segala hal, dan
tidak mengetahui dirinya dalam kepemilikan Rasulullah, maka ia tidak akan
merasakan manisnya sunnah Rasulullah Saw. Karena Nabi Saw. bersabda : Tidak
iman kalian sehingga Aku (Rasulullah) lebih dicintainya dari pada dirinya
sendiri.
قَدْ مَنعَ كَمَالُ
الاِيْمَانِ بِشَهَادَةِ التَوحيْد لاَاِلَهَ اِلاَ الله مَا لَمْ تَقْتَرِن بِشَهَادة
الرَسُولِ
مُحَمَّد رَسُولُ الله.
Terlarang menyempurnakan iman
hanya dengan kesaksian kepada Allah saja, (tiada Tuhan selain Allah), tanpa
disertai kesaksian rasul (Muhammad utusan Allah).
5).
Memahami semua karomah dan sirri yang
dimiliki oleh para Nabi As serta para auliyaillah Ra memancar dari Rasulullah Saw.[29]
وَكُلُّ نَبِيٍّ وَرَسُولٍ مَادَتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : Setiap nabi dan
rasul, kehebatannya berasal dari Rasulullah Saw.
D.
Keberadaan al-Ghauts Ra
Karena
kurang memahami tugas Rasulullah Saw seperti diatas, maka banyak orang kurang
memahami adanya manusia yang kamil imannnya pada setiap zaman sebagai wakil
atau tempat tajallinya Rasulullah Saw. Hingga diantara mereka ada yang
mengingkari keberadaannya, dan apaula yang mengatakan, sulthanul auliya
hanyalah Syeh Abdul Qadir al-Jailani Ra, dan sebagian pengamal Shalawalat
Wahidiyah (karena kepentingan pribadi) mengatakan al-Ghauts Ra tetap dijabat
oleh Mbah Yahi Abdul Majid Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra sampai hari
kiamat.
Keterangkan
al-Qur’an dan hadis tentang keberadaan al-Ghauts Ra, antara lain :
يَحْمِلُ هَذَا
العِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفٍ عُدُولُهُ يَنْفَوْنَ تَحْرِيْفَ الغَالِيْنَ
وَانْتِحَالَ المُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ.
Ilmu ini akan dibawa (diwarisi) oleh
orang-orang terbaik pada setiap generasi. Mereka menepis penyimpangan kaum
ekstrim, membongkar pemalsuan kaum ahli bathil dan mematahkan penafsiran kaum
yang bodoh.
اِنَّ
مِنَ العِلْمِ كَهَيْئَةِ المَكْنُوْنِ لاَ يَعْلَمُهُ اِلاَّ العُلَمَاءُ بِاللهِ
فَاِذَا نًطَقُوا بِهِ لَمْ يُنْكِرْهُ اِلاَّ اَهْلُ الاِغْتِرَارِ بِاللهِ
Sesungguhnya ada
sebagian ilmu yang
dirahasiakan, tidak dapat mengetahuinya kecuali oleh ‘Ulama Billah. Maka
apabila mereka (ulama Billah) mengungkapkannya, tidak seorang-pun yang
membantahnya, kecuali orang-orang yang
tidak paham tentang Allah.
b)
Firman
Allah Swt, Qs. al-Anbiya’: 106 :
إِنَّ الأَرْضَ للهِ يَرِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه
Sesungguhnya bumi itu milik Allah, yang diwariskannya
kepada orang yang dikehendaki dari antara hambanya (Qs. al-Anbiya’
: 106).
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِكْرِ
أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَالِحُونَ
Dan sungguh telah Kami tulis dalam Zabur, setelah (tertulis)
dalam lauh mahfudz, sesungguh-nya bumi ini diwarisi oleh hamba-Ku yang shalih.
Para ulama kaum sufi dan para auliyaillah, mengatakan bahwa
yang dimaksud pewarisan dalam ayat ini, adalah pewarisan tentang
penguasaan secara batiniyah. Mereka dibekali oleh Allah Swt kekuatan
sirri yang menembus kepenjuru alam (lahu sirrun yasri fil alam).
Dalam ayat
al-Qur’an yang lain, diterangkan Nabi Zakaria As – dengan izin Allah Swt -,
mewariskan jabatan kenabian kepada Nabi Yahya As. Allah Swt berfirman, Qs.Maryam : 5 – 6 :
فهَبْ ِليْ مِنْ لدُنْكَ وَلِيًّا يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ
أَلِ يَعْقُوب وَاجْعَلْه رَبِّ رَاضِيًّا
(Nabi
Zakariya As berdoa) : [32] Anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang mewarisi aku
dan dari keluarga Ya’qub. Jadikanlah ia, wahai Tuhanku, orang yang ridlai
(kepada-Mu).
c)
Allah Swt berfirman, Qs, Fathir : 32 : ثُمَّ أوْرَثْنَا الكِتَابَ الذِيْنَ اصْطَفَيْنَا
مِنْ عِبَادِنَا : Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an) kepada orang-orang yang
kami pilih di antara hamba-hamba Kami”.
Imam
Ibnu Katsir, dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud hamba yang terpilih
adalah : هُمْ أُمَّةُ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَثَهَمُ اللهُ كُلَّ كِتَابٍ
أَنْزَلَهُ
: Mereka itu adalah ummat Nabi Muhammad
Saw, yang Allah telah mewariskan kepadanya seluruh kitab yang diturunkan.
Sedankan
Imam Suyuthi dalam kitab tafsir jalalain menjelaskan; bahwa terjadinya pewarisan setelah kematian : وَالمِيْرَاثُ فِيْمَا صَارَ لِلإِنْسَانِ بَعْدَ مَوْتٍ
: Pewarisan sebagaimana yang
terjadi pada manusia, terjadinya setelah kematian. [33]
Dan Imam al-Qurthubi, dalam tafsirnya
menjelaskan makna “kitab” dalam ayat
ini adalah : هَاهُنَا يُرِيْدُ بِهِ مَعَانِي الكِتَابِ وَعِلْمِهِ
وَأَحْكَامِهِ وَعَقَائِدِه : Disini, yang dimaksud dengan makna kitab, adalah ilmu,
hukum dan aqidah yang terkandung didalamnya.
Sedangkan untuk makna hamba-hamba Kami, adalah :
تُوَارَثُوا الكِتَابَ بِمَعْنَى أَنَّهُ إِنْتَقَلَ عَنْ
بَعْضِهِمْ إِلَى أخَرَ وقَالَ اللهُ وَلَقَدْ أَتَيْنَا دَوُودَ وَسُلَيْمَانَ
عِلْمًا وَقَالاَ الحَمْدُ للهِ الذِي فَضَّلَنَا عَلَي كَثِيْرٍ مِنْ عِبَادِهِ
المُؤْمِنِيْنَ وَوَارَث سُلَيْمَانُ دَاوُدَ, وَقَالَ يَاأَيُّهَا النَاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَيْرِ
وَأُوتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْئٍ
Mereka mewariskan kitab suci. Artinya,
Perpindahan warisan tersebut dari orang kepada orang lain (secara estafet). Allah
berfirman (Qs. an-Naml : 15 - 16) : Dan sungguh Kami memberi Dawud
dan Sulaiman sebuah ilmu. Dan mereka berdua mengatakan :”segala puji bagi Allah
yang telah melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman. Dan
Sulaiman mewarisi (ilmu, kerajaan dan kenabian) dari Daud. Sulaiman berkata : Wahai manusia
kami telah diberi pengertian tentang ucapan burung, dan kami diberi segala
sesuatu.
Dan dalam keterangan selanjutnya, Imam al-Qurthubi menjelaskan :
فَإِذَا أَجَازَ النُبُوَّةُ
لِلْوِرَاثَةِ فَكَذَالِكَ الكِتَابُ
Jika kenabian saja dapat
diwariskan, apalagi (kandungan) kitab al-Qur’an.
d)
HR.
Imam Bukhari sabda Rasulullah Saw :
زُوِيَتْ لِيَ
الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ
أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung
timur dan ujung baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan
sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
إِنَّ فِيِ الخَلْقِ ثَلاَثُمِائَةٌ
قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ ءَادَمَ, ولله فِيِ الخَلْقِ أَرْبَعُونَ قُلُوبُهُمْ
عَلَى قَلْبِ مُوسَى, ولله سَبْعَةٌ فِيِ
الخَلْقِ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ
إِبْرَاهِيْمَ, ولله فِيِ الخَلْقِ خَمْسَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ
جِبْرِيْلَ, ولله فِيِ الخَلْقِ ثَلاَثَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ مِيكَائِيْلَ,
وَلله فِي الخَلْقِ- وَاحِدٌ - قَلْبُهُ عَلَى قَلْبِ اِسْرَا فِيْل, فَاذَا مَاتَ
الوَاحِدُ اَبْدَال َاللهُ مَكَانَهُ مِنَ الثَلا َثَةِ ......, , فَبِهِمْ
يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَيَمْطُرُ وَيُنْبِتُ وَيُدْفَعُ البَلاَءِ.
Sesungguhnya
Allah memiliki 300 hamba yang hatinya seperti hati Nabi Adam. Dan Allah
memiliki 40 hamba yang hatinya seperti hati Nabi Musa. Dan Allah memiliki 7
hamba yang hatinya seperti hati Nabi Ibrahim. Dan Allah memiliki 5 hamba yang
hatinya seperti hati malikat Jibril. Dan Allah memiliki 3 hamba yang hatinya
seperti hati malaikat Mikail. Dan Allah memiliki 1 hamba yang hatinya seperti
hati malaikat Israfil.
Ketika 1 hamba wafat, maka Allah
mengantikannya dari salah satu 3 hamba, dan jika 3 hamba wafat, maka Allah
menggantinya dari salah satu 7 hamba, ……….dst.
Sebab mereka Allah menghidupkan dan
mematikan, menurunkan hujan serta menumbuhkan (tanaman), serta sebab mereka
balak tertolak.
E.
Jumlah al-Ghauts Ra
وَمِنْ
شُرُوطِهِ اَنْ يَكُونَ ذَا جِسْمٍ طَبِيْعِيٍ وَرُوْحٍ, وَيَكُونُ مَوْجُودًا فِي
هذِهِ الدَارِ بِجَسَدِهِ وَحَقِيْقَتِهِ فَلاَبُدَّ اَنْ يَكُونَ مَوْجُودًا فِي هَذِهِ
الدَارِ بِجَسَدِهِ وَرُوحِهِ مِنْ عَهْدِ اَدَمَ اِلَى يَوْمِ القِيَا مَةِ
Dan
diantara persyaratan (keberadaan) Al Ghauts Ra : Wujud dengan rohani dan perwatakan
jasmani pula . Dan dalam kehidupan nyata (sejak zaman Nabi Adam sampai
hari qiyamat).
Dan keterangan
selanjutnya, dijelaskan :
فَلاَ يَخْلُو زَمَانٌ مِنْ رَسُولٍ
يَكُوْنُ فِيْهِ وَذَاِلِكَ
هُوَالقُطْبُ
الذِي هُوَ مَحَلُّ نَظْرِالحَقِّ تَعَالَى مِنَ
العَالَمِ كَمَا يَلِيْقُ بِجَلاَلِهِ وَمِنْ هَذَاالقُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ الاِمْدَادِالالهية
علَى
جَمِيْعِ العَالَمِ العُلْوِي وَالسُفلِي
Dan dalam halaman 81, Syeh Abdul Wahhab
as-Sya’rani Ra menjelasan :
فِيْمَا بَيْنَ
القَوْمِ لاَ يَكُونُ مِنْهُمْ فِي الزَماَنِ اِلاّ وَاحِدٌ وَهُوَ الغَوْثُ : Dan diantara mereka, dalam setiap waktu,
kecuali adanya satu hamba Allah. Dialah al-Ghauts.
Telah banyak kitab tasawuf yang
menerangkan, bahwa para al-Ghauts Ra memohon kepada-Nya, jika Beliau Ra wafat, Allah
Swt berkenan mengangkat putranya atau keluarga yang lain sebagai al-Ghauts untuk
menggantikannya. Dan sebagai calon
pengganti, mereka berada dalam asuhan al-Ghauts sebelumnya.
F.
Tugas Dan Gelar al-Ghauts Ra.
Sebagai wakil dari Rasulullah Saw,
sudah tentu tugas yang diemban oleh al-Gahuts Ra (baik menampakkan atau
merahasiakan diri), berasal dari tugas kerasulan dan kenabian.
1.
Quthbul Wujud (Poros Wujud).
Gelar atau tugas ini diberikan kepada al-Ghauts Ra, karena sebagai pusat
alam semesta.
اِعْلَمْ حَفَظَكَ اللهُ اِنَّ الاِنْسَانَ
الكَامِلَ وَهُوَالقُطْبُ الذِي تَدُوْرُ عَلَيْهِ أَفْلاَكُ الوُجُودِ مِنْ اَوَّلِهِ اِلَى
اَخِرِهِ وَهُوَ وَاحِدٌ
مُنْذُ كَانَ الوُجُودُ اِلَى اَبَدِ الاَبَدِيْنَ
ثُمَّ لَهُ تَنَوُّعٌ فِي مَلاَبِس
وَيَظْهَرُ فِي كَنَائِس وَاسْمُهُ
الاَصْلِيُ الَذِي هُوَ لَهُ مُحَمَّدٌ وَلَه فِي كُلِّ زَمَاٍن اِسٌم مَايَلِيْقُ
بِلِبَاسِهِ
2.
Penjaga
Kelestarian Alam
Dan didalam kitab al-Yawaqit wal-Jawahir, oleh Sayyid Abdul
Wahhab As-Sya’rani, halaman 82, menerangkan :
اِعْلَمْ اِنَّ بِالقُطْبِ يَحْفَظُ
اللهُ دَائِرَةَ الوُجُودِ كُلَهُ فمَنْ عَلِمِ هَذاَ الامْرَ عَلِمَ كَيْفَ
يَحْفَظُ اللهَ الوُجُودَ عَلَى عَالَمِ الدُ نْيَا
Ketahuilah,
sesungguhnya melalui al-Quthbu (al-Ghauts),
Allah menjaga alam wujud ini secara keseluruhan. Barang
siapa yang mengerti (rahasia) perkara ini, maka ia mengerti bagaimana Allah
menjaga wujud alam.
3.
Sirajul alam (pelita dunia).
HR. Abu Daud,
Nasa'i dan Baihaqi, Rasulullah Saw bersabda :
العُلَمَاءُ سِرَاجُ الدُنْيَا. العُلَمَاءُ مِصْبَاحُ العَالَمِ
: Ulama adalah pelita dunia. Ulama adalah pelita alam.
Imam al-Ghazali Ra dalam kitabnya Misykatul-Anwar,
dalam pasal I pada pembahasan “Nurul-Muthlaq”, menjelaskan :
وَهَذِهِ الخَاصَّة تُوجَدُ
لِلرُوْحِ القُدْسِي النَبَوِي أِذْ تُفِيْضُ بِوَاسِطَتِهِ أَ نْوَارُ
المَعَارِفِ عَلَى الخَلْقِ وَبِهِ تُفْهَمُ تَسْمِيَةُ اللهِ مُحَمَّدًا صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِرَاجًا مُنِيْرًا, وَالاَنْبِيَاءُ كُلُّهُمْ سِرَاجٌ,
وَكذَالِك العُلَمَاءُ
Dan “Nur
al-Mutlah” ini diwujudkan khusus untuk ruh Nabi yang qudus (suci). Sebab dari
Ruh Qudus ini mengalirlah seluruh nur makrifat kepada seluruh mahluk. Dan sebab
Ruh Qudus ini pula dapat dipahami pemberian nama oleh Allah kepada Nabi
Muhammad Saw, dengan nama Sirajan Muniran (pelita yang menerangi alam
semesta). Dan semua Nabi adalah pelita, demikian pula ulama (al-Ghauts).
4.
Payung Tuhan.
HR. Bukhari, Rasulullah Saw bersabda : السُلْطَانُ ظِلُّ الله فِي الأَرْضِ: Sultan adalah
payung Allah dibumi.
Al-Ghauts fi
Zamanihi Syeh Kamskhanawi Ra dalam kitab Jami’ al-Ushul, bagian mutammimat pada bab “dha”, menjelaskan :
ظِلُّ الإلَهِ هُوَ الإِنْسَانُ
الكَامِلُ المُتَحَقِّقُ بِالْحَضْرَةِ َالْوَاحِدِيَة
Payung
Tuhan (untuk makhluk/ dalam bumi) adalah manusia sempurna yang telah dapat menyatakan maqam hadhrah
Wahidiyah.
لاَ
يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُوْنَ بِهِمْ تَقُومُ
الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْصَرُونَ
Tidak sepi didalam ummat-Ku, dari tigapuluh orang. Sebab mereka bumi
tetap tegak, dan sebab mereka manusia diberi hujan, dan sebab mereka manusia
tertolong.
5.
Hadlratullah (Lambang kehadiran Tuhan).
قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ
وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا فَمَنْ تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ
لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
Hati orang yang Arif Billah adalah
hadlrahnya Allah Swt. Seluruh indranya merupakan pintu hadrah-Nya. Barang siapa
yang mendekat kepadanya dengan pendekatan yang semestinya, maka akan terbuka
baginya pintu hadlrah tersebut.
6.
Naibur Rasul.
HR. Imam Ahmad, Rasulullah Saw
bersabda :
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَطْعَمَ نَبِيًّا فَقَبَضَهُ رِزَقَهُ
مَنْ يَقُومُ بَعْدَهُ
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, jika memberi rizki kepada
seorang nabi, kemudian dipanggilnya kealam baka, maka rizki tersebut akan
diberikan kepada seseorang yamg menduduki jababatan sesudahnya.
HR. Imam
Bukhari. Rasulullah Saw Bersabda :
زُوِيَتْ
لِيَ الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ
أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah
dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung baratnya.
Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
Sesungguhnya Rasulullah Saw
senantiasa membentuk (jiwanya) pada setiap zaman dengan pembesarnya ummat manusia,
agar terhormat derajatnya. Maka pembesar tersebut merupakan khalifahnya secara
lahir, sedangkan Beliau Saw merupakan batiniyahnya pembesar itu.
7.
Penyalur pemberian Allah Swt kepada makhluk.
Dalam
kitab at-Ta’rifat-nya Syeh Ali al-Jurjani pada bab “qaf” dijelaskan, tugas rohani al-Ghauts Ra
adalah penyalur pemberian Allah Swt kepada mahluk :
وَمِنْ هَذَا القُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ الإمْدَادِ الإلَهِيَّةِ عَلى
جمِيْعِ العالَمِ العُلْوِيِّ والسُفْلِيِّ
Dari al-Quthbu, Allah memancarkan dan
menyebarkan sinar pemeliharaan-Nya kepada alam semesta, baik alam atas maupun
alam bawah.[38]
1.
Semalat
dari guru yang menyesatkan.
Dalam memahami Islam,
seseorang perlu pembimbing dan penuntu. Namun banyak pembimbing dan penuntun
yang menyesatkan. Rasulullah
Saw bersabda : [39]
إِنَّمَاأَخْوَفُ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الآَئِمَّةَ المُضِلِّون
Sesungguh yang paling Aku takutkan
kepada ummat-Ku, adalah pemimpinan yang menyesatkan.
Allah
Swt berfirman Qs. Al-Kahfi : 28 :
وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَاهُ قَلبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا.
Dan janganlah kamu mengikuti orang
yang Kami lupakan hatinya dari dzikir kepada-Ku, orang tersebut mengikuti hawa
nafsunya, dan memanglah melampaui batas.
2.
Selamat
dari bujukan iblis.
مَنْ لَيْسَ لَهُ أُسْتَاذٌ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى وَمَنْ لَيْسَ لَهُ
مَوْلَى فَالشَيْطَانُ مَوْلَى لَهُ
Barang siapa tidak memiliki guru, [41] maka ia tidak
ada pembimbing bagi dirinya. Dan barang siapa tidak ada pembimbing maka
setanlah pembimbingnya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abu Yazid al-Bustami Ra (dan penjelasan ini telah
disepakati oleh pawa auliyaillah Ra) :
مَنْ لاَ شَيْخَ فَالشَيْطَانُ شَيْخُهُ
Barang
siapa tidak memiliki GURU ruhani maka setanlah yang menjadi gurunya”.
Dalam beragama, mukmin harus bertanya kepada
ulama yang benar-benar ahli. Firman Allah
Swt, Qs an-Nahl : 43 :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
إِلاَّ رِجَالاً نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْئَلُوا أَهْلَ الذِكْرِ إِنْ كُنْتُمْ
لاَتَعْلَمُوْن
Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau kecuali seorang lelaki yang
Kami memberikan wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada para ahli dzikir,
sekiranya kamu semua tidak mengetahui.
الذِي خَلَقَ السَمَوَاتِ وَالأَرْضَ
وَمَا بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ, الرَحْمَنُ
فَسْئَلْ بِهِ
خَبِيْرًا
Dia
Dazt Yang menciptakan langit dan bumi beserta sesuatu yang ada didalmnya dalam
enam masa. Kemudian Allah berberkuasa diatas arasy. (tentang) Allah Yang Maha Penyayang, bertanyalah kepada orang yang
memahami-Nya. (Qs. al-Furqan : 59)
3.
Mudah
makrifat kepada Allah Swt.
إِنَّ مِنَ
النَاسِ مَفَاتِيْحٌ لِذِكْرِ اللهِ إِذَا رَأَوْا ذُكِرَ اللهُ
Sesungguhnya
diantara manusia, terdapat seseorang yang menjadi pembuka kepada dzikrullah.
Jika mereka (salik) melihatnya, maka akan (mudah) ingat kepada Allah.
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟.
قَالُوا : بَلَى يَارَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : الَّذِيْنَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللهُ
Bersediakah
kamu, saya beritahu tentang sebaik-baik kamu ?. Mereka
menjawab : Ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda : Mereka adalah
orang-orang yang ketika dilihat, maka Allah dapat diingat.
d. Imam
Abul Aliyah dan Imam Hasan Bashri, berkata : makna shirathul mustaqim, dalam
surat al-Fatihah, adalah pribadi Rasulullah Saw : [45]
الصِرَاطُ المُسْتَقِيْمُ هُوَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخِيَارُ أَهْلِ بِيْتِهِ وَأَصْحَابِهِ.
Jalan yang lurus
adalah pribadi Rasulullah Saw dan orang pilihan dari keluarganya dan sahabatnya.
e. Sarana
yang tepat untuk makrifat salik kepada Allah wa Rasulihi Saw.
Syeh Mursyid Yang Kamil berfungsi
sebagai jalan (thariqah) untuk menuju makrifat kepada Allah Swt.
فَالمَشَايِخُ
هُمْ طَرِيْقٌ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالأَدِلاَّءُ عَلَيْهِ وَالبَابُ الذِي
يَدْخُلُ مِنْهُ إِلَيْهِ.
Guru Mursyid
adalah jalan menuju kepada Allah Azza wa Jalla, dan sebagai bukti
keberadaan-Nya, dan sebagai pintu masuk untuk menuju kepada-Nya. [46]
قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا فَمَنْ
تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
Hati seorang yang Arif Billah itu
pintu kehadiran Allah Swt, dan seluruh indranya merupakanpintu hadrah-Nya.
Barang siapa yang mendekat kepada Beliau dengan pendekatan yang semestinya,
maka akan terbuka baginya pintu hadlrah Allah Swt.
H.
Sikap
Dan Kwajiban Para Salik.
1).
Merasa mendapatkan jasa dan berkah dari Syeh Yang
Kamil Mukammil (lihat bahasan E pada poin 7).
2).
Mengikuti tuntunan Beliau Ra secara lahir dan batin
(ruhani dan jasmani).
فَيَجِبُ عَلَيْكَ اَنْ تَتَاَدَّبَ
مَعَ صَاحِبِ تِلْكَ الصُورَةِ كَتَاْدُّ بِكَ مَعَ مُحَمَّدٍ صلى
الله
عليه وسلّم لَمَّا اَعْطَاكَ الكَشْفَ اَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى
الله
عليه وسلّم مُتَصَوِّرٌ بِتِلْكَ الصُورَةِ فَلاَ يَجُوْزُ لَكَ بَعْدَ شُهُوْدِ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم فِيْهَا اَنْ تُعَامِلَهَا بِمَا كُنْتَ
تُعَامِلَهَا بِهِ مِنْ قَبْلُ حَاشَ اللهُ وَحَاشَ رَسُولُ اللهِ... فَهُمْ
خُلَفَاءُهُ فِي الظَاهِرِ وَهُوَ فِي البَاطِنِ حَقِيْقَتُهُمْ
Wajib kepadamu beradab kepada pemilik Haqiqatil Muhammadiyah,
sebagaimana engkau beradab kepada Nabi Muhammad Saw ketika Allah memberimu
kasysyaf, bahwa sesungguhnya Nabi
Muhammad Saw
membentuk jiwa
al-Ghauts sebagai fotocopi jiwa
Beliau Nabi Saw.
Tidak boleh bagi kamu setelah engkau syuhud
kepadanya melakukan sesuatu sebagaimana yang engkau lakukan kepadanya sebelum
Beliau Ra berpangkat itu. Hati-hatilah kepada Allah dan hati-hatilah kepada
Rasulullah. Secara lahirnya Beliau Ra adalah wakil Rasulullah, tapi dalam hal
batininyah, hakikinya Beliau adalah Jiwa Rasulullah sendiri.
4).
Senantiasa mohon doa restunya.
5).
Tidak boleh menentang Beliau Ra tentangl jalan yang
ditunjukkan kepadanya. Guru Mursyid Kamil Mukammil tidak mungkin memerintahkan
kesalahan. [51]
HR. Tirmidzi, Rasulullah Saw
bersabda : [52] مَنْ أَهَانَ السُلطَانَ أَهَانَهُ اللهُ : Barangsiapa menghina Sultan, maka
Allah akan menghinakannya
Yang
dimaksud mengina “Sultan” disini, kitab Dalil al-falihin, juz III dijelaskan,
bahwa hal-hal yang dapat dikatakan
menghina antara lain; menganggap
ringan terhadap perintahnya. Dan yang dimaksud “Allah akan menghinakanya”,
adalah jalan hidupnya didunia akan semakin tersesat dan terperosok kejalan
setan, dan diakhirat akan menerima siksa yang pedih.
6).
Tidak keluar dari barisan al-Ghauts Ra
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا
فَلْيَصبِرْ, فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً
جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa yang membenci sesuatu yang
datang dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari
Amirnya sejengkal saja, maka dapat mengakibatkan mati sebagaimana matinya orang
kafir jahiliyah.
Al-Fatihah x 1
Yaa Ayyuhal Ghautsu
Salamullah x 1
Yaa SAayyidii Yaa Ayyuhal
Ghauts x 3
Al-Fatihah x 1
وَاللهُ أَعْلَمُ
بِالصَوَابِ
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
[1]. HR. Imam Ahmad
dalam Musnad. Kitab Kunuzul
Haqaaiq-nya Imam al-Munaawi (dalam Jami’ as-Shaghir-nya Imam
Suyuthi, dalam juz I pada bab alif).
[2]. HR. Ibnu Majah
dari Syaddad Ibn Aus (Kitab Jami’ as-Shaghir, juz I dalam bab
“alif”). Imam Suyuthi mengatakan bahwa
hadis ini berderajat dla’if. Namun karena banyak keterangan dari al-Qur’an dan
hadis lain yang mendukung maknanya, maka secara tersurat derajat hadis ini naik
kepada hasan lighairihi, sedangkan secara tersirat maknanya shahih.
[3]. Kitab Risyalah al-Qusyairiyah-nya al-Ghauts fii
Zamanihi Syeh Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi Ra, dalam
bahasan pertama (ushul at-tauhid ‘inda as-Shufiyin), dan pada bab ke 43
(ushul at-Tauhid).
[4]. Ibid, pada
bab dan pasal yang sama.
Al-kisah,
pada mulanya, Syeh al-Qusyairi Ra kurang berminat terhadap ilmu dan prilaku
tasawuf. Waktu itu, Syeh menekuni dan memperdalam bidang ilmu perbangkan dan
perpajakan, serta beliau Ra sebagai olahragawan terbaik dalam pacuan kuda.
Suatu
ketika, tanpa disengaja, Syeh Ra terharu mendengar isi fatwa dan amanat yang
disampiakan oleh Syeh Abu Ali ad-Daqaaq Ra. tersebut. Dalam hatinya, Syeh
Qusyairi berkata : Aku akan berguru kepada Beliau.
[6]. Kitab al-Madlnun
Bih ‘alaa Ghairi Ahlih, Imam al-Ghazali Ra pada pasal IV dalam bab
perbedaan makna Wahid dan Ahad
[7]. Kitab Sa’adah
ad-Daraini-nya Syeh Yusuf an-Nabhani Ra pada bab shalawat Syeh Syadzili Ra.
[8]. Kitab al-Insan
al-Kamil fii Ma’rifah al-Awail wal Awakhir, juz I dalam bab
“pendahuluan”.
[9]. Kitab Thabaqat
al-Kubro, juz II, dalam manaqib ke : 315.
[11]. Kita sering memberikan makna wasilah tanpa merujuk juga kepada
makna wasilah yang telah dijelaskan oleh Rasulullah. Seperti dalam hadis
riwayat Imam Ahmad dan Muslim
[12]. Hadis shahih
riwayat Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudri, kitab Jami’ as-Shagir-nya Imam
jalaluddin Suyuthi pada juz II dalam bab
“wawu”.
[13]. HR. Ahmad,
Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai, kitab Jami’ as-Shaghir fii
Ahaadiis al-Basyir an-Nadziir-nya Imam Jalaluddin as-Suyuthi, pada juz I dalam bab “alif dan dzal”.
[14]. Kitab
Syawahidul Haq fil Istighatsah bi Sayyidil Khalqi wal Basyar Saw-nya Syeh
Nabhani Ra, dalam pasal 3 pada ulasan “pendapat para ulama tentang istighatsah
kepada Nabi Saw”.
[15]. Hadis riwayat
ad-Dailami dalam kitab Musnad al-Firdaus.
[16]. Hadis riwayat : 1.
Al-Hakim dalam al-Mustadrak, 2.
Imam Baihaqi dalam Dalaa-ilun
Nubuwwah, 3. Imam Thabrani dalam kitabnya al-Ausath, 4. Abu Nuaim
al-Isfahani dalam kitabnya Hilyah al-Auliya wa Thabaqah al-ashfiya’,
4. Ibnu ‘Asaakir dalam kitabnya Tarikh Damsyiq, 5. Imam Suyuthi dalam
kitabnya al-Lailil Masnunah, 6. An-Nabhani dalam kitab Syawahid Al Haq
Fii al-Istighatsah Bisayyid al-Khalqi wal Basyar Saw, Syeh Abul Fadlol
‘Iyad dalam kitab As Syifa’ Bita’rifi Huquq al-Musthafa.
[17]. Kitab Kasyful
Khafa’ wa Muzilul Ilbas-nya Syeh Ismail al-Ajuluni (Darul Kutubil Ilmiyah,
Bairut, cet. 2001 M), juz I dalam bab “alif ma’al wawi” nomer hadis : 826.
Kitab al-Anwarul Muhammadiyah-nya Syeh Yusuf Ismail an-Nabhani (Hakikat
Kitabevi, Istambul, cet. 1997 M), dan kitab al-Fatawi al-Haditsiyah-nya
Imam Ibvnu Hajar al-Haitami Ra.
Mayoritas ulama hadis mengatakan
Abdur Razaq adalah “tsiqqah” (dapat dipercaya), lihat kitab Tadrib ar-Rawi-nya
Syeh Jalaluddin as-Suyuthi.
[18]. Sebagian
menceritakan hadis ini dengan makna. Yakni, hadis qudsi : Allah Swt bersabda
:
خَلَقْتُكَ مِنْ نُوْرِي وَخَلَقْتُ
الخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ : Aku menciptakan
kamu dari Nur-Ku, dan Aku menciptakan makhluk dari nurmu.
Tenrang
derajat (shahih, hasan, dlaif atau munkar) hadis ini, para ulama kaum sufi
berdasar rukyah shalihah, Rasulullah Saw bersabda : “hadis Nur Muhammad,
merupakan sabdaku”.
[19]. HR.
Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan ad-Dliya’ dari Abu Sa’id al-Khudzri. Jami’
as-Shagir, juz I dalam bab “alif”, dan
Imam Suyuthi menilainya shahih. Atau lihat kitab tafsir Ibnu
Katsir, dalam ayat 56 surat al-Ahzaab, kitab Jala’ al-Afham-nya
Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam pasal “tempat/ waktu bershalawat”.
Kitab Dalail an-Nubuwah-nya Imam Baihaqi, jilid
I pada pasal “qubuul al-ikhbar”, Imam Syafi’i yang meriwayatkan dengan redaksi
: لآأُذْكَرُإِلاَّ
ذُكِرْتَ
: AKU tidak (belum)
didzikir kecuali engkau didzikir.
[20]. Kitab
as-Syifa bi Ta’riif Huquuq al-Mushthafa Saw-nya al-Hafidz al-Qaadli Abul
Fadlal ‘Iyaadl al-Yahshubiy (w. 544 H)
dalam bab I pada pasal 1.
[21]. Dalam
kitab as-Syifa bi Ta’riif Huquuq al-Mushthafa Saw-nya al-Qaadli Abul
Fadlal ‘Iyaadl al-Yahshubiy (w. 544 H) dalam bab I pada pasal I, dijelaskan : Syeh Ibnu ‘Atha’ al-Baghdadi dalam
menjelaskan arti hadis dzikrurrasul :
Allah Swt bersabda : جَعَلْتُ تَمَامَ الإيْمَانِ
بِذِكْرْكَ مَعِي :
Aku jadikan sempurnanya iman dengan
dzikir kepadamu (Muhammad) bersama-Ku, dan :
جَعَلْتُكَ ذِكْرًا مِنْ
ذِكْرِي, مَنْ ذَكَرَكَ ذَكَرَنِي
Aku jadikan engkau (Muhammad) sebagai dzikir dari
dzikir kepada-Ku, Barang siapa yang dzikir kepadamu, maka ia telah dzikir kepada-Ku.
Syeh Ja’far Shadiq Ra menerangkan : لاَيَذْكُرُكَ
أَحَدٌ بِالرِسَالَةِ إِلاَّ ذَكَرَنِي بِالرُبُوبِيَّةِ: Seseorang tidak dzikir kepadamu (Muhammad) dengan jabatan kerasulan,
kecuali berarti ia telah dzikir kepada-Ku dengan rububiyah (jabatan Pengusaan
dan Pemeliharaan-Ku).
[22]. Kitab
al-Hawi lil Fatawi (Syeh Jalaluddin as-Suyuthi Ra), juz II, pada bahasan
ke 60 (Irsal an-Nabi ala al-Malaik).
Rasulullah Saw adalah
Khalifah Allah Swt yang hakiki. Imam Shawi dalam kitab tafsirnya Hasyiyah
Shawi tentang makna khalifah dalam Qs. al-Baqarah : 30 :
قال رَبُّكَ لِلْمَلاَ ئِكَةِ اِنِّي
جَاعِـلٌ فِي الاَرْضِ خَلِيْفَةً : DIA bersabda kepada malaikat : Sesungguhnya
Aku telah menjadikan khalifah dibumi, dengan penjelasan :
وَاَمَّا بِاعْتِبَارِعَالَمِ الاَجْسَادِ فَهُوَ اَبُوالْبَشَرِ اَدَمُ
عَلَيْهِ السَلاَمُ وَاَمَّا بِاعْتِبَارِ عَالَمِ الاَرْوَاحِ فَهُوَ مُحَمَّدٌ صلعم
Dan
sekiranya dipandang dari sudut jasmani, khalifah pertama adalah bapak manusia
yaitu Nabi Adam As. Dan adapun dipandang dari sudut ruhani adalah Nabi Saw.
[23]. Syeh
Al-Arif Billah wa Ahkamillah Ra, Beliau Hadlratul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif
Madjid Ra, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo dalam
suatu fatwa amanat-Nya menjelaskan : Seorang Waliyullah belum tentu al-Arif,
tetapi al-Arif itu pasti Waliyullah.
[24]. Lihat kitab
Jami’u Karamatil Auliya’ oleh Syeh Yusuf Ismail an-Nabhani,
percetakan Darul Fikri, Bairut Libanon,
tahun 1414 H/ 1993 M, juz I halaman 23.
[25]. Didalam kitab Kifayah al-Atqiya hlmn
9, diterangkan bahwa makna lillah dan billah adalah terpadunya antara syari’ah dan hakikah. فَالشَرِيْعَةُ
وُجُوْدُ الاَفْعَالِ للهِ وَالحَقِيْقَةُ شُهُوْدُالاَفْعَالِ بِاللهِ
: Syariah adalah wujudnya
perbuatan yang disertai niat lillah, dan hakikat adalah perasaan menyadari
bahwa wujudnya semua perbuatan lahir dan
batin mahluk itu, atas titah Allah .
[26]. Radaksi kalimat
ini juga terdapat dalam kitab al-Hawi lil Fatawi nya Syeh Jalaluddin
Suytuthi, juz II, dalam “kitabul ba’tsi” bahasan ke 70.
[27]. Nabi Saw bersabda : لاَيُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أنْ أَكُون أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالدِهِ
وَوَلَدِهِ وَالنَاسِ أَجْمَعِيْن Belum sempurna iman kamu semua, sehingga AKU (Rasulullah) lebih dicintainya
daripada bapaknya, anaknya
dan seluruh menusia. (Lihat kitab Jawaahir
al-Bukhaari-nya Mushthafa Muhammad Ammarah, pada ulasan nomer hadis: 11, dan
kitab Fath al-Bari syarh Shahih al-Bukhari-nya Imam Ibnu Hajar
al-Asqalani).
[28]. Lihat kitab Muhtashar Ihya’ ‘Ulum ad-Din, bab
II “aqidah” dan kitab Qawaid al-‘Aqa’id, keduanya tulisan
al-Ghazali.
[30]. Kitab
Dalail an-Nubuwwah-nya Imam Baihaqi, juz I dalam bab “man yaqbalu
khabaruhu” pada pasal keempat. Kitab Jawahir al-Bukhari wa Syarh
al-Qusthalani dalam “muqaddimah”. Kitab Manhal al-Lathif-nya Syeh
Muhammad Alwi al-Maliki pada ulasan “fadl-lu ulum al-hadits”
[31]. Untuk
lebih jelasnya dalam memahami makna hadis ini lihat buku : Tafsir Ayat-Ayat
Cahaya bagian kedua (penerbit
Pustaka Progressif, tahun 1998) hlm 33. Atau kitab Misykatul Anwar-nya Imam
al-Ghazaliy, dalam Majmu’ah Rasail lil-Ghazali. Atau buku Zikir dan
Kontemplasi dalam Tasawuf-nya Dr. Mir.Valiuddin – ilmuawan dan sufi dari
Pakistan , terbitan Pustaka Hidayah, dalam bab I dan bab II. Atau kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya
Syeh Syihabuddin Suhrawardi Ra dalam bab 62.
[32]. Ketika Nabi Zakaria As merasa dirinya sudah
tua, sedangkan belum ada keturunan yang dapat melanjutkan perjuangannya, maka
ia berdoa kepada-Nya untuk memohon anak yang diridlai-Nya.
وَوَجْهُ
تَسْمِيَتُهُ مِيْرَاثًا أَنَّ المِيْرَاثْ يَحْصُلُ لِلْوَارِثِ بِلاَ تَعَبٍ
وَلاَ نَصبٍ
Alasan penggunaan pewarisan disini adalah perolehannya tanpa susah payah.
[34]. Kitab al-Hilyah-Nya
Abu Nuaim, dan kitab Tarikh Madinah Damsyiq-nya Imam Ibnu Asakir, juz I,
pada bab “Maa Ja,a Anna bis Syami Yakunul Abdaal”.
[35]. Keterangan yang sepadan juga
terdapat dalam kitab Sa’adah ad-Daraini,
Syawahid al-Haq, (Syeh Ismail an-Nabhani Ra), al-Insan al-Kamil, (Syeh
Abdul Karim al-Jilliy Ra), Kitab at-Ta’rifat (Syeh Ali Al-Jurjani Ra),
Jami’ul Ushul fil Auliya’ (Syeh
Ahmad Al-Kamasykhanawi Ra), al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jilli.
[36]. kitab Insanul Kamil juz II bab 45,
dan dalam kitab Sa’adah ad-Daraini-nya Syeh Nabhani dalam bab IX tentang “ru’yatun nabi”, halaman 429.
[37]. Kitab Siraj
at-Thalibiin, juz II, hlm : 74, dan kitab al-Hawi lil Fatawi nya
Imam Suyuthi, juz II, bab Wujud al-Auliya wal-Quthub, dan kitab Kasyful
Khafa’-nya Syeh ‘Ajuluuni.
[38]. Lihat juga
kitab al-Yawaqit wa alJawahir, juz
II/ 80.
[39]. Jami’ as-Shagir Imam
Jalaluddin Suyuthi, juz I bab alif. Dan kitab Kasyful Khifa’ juz I, bab
alif.
[40]. Ibid. Diterangkan dalam juz II,
bab “Syeh Wafa”, Syeh Wafa adalah al-Ghauts yang tidak bisa membaca dan menulis
karena buta sejak umur 4 tahun. Namun sejak umur enam tahun Beliau Ra sudah
tampak karamahnya.
[41]. Malaikat yang tidak memiliki dosa serta termasuk golongan arifin dan
muqarrabin saja, masih harus bermakmum dan berguru kepada Guru (Nabi Adam As),
apalagi kita, manusia adalah mahluk yang penuh dosa
[43]. HR. Thabrani dari Abdullah Ibn Mas’ud ra.
Kitab Jami’ as-Shahigir juz I bab “alif”. Dan Imam Suyuthi menerangkan
hadis ini hasan.
[44]. HR.
Ahmad (Musnad, nh : 3233)
[45]. Kitab
as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi Ra, dalam juz I bab I
pada pasal 1.
[46]. Kitab al-Ghunyah
dalam juz II pada bab “maa yajibu ‘ala al-mubtadi” pasal kesatu. Hadis yang sepadan diriwayatkan oleh
Imam Muslim dari Abu Hurairah (Shahih, nh : 4661, dalam kitab
“al-birr wa as-shlah” pada bab “fadl iyadah al-maridl”).
[47]. Kitab Thabaqaat
al-Kubra-nya Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra juz II dalam kisah “Syeh Ibnu
Makhala”.
[48]. Kitab Insan al-Kamil, juz
II/75 bab “insan al-kamil”.
[49]. Kitab Mafahim nya Syeh al-Maliki, kitab Jami as-Shagir.
[51]. Adab murid kepada Guru Kamil Mukammil, juga
terdapat dalam kitab Awarif al-Ma’arif nya Syeh Suhrawardi, atau kitab al-Anwar
al-Qudsiyah as-Sya’rani, kitab
“Misykatul Anwar“ (kitab “Majmu’ah Rasail Al-Ghazali).
[53]. HR.
Bukhari (Shahih, nh : 6530, dalam kitab “al-fitan”), Muslim (Shahih, nh
: dari Ibnu Abbas
No comments:
Post a Comment