Friday, March 28, 2014

WAHIDIYAH DAN GHAUTSIYAH


WAHIDIYAH  DAN  GHAUTSIYAH


A.    Wahidiyah

1.   Wahidiyah, bukan aliran dan golongan. Wahidiyah, adalah tingkatan iman yang telah bersih dari syirik. Jika berwahidiyah, berarti tidak musyrik, dan jika tidak berwahidiyah, berarti musyrik.
2.   Syrik adalah paham yang mengatakan bahwa makhluk dengan dirinya sendiri (tanpa izin dan kehendak Allah Swt) dapat mendatangkan manfaat atau menolak kemadlaratan, baik untuk dirinya sendiri atau makhluk lainnya.
3.   Syirik merupakan dosa yang paling besar, kedlaliman yang amat besar, sangat dibenci oleh Allah Swt dan tidak akan mendapat ampunan-Nya.
Sebagaimana yang tercermin dalam :
a.     Firman Allah Swt, Qs. Luqman : 13  :
إِنَّ الشِرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ  :  Sesunggunya  syirik merupakan perbuatan dlalim yang besar.
b.     Firman Allah Swt, Qs. at-Taubah : 28 :
يَأَيُّها الذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا المُشْرِكُونَ نَجَسٌ
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang musyrik itu najis.

c.      Firman Allah Swt, Qs. an-Nisa : 48 :
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَنْ يشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَالِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيْمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa menyekutukan makhluk dengan-Nya (syirik) dan mengampuni dosa lainnya bagi yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang menyekutukan Allah, maka ia telah terpuruk dalam dosa yang sangat besar.

d.     HR. Thabrani dari Abu Umamah, Rasulullah Saw bersabda  :
   أَبْغَضُ إِلَهٍ عُبِدَ فِي الأَرضِ هُوَ الهَوَى : Berhala sesembahan dibumi yang paling dibenci (oleh Allah) adalah hawa nafsu.

4.   Sangat sukar memahami syirik, kepada Allah Swt.
Rasulullah Saw  bersabda :  إِتَّقُوا الشِرْكَ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَمْلِ  Takutlah kamu semua akan syirik. Sesungguhnya syirik itu lebih lebih samar daripada semut hitam diwaktu malam. [1]

HR. Ibnu Majah dari Syadad bin Aus, Rasulullah Saw bersabda  : [2]
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الإِشْرَاكُ بِاللهِ أَمَّا إِنِّي لَسْتُ أَقُولُ يَعْبُدُونَ شَمْسًا وَلاَ قَمَرًا وَلاَ وَثَنًا ولَكِنَّ اعْمَالاً لِغَيْرِ اللهِ وَشَهْوَةً خَفِيَةً.
Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari sesuatu yang aku khawatirkan terhadap ummatku adalah syirik kepada Allah.Sedangkan aku tidak mengatakan mereka menyembah matahari, bulan dan berhala. Akan tetapi amal yang (dilakukan) karena selain Allah dan syahwat (keinginan) yang tersembunyi.
5.   Seseorang yang memiliki iman bercampur dengan kepercayaan syirik, diakhirat haram memasuki surganya Allah Swt.
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ 
Sesungguhnya, barang siapa yang menyekutukan Allah (dengan makhluk), maka pasti Allah mengharamkan surga baginya. (Qs. al-Maidah : 72).

6.   Perjuangan yang dilakukan oleh setiap Ghauts Ra pada setiap zaman, adalah membebaskan manusia dari kemusyrikan, untuk dibawa kepada iman Wahidiyah.
Imam Qusyairi Ra menerangkan :
َقَدْ جَعَلَ اللهُ هَذِهِ الطَائِفَةِ صَفْوَةُ أَوْلِيَائِهِ, وَفَضَّلَهُمْ عَلَى كَافَّةِ عِبَادِهِ بَعْدَ رُسُلِهِ وَأَنْبِيَاءِهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ, وَجَعَلَ قُلٌوْبَهُمْ مَعَادِنَ أَسْرَارِهِ.  فَهُمْ الغِيَاثُ لِلخَلْقِ, وَرَقَاهُمْ إِلَى مَحَالِّ المُشَاهَدَاتِ بِمَا تَجَلَّى لَهُمْ مِنْ حَقَائِق الأَحَدِيَّةِ.
Sungguh, Allah telah menjadikan kelompok ini (kaum sufi) sebagai kekasih-Nya yang terpili. Dan dia melebihkan mereka daripada para hamba-Nya setelah para nabi dan rasul, kepada mereka shalawat dan salam Allah. Dan dia telah menjadikan hati mereka sebagai mutiara rahasia-Nya. Mereka sebagai tempat pertolongan kepada makhluk. (Jiwa) mereka menaiki tahapan ruhani hingga ketempat musyahadah, dimana menjadi terang bagi mereka tentang hakikat AHADIYAH. [3]

7.   Agar iman tidak bercampur syirik, seseorang wajib memahami ke-Esaan Allah Swt. Para waliyullah Ra berpendapat; seseorang tidak dapat memahami ke-Esaan-Nya, kecuali dapat menghayati makna asama Allah Swt al-Wahid, al-Ahad dan as-Shamad.

8.     Fatwa para Ghauts Ra tentang makna Wahidiyah  :

a.            Al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Junaid al-Bagdadi (w. 295 H), menerangkan : [4]
أَنَّهُ وَاحِدٌ نَفْيُ القَسِيْمِ لِذَاتِهِ, وَنَفْيُ التَشْبِيْهِ عَنْ حَقِّهِ وَصِفَاتِهِ, وَنَفْيُ الشَرِيْكِ مَعَهُ فِي أَفْعَالِهِ وَمَصْنُوْعَاتِهِ.
Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Esa (Wahid), tidak ada pembagian untuk Dzat-Nya. Tidak ada penyerupaan dengan makhuk (memiliki wajah dan tangan maupun bertempat) dari Dzat-Nya dan sifat-Nya. Dan tiada sekutu (syirik) bersama-Nya dalam perbuatan dan kreasi-Nya.
Syeh Junaid al-Baqdadi Ra (w. 297 H) menerangkan :
الإِيْمَانُ هُوَ مَعْرِفَتُكَ أَنَّ حَرَكَاتَ الخَلْقِ وَسُكُوْنُهُمْ فِعْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ, لاَ شَرِيْكَ لَهُ. فَإِذَا فَعَلْتَ ذَالِكَ فَقَدْ وَحَّدْتَهُ.
Iman adalah pemahamanmu bahwa sesungguhnya gerakan dan diamnya makhluk, perbuatan Allah Azza wa Jalla sendiri, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Jika kamu memahami hal tersebut, engkau telah meng-Esakan-Nya.
Dalam keterangan selanjutnya Syeh Ra menjelaskan : [5]
إِفْرَادُ المُوَحَّدِ بِتَحْقِيْقِ وَحْدَانِيَّتِهِ, بِكَمَالِ أَحَدِيَتِهِ. أَنَّهُ الوَاحِدُ الذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدُ, بِنَفْيِ الأَضْدَادِ وَالأَنْدَادِ وَالأَشْبَاهِ, بِلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ تَكْيِيْفٍ وَلاَ تَمْثِيْلٍ, لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٍ وَهُوَ السَمِيْعُ البَصِيْرُ.
Iman adalah (pemahaman) tentang penyendirian (terhadap Allah) oleh orang yang meng-Esakan-Nya dengan menyatakan sebenar-benarnya tentang ke-Esaan-Nya serta dengan kesempurnaa AHADIYAH-Nya. Sesungguhnya DIA tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. (DIA) tiada (kata) perlawanan bagi-Nya dan tandingan serta penyerupaan (kepada makhluk). (DIA) tanpa tasybih (memiliki sifat seperti makhluk), tiada bagaimana, tidak dapat digambarkan. DIA tidak ada sesuatu yang menyerupai-Nya, DIA Maha Mendengar dan Maha Melihat.

b.     Al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh al-Qusyairi (w. 465 H), menerangkan :
وَأَنَّهُمْ لَوْ كُوْشِفُوْا بِأَسْرَارِ الأَحَدِيَّةِ,  وَاخْتَطَفُوْا عَنْهُمْ بِالكُلِّيَّةِ, وَزَالَتْ عَنْهُمْ أَحْكَامُ البَشَرِيَّةِ, وَبَقَوْا بَعْدَ فَنَائِهِمْ عَنْهُمْ بِأَنْوَارِ الصَمَدِيَّةِ.
Dan sesungguhnya, sekiranya mereka terbuka dengan rahasia AHADIYAH, maka tercabut dari mereka al-Kulliyah (pandangan terhadap semua makhluk), dan hilang dari mereka sifat kemanusiaan (karena tersinari oleh sifat Allah), dan mereka baqa’ setelah fana’, dengan cahaya as-Shamadiyah.
c.      Al-Ghauts fii Zamanihi Imam al-Ghazali Ra (w 505 H), menerangkan : [6]
فَالوَاحِدُ نَفْيُ الشَرِيْكِ فَالأحَدُ نَفْيُ الكَثْرَةِ فِي ذَاتِهِ الصَمَدُ المُحْتَاجُ إِلَيْهِ غَيْرُهُ والصَمَدِيَهُ دَلِيْلٌ عَلَى الوَاحِدِيَةِ وَالآحَدِيَةِ.
Makna al-Wahid, adalah ketiadaan sekutu (bagi-Nya), sedangkan makna al-Ahad, ketiadaan jumlah (susunan) didalam Dzat-Nya, yang menjadi tempat bergantungnya makhluk, dan yang selain diri-Nya berhajat kepada-Nya. Shamadiyah (ketergantungan hamba kepada Allah dalam berinteraksi dengan makhluk), merupakan bukti kepada WAHIDIYAH dan AHADIYAH..
d.     Al-Ghauts fii Zamanihi Ra Imam Syadzali (w. 658 H), menerangkan wahidiyah dan ahadiyah merupakan kedudukan dan ketinggian iman Rasulullah Saw disisi-Nya. Sebagaimana tercermin dalam shalawat Imam Syadzali Ra : [7]
نَسْأَلُكَ اللهُمَّ سُبْحَانَكَ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمِّدٍ عَيْنِ الوُجُوْدِ, النُوْرِ المَشْهُوْدِ, مُمِدِّ الأَرْوَاحِ, دَالِّ الخَلْقِ عَلَيْكَ, مُوَجِّهِهِمْ إِلَيْكَ, مُفِيْضِ المَعَارِفِ عَلَى القُلُوْبِ, قَلَمِ التَجَلِّي الأَوَّلِ, لَوْحِ التَجَلِّي الثَانِي, سِرِّ الأَحَدِيِّةِ, نُوْرِ الوَاحِدِيَّةِ صَلاَةً مُقَدَّسَةً مُطَهَّرَةً كَامِلَةً مُنَوَّرَةً.
            Kami memohon kepada-Mu, Ya Allah, Maha Suci Engkau. Sekiranya Paduka bershalawat kepada Junjungan Kami Nabi Muhammad, yang merupakan kenyataan wujud, cahaya yang disaksikan, yang memanjangkan seluruh ruh (jiwa), penunjuk makhluk kepada-Mu, tempat menghadapnya makhluk kepada-Mu, yang memancarkan semua kemakrifatan kedalam setiap hati, pena tajalli (Allah) yang pertama, buku induk tajalli yang kedua, rahasia AHADIYAH, cahaya WAHIDIYAH, dengan shalawat yang disucikan, yang dibersihkan, yang sempurna dan yang terang benderang.
e.      Al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Abdul Karim al-Jilliy Ra (w. 826 H) menerangkan, wahidiyah adalah “kesimpulan dari ilmu tauhid” : [8]
  والنَاظِرُ فِي مِرأَة هَذَا الاِسْمِ ذَوْقًا يَكُونُ عِنْدَهُ مِنْ عُلُومِ التَوْحِيْدِ عِلْمُ الوَاحِدِيَّةِ  
Dan  orang  yang hatinya dapat memandang (kepada Allah Swt) dalam cermin makhluk  ini dengan dzauqiyah (rasa hati), maka orang tersebut memiliki beberapa ilmu tauhid, yaitu ilmu WAHIDIYAH.
f.       Al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul Wahab as-Sya’rani Ra (w. 973 H), menerangkan, wahidiyah adalah “hakikat kehidupan” : [9]
الوَاحِدُ يَتَعَدَّدُ بِالمَظَاهِرِ وَالآحَدُ لاَيَتَعَدَّدُ لأَنَّهُ خُلاَصَة الوَاحِدُ فَإِذَا تَعَدَّدَ الوَاحِدُ تَنْزِيْلٌ لِكَمَالِ الدَائرَةِ وَإِذَا تَكَمَّلَتْ صَارَتْ حَقِيْقَةَ وَاحِدِيَةً أَحَدِيَةً لِجَمِيْعِ الدَوَائِرِ فَهَذِهِ خَلاَصَةُ الحَقَائِقِ. فَمَنْ صَدَقَ
 اللهَ وَوَحَّدَهُ اللهُ فَصَارَ وَاحِدًا عَارِفاً بِاللهِ وَللهِ.
Al-Wahid, dalam penampakannya kepada makhluk menunjukkan jumlah bilangan. Sedangkan al-Ahad tidak menunjukkan hal tersebut, karena merupakan ringkasan dari al-Wahid. Ketika al-Wahid menunjukkan bilangan, maka turunnya (sinar) al-Wahid bertujuan untuk kesempurnaan wujud. Ketika keberadaan wujud telah sempurna, maka wujud ini sebagai hakikat WAHIDIYAH dan AHADIYAH yang merupakan ringkasan seluruh hakikat wujud. Barang siapa yang dibenarkan (imanya) oleh Allah, da Dia memberinya (ilmu) tauhid, serta Allah menjadikannya sebagai satu-satunya hamba yang sadar Billah dan Lillah.
g.     Al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Kamasykhanawi (w. 1015 H), menerangkan wahidiyah adalah “kedudukan hamba Allah Swt yang telah sempurna imannya” yang hanya dapat dicapai oleh 1 (satu) orang saja : [10]
عَبْدُ الوَاحِدُ : هُوَ الذِي بَلَغَهُ اللهُ الحَضْرَةَ الوَاحِدِيَةَ وَكَشَفَ لَهُ عَنْ أَحَدِيَةِ جَمِيْعِ أَسْمَائِهِ, فَيَدْرِكُ مَا يُدْرَكُ وَيَفْعَلُ مَا يُفْعَلُ بِأَسْمَائِهِ وَيُشَاهِدُ وُجُودَهُ بِأَسْمَائِهِ الحُسْنَى. وَهُوَ وَحِيْدُ الوَقْتِ صَاحِبُ الزَمَانِ الَذِي لَهُ القُطْبِيَةُ الكُبْرَى بِالأَحَدِيَةِ
Abdul Wahid : adalah seseorang yang Allah telah menghendakinya sampai ke derajat hadlrah WAHIDIYAH. Dan Allah telah membukakan tabir baginya sinar AHADIYAH dari seluruh asma-Nya. Hamba ini dapat menemukan sesuatu (atas izin Allah) yang Dia temukan, dan melakukan sesuatu yang Dia lakukan. Dan dapat musyahadah tentang wujud-Nya dengan asma-Nya yang baik. Dialah satu-satunya hamba Allah (yang sempurna) pada waktu itu. Dan dialah orang yang memahami (keadaan) zaman. Dan baginya (derajat) wali quthub yang besar dengan pemahaman iman  AHADIYAH.

B.  Keagungan Rasulullah Saw.

1.     Perjuangan Wahidiyah, memperjuangan agar kebaradaan dan keagungan Rasulullah Saw (pemilik maqam Wahidiyah dan Ahadiyah) dapat disadari dan dihayati oleh setiap mukmin. Diterangkan oleh al-Qur’an dan hadis; bahwa iman, Islam dan ihsan seseorang tidak akan sempurna, kecuali memahami kedudukan dan keagungan Rasulullah Saw, secara musyhadah.
Diantara keagungan Rasulullah Saw :
a)   Manusia yang paling makrifat kepada Allah Swt.
HR. Bukhari dari Aisyah Ra, Rasulullah Saw bersabda : أَنَا أَعْرَفَكُمْ بِاللهِ وَأَخْشَاكُمْ لَهُ : Aku, diantara kamu semua, adalah orang yang paling makrifat kepada Allah dan paling takut kepada-Nya.

b)   Rasulullah Saw, secara ruhani masih hidup.
Banyak hadis shahih yang menejelaskan tentang tetap hidupnya Rasulullah Saw. Sedang dalam al-Qur’an, Allah Swt bersabda (Qs. al-Baqarah : 154) :
وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سِبِيْلِ اللهِ أَمْوَتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ.
    Janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mati dijalan Allah, sebagai orang yang mati. Akan tetapi ia masih hidup. Namun kalian tidak akan memahami (keberadaan)-nya.
Firman Allah Swt, Qs. Ali Imran : 169 :
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ.
   Dan sungguh jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh dalam jalan Allah, sudah mati. Akan tetapi (mereka) masih hidup, disisi Tuhan mereka diberi rizki.

c)     Rasulullah Saw menempati maqam wasilah (perantara antara Allah Swt dengan hamba-Nya).
·        Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah : 35 :
يَاأيُّهَا الذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah. Dan carilah wasilah (media/
 thariqah) untuk menuju kepada-Nya. Dan sunguh-sungguhlah kamu semua didalam jalan-Nya agar kamu semua memperoleh keberuntungan.[11]
·        HR. Imam Ahmad Ibn Hanbal, Rasulullah Saw bersabda : [12]
الوَسِيْلَةُ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُوا اللهَ أَن يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ
Wasilah adalah derajat disisi Allah, yang tidak ada derajat lagi. Maka mohonkan aku kepada Allah, agar Ia memberiku derajat wasilah.
·        HR. Muslim dari Ibnu Amr, Rasulullah Saw bersabda  :[13]
إِذَا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ فَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ بِهَا عَشْرًا. ثُمَّ سَلُّوا اللهَ لِي الوَسِيْلَةَ. فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَتَنْبَغِي إِلاَّ لِعِبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ. وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ  أَنَا هُوَ. فَمَنْ سَأَلَهَا لِيَ الوَسِيْلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَفَاعَةُ.
Ketika kalian mendengar muaddzin, ucapkanlah sebagaimana ia mengucapkannya. Kemudian bershalawatlah kalian kepadaku. Sesungguhnya, barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya dengan shalawatnya tersebut sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah kamu semua untukku “WASILAH”. Sesungguhnya wasilah adalah tempat yang mulya dalam surga, yang mana (tempat itu) tidak patut kecuali diperuntukkan bagi satu hamba dari beberapa hamba-Nya. Barang siapa memohonkan untukku wasilah, maka ia halal mendapat syafaat (dariku).
Syekh Sindi, dalam memberikan penjelasan makna wasilah” mengatakan :

لاَيُخْـرَجُ رِزْْقٌ وَمَنْزِلَةٌ إِلاَّ عَلَى يَدَ يْهِ وَبِواَسِطَتِهِ

Tidak keluar (dari Allah) rizki dan kedudukan, kecuali ditangan Rasulullah dan dengan perantaraannya(Lihat Sunan Nasa’i  bi Hasyiyah as-Sindi  juz II, pada bab shalawat)

·        HR. Imam Muslim (Shahih Muslim, bab “adzan”), Rasulullah Saw bersabda  : 
  إِنَّ الوَسِيْلَةَ أَعْلَى مَنْزِلَةٍ فِي الجَنَّةِ وَلاَ يَنَالُهَا إِلاَّ رَحُلٌ وَأَنَا أَرْجُو مِنْ ذَالِكَ الرَّجُلِ 
Sesungguhnya wasilah itu setinggi-tinggi tempat dalam surga, dan tidak dapat memperolehnya kecuali seorang lelaki. Dan Aku berharap sebagai lelaki tersebut.  

·        Dalam hail ini, al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Yusuf bin Ismail an-Nabhani Ra (w. 1933 M), menjelaskan  :
    وَأَمَّا النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ وَاسِطَةً بَينَهُ وَبَيْنَ اللهُ. فَهُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُسْتَغَاثُ بِهِ حَقِيْقَةً.
Nabi Muhammad Saw, merupakan perantara antara hamba dan Allah. Dan secara hakiki Dia (Allah) Swt adalah merupakan tempat meminta pertolongan. [14]
d)   Makhluk dicipta untuk menghormat Rasulullah Saw.
·        Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra,  Rasulullah Saw bersabda  : [15]
        أَتَانِي جِبْرِيْلُ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّ اللهَ يَقُولُ : لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الجَنَّةَ وَلَوْلاَكَ مَاخَلَقْتُ النَارَ
Datang kepada-Ku malaikat Jibril, lalu ia berkata : Wahai Muhammad, Allah telah berfirman: Kalau bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak menciptakan surga, dan kalau bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak mencipkan neraka.
·                    Nabi Adam As bertawassul kepada Rasulullah Saw, dan ia dicipta karenanya. HR. al-Haakim dari Umar Ibn Khatthab, Rasulullah Saw bersabda : [16]
وَلَمَّا اقْتَرَفَ أدمُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: اللهُمَّ اِ نّيِ أَسْألُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ اِلاََّ غَفَرْتَ لِي قَالَ اللهُ يَأدَمُ كَيْف عَرَفْتَ مُحَمَّدا وَلَمْ أَخْلُقُهُ ؟ قَالَ: لَمَّا خَلَقْتَنِي وَنَفَخُْت فِي مِنْ رُوْحِكَ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَ يْتُ عَلىَ قَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُوبًا لاَالهَ الاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ أنَّ اسْمَكَ لَمْ تَضِفْ اِلاّ عَلَى أَحَبَّ الخَلْقِ اِلَيْكَ, قَالَ: صَدَقْتَ أَ نَّهُ لأحَبُّ الخَلْقِ وَاِ ذْ سَاَلْتَنِي بِحَقِّهِ فَأَجَبْتُ وَلَوْلاَهُ مَا خَلَقْتُكَ
Ketika Adam terperosok kesalahan, Adam berkata : Ya Allah, aku memohon kepadamu dengan hak dan kenyataan Muhammad, ampunilah aku. Tuhan bersabda :  Wahai Adam darimana engkau mengetahui Muhammad sedang Aku (Allah) belum menciptanya. Jawab Adam : Ketika Engkau menciptaku, dan meniupkan kedalam jiwaku Ruh dari-Mu, kemudian aku mengangkat kepalaku, dan aku melihat pada penyangga arasy terdapat tulisan Lailaha Illallah Muhammad Rasulullah.  Oleh karenanya aku mengerti bahwa sesungguhnya Asma-Mu tidak mungkin Engkau sandarkan kecuali kepada mahluk yang paling Engkau cintai. Tuhan bersabda : Benar kamu (Adam). Ia (Muhammad) adalah mahluk yang paling Aku cintai. Dan jika kamu memohon kepada-Ku dengan melalui hak dan kenyataan Muhammad, maka Aku akan memberi ijabah. Dan sekiranya bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptamu.

e)   Asal dan jiwa makhluk.

HR. Abdur Razak dari sahabat Jabir Ibn Abdullah : [17]
إِنَّ اللهَ تَعَالى خَلَقَ قَبْلَ الأشْيَاءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُورِهِ, فَجَعَلَ ذَالِكَ النُوْرَ يَدُوْرُ بِالقُدْرَةِ حَيْثُ شَاءَ اللهُ, وَلَمْ يَكُنْ فِي ذَالِكَ الوَقْتِ لَوْحٌ وَلاَ قَلَمٌ وَلاَ جَنَّةٌ وَلاَ نَارٌ وَلاَ مَلَكٌ وَلاَ سَمَاءٌ وَلاَ أَرْضٌ وَلاَ شَمْسٌ وَلاَ قَمَرٌ وَلاَ جِنِّيٌ وَلاَ إِنْسِيٌ. فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْلُقَ الخَلْقَ قَسَمَ ذَالِكَ النُوْرَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءَ : فَخَلَقَ مِنَ الجُزْءِ الأَوَّلِ القَلَمَ وَمِنَ الثَانِي اللَوْحَ وَمِنَ الثَالِثَ العَرْشَ ثُمَّ قَسَمَ الجُزْءَ الرَابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاء.َ فَخَلَقَ مِنَ الجُزْءِ الأَوَّلِ حَمْلَةَ العَرْشِ وَمِنَ الثَانِي الكُرْسِيَ وَمِنَ الثَالِثِ بَاقِي المَلاَئِكَةِ ثُمَّ قَسَمَ الجُزْءَ الرَابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاء, فَخَلَقَ مِنَ الأَوَّلِ السَّمَوَاتِ وَمِنَ الثَانِي الأَرْضِيْنَ وَمِنَ الثَالِثِ الجَنَّةَ وَالنَّارَ, ثُمَّ قَسَمَ الجُزْءَ الرَابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاء, فَخَلَقَ مِنَ الأَوَّلِ نُوْرَ أَبْصَارِ المُؤْمِنِيْنَ وَمِنَ الثَانِي نُوْرَ قُلُوبِهِمْ وَهِيَ المَعْرِفَةِ بِاللهِ وَمِنَ الثَالِثِ نُورَ أُنْسِهِمْ وَهُوَ التَوْحِيْدِ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ.
Sesungguhnya Allah Swt menciptkan, sebelum segala sesuatu, nur nabimu dari nur-Nya. Dan Dia menjadikan nur itu beredar dengan qudra-Nya sesuai kehendak-Nya. Pada waktu itu belum ada lauhil mahfud, qalam, surge, neraka, makalikat, langit, bumi, matahari, bulan, jin dan manusia. Ketika Dia ingin menjadikan makhluk, Dia membagi nur (Muhammad) menjadi 4 bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan qalam, dari bagian kedua Dia menciptakan lauh (a- mahfud), dari bagian ketiga Dia menciptakan arasy dan dari bagian keempat Dia membaginga menjadi 4 bagian.
Dari bagian pertama Dia menciptakan (malaikat) penyangga arasy, dari bagian kedua Dia mencipta kankursi, dari bagian ketiga Dia menciptakan semua malaikat dan dari bagian keempat Dia membaginya menjadi 4 bagian.
Dari bagian pertama Dia menciptakan langit, dari bagian kedua Dia menciptkan bumi, dari bagian ketiga Dia menciptkan surge dan neraka dan dari bagian keemapat Dia membaginya menjadi 4 bagian.
Dari bagian pertama Dia menciptakan cahaya bashirah orang mukmin, dari bagian kedua Dia menciptakan cahaya hati orang mukmin, yakni makrifat Billah, dari bagian kedua Dia menciptakan cahaya ketenangan orang mukmin , yaitu tauhid Lailaha Illallah.[18]
Dan ajaran ini dalam Shalawat Wahidiyah tercermin dalam  : وَأَصْلَهُ وَرُوْحَهُ : Dan (Wahai Rasulullah) engkau asal mula makhluk dan engkau adalah jiwa makhluk.

f)    Tempat bertawassul kepada Allah Swt.
HR. Imam Nasai (kitab Amalul Yaum wal Lailah, nomer hadis : 663 – 665, dan yang di-shahih-kan oleh al-Bahihaqi). dari Usman bin Hunaif. Dia berkata : Orang buta menghadap kepada Rasulullah Saw dan meminta untuk didoakan agar Allah Swt memberikan kesembuhan matanya, hingga dapat melihat kembali. Rasulullah Saw bersabda : Ucapkanlah :
أَللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ بِكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَحْمَةِ. يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي قَضَاءِ حَاجَتِي لِيْ, اللهُمَّ شَفِّعْهُ فِي.
Ya Allah, sungguh aku meminta kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammad Saw,  Nabi pembawa rahmat.  Wahai Nabi Muhammad, sungguh aku menghadap Allah melalui Paduka, agar hajatku ini terkabulkan. Ya Allah, berikanlah syafaat kepadanya dalam hal ini.
g)   Tempat memancarnya rahmat dan fadlalnya Allah Swt.

HR. Muslim (Shahih Muslim "Kitab Imarah", bab "laa tazaalu"). Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ يُرِدْاللهُ خَيْرًا يُفَقِّهُهُ فِي الدِيْنِ أِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ يُعْطِي لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَلَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُنَ عَلَى النَاسِ
            Barang siapa yang Allah menghendakinya menjadi baik, maka (Allah) memahamkannya dalam agama. Sesungguhnya Aku (Rasulullah Saw) adalah Sang Pembagi dan Allah adalah Sang Pemberi. Tidak sepi dari ummat-Ku sekelompok orang yang menegakkan agama Allah. Mereka tidak dapat dirugikan oleh orang-orang yang menghinanya dan membelakanginya. (keberadaan mereka) hingga datangnya keputusan Allah. Mereka senantiasa berada di tengah tengah masarakat.
h)   Sarana memohon ampun kepada Allah Swt.
Al-Quran mengajarkan tentang pentingnya menghadap kepada Rasulullah Saw, ketika seseorang yang sedang memanjatkan doa permohonan ampunan kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam Qs. an-Nisa : 64 :
  وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَسُولُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيْمًا.
Dan sekiranya, sesungguhnya ketika mereka mendlalimi diri mereka, mereka datang kepada-mu (Muhammad), kemudian mereka mohon ampun kepada Allah, dan rasulpunmemohonkan ampun untuk mereka, maka niscaya mereka mendapati Allah Dazat Yang Menerima taubat lagi Maha Kasih.

i)     Sarana dzikir kepada Allah Swt.
Rasulullah Saw  bersabda : Allah Swt bersabda  :  لآ أُذْكَرُ إِلاَّ ذُكِرْتَ مَعِي  : AKU tidak (belum) didzikir, kecuali engkau didzikir bersamaku. [19]
Dalam hadis lain, Raslullah Saw bersabda : [20]   إِذَا ذُكِرْتُ ذُكِرْتَ مَعِي:  Ketika Aku (Allah) diingat, engkau diingat bersama-Ku. [21]

Hadis riwayat Ibnu Asakir dari Ka’ab al-Ahbar, dijelaskan : [22]
            إِنَّ أدَمَ أوصَى إِبْنَهُ شِيثْ فَقَالَ : كُلَّمَا ذَكَرْتَ اللهَ فَاذْكُرْ إِلَى جَنْبِهِ إِسْمَ مُحَمَّدٍ. فَإِنِّي رَأَيْتُ إِسْمَهُ
مَكْتُوْبًا عَلَى سَاقِ العَرْشِ وَأَنَا بَيْنَ الرُوْحِ وَالطِّيْنِ, ثُمَّ إِنِّي طَرَفْتُ فَلَمْ أَرَ فِي السَمَاءِ مَوْضِعًا إِلاَّ رَأَيْتُ اسْمَ مُحَمَّدٍ مَكْتُوبًا عَلَيْهِ, وَلَمْ أَرَ فِي الجَنَّةِ قَصْرًا وَلاَ غُرْفَةً إِلاَّ اسْمَ مُحَمَّدٍ مَكْتُوبًا عَلَيْهِ
Sesungguhnya Adam memberikan wasiat kepada putranya (Syis). Dia berkata : Setiap kamu dzikir kepada Allah sebutlah disisi-Nya nama Muhammad. Sesungguhnya aku melihat nama Muhammad tertulis pada tiang arasy. Sedangkan aku masih (wujud) antara ruh dan tanah. Kemudian sesungguhnya turun. Dan aku tidak melihat langit kecuali pada setiap tempat tertulis nama Muhammad. Dan aku tidak melihat ruangan dan kamar dalam surga, kecuali melihat nama Muhammad tertulis pada tempat tersebut.

C.  Makna Waliyullah.
Pembagian Wali
Kata Waliy berasal dari al-qur’an dan al-hadits. Dan secara khusus, kata ini diperuntukkan kepada orang-orang yang dekat kepada Allah Swt. Sedangkan secara umum, kata ini dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari dengan artian yang umum pula. Misalnya, wali-murid, wali-kota, wali-kelas, wali-pengantin atau wali yang lain.
Diantara manusia, terdapat orang yang memilih jalan lurus, sehingga menjadi Waliyyullah. Dan ada pula yang memilih jalan hidup yang menyimpang, dan kemudian mereka menjadi  Waliyyusy  syaithan. Hanya ada dua posisi untuk manusia. Kalau tidak sebagai waliyullah, berarti ia sebagai waliyussyaithan, atau sebaliknya.
a.        Waliyyus  Syaithan
Banyak orang yang gemar membahas keberadaan waliyullah. Namun jarang sekali yang memperhatikan kriteria waliyullah dan waliyus syaithan. Padahal, menurut sunnah Rasulullah Saw, jika seseorang tidak menjadi waliyullah, pasti menjadi waliyus syathan. Tidak ada manusia setengah waliyullah dan setengah waliyus syaithan. Yang ada hanya waliyullah atau waliyus syaithan. Perjuangan Wahidiyah bertujuan mengentaskan manusia dari belenggu setan, agar tidak menjadi waliyus syaithan.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt  menjelaskankan  bahwa  waliyus  syaithan adalah orang yang hatinya tertutup dari Allah Swt (tidak sadar billah), dan tidak mau menjadikan Allah Swt sebagai kekasih, penolong, penguasa dan pelindung bagi dirinya. Mahluk - menurut mereka -, meskipun tanpa izin Allah Swt juga dapat memberikan pertolongan, baik kepada dirinya atau kepada yang lain.
اِنَّاجَعَلْنَاالشَيَاطِيْنَ اَوْلِيَاءً لِلَّذِ يْنَ لاَيُؤْمِنُوْنَ .
 Sesungguhnya Kami menjadikan setan sebagai wali (penguasa, pelindung, kekasih  dan penolong) bagi orang-orang yang tidak beriman. (Qs. al-A’raf : 28). 
 وَمَنْ يَتِّخْذ الشَيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُ وْنِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِيْنًا 
Barang siapa yang menjadikan setan sebagai wali (pelindung, penolong, kekasih) selain Allah, maka sungguh rugi dengan kerugian yang nyata.(Qs, an-Nisa’ 119).

b.        Waliyyullah [23]
Ciri-ciri Waliyullah antara lain:
1).               Jiwanya senantiasa  tidak memiliki rasa kawatir dan  susah hati.
Firman Allah Swt, QS. Yunus,  62 – 63  :
اَلاَ اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ, الذِيْنَ اَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُوْن
Ketahuilah bahwa Sesungguhnya para auliyaillah itu  tidak ada rasa khawatir terhadap mereka dan mereka tidak pula bersedih hati. Yaitu orang orang yang senantiasa
 beriman dan mereka senantiasa bertaqwa (kepada Allah).
         
        Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, menjelaskan makna auliyaillah dalam ayat diatas dengan :  مَنْ تَوَلاَّهُ اللهُ تعالَى وَتَوَلَّى حِفْظَهُ وَحِيَاطَاتُهُ وَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ: Waliyullah adalah hamba yang Allah Swt telah menguasainya, menjaga kehormatannya, membimbing kewaspadaannya dan meridlainya.
2).              Memahami dan menerapkan prinsip Lillah – Billah. HR. Imam Bukhari, Rasulullah Saw bersabda : [24] Allah Swt bersabda  :

قَال الله تَعالَى : فَاِذَا اَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الذِي يُبْصِرُبِهِ وَيَدَهُ الذِي يُبْطِشُ بِهِ وَرِجْلَهُ الذِي يَمْشِي بِهَا اِنْ سَاَلَنِي اَعْطَيْتُهُ وَاِنْ اسْتَعَاذَ نِي اعَذْ تُهُ.   

Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang digunakan untuk mendengarkan, menjadi penglihatannya yang digunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang digunakan untuk menggenggam, menjadi kakinya yang digunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-KU niscaya Aku memberinya, dan jika ia meminta perlindungan-Ku niscaya Aku melindunginya.

3).              Menerapkan prinsip syariah dan hakikah secara seimbang.[25]
4).              Memiliki kesadaran makrifat kepada Rasulullah Saw (istilah Wahidiyah, Lirrasul - Birrasul). Sebagaimana tercermin dalam :  
a.        Qs. al-Maidah : 55 :   إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ: Sungguh pelindungmu adalah Allah dan rasul-Nya.
b.       Rasulullah Saw bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَنْ أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَحْمَعِيْنَ  
Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu semua, hingga aku lebih dicintai dari pada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia. (HR. Bukhari dan Muslim).
c.        Beberapa fatwa para Ulama Arif Billah Ra :
·     Dalam kitab Sa’adatud Daraini, Syeh Yusuf Ismail  An Nabhaniy halaman 431 [26] menerangkan bahwa, waliyyullah itu seseorang yang telah memiliki kesadaran ma’rifat Birrasul Saw.
لَمْ تَكُن الاَقْطَابُ اَقْطَابًا وَالاَوْتَادُ اَوْتَادًا وَالاَوْلِيَاَءُ اَوْلِيَاءً الاّ بِمَعْرِفَةِ رَسُولِ اللهِ صَلعم
Tidak dapat dinamakan wali quthub, wali autad dan   waliyuulah,  kecuali  telah ma’rifat kepada Rasulullah Saw (Birrasul).
Dan pada bab 3 dalam bahasan “lathifah ke 110”, Syeh Nabhani Ra menukilkan fatwa dari gurunya (Syeh Ali al-Khawas Ra) :
لايَحِقُّ لأَحَدٍ قَدَمُ الوِلاَيَةِ المُحَمَّدِيَةِ حَتَّى يَجْتَمِعَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tidak benar bagi seseorang memasuki pangkat kewaliyan dalam tuntunan Nabi
             Muhammad , hingga (jiwanya) dapat bersama dengan Rasulullah Saw.
Dan pada bab IX (tentang “ru’yatun nabi”) halaman 435 diterangkan, bahwa seseorang belum dapat dikatakan sempurna makrifatnya, sebelum jiwanya dapat bersama dan bertemu dengan Rasulullah Saw
          لاَ يَكْمَلُ مَقَامُ فَقِيْرٍ إِلاَّ أَنْ صَارَ أَنْ يَجْتَمِعَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلَّمَ وَيُرَاجِعُهُ فِي أُمُورِهِ كَمَايُرَاجِعُ التِلْمِيْذُ شَيْخَهُ
Tidak sempurna maqam seseorang, kecuali ia dapat bersama Rasulullah Saw serta mengembalikan perkaranya kepada Nabi Saw sebagaimana murid mengembalikan kepada gurunya.
·     Al-Ghaus fii Zamanihi Syeh Abul Abbas al-Mursi Ra (w. 686 H) :
لَوْ حُجِبْتُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَحْظَةً فِي سَاعَةٍ  مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ مَا أَعْدَدْتُ نَفْسِي مِنَ المُسْلِمِيْنَ
Jika aku terhijab dari Rasulullah Saw sedetik saja dalam setiap satu jam baik dalam waktu siang malan atau malam hari, maka tidak berani menghitung diriku bagian dari golongan orang Islam.
·     Al-Ghauts Fii Zamanihi Syeh Al-Qasthalani (w. 758 H) dalam menjelaskan hadits Bukhari (tentang cinta rasul), mengatakan : [27]
حَقِيْقَةُ الاِيْمَانِ لا تَتِمُّ وَلاَتَحْصُلُ إِلاَّ بِتَحْقيْقِ أَعْلإَ قَدْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْزِلَتِهِ
 عَلَى كُلِّ وَالِدٍ وَوَلَدٍ ومُحْسِنٍ فَمَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ هَذَا فَلَيْسَ بِمُؤْمِنٍ يُبَيِّنُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِقَدَارَ دَرَجَةِ المُؤْمِنِ عَلَى حَسَبِ مَحَبَّتِهِ لَنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Hakikinya iman tidak dapat dihasilkan dan tidak dapat disempurnakan kecuali dapat memahami kedudukan Rasulullah Saw dengan nyata (musyahadah qalbu) diatas setiap orang tua, anak dan para pelaku kebaikan.  Barang siapa yang tidak memiliki i’tiqad (kepercayaan) seperti ini, maka ia tidak disebut mukmin. Hadits ini, artinya Rasulullah Saw menjelaskan tentang ukuran derajat iman mukmin,  tergantung dari seberapa rasa cintanya kepada Rasulullah Saw.
·     Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl Ra, dalam kitabnya As-Syifa’, memberikani penjelasan tentang makna hadits yang membahas mahabbah rasul, menukil fatwa (al-Ghauts fi Zamanihi, , Syeh Sahall at-Tustari w. 284 H)  yang menjelaskan  :
مَنْ لَمْ يرَوِلا َيَةَ الرَسُول عَلَيْهِ فِي جميْعِ الاَحْوالِ ولاَ َيرَى نَفْسَهُ فِي مُلْكِهِ صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ لاَيَذُوقُ حَلاَوَةَ سُنَّتِهِ لآنَّ النَبِيَ صَلى الله  عَلَيْه وَسَلَّمَ قَالَ : لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكمْ حَتَّى أنْ أَكُونَ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِه
Barang siapa tidak mengetahui, bahwa Rasulullah menguasai dirinya dalam segala hal, dan tidak mengetahui dirinya dalam kepemilikan Rasulullah, maka ia tidak akan merasakan manisnya sunnah Rasulullah Saw. Karena Nabi Saw. bersabda : Tidak iman kalian sehingga Aku (Rasulullah) lebih dicintainya dari pada dirinya sendiri.
·     Fatwa Imam al-Ghazali Qs. wa Ra (w. 501 H)  : [28]
قَدْ مَنعَ كَمَالُ الاِيْمَانِ بِشَهَادَةِ التَوحيْد لاَاِلَهَ اِلاَ الله مَا لَمْ تَقْتَرِن بِشَهَادة الرَسُولِ مُحَمَّد رَسُولُ الله.
Terlarang menyempurnakan iman hanya dengan kesaksian kepada Allah saja, (tiada Tuhan selain Allah), tanpa disertai kesaksian rasul (Muhammad utusan Allah).

5).              Memahami semua karomah dan sirri yang dimiliki oleh para Nabi As serta para auliyaillah Ra memancar dari Rasulullah Saw.[29]
 وَكُلُّ نَبِيٍّ وَرَسُولٍ مَادَتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : Setiap nabi dan rasul, kehebatannya berasal dari Rasulullah Saw.

D.  Keberadaan al-Ghauts Ra
Karena kurang memahami tugas Rasulullah Saw seperti diatas, maka banyak orang kurang memahami adanya manusia yang kamil imannnya pada setiap zaman sebagai wakil atau tempat tajallinya Rasulullah Saw. Hingga diantara mereka ada yang mengingkari keberadaannya, dan apaula yang mengatakan, sulthanul auliya hanyalah Syeh Abdul Qadir al-Jailani Ra, dan sebagian pengamal Shalawalat Wahidiyah (karena kepentingan pribadi) mengatakan al-Ghauts Ra tetap dijabat oleh Mbah Yahi Abdul Majid Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra sampai hari kiamat.

Keterangkan al-Qur’an dan hadis tentang keberadaan al-Ghauts Ra, antara lain :

a)     HR. Imam Baihaqi, Rasulullah Saw bersabda : [30]
يَحْمِلُ هَذَا العِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفٍ عُدُولُهُ يَنْفَوْنَ تَحْرِيْفَ الغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ المُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ.
Ilmu ini akan dibawa (diwarisi) oleh orang-orang terbaik pada setiap generasi. Mereka menepis penyimpangan kaum ekstrim, membongkar pemalsuan kaum ahli bathil dan mematahkan penafsiran kaum yang bodoh.
Rasulullah Saw  bersabda : [31]
     اِنَّ مِنَ العِلْمِ كَهَيْئَةِ المَكْنُوْنِ لاَ يَعْلَمُهُ اِلاَّ العُلَمَاءُ بِاللهِ فَاِذَا نًطَقُوا بِهِ لَمْ يُنْكِرْهُ اِلاَّ اَهْلُ الاِغْتِرَارِ بِاللهِ
 Sesungguhnya  ada  sebagian  ilmu  yang  dirahasiakan, tidak dapat mengetahuinya kecuali oleh ‘Ulama Billah. Maka apabila mereka (ulama Billah) mengungkapkannya, tidak seorang-pun yang membantahnya, kecuali  orang-orang yang tidak paham tentang Allah.
b)    Firman Allah Swt, Qs. al-Anbiya’: 106 :
إِنَّ الأَرْضَ للهِ يَرِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه
            Sesungguhnya bumi itu milik Allah, yang diwariskannya kepada orang yang dikehendaki dari antara hambanya (Qs. al-Anbiya’ : 106).
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِكْرِ أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَالِحُونَ 
Dan sungguh telah Kami tulis dalam Zabur, setelah (tertulis) dalam lauh mahfudz, sesungguh-nya bumi ini diwarisi oleh hamba-Ku yang shalih.
Para ulama kaum sufi dan para auliyaillah, mengatakan bahwa yang dimaksud pewarisan dalam ayat ini, adalah pewarisan tentang penguasaan secara batiniyah. Mereka dibekali oleh Allah Swt kekuatan sirri yang menembus kepenjuru alam (lahu sirrun yasri fil alam).
Dalam ayat al-Qur’an yang lain, diterangkan Nabi Zakaria As – dengan izin Allah Swt -, mewariskan jabatan kenabian kepada Nabi Yahya As. Allah Swt berfirman, Qs.Maryam : 5 – 6  :
 فهَبْ ِليْ مِنْ لدُنْكَ وَلِيًّا يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ أَلِ يَعْقُوب وَاجْعَلْه رَبِّ رَاضِيًّا
 (Nabi Zakariya As berdoa) : [32] Anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang mewarisi aku dan dari keluarga Ya’qub. Jadikanlah ia, wahai Tuhanku, orang yang ridlai (kepada-Mu).
c)     Allah Swt berfirman, Qs, Fathir : 32 : ثُمَّ أوْرَثْنَا الكِتَابَ الذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا : Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an) kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami”. 
Imam Ibnu Katsir, dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud hamba yang terpilih adalah : هُمْ أُمَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَثَهَمُ اللهُ كُلَّ كِتَابٍ أَنْزَلَهُ  Mereka itu adalah ummat Nabi Muhammad Saw, yang Allah telah mewariskan kepadanya seluruh kitab yang diturunkan.
Sedankan Imam Suyuthi dalam kitab tafsir jalalain menjelaskan; bahwa terjadinya pewarisan setelah kematian : وَالمِيْرَاثُ فِيْمَا صَارَ لِلإِنْسَانِ بَعْدَ مَوْتٍ  : Pewarisan sebagaimana yang terjadi pada manusia, terjadinya setelah kematian. [33]
Dan Imam al-Qurthubi, dalam tafsirnya menjelaskan makna “kitab” dalam ayat ini adalah : هَاهُنَا يُرِيْدُ بِهِ مَعَانِي الكِتَابِ وَعِلْمِهِ وَأَحْكَامِهِ وَعَقَائِدِه : Disini, yang dimaksud dengan makna kitab, adalah ilmu, hukum dan aqidah yang terkandung didalamnya.  
Sedangkan untuk makna  hamba-hamba Kami, adalah :
تُوَارَثُوا الكِتَابَ بِمَعْنَى أَنَّهُ إِنْتَقَلَ عَنْ بَعْضِهِمْ إِلَى أخَرَ وقَالَ اللهُ وَلَقَدْ أَتَيْنَا دَوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْمًا وَقَالاَ الحَمْدُ للهِ الذِي فَضَّلَنَا عَلَي كَثِيْرٍ مِنْ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ وَوَارَث سُلَيْمَانُ دَاوُدَ, وَقَالَ يَاأَيُّهَا النَاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَيْرِ وَأُوتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْئٍ
Mereka mewariskan kitab suci. Artinya, Perpindahan warisan tersebut dari orang kepada orang  lain (secara estafet). Allah berfirman (Qs. an-Naml : 15 - 16) : Dan sungguh Kami memberi Dawud dan Sulaiman sebuah ilmu. Dan mereka berdua mengatakan :”segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.  Dan  Sulaiman mewarisi (ilmu, kerajaan dan kenabian) dari Daud.  Sulaiman berkata : Wahai manusia kami telah diberi pengertian tentang ucapan burung, dan kami diberi segala sesuatu.
Dan dalam keterangan selanjutnya, Imam al-Qurthubi menjelaskan :
فَإِذَا أَجَازَ النُبُوَّةُ لِلْوِرَاثَةِ فَكَذَالِكَ الكِتَابُ 
Jika  kenabian saja dapat diwariskan, apalagi (kandungan) kitab al-Qur’an.   
d)    HR. Imam Bukhari sabda Rasulullah Saw :
زُوِيَتْ لِيَ الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
e)     HR. Abu Nuaim dan Ibnu Asakir dari Abdullah bin Masud, Rasulullah Saw bersabda : [34]
إِنَّ فِيِ الخَلْقِ ثَلاَثُمِائَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ ءَادَمَ, ولله فِيِ الخَلْقِ أَرْبَعُونَ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ  مُوسَى, ولله سَبْعَةٌ فِيِ الخَلْقِ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ  إِبْرَاهِيْمَ, ولله فِيِ الخَلْقِ خَمْسَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ جِبْرِيْلَ, ولله فِيِ الخَلْقِ ثَلاَثَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ مِيكَائِيْلَ, وَلله فِي الخَلْقِ- وَاحِدٌ - قَلْبُهُ عَلَى قَلْبِ اِسْرَا فِيْل, فَاذَا مَاتَ الوَاحِدُ اَبْدَال َاللهُ مَكَانَهُ مِنَ الثَلا َثَةِ ......, , فَبِهِمْ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَيَمْطُرُ وَيُنْبِتُ وَيُدْفَعُ البَلاَءِ.
          Sesungguhnya Allah memiliki 300 hamba yang hatinya seperti hati Nabi Adam. Dan Allah memiliki 40 hamba yang hatinya seperti hati Nabi Musa. Dan Allah memiliki 7 hamba yang hatinya seperti hati Nabi Ibrahim. Dan Allah memiliki 5 hamba yang hatinya seperti hati malikat Jibril. Dan Allah memiliki 3 hamba yang hatinya seperti hati malaikat Mikail. Dan Allah memiliki 1 hamba yang hatinya seperti hati malaikat Israfil.
            Ketika 1 hamba wafat, maka Allah mengantikannya dari salah satu 3 hamba, dan jika 3 hamba wafat, maka Allah menggantinya dari salah satu 7 hamba, ……….dst.
            Sebab mereka Allah menghidupkan dan mematikan, menurunkan hujan serta menumbuhkan (tanaman), serta sebab mereka balak tertolak.

E.               Jumlah al-Ghauts Ra
Hanya 1 orang al-Ghauts Ra dalam setiap waktu. Diterangkan dalam kitab al-Yawakit –nya Syeh Sya’rani Ra pada juz  II, halaman 80, :
وَمِنْ شُرُوطِهِ اَنْ يَكُونَ ذَا جِسْمٍ طَبِيْعِيٍ وَرُوْحٍ, وَيَكُونُ مَوْجُودًا فِي هذِهِ الدَارِ بِجَسَدِهِ وَحَقِيْقَتِهِ  فَلاَبُدَّ اَنْ يَكُونَ مَوْجُودًا فِي هَذِهِ الدَارِ بِجَسَدِهِ وَرُوحِهِ مِنْ عَهْدِ اَدَمَ اِلَى يَوْمِ القِيَا مَةِ

Dan diantara persyaratan (keberadaan) Al Ghauts Ra : Wujud dengan rohani dan  perwatakan  jasmani pula . Dan dalam kehidupan nyata (sejak zaman Nabi Adam sampai hari qiyamat).       

Dan keterangan selanjutnya,  dijelaskan :

فَلاَ يَخْلُو زَمَانٌ مِنْ رَسُولٍ  يَكُوْنُ فِيْهِ وَذَاِلِكَ هُوَالقُطْبُ الذِي هُوَ مَحَلُّ نَظْرِالحَقِّ تَعَالَى مِنَ العَالَمِ كَمَا يَلِيْقُ بِجَلاَلِهِ وَمِنْ هَذَاالقُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ الاِمْدَادِالالهية علَى جَمِيْعِ العَالَمِ العُلْوِي وَالسُفلِي
Tidak akan sepi pada setiap zaman dari seorang rasul-nya Nabi Muhammad Saw (mujaddid).
Dialah al-Quthbu (al-Ghuts Ra), yang menjadi tempat pancaran sinar pemeliharaan Allah kepada agama Islam dan alam. Dan kemudian dari Beliau Ra bercabang-cabanglah seluruh pemeliharaan tersebut kepada alam atas dan alam bawah. [35]
Dan dalam halaman 81, Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra menjelasan    :
 فِيْمَا بَيْنَ القَوْمِ لاَ يَكُونُ مِنْهُمْ فِي الزَماَنِ اِلاّ وَاحِدٌ وَهُوَ الغَوْثُ :  Dan diantara mereka, dalam setiap waktu, kecuali adanya satu hamba Allah. Dialah al-Ghauts.

          Telah banyak kitab tasawuf yang menerangkan, bahwa para al-Ghauts Ra memohon kepada-Nya, jika Beliau Ra wafat, Allah Swt berkenan mengangkat putranya atau keluarga yang lain sebagai al-Ghauts untuk menggantikannya.   Dan sebagai calon pengganti, mereka berada dalam asuhan al-Ghauts sebelumnya.
Misalnya, al-Ghauts fi Zamnihi Syeh Muhammad Wafa, digantikan oleh  putranya (Syeh Ali Muhammad Wafa), al-Ghatus fi Zamanihi Syeh Ali al-Khirqani, digantikan oleh putranya (Syeh Ibrahim Ali al-Khirqani). Syeh Sari Saqti digantikan oleh keponakannya sendiri (Syeh Junaid al-Bagdadi), Syeh Baba Samasi digantikan oleh muridnya (Syeh Amir Kulal), Syeh Amir Kulal digantikan oleh murid dan kawan seperguruan, yakni Syeh Bahauddin Naqsyabandi. Syeh Abdul Qadir Jailani digantikan oleh  putranya (Syeh Abdur Razaq).  Syeh Daud Ibnu Makhla digantikan oleh Syeh Muhammad Wafa (muridnya), Syeh muhammad Wafa digantikan oleh murid putranya (Syeh Ali Wafa), Syeh Abun Najib Suhrawardi digantikan oleh keponakannya (Syeh Umar Suhrawardi Ra, pemilik kitab Awarif al-Ma’arif).

F.          Tugas Dan Gelar al-Ghauts Ra.

Sebagai wakil dari Rasulullah Saw, sudah tentu tugas yang diemban oleh al-Gahuts Ra (baik menampakkan atau merahasiakan diri), berasal dari tugas kerasulan dan  kenabian.

1.   Quthbul Wujud (Poros Wujud).
Gelar atau tugas ini diberikan kepada al-Ghauts Ra, karena sebagai pusat alam semesta.

اِعْلَمْ حَفَظَكَ اللهُ اِنَّ الاِنْسَانَ الكَامِلَ وَهُوَالقُطْبُ الذِي تَدُوْرُ عَلَيْهِ أَفْلاَكُ الوُجُودِ مِنْ اَوَّلِهِ اِلَى اَخِرِهِ وَهُوَ وَاحِدٌ مُنْذُ كَانَ الوُجُودُ اِلَى اَبَدِ الاَبَدِيْنَ ثُمَّ لَهُ تَنَوُّعٌ  فِي مَلاَبِس وَيَظْهَرُ فِي كَنَائِس وَاسْمُهُ الاَصْلِيُ الَذِي هُوَ لَهُ مُحَمَّدٌ وَلَه فِي كُلِّ زَمَاٍن اِسٌم مَايَلِيْقُ بِلِبَاسِهِ

Ketahuilah, semoga Allah menjagamu. Sesungguhnya manusia paripurna itu adalah al-Quthbu, yang mana seluruh wujud dari awal sampai akhir senantiasa mengitarinya. Beliau itu hanya satu selama wujud ini masih ada. Beliau menampakkan diri dengan berbagai macam baju dan sangkar. Sedangkan asalnya nama al-Quthbu adalah untuk  Nabi Muhammad Saw. Beliau Saw dalam setiap zaman bersama umat manusia dengan baju al-‘Arif  tersebut, dengan menyesuaikan keadaan zaman. [36]
2.   Penjaga  Kelestarian Alam
Dan didalam kitab al-Yawaqit wal-Jawahir, oleh Sayyid Abdul Wahhab As-Sya’rani,  halaman  82, menerangkan :
اِعْلَمْ اِنَّ بِالقُطْبِ يَحْفَظُ اللهُ دَائِرَةَ الوُجُودِ كُلَهُ فمَنْ عَلِمِ هَذاَ الامْرَ عَلِمَ كَيْفَ يَحْفَظُ اللهَ الوُجُودَ عَلَى عَالَمِ الدُ نْيَا
Ketahuilah, sesungguhnya melalui al-Quthbu (al-Ghauts),  Allah  menjaga  alam wujud ini secara keseluruhan. Barang siapa yang mengerti (rahasia) perkara ini, maka ia mengerti bagaimana Allah menjaga wujud alam.
3.   Sirajul alam (pelita dunia).
HR. Abu Daud, Nasa'i dan Baihaqi, Rasulullah Saw bersabda  :
العُلَمَاءُ سِرَاجُ الدُنْيَا.  العُلَمَاءُ مِصْبَاحُ العَالَمِ : Ulama adalah pelita dunia.  Ulama adalah pelita alam.

Imam al-Ghazali Ra dalam kitabnya Misykatul-Anwar, dalam pasal I pada pembahasan “Nurul-Muthlaq”, menjelaskan  :
  وَهَذِهِ الخَاصَّة تُوجَدُ لِلرُوْحِ القُدْسِي النَبَوِي أِذْ تُفِيْضُ بِوَاسِطَتِهِ أَ نْوَارُ المَعَارِفِ عَلَى الخَلْقِ وَبِهِ تُفْهَمُ تَسْمِيَةُ اللهِ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِرَاجًا مُنِيْرًا, وَالاَنْبِيَاءُ كُلُّهُمْ سِرَاجٌ, وَكذَالِك العُلَمَاءُ
Dan “Nur al-Mutlah” ini diwujudkan khusus untuk ruh Nabi yang qudus (suci). Sebab dari Ruh Qudus ini mengalirlah seluruh nur makrifat kepada seluruh mahluk. Dan sebab Ruh Qudus ini pula dapat dipahami pemberian nama oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw, dengan nama Sirajan Muniran (pelita yang menerangi alam semesta). Dan semua Nabi adalah pelita, demikian pula ulama (al-Ghauts).
4.   Payung Tuhan.
HR. Bukhari, Rasulullah Saw bersabda :  السُلْطَانُ ظِلُّ الله فِي الأَرْضِ: Sultan adalah payung Allah dibumi.
Al-Ghauts fi Zamanihi Syeh Kamskhanawi Ra dalam kitab Jami’ al-Ushul, bagian mutammimat  pada bab “dha”, menjelaskan :  
ظِلُّ الإلَهِ هُوَ الإِنْسَانُ الكَامِلُ المُتَحَقِّقُ بِالْحَضْرَةِ َالْوَاحِدِيَة
Payung Tuhan (untuk makhluk/ dalam bumi) adalah manusia sempurna  yang telah dapat menyatakan maqam hadhrah Wahidiyah.
HR Imam Ahmad,  Thabrani , Rasulullah Saw bersabda : [37]
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُوْنَ بِهِمْ تَقُومُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْصَرُونَ
Tidak sepi didalam ummat-Ku, dari tigapuluh orang. Sebab mereka bumi tetap tegak, dan sebab mereka manusia diberi hujan, dan sebab mereka manusia tertolong.

5.   Hadlratullah (Lambang kehadiran Tuhan).
قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا فَمَنْ تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
   Hati orang yang Arif Billah adalah hadlrahnya Allah Swt. Seluruh indranya merupakan pintu hadrah-Nya. Barang siapa yang mendekat kepadanya dengan pendekatan yang semestinya, maka akan terbuka baginya pintu hadlrah tersebut.

6.   Naibur Rasul.
HR. Imam Ahmad,  Rasulullah Saw bersabda   : 
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَطْعَمَ نَبِيًّا فَقَبَضَهُ رِزَقَهُ مَنْ يَقُومُ بَعْدَهُ   
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, jika memberi rizki kepada seorang nabi, kemudian dipanggilnya kealam baka, maka rizki tersebut akan diberikan kepada seseorang yamg menduduki jababatan sesudahnya.
HR. Imam Bukhari. Rasulullah Saw Bersabda :
زُوِيَتْ لِيَ الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
Dalam kitab al-Insan al-Kamil Syeh Abdul Karim al-Jiliy, para waliyullah dan ulama sufi memfatwakan  :
إِنَّهُ لاَيَزَالُ يَتَصَوَّرُ فِي كُلِّ زَمَانٍ بِأَكَابِرِهمْ لِيُعْلَى شَأْنُهُ فَهُمْ حُلَفَاءُهُ فِي الظَاهِرِ وَهُوَ فِي البَاطِنِ حَقِيْقَتُهُمْ
Sesungguhnya Rasulullah Saw senantiasa membentuk (jiwanya) pada setiap zaman dengan pembesarnya ummat manusia, agar terhormat derajatnya. Maka pembesar tersebut merupakan khalifahnya secara lahir, sedangkan Beliau Saw merupakan batiniyahnya pembesar itu.

7.   Penyalur pemberian Allah Swt kepada makhluk.
Dalam kitab at-Ta’rifat-nya Syeh Ali al-Jurjani  pada  bab  “qaf”  dijelaskan,  tugas rohani al-Ghauts Ra adalah penyalur pemberian Allah Swt kepada mahluk :
  وَمِنْ هَذَا القُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ الإمْدَادِ الإلَهِيَّةِ عَلى جمِيْعِ العالَمِ العُلْوِيِّ والسُفْلِيِّ 
Dari al-Quthbu, Allah memancarkan dan menyebarkan sinar pemeliharaan-Nya kepada alam semesta, baik alam atas maupun alam bawah.[38]

G. Manfaat Bertemu Ghauts Ra
1.            Semalat dari guru yang menyesatkan.
Dalam memahami Islam, seseorang perlu pembimbing dan penuntu. Namun banyak pembimbing dan penuntun yang menyesatkan. Rasulullah Saw bersabda : [39]
إِنَّمَاأَخْوَفُ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الآَئِمَّةَ المُضِلِّون   
 Sesungguh yang paling Aku takutkan kepada ummat-Ku, adalah pemimpinan yang menyesatkan.

Allah Swt berfirman Qs. Al-Kahfi : 28 :
وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَاهُ قَلبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا.
Dan janganlah kamu mengikuti orang yang Kami lupakan hatinya dari dzikir kepada-Ku, orang tersebut mengikuti hawa nafsunya, dan memanglah melampaui batas.
2.            Selamat dari bujukan iblis.
Al-Ghauts fii Zamihi Syeh Muhammad Wafa (w. 801 H),[40] menjelaskan  :
  مَنْ لَيْسَ لَهُ أُسْتَاذٌ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى وَمَنْ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى فَالشَيْطَانُ مَوْلَى لَهُ 
Barang siapa tidak memiliki guru, [41] maka ia tidak ada pembimbing bagi dirinya. Dan barang siapa tidak ada pembimbing maka setanlah pembimbingnya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abu Yazid al-Bustami Ra (dan penjelasan ini telah disepakati oleh pawa auliyaillah Ra) :
 مَنْ لاَ شَيْخَ فَالشَيْطَانُ شَيْخُهُ
            Barang siapa tidak memiliki GURU ruhani maka setanlah yang menjadi gurunya”.
Dalam beragama, mukmin harus bertanya kepada ulama yang benar-benar ahli. Firman Allah Swt, Qs an-Nahl :  43  :
  وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْئَلُوا أَهْلَ الذِكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْن  
Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau kecuali seorang lelaki yang Kami memberikan wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada para ahli dzikir, sekiranya kamu semua tidak  mengetahui.
 الذِي خَلَقَ السَمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ, الرَحْمَنُ فَسْئَلْ بِهِ خَبِيْرًا
 Dia Dazt Yang menciptakan langit dan bumi beserta sesuatu yang ada didalmnya dalam enam masa. Kemudian Allah berberkuasa diatas arasy. (tentang) Allah Yang Maha Penyayang, bertanyalah kepada orang yang memahami-Nya. (Qs. al-Furqan : 59)
3.                Mudah makrifat kepada Allah Swt.
a.     HR. Imam Muslim, Rasulullah Saw bersabda  : [42] Allah Swt berfirman :
إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ لاِبْنِ أَدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ : يَا بْنَ أَدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي, قَالَ يَارَبِّ كَيْفَ عَدْتُ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ. قَالَ : أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا قَدْ مَرِضَ وَإِنْ عَدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ. يَابْنَ أَدَمَ إِسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِيْنِي قَالَ: يَارَبِّ سَقَيْتُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ. قَالَ: أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا إسْتَسْقَاكَ وَإِنْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ. يَابْنَ أَدَمَ إِسْتَطعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي, قَالَ : يَارَبِّ كَيْفَ اُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ, قَالَ: أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا إسْتَطْعَمَكَ وَإِنْ اَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ.
Sesungguhnya Allah pada hari kiamat bersabda : Hai anak Adam, Aku sakit, mengapa kamu tidak membesuk-Ku. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku membesuk-Mu, sedangkan Paduka adalah Penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba yang bernama (fulan) sedang sakit. Jika kamu membesuknya, niscaya kamu akan menemukan AKU disisinya.
Hai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, dan mengapa kamu tidak mau memberi minum Aku. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi minum Paduka, sedangkan Paduka adalah penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba bernama Fulan, saat itu sedang haus dan mengharapkan minuman dari kamu. Jika kamu memberinya minum, niscaya kamu menemukan Aku disisinya.
Hai anak Adam, Aku meminta makan kepadamu,  mengapa kamu tidak memberi-Ku makan. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi makan Paduka, sedangkan Paduka adalah penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba yang bernama Fulan saat itu sedang meminta makan kamu. Jika kamu memberinya makan, niscaya kamu akan menemukan Aku disisinya.
b.     HR. Thabrani, Rasulullah Saw bersabda  : [43]
إِنَّ مِنَ النَاسِ مَفَاتِيْحٌ لِذِكْرِ اللهِ إِذَا رَأَوْا ذُكِرَ اللهُ
Sesungguhnya diantara manusia, terdapat seseorang yang menjadi pembuka kepada dzikrullah. Jika mereka (salik) melihatnya, maka akan (mudah) ingat kepada Allah.

c.      HR. Ahmad,  Rasulullah Saw bersabd : [44]
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟. قَالُوا : بَلَى يَارَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : الَّذِيْنَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللهُ
Bersediakah kamu, saya beritahu tentang sebaik-baik kamu ?. Mereka menjawab : Ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda : Mereka adalah orang-orang yang ketika dilihat, maka Allah dapat diingat.
d.     Imam Abul Aliyah dan Imam Hasan Bashri, berkata : makna shirathul mustaqim, dalam surat al-Fatihah, adalah pribadi Rasulullah Saw : [45]
الصِرَاطُ المُسْتَقِيْمُ هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخِيَارُ أَهْلِ بِيْتِهِ وَأَصْحَابِهِ.
Jalan yang lurus adalah pribadi Rasulullah Saw dan orang pilihan dari keluarganya dan sahabatnya.
e.      Sarana yang tepat untuk makrifat salik kepada Allah wa Rasulihi Saw.
Syeh Mursyid Yang Kamil berfungsi sebagai jalan (thariqah) untuk menuju makrifat kepada Allah Swt.              
          فَالمَشَايِخُ هُمْ طَرِيْقٌ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالأَدِلاَّءُ عَلَيْهِ وَالبَابُ الذِي يَدْخُلُ مِنْهُ إِلَيْهِ.
  Guru Mursyid adalah jalan menuju kepada Allah Azza wa Jalla, dan sebagai bukti keberadaan-Nya, dan sebagai pintu masuk untuk menuju kepada-Nya. [46]
Demikian pula, Syeh Daud Ibnu Makhala Ra menjelaskan : [47]
قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا فَمَنْ تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
            Hati seorang yang Arif Billah itu pintu kehadiran Allah Swt, dan seluruh indranya merupakanpintu hadrah-Nya. Barang siapa yang mendekat kepada Beliau dengan pendekatan yang semestinya, maka  akan  terbuka baginya pintu hadlrah Allah Swt.

H.   Sikap Dan Kwajiban Para Salik.

1).          Merasa mendapatkan jasa dan berkah dari Syeh Yang Kamil Mukammil (lihat bahasan E pada poin 7).
2).          Mengikuti tuntunan Beliau Ra secara lahir dan batin (ruhani dan jasmani).

3).          Berakhlak kepada Beliau Ra sebagaimana berakhlaq kepada Rasulullah Saw. [48]
فَيَجِبُ عَلَيْكَ اَنْ تَتَاَدَّبَ مَعَ صَاحِبِ تِلْكَ الصُورَةِ كَتَاْدُّ بِكَ مَعَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم لَمَّا اَعْطَاكَ الكَشْفَ اَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى الله عليه وسلّم مُتَصَوِّرٌ بِتِلْكَ الصُورَةِ فَلاَ يَجُوْزُ لَكَ بَعْدَ شُهُوْدِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم فِيْهَا اَنْ تُعَامِلَهَا بِمَا كُنْتَ تُعَامِلَهَا بِهِ مِنْ قَبْلُ حَاشَ اللهُ وَحَاشَ رَسُولُ اللهِ... فَهُمْ خُلَفَاءُهُ فِي الظَاهِرِ وَهُوَ فِي البَاطِنِ حَقِيْقَتُهُمْ
    Wajib kepadamu beradab kepada pemilik Haqiqatil Muhammadiyah, sebagaimana engkau beradab kepada Nabi Muhammad Saw ketika Allah memberimu kasysyaf, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Saw membentuk jiwa al-Ghauts sebagai fotocopi  jiwa  Beliau Nabi Saw. Tidak boleh bagi kamu setelah engkau syuhud kepadanya melakukan sesuatu sebagaimana yang engkau lakukan kepadanya sebelum Beliau Ra berpangkat itu. Hati-hatilah kepada Allah dan hati-hatilah kepada Rasulullah. Secara lahirnya Beliau Ra adalah wakil Rasulullah, tapi dalam hal batininyah, hakikinya Beliau adalah Jiwa Rasulullah sendiri.  

4).          Senantiasa mohon doa restunya.
          Hadits riwayat Thabrani dan Abu Ya’la, Rasulullah Saw bersabda  : [49]
     إِذَا أَضَلَّ أَحَدُكُمْ شَيْئَا أَوْأَرَادَ عَوْنًا فِي الاَرْضِ لَيْسَ فِيْهِ أَنِيْسٌ فَلْيَقُلْ يَاعِبَادَ اللهِ أَعِيْنُوْنِي
Jika kamu semua tersesat tentang sesuatu atau menginginkan pertolongan diatas bumi, yang ditempat itu tidak ada penolong, maka berkatalah : “Wahai Kekasih Allah yang ahli beribadah, tolonglah kami ini.
Dan dalam kitab Jami’ as-Shagir-nya Imam Suyuthi, redaksi hadis tertulis : [50]
إِذَا انْفَلَتَتْ دَابَّةُ أَحَدِكُمْ بِأَرْضِ فُلاَةٍ فَليُنَادِ : يَاعِبَادَ اللهِ أَحْبِسُوا عَلَى دَابَّتِي. فَإِنَّ للهِ  فِي الاَرْضِ حَاضِرًا سَيَحْبَسُهُ عَلَيْكُمْ.
Ketika hewan piaraan kalian lepas didaerah yang sunyi, panggillah : “Wahai Hamba Allah, (tolong) ikatlah hewan piaraanku”. Sesungguhnya diatas bumi Allah memiliki hamba (yang dapat) hadir  yang akan mengikat hewan tersebut untuk kamu.

5).                Tidak boleh menentang Beliau Ra tentangl jalan yang ditunjukkan kepadanya. Guru Mursyid Kamil Mukammil tidak mungkin memerintahkan kesalahan. [51]
HR. Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda : [52] مَنْ أَهَانَ السُلطَانَ أَهَانَهُ اللهُ  : Barangsiapa menghina Sultan, maka Allah  akan menghinakannya
Yang dimaksud mengina “Sultan” disini, kitab Dalil al-falihin, juz III dijelaskan, bahwa hal-hal  yang dapat dikatakan menghina antara lain;  menganggap ringan terhadap perintahnya. Dan yang dimaksud “Allah akan menghinakanya”, adalah jalan hidupnya didunia akan semakin tersesat dan terperosok kejalan setan, dan diakhirat akan menerima siksa yang pedih.

6).          Tidak keluar dari barisan al-Ghauts Ra
          HR. Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas, Rasulallah Saw bersabda : [53]
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْ, فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa yang membenci sesuatu yang datang dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Amirnya sejengkal saja, maka dapat mengakibatkan mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah.

Al-Fatihah                                          x 1
Yaa Ayyuhal Ghautsu Salamullah     x 1
Yaa SAayyidii Yaa Ayyuhal Ghauts x 3
Al-Fatihah                                          x 1

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَوَابِ
  وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ


يا سَـيِّدِي يَأَيُّهَاالغَـوْثُ
    وقل جاء الحقّ وزهق الباطل انّ الباطل كان زهوقا
 









[1].     HR. Imam Ahmad dalam Musnad.  Kitab Kunuzul Haqaaiq-nya Imam al-Munaawi (dalam Jami’ as-Shaghir-nya Imam Suyuthi, dalam juz I pada bab alif).
[2].     HR. Ibnu Majah dari Syaddad Ibn Aus (Kitab Jami’ as-Shaghir, juz I dalam bab “alif”).  Imam Suyuthi mengatakan bahwa hadis ini berderajat dla’if. Namun karena banyak keterangan dari al-Qur’an dan hadis lain yang mendukung maknanya, maka secara tersurat derajat hadis ini naik kepada hasan lighairihi, sedangkan secara tersirat maknanya shahih.
[3].   Kitab Risyalah al-Qusyairiyah-nya al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi Ra, dalam bahasan pertama (ushul at-tauhid ‘inda as-Shufiyin), dan pada bab ke 43 (ushul at-Tauhid).          
[4]Ibid, pada bab dan pasal yang sama.
Al-kisah, pada mulanya, Syeh al-Qusyairi Ra kurang berminat terhadap ilmu dan prilaku tasawuf. Waktu itu, Syeh menekuni dan memperdalam bidang ilmu perbangkan dan perpajakan, serta beliau Ra sebagai olahragawan terbaik dalam pacuan kuda.
Suatu ketika, tanpa disengaja, Syeh Ra terharu mendengar isi fatwa dan amanat yang disampiakan oleh Syeh Abu Ali ad-Daqaaq Ra. tersebut. Dalam hatinya, Syeh Qusyairi berkata : Aku akan berguru kepada Beliau.
[5].   Kitab Risyalah al-Qusyairiyah dalam bab usulut tauhid.  
[6].     Kitab al-Madlnun Bih ‘alaa Ghairi Ahlih, Imam al-Ghazali Ra pada pasal IV dalam bab perbedaan makna Wahid dan Ahad
[7].     Kitab Sa’adah ad-Daraini-nya Syeh Yusuf an-Nabhani Ra pada bab shalawat Syeh Syadzili Ra.
[8].     Kitab al-Insan al-Kamil fii Ma’rifah al-Awail wal Awakhir, juz I dalam bab “pendahuluan”.
[9].     Kitab Thabaqat al-Kubro, juz II, dalam manaqib ke : 315.
[10].    Kitab Jami’al-Ushul dalam “Bayan Madlahir al-Auliya’ wa Maraatibihim fii al-Asma”.
[11].    Kita sering memberikan makna wasilah tanpa merujuk juga kepada makna wasilah yang telah dijelaskan oleh Rasulullah. Seperti dalam hadis riwayat Imam Ahmad dan Muslim
[12].    Hadis shahih riwayat Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudri, kitab Jami’ as-Shagir-nya Imam jalaluddin Suyuthi pada  juz II dalam bab “wawu”.
[13].      HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai, kitab Jami’ as-Shaghir fii Ahaadiis al-Basyir an-Nadziir-nya Imam Jalaluddin as-Suyuthi, pada  juz I dalam bab “alif dan dzal”.
[14].    Kitab Syawahidul Haq fil Istighatsah bi Sayyidil Khalqi wal Basyar Saw-nya Syeh Nabhani Ra, dalam pasal 3 pada ulasan “pendapat para ulama tentang istighatsah kepada Nabi Saw”.
[15].      Hadis riwayat ad-Dailami dalam kitab Musnad al-Firdaus.  
[16].    Hadis riwayat : 1. Al-Hakim dalam al-Mustadrak,  2. Imam Baihaqi dalam  Dalaa-ilun Nubuwwah, 3. Imam Thabrani dalam kitabnya al-Ausath, 4. Abu Nuaim al-Isfahani dalam kitabnya Hilyah al-Auliya wa Thabaqah al-ashfiya’, 4. Ibnu ‘Asaakir dalam kitabnya Tarikh Damsyiq, 5. Imam Suyuthi dalam kitabnya  al-Lailil Masnunah,  6. An-Nabhani dalam kitab Syawahid Al Haq Fii al-Istighatsah Bisayyid al-Khalqi wal Basyar Saw, Syeh Abul Fadlol ‘Iyad dalam kitab As Syifa’ Bita’rifi Huquq al-Musthafa.
[17].    Kitab Kasyful Khafa’ wa Muzilul Ilbas-nya Syeh Ismail al-Ajuluni (Darul Kutubil Ilmiyah, Bairut, cet. 2001 M), juz I dalam bab “alif ma’al wawi” nomer hadis : 826. Kitab al-Anwarul Muhammadiyah-nya Syeh Yusuf Ismail an-Nabhani (Hakikat Kitabevi, Istambul, cet. 1997 M), dan kitab al-Fatawi al-Haditsiyah-nya Imam Ibvnu Hajar al-Haitami Ra.
            Mayoritas ulama hadis mengatakan Abdur Razaq adalah “tsiqqah” (dapat dipercaya), lihat kitab Tadrib ar-Rawi-nya Syeh Jalaluddin as-Suyuthi.
[18].    Sebagian menceritakan hadis ini dengan makna. Yakni, hadis qudsi : Allah Swt bersabda :
       خَلَقْتُكَ مِنْ نُوْرِي وَخَلَقْتُ الخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ : Aku menciptakan kamu dari Nur-Ku, dan Aku menciptakan makhluk dari nurmu.
                Tenrang derajat (shahih, hasan, dlaif atau munkar) hadis ini, para ulama kaum sufi berdasar rukyah shalihah, Rasulullah Saw bersabda : “hadis Nur Muhammad, merupakan sabdaku”.
[19].    HR. Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan ad-Dliya’ dari Abu Sa’id al-Khudzri. Jami’ as-Shagir, juz I dalam bab “alif”, dan  Imam Suyuthi menilainya shahih. Atau lihat kitab tafsir Ibnu Katsir, dalam ayat 56 surat al-Ahzaab, kitab Jala’ al-Afham-nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam pasal “tempat/ waktu bershalawat”. 
Kitab Dalail an-Nubuwah-nya Imam Baihaqi, jilid I pada pasal “qubuul al-ikhbar”, Imam Syafi’i yang meriwayatkan dengan redaksi : لآأُذْكَرُإِلاَّ ذُكِرْتَ  : AKU tidak (belum) didzikir kecuali engkau didzikir.
[20].    Kitab as-Syifa bi Ta’riif Huquuq al-Mushthafa Saw-nya al-Hafidz al-Qaadli Abul Fadlal ‘Iyaadl al-Yahshubiy  (w. 544 H) dalam bab I pada pasal 1.
[21].    Dalam kitab as-Syifa bi Ta’riif Huquuq al-Mushthafa Saw-nya al-Qaadli Abul Fadlal ‘Iyaadl al-Yahshubiy (w. 544 H) dalam bab I pada pasal I, dijelaskan  : Syeh Ibnu ‘Atha’ al-Baghdadi dalam menjelaskan arti hadis dzikrurrasul :   Allah Swt bersabda : جَعَلْتُ تَمَامَ الإيْمَانِ بِذِكْرْكَ مَعِي :    Aku jadikan sempurnanya iman dengan dzikir kepadamu (Muhammad) bersama-Ku, dan :
 جَعَلْتُكَ ذِكْرًا مِنْ ذِكْرِي, مَنْ ذَكَرَكَ ذَكَرَنِي
Aku jadikan engkau (Muhammad) sebagai dzikir dari dzikir kepada-Ku, Barang siapa yang dzikir kepadamu, maka ia telah dzikir kepada-Ku.
     Syeh Ja’far Shadiq Ra menerangkan :   لاَيَذْكُرُكَ أَحَدٌ بِالرِسَالَةِ إِلاَّ ذَكَرَنِي بِالرُبُوبِيَّةِ:  Seseorang tidak dzikir kepadamu (Muhammad) dengan jabatan kerasulan, kecuali berarti ia telah dzikir kepada-Ku dengan rububiyah (jabatan Pengusaan dan Pemeliharaan-Ku).
[22].    Kitab al-Hawi lil Fatawi (Syeh Jalaluddin as-Suyuthi Ra), juz II, pada bahasan ke 60 (Irsal an-Nabi ala al-Malaik).

Rasulullah Saw adalah Khalifah Allah Swt yang hakiki. Imam Shawi dalam kitab tafsirnya Hasyiyah Shawi tentang makna khalifah dalam Qs. al-Baqarah : 30 :

قال رَبُّكَ لِلْمَلاَ ئِكَةِ اِنِّي جَاعِـلٌ فِي الاَرْضِ خَلِيْفَةً  : DIA bersabda kepada malaikat : Sesungguhnya Aku telah menjadikan khalifah dibumi, dengan penjelasan :

    وَاَمَّا بِاعْتِبَارِعَالَمِ الاَجْسَادِ فَهُوَ اَبُوالْبَشَرِ اَدَمُ عَلَيْهِ السَلاَمُ وَاَمَّا بِاعْتِبَارِ عَالَمِ الاَرْوَاحِ فَهُوَ مُحَمَّدٌ صلعم 

Dan sekiranya dipandang dari sudut jasmani, khalifah pertama adalah bapak manusia yaitu Nabi Adam As. Dan adapun dipandang dari sudut ruhani adalah Nabi  Saw.
[23].    Syeh Al-Arif Billah wa Ahkamillah Ra, Beliau Hadlratul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo dalam suatu fatwa amanat-Nya menjelaskan : Seorang Waliyullah belum tentu al-Arif, tetapi  al-Arif  itu pasti Waliyullah.
[24].   Lihat kitab  Jami’u Karamatil Auliya’ oleh Syeh Yusuf Ismail an-Nabhani, percetakan  Darul Fikri, Bairut Libanon, tahun 1414 H/  1993 M, juz I halaman 23.
[25].   Didalam kitab Kifayah al-Atqiya hlmn 9, diterangkan bahwa makna lillah dan billah adalah terpadunya antara syari’ah dan hakikah. فَالشَرِيْعَةُ وُجُوْدُ الاَفْعَالِ للهِ وَالحَقِيْقَةُ شُهُوْدُالاَفْعَالِ بِاللهِ :  Syariah adalah wujudnya perbuatan yang disertai niat lillah, dan hakikat adalah perasaan menyadari bahwa  wujudnya semua perbuatan lahir dan batin mahluk itu, atas titah Allah .
[26].  Radaksi kalimat ini juga terdapat dalam kitab al-Hawi lil Fatawi nya Syeh Jalaluddin Suytuthi, juz II, dalam “kitabul ba’tsi” bahasan ke 70.
[27].   Nabi Saw bersabda :  لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أنْ أَكُون أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَاسِ أَجْمَعِيْن Belum sempurna iman kamu semua, sehingga AKU (Rasulullah) lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya dan seluruh menusia. (Lihat kitab Jawaahir al-Bukhaari-nya Mushthafa Muhammad Ammarah, pada ulasan nomer hadis: 11, dan kitab Fath al-Bari syarh Shahih al-Bukhari-nya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani).
[28].   Lihat kitab Muhtashar Ihya’ ‘Ulum ad-Din, bab II “aqidah” dan kitab Qawaid al-‘Aqa’id, keduanya tulisan al-Ghazali.
[29].   Kitab Jami’ al-Ushul-nya Syeh Kamasykhanawi Ra, dalam bab "bayan al-umum wa al-khusus”.
[30].    Kitab Dalail an-Nubuwwah-nya Imam Baihaqi, juz I dalam bab “man yaqbalu khabaruhu” pada pasal keempat. Kitab Jawahir al-Bukhari wa Syarh al-Qusthalani dalam “muqaddimah”. Kitab Manhal al-Lathif-nya Syeh Muhammad Alwi al-Maliki pada ulasan “fadl-lu ulum al-hadits”
[31].    Untuk lebih jelasnya dalam memahami makna hadis ini lihat  buku : Tafsir  Ayat-Ayat  Cahaya  bagian kedua (penerbit Pustaka Progressif, tahun 1998) hlm 33. Atau kitab Misykatul Anwar-nya Imam al-Ghazaliy, dalam Majmu’ah Rasail lil-Ghazali. Atau buku Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf-nya Dr. Mir.Valiuddin – ilmuawan dan sufi dari Pakistan , terbitan Pustaka Hidayah, dalam bab I dan  bab II. Atau kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya Syeh Syihabuddin Suhrawardi Ra dalam bab 62.
[32].    Ketika Nabi Zakaria As merasa dirinya sudah tua, sedangkan belum ada keturunan yang dapat melanjutkan perjuangannya, maka ia berdoa kepada-Nya untuk memohon anak yang diridlai-Nya. 
[33].    Dan Imam Shawi dalam tafsir Shawi juz III, hlm 313, menjelaskan :
وَوَجْهُ تَسْمِيَتُهُ مِيْرَاثًا أَنَّ المِيْرَاثْ يَحْصُلُ لِلْوَارِثِ بِلاَ تَعَبٍ وَلاَ نَصبٍ
   Alasan penggunaan pewarisan disini adalah perolehannya tanpa susah payah.
[34].    Kitab al-Hilyah-Nya Abu Nuaim, dan kitab Tarikh Madinah Damsyiq-nya Imam Ibnu Asakir, juz I, pada bab “Maa Ja,a Anna bis Syami Yakunul Abdaal”.
[35].   Keterangan yang sepadan juga terdapat dalam kitab Sa’adah ad-Daraini,  Syawahid al-Haq, (Syeh Ismail an-Nabhani Ra), al-Insan al-Kamil, (Syeh Abdul Karim al-Jilliy Ra), Kitab at-Ta’rifat (Syeh Ali Al-Jurjani Ra), Jami’ul Ushul fil Auliya’  (Syeh Ahmad Al-Kamasykhanawi Ra), al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jilli.
[36].    kitab Insanul Kamil juz II bab 45, dan dalam kitab Sa’adah ad-Daraini-nya Syeh Nabhani dalam bab IX  tentang “ru’yatun nabi”, halaman 429.
[37].      Kitab Siraj at-Thalibiin, juz II, hlm : 74, dan kitab al-Hawi lil Fatawi nya Imam Suyuthi, juz II, bab Wujud al-Auliya wal-Quthub, dan kitab Kasyful Khafa’-nya Syeh ‘Ajuluuni.
[38].    Lihat juga kitab al-Yawaqit wa alJawahir, juz  II/ 80.
[39].   Jami’ as-Shagir Imam Jalaluddin Suyuthi, juz I bab alif. Dan kitab Kasyful Khifa’ juz I, bab alif.
[40].   Ibid. Diterangkan dalam juz II, bab “Syeh Wafa”, Syeh Wafa adalah al-Ghauts yang tidak bisa membaca dan menulis karena buta sejak umur 4 tahun. Namun sejak umur enam tahun Beliau Ra sudah tampak karamahnya.
[41].   Malaikat yang tidak memiliki dosa serta termasuk golongan arifin dan muqarrabin saja, masih harus bermakmum dan berguru kepada Guru (Nabi Adam As), apalagi kita, manusia adalah mahluk yang penuh dosa
[42].    HR. Muslim (Shahih dalam bab‘Iyadatul Maridl).
[43].    HR. Thabrani dari Abdullah Ibn Mas’ud ra. Kitab Jami’ as-Shahigir juz I bab “alif”. Dan Imam Suyuthi menerangkan hadis ini hasan.
[44].    HR. Ahmad (Musnad, nh : 3233)
[45].    Kitab as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi Ra, dalam juz I bab I pada pasal 1.
[46].    Kitab al-Ghunyah dalam juz II pada bab “maa yajibu ‘ala al-mubtadi” pasal kesatu. Hadis yang sepadan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah (Shahih, nh : 4661, dalam kitab “al-birr wa as-shlah” pada bab “fadl iyadah al-maridl”).
[47].    Kitab Thabaqaat al-Kubra-nya Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra juz II dalam kisah “Syeh Ibnu Makhala”. 
[48].   Kitab Insan al-Kamil, juz II/75 bab “insan al-kamil”.
[49].    Kitab Mafahim nya  Syeh al-Maliki, kitab Jami as-Shagir.
[50].    Imam Suyuthi,  Jami’ as-Shagir jilid I dalam bab “alif”.
[51].    Adab murid kepada Guru Kamil Mukammil, juga terdapat dalam kitab Awarif al-Ma’arif  nya Syeh Suhrawardi, atau kitab al-Anwar al-Qudsiyah as-Sya’rani, kitab  “Misykatul Anwar“ (kitab “Majmu’ah Rasail Al-Ghazali).
[52].    Lihat kitab Dalil al-Falihin  juz III, bab  ‘wajib taat kepada pimpinan”, hadis nomer  : 10.
[53].    HR. Bukhari (Shahih, nh : 6530, dalam kitab “al-fitan”), Muslim (Shahih, nh : dari Ibnu Abbas

No comments:

Post a Comment