Thursday, April 17, 2014

'HAQIIQOTUL MUTAABA'AH", hakikatnya mengikut yang sesempurna-sempurnanya.

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
'HAQIIQOTUL MUTAABA'AH", hakikatnya mengikut yang sesempurna-sempurnanya.
Di dalam kitab Sa'aadatud-Daaroini Fis-Sholaati 'Ala Sayyidil Kaunaini SAW diterangkan bahwa diantara faedah membaca shola­wat yang paling besar adalah terbayangnya hati si pembaca kepada Rosululloh SAW.
وَمِنْ اَعْظَمِ فَائِدَتِهَا اِنْطِبَاعُ صُوْرَتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ عَلَى قَلْبِ الْمُصَلِّي. (سعادة الدارين 106).
"Setengah dari pada faedah membaca sholawat yang paling besar adalah tercetaknya shuroh Rosululloh SAW di dalam hati sipembaca
sholawat".(Sa 'adatud—Daaroini bl 506).
Dalam bahwa Jawa "tansah keton-ketonen" Kanjeng Nabi SAW = hati selalu terbayang kepada Kanjeng Nabi SAW. Alhamdu Lillah di antara para Pengamal Wahidiyah banyak yang memperoleh pengalaman seperti itu.
Hubungan dengan hal tersebut, di dalam Wahidiyah sering diINGATkan supaya melatih hati dengan "istihdlor", yakni merasa seperti seolah-olah berada di hadapan Rosululloh SAW, baik ketika membaca sholawat terutama atau membaca Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh, maupun di luar membaca sholawat.
Atau merasa seolah-olah seperti mengikuti Rosululloh SAW di manapun kita berada. Dengan terus menerus membaca "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH", Alhamdu Lillah dikaruniai dapat lebih mudah mengetrapkan istihdlor seperti itu.
Orang yang hatinya senantiasa istihdlor seperti itu sendirinya tidak berani melakukan soal-soal atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Tidak berani melanggar larangan-larangan Alloh dan Rosul-NYA SAW. Tidak berani melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan, baik merugikan diri sendiri lebih-lebih merugikan orang lain. Senantiasa berhati-hati di dalam segala hal dan tingkah laku. Takut kalau-kalau tidak diridhoi Alloh Wa Rosuulihi SAW.
Dengan kondisi batiniyah seper­ti itu dia akan selalu mendapat tambahan pancaran Nur Ke-Nabian atau Nuuru Nubuwwatihi SAW. Makin kuat dan makin mendalam istihdlornya, makin bertambah-tambah pula pancaran Nur Ke-Nabian menyinari hatinya dan menembus kepada budi pekerti melahirkan akhlaqul karimah yang sempurna. Otomatis kondisi batiniah seperti itu menjadikan orang yang bersangkutan senantiasa bertakholluq (berbudi pekerti) seperti budi pekerti Alloh Wa Rosuulihi SAW.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا وَاِيَّاهُمْ مِنْ هَؤُلآءِ. آمين.
Semoga Alloh menjadikan kita dan mereka termasuk golongan orang-orang seperti di atas !. Amiin !.
Hidup dan kehidupan orang yang seperti di atas sudah barang tentu akan memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan keluarganya, membuahkan barokah bagi orang lain, bagi masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan bagi makhluq-makhluq pada umumnya.
Dengan senantiasa ‘ISTIHDLOR" kepada Kanjeng Nabi SAW seperti di atas, orang akan benar-benar bisa menempati 'HAQIIQOTUL MUTAABA'AH", yaitu hakikatnya mengikut yang sesempurna-sempurnanya. Mengikut dalam arti yang seluas-luasnya dan selengkap-lengkapnya.
Mengikuti tingkah laku orang yang diikuti, kemudian meniru akhlaqnya, meniru perangainya meniru cara-caranya berbuat dan bertindak, melakukan apa yang disukai lebih-lebih yang diperintahkan oleh orang yang di­ikuti, dan menjauhi apa-apa yang tidak disukai lebih-lebih yang dilarang oleh orang yang diikuti. Tidak berbeda dengan keadaan orang yang sedang dimabuk cinta atau mahabbah yang mendalam. Kemanapun dan dimanapun ia berada selalu ingat dan terbayang kepada orang yang dicintai. Sampai-sampai ucapannya, tingkah lakunya, gerak-geriknya meniru ucapan, tingkah laku dan gerak-gerik orang yang dicintai. Dia selalu ter­bayang atau "istihdlor" kepada orang yang dicintai. Tepat sekali apa yang diterangkan di dalam kitab Taqriibul Ushul 55 atau kitab Sa'aadatud-Daaroini hal 35 sebagai berikut:
َالَ الشَّاذَلِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا حَقِيْقَةُ الْمُتَابَعَةِ ؟ حَقِيْقَةُ الْمُتَابَعَةِ رُؤْيَةُ الْمَتْبُوْعِ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ وَمَعَ كُلِّ شَيْءٍ وَفِي كُلِّ شَيْءٍ.
(سعادة الدارين : 35\تقريب الاصول : 55) الْمُرَادُ بِهَا رُؤْيَةُ الشُّهُوْدِ.
"Berkata Imam Syadzali rodliyaloh 'anhu : "Aku melihat Rosululloh SAW kemudian aku bertanya : Yaa Rosuulalloh, apakah haqiiqotul mutaaba'ah itu, Rosullulloh menjawab : "rukyatul matbu' inda kulli syai-in wa ma'a kulli syaiin wa fii kulli syai-in" = melihat yang diikuti berada di sampingnya segala sesuatu dan bersama segala sesuatu dan di dalam segala sesuatu ".
Maka jika benar-benar haqqul yaqin mengikuti Rosululloh SAW seharusnya bisa melihat Beliau SAW di mana saja dan kapan saja. Istilah yang lebih ringan "terbayang" atau "ingat". Melihat di sini, dengan mata hati atau disebut "bashiiroh". Akan tetapi juga mungkin dengan mata lahir apabila kondisi batiniyahnya cukup kuat. Sudah barang tentu tidak sembarang hati yang dikaruniai bashiiroh seperti itu. Hanya hati yang bersih dan jernih saja yang mempunyai bashiiroh. Makin bersih, makin jernih dan makin suci, makin tajam dan makin kuat pula bashiirohnya sehingga bisa menembus pada penglihatan mata lahir. Dikatakan juga "mukasyafah", melihat Rosululloh SAW "yaqodhotan" dalam keadaan jaga (bahasa Jawa melek-melekan). Mengenai bertemu Rosuululloh SAW ini insya Alloh akan di bahas di belakang.
Orang mingikut apabila tidak bisa melihat kepada yang diikuti besar kemungkinan mengalami kebingungan bahkan bisa tersesat jalan terpisah dari yang diikuti tidak merasa. Mari kita koreksi diri kita masing-masing selama ini yang mengaku sebagai pengikut Rosululloh SAW atau sebagai ummat Muhammad SAW. Jangan-jangan sudah tersesat kita tidak merasa !. Na'uudzu Billah min dzaalik!. Ibarat sholat berjamaah, kita para ummat adalah makmum dan Rosululloh SAW imamnya. Apabila makmum tidak mengikuti gerakan imam menjadi batal makmumnya. Batalnya makmum di dalam sholat bisa diqodlo pada kesempatan lain. Akan tetapi batalnya makmum kepada Rosululloh SAW, bisa membawa akibat yang fatal, menjadi batal iman islam kita!. Na'uudzu Billah !. Oleh sebab itu mari kita senantiasa koreksi diri bagaimana hubungan batin kita terhadap Rosuululloh SAW !.
AL FAATIHAH !................
YAA SYAAFI'AL KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAAM ...................
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
AL FAATIHAH !.
Syekh Abul Abbas Al Mursi mengatakan sebagaimana dimuat di dalam kitab Taqriibul Ushul hal 55 dan kitab Sa'aadatud-Daaroini hai 436 sebagai berikut :
قَالَ السَّيِّدُ الشَّيْخِ اَبُو الْعَبَّاسِ الْمُرْسِي : لَوْ حُجِبْتُ عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ طَرْفَةَ عَيْنٍ مَآ اَعْدَدْتُ نَفْسِي مِنْ جُمْلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ. (سعادة الدارين : 439\تقريب الاصول :55).
"Seandainya aku terhijab dari (tidak melihat atau mengingat) Rosululloh SAW sekejap mata saja, aku tidak berani menghitung diriku dari golongannya kaum Muslimin "
Demikian tebal dan kuatnya iman seseorang yang hatinya senantiasa dipancari oleh "Nur Cahaya Kebenaran" atau "Nuuru Nubuwwatihi SAW". Tidak tanggung-tanggung mengoreksi dirinya sendiri. Berani menghukum dirinya dengan jujur.
Sesungguhnya "Nuuru Nubuwwatihi SAW" itu tiada putus-putusnya senantiasa menyinari kalbu kaum mukminin dan muslimin terus menerus. Akan tetapi hanya hati yang bersih bening dan dilingkari oleh iman yang membaca saja yang bisa melihat dan menyadari terhadap pancaran "Nuuru Nubuwwatihi SAW" yang menyinar ke dalam dirinya. Sedangkan hati yang masih kotor, yakni hati yang masih tertutup tebal oleh blenggunya aghyaar (apa-apa selain Alloh), hari yang masih dikotori oleh kabut pedutnya nafsu, hati yang masih diblenggu oleh rantai imprialis ananiyah, sekalipun masih ada iman sedikit-sedikit, akan tetapi tidak dikaruniai "bashiiroh" atau penglihatan batin sehingga tidak menyadari bahwa dirinya adalah hanya sebagai hamba Alloh sebagai ABDULLOH yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, bahwa dirinya adalah sebagai ummat Rosululloh SAW yang senantiasa menerima jasa dan oleh karena itu seharusnya senantiasa sadar dan ingat kepada Rasululloh SAW setiap saat setiap detik.
Jadi hati manusia itu ibaratnya seperti kaca cermin (kaca pengilon). Jika kotor tertutup oleh debu tidak bisa dipakai bercermin sebab tidak bisa memantulkan cahaya yang menyinarinya. Baru bisa dipakai bercermin apabila digosok dibersihkan debu-debu dan kotoran yang menempel. Begitu juga hati manusia. Apabila kotor, tidak jernih, tidak bisa memantulkan cahaya kebenaran yang memancar ke dalam dirinya. Maka dari itu usaha menjernihkan hati harus dilakukan secara terus menerus. Tidak cukup hanya satu kali. Operasi mental merupakan proses yang harus berkesinambungan, agar supaya hati tetap dalam keadaan jernih dan bersih dari kotoran-kotoran dosa yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Suka ·  · 

No comments:

Post a Comment