Friday, April 22, 2016

AL GHOUTS JALAN KEBENARAN

I.      Al-Ghauts Dan Jalan Kebenaran
1.                Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi terawal dan terakhir
Nabi Muhammad Saw sebagai nabi yang dicipta paling pertama dan yang diutus paling akhir. Allah Swt mengambil perjanjian kepada para nabi dan para rasul dengan Nabi Muhammad Saw, sebelum mereka diturunkan kedunia untuk memimpin ummatnya.
Hadid dari Irbadl bin Sariyah Ra, Rasulullah Saw bersabda : [1]
كُنْتُ أَوَّلُ النَبِيِّيْنَ فِي الخَلْقِ وَأخِرُهُمْ فِي البَعْثِ  
Aku adalah pertama-tamanya para nabi didalam makhluk, dan paling akhirnya mereka dalam pengutusan.
Pada masa azal, para nabi dan rasul As mengambil perjanjian kepada Rasulullah Saw. Sebagaimana keterangan dalam Qs.  Ali Imran  : 81 : [2]
وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيْثَاقَ النَبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ ذَالِكَ إِصْرِي, قَالُوْا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُواوَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَاهِدِيْنَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian (pembaiatan-pen) dari para nabi. Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah. Kemudian datang kepadamu seorang rasul, yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh beriman kepadanya dan menolongnya. Allah berfirman :”apakah kamu menerima perjanjian-Ku” ?. Mereka menjawab : “Kami mengakui”.  Allah berfirman : (Kalau begitu) bersaksilah kamu semua (hai para nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.
Ayat diatas dijelaskan lagi dalam Qs. al-Ahzaab : 7 :
 وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبْيِّيْنَ مِيْثَاقَهُمْ
Dan, ketika Kami (Allah) mengambil perjanjian kepada para nabi.
Dalam memberikan ulasan kepada ayat ini,  al-Haafidz Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi (w. 544 H) dalam kitab as-Syifa’, dalam juz I bab I pada pasal 7, dengan menukil fatwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw : [3]
لَمْ يَبْعَثِ اللهُ نَبْيًّا مِنْ اَدَمَ وَمَنْ بَعْدَهُ إِلاَّ أَخَذَ عَلَيْهِ العَهْدَ فِي مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Allah tidak  mengutus seorang nabi, dari nabi Adam dan para nabi sesudahnya, kecuali Dia (Allah) mengambil perjanjian dengan Nabi Muhammad Saw.
Demikian pula, Syeh Yusuf an-Nabhani Ra juga menukil fatwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw dan sahabat Abdullah bin Abbas Ra, menjelaskan : [4]
لَمْ يَبْعَثِ اللهُ نَبِيًّا مِنْ آدَم وَمَنْ بَعْدَهُ إِلاَّ أَخَذَ عَلَيْهِ العَهْدَ فِي مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ
 بُعِثَ وَهُوَ حَيٌّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ وَلَيَنْصُرَنَّهُ.
Allah tidak mengutus para nabi dari Adam dan nabi sesudahnya, kecuali (Dia) mengambil perjanjian (baiat) kepada mereka dengan Nabi Muhammad Saw. Jika (Muhammad) diutus dan mereka hidup pada masanya (Muhammad), maka mereka akan iman dan menolongnya (Muhammad).
Dalam hadis lain dalam kitab al-Anwar al-Muhammadiyah-nya Syeh an-Nabhani Ra diterangkan :  Allah bersabda kepada para nabi-Nya : “Jika kamu semua iman kepada Muhammad, Aku akan menjadikanmu sebagai nabi”. Mereka menjawab : “Kami beriman kepada kenabiannya.  Allah bersabda : “Aku menyaksikan kepadamu semua”.
Hadis riwayat al-Haakim dari Abdullah bin Abbas Ra.  Ia berkata : [5]
أَوحَى اللهُ إِلَى عِيْسَى : آمِنْ بِمُحَمَّدٍ  وَمُرْ مَنْ أُدْرِكُهُ أَنْ يُؤْمِنُوا بِهِ  فَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَاخَلَقْتُ آدَمُ وَلاَ النَارُ وَلاَ الجَنَّةُ.
Allah memberikan wahyu kepada Nabi Isa :Berimanlah kamu dengan Muhammad dan perintahkanlah kepada orang yang kamu temui agar mereka beriman kepadanya. Dan sekiranya tanpa Muhammad Aku tidak menciptakan Adam, neraka dan surga.
Karena pentingnya menemukan guru yang hatinya tidak pernah lupa kepada Allah Swt serta dapat menjelaskan tentang-Nya secara benar, Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah agar diberi petunjuk/ jalan untuk memperjuangkan ummat tentang pemahaman Guru Ruhani Yang Kamil, dengan doa rabiyhah (nida’ serta hubungan ruhani) kepada Syeh Kamil Mukammil, yang dapat mengantarkan untuk menemukannya.
يَأَيُّهَا الغَوْثُ سَـلاَمُ اللهِ      عَلَيْكَ رَبِّـنِي  بِإِذِنِ اللهِ
وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْرَةٍ     مُوصِلَةٍ لِلْحَـضْرَةِ العَيِيَّةِ
          Duhai Ghausuz Zaman, salam Allah (tercurahkan) kepadamu. Bimbinglah aku dengan izin Allah.            Pancarilah aku, duhai guruku, dengan sinar iman (mu) yang mengantarkan (aku) keharibaan Tuhan Yang Maha Tinggi.
Dan setelah doa ini diamalkan, beberapa orang mendapatkan pengalaman ruhani bertemu (melalui mimpi atau jaga) dengan Rasulullah Saw yang memberitahukan tangan nama dan pribadi seseorang yang Allah Swt menghendakinya sebagai al-Ghauts pada saat ini (baca, saat seseorang mengamalkan doa rabithah tersebut).



[1].     HR. Ahmad, dan Bukhari (dalam at-Taarikh), Abu Nuaim (dalam Dalail an-Nubuwwah dan al-Hilyah), Ibnu Abi Hatim (dalam Tafsir-nya), al-Haakim, Tirmidzi (dan ia mengatakan : ini hadis hasan dan lagi shahih), al-Haakim dan Ibnu Hibban dari Irbadl bin Sariyah (dalam Shahih-nya).
Yang perlu diperhatikan, diantara para ulama dalam menilai sebuah hadis – sebagaimana kesimpulan dari Dr. KH. Said Aqil Siraj MA (Ketua Umum PBNU tahun 2010 M - ) dan kader NU lainnya -, banyak yang masih beraroma politik (lihat buku Kiai Menggugat Mengadili Pemikiran Kang Said). Seperti tuduhan maudlu’ (lihat buku Ensiklopedi Islam jilid 4 pada bagian “N“, {buku milik negara}), yang dilakukan oleh Abul A’laa al-Afiifiy dan pengikutnya terhadap hadis yang berkaitan dengan keduhuluan Jiwa dan Nur Nabi Muhmmad Saw, bisa dinilai beraroma politik.   
[2].     Para nabi berjanji kepada Allah Swt, bila mana datang seorang rasul bernama Muhammad, mereka akan beriman dan menolongnya. Buku al-Qur’an Dan Terjemahnya, terbitan “al-Mujamma’ al-Malik Fahd lit-Thiba’ al-Mush-haf  as-Syarifah Medinah Munawwarah” Kerajaan Arab Saudi.
[3].     Kitab as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi, dalam juz I bab I pada pasal 7.
[4].     Kitab  kitab al-Anwar al-Muhammadiyah. Kitab as-Syifa’-nya al-Qadli Iyadl, juz I bab I dalam pasal ketujuh. Kitab al-Hawi lil Fatawi-Nya Imam Suyuthi, juz II pada bab “irsal al-nabi ilal malaikah”, diriwayatkan dari Aby Haatim as-Suddiy.
[5].     Kitab al-Haawi lil Fatawi-nya Imam Suyuthi, juz II pada bab “irsaal an-nabiy alal malaikah” 

No comments:

Post a Comment