I. Al-Ghauts Dan Jalan Kebenaran
1.
Nabi
Muhammad Saw sebagai Nabi terawal dan terakhir
Nabi Muhammad Saw sebagai nabi yang dicipta paling
pertama dan yang diutus paling akhir. Allah Swt mengambil perjanjian kepada
para nabi dan para rasul dengan Nabi Muhammad Saw, sebelum mereka diturunkan
kedunia untuk memimpin ummatnya.
كُنْتُ أَوَّلُ النَبِيِّيْنَ فِي
الخَلْقِ وَأخِرُهُمْ فِي البَعْثِ
Aku
adalah pertama-tamanya para nabi didalam makhluk, dan paling akhirnya mereka
dalam pengutusan.
Pada
masa azal, para nabi dan rasul As mengambil perjanjian kepada Rasulullah Saw.
Sebagaimana keterangan dalam Qs. Ali
Imran : 81 : [2]
وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيْثَاقَ
النَبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ
مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ
أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ ذَالِكَ إِصْرِي, قَالُوْا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُواوَأَنَا
مَعَكُمْ مِنَ الشَاهِدِيْنَ
Dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian (pembaiatan-pen) dari para nabi. Sungguh
apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah. Kemudian datang
kepadamu seorang rasul, yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan
sungguh beriman kepadanya dan menolongnya. Allah berfirman :”apakah kamu
menerima perjanjian-Ku” ?. Mereka menjawab : “Kami mengakui”. Allah berfirman : (Kalau begitu) bersaksilah
kamu semua (hai para nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.
Ayat
diatas dijelaskan lagi dalam Qs. al-Ahzaab : 7 :
وَإِذْ
أَخَذْنَا مِنَ النَّبْيِّيْنَ مِيْثَاقَهُمْ
Dan,
ketika Kami (Allah) mengambil perjanjian kepada para nabi.
Dalam memberikan ulasan kepada ayat ini, al-Haafidz Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi
(w. 544 H) dalam kitab as-Syifa’, dalam juz I bab I pada pasal 7, dengan
menukil fatwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw : [3]
لَمْ يَبْعَثِ اللهُ
نَبْيًّا مِنْ
اَدَمَ وَمَنْ بَعْدَهُ إِلاَّ أَخَذَ عَلَيْهِ العَهْدَ فِي مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Allah
tidak mengutus seorang nabi, dari nabi
Adam dan para nabi sesudahnya, kecuali Dia (Allah) mengambil perjanjian dengan
Nabi Muhammad Saw.
Demikian pula, Syeh Yusuf an-Nabhani Ra juga menukil fatwa
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw dan sahabat Abdullah bin Abbas Ra, menjelaskan
: [4]
لَمْ يَبْعَثِ اللهُ نَبِيًّا مِنْ
آدَم وَمَنْ بَعْدَهُ إِلاَّ أَخَذَ عَلَيْهِ العَهْدَ فِي مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ
بُعِثَ وَهُوَ حَيٌّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ
وَلَيَنْصُرَنَّهُ.
Allah tidak mengutus para nabi dari Adam dan nabi sesudahnya,
kecuali (Dia) mengambil perjanjian (baiat) kepada mereka dengan Nabi Muhammad
Saw. Jika (Muhammad) diutus dan mereka hidup pada masanya (Muhammad), maka
mereka akan iman dan menolongnya (Muhammad).
Dalam hadis lain dalam kitab al-Anwar
al-Muhammadiyah-nya Syeh an-Nabhani Ra diterangkan : Allah bersabda kepada para nabi-Nya : “Jika
kamu semua iman kepada Muhammad, Aku akan menjadikanmu sebagai nabi”. Mereka
menjawab : “Kami beriman kepada kenabiannya.
Allah bersabda : “Aku menyaksikan kepadamu semua”.
أَوحَى اللهُ إِلَى عِيْسَى : آمِنْ
بِمُحَمَّدٍ وَمُرْ مَنْ أُدْرِكُهُ أَنْ
يُؤْمِنُوا بِهِ فَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ
مَاخَلَقْتُ آدَمُ وَلاَ النَارُ وَلاَ الجَنَّةُ.
Allah
memberikan wahyu kepada Nabi Isa :Berimanlah kamu dengan Muhammad dan
perintahkanlah kepada orang yang kamu temui agar mereka beriman kepadanya. Dan
sekiranya tanpa Muhammad Aku tidak menciptakan Adam, neraka dan surga.
Karena pentingnya menemukan guru yang
hatinya tidak pernah lupa kepada Allah Swt serta dapat menjelaskan tentang-Nya
secara benar, Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah
agar diberi petunjuk/ jalan untuk memperjuangkan ummat tentang pemahaman Guru
Ruhani Yang Kamil, dengan doa rabiyhah (nida’ serta hubungan ruhani) kepada
Syeh Kamil Mukammil, yang dapat mengantarkan untuk menemukannya.
يَأَيُّهَا الغَوْثُ سَـلاَمُ اللهِ عَلَيْكَ رَبِّـنِي بِإِذِنِ اللهِ
وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْرَةٍ مُوصِلَةٍ لِلْحَـضْرَةِ العَيِيَّةِ
Duhai Ghausuz Zaman, salam Allah
(tercurahkan) kepadamu. Bimbinglah aku dengan izin Allah. Pancarilah aku, duhai guruku, dengan
sinar iman (mu) yang mengantarkan (aku) keharibaan Tuhan Yang Maha Tinggi.
Dan
setelah doa ini diamalkan, beberapa orang mendapatkan pengalaman ruhani bertemu
(melalui mimpi atau jaga) dengan Rasulullah Saw yang memberitahukan tangan nama
dan pribadi seseorang yang Allah Swt menghendakinya sebagai al-Ghauts pada saat
ini (baca, saat seseorang mengamalkan doa rabithah tersebut).
[1]. HR.
Ahmad, dan Bukhari (dalam at-Taarikh), Abu Nuaim (dalam Dalail
an-Nubuwwah dan al-Hilyah), Ibnu Abi Hatim (dalam Tafsir-nya),
al-Haakim, Tirmidzi (dan ia mengatakan : ini hadis hasan dan lagi shahih),
al-Haakim dan Ibnu Hibban dari Irbadl bin Sariyah (dalam Shahih-nya).
Yang perlu diperhatikan, diantara para ulama dalam
menilai sebuah hadis – sebagaimana kesimpulan dari Dr. KH. Said Aqil Siraj MA
(Ketua Umum PBNU tahun 2010 M - ) dan kader NU lainnya -, banyak yang masih
beraroma politik (lihat buku Kiai Menggugat Mengadili Pemikiran Kang Said).
Seperti tuduhan maudlu’ (lihat buku Ensiklopedi Islam jilid 4
pada bagian “N“, {buku milik negara}), yang dilakukan oleh Abul A’laa
al-Afiifiy dan pengikutnya terhadap hadis yang berkaitan dengan keduhuluan Jiwa
dan Nur Nabi Muhmmad Saw, bisa dinilai beraroma politik.
[2]. Para
nabi berjanji kepada Allah Swt, bila mana datang seorang rasul bernama
Muhammad, mereka akan beriman dan menolongnya. Buku al-Qur’an Dan
Terjemahnya, terbitan “al-Mujamma’ al-Malik Fahd lit-Thiba’
al-Mush-haf as-Syarifah Medinah
Munawwarah” Kerajaan Arab Saudi.
[3]. Kitab
as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi, dalam juz I bab I pada
pasal 7.
[4]. Kitab
kitab al-Anwar al-Muhammadiyah.
Kitab as-Syifa’-nya al-Qadli Iyadl, juz I bab I dalam pasal ketujuh.
Kitab al-Hawi lil Fatawi-Nya Imam Suyuthi, juz II pada bab “irsal
al-nabi ilal malaikah”, diriwayatkan dari Aby Haatim as-Suddiy.
[5]. Kitab
al-Haawi lil Fatawi-nya Imam Suyuthi, juz II pada bab “irsaal an-nabiy
alal malaikah”
No comments:
Post a Comment