D.
Ulama Waratsatul Anbiya’
Setiap orang (lebih-lebih yang telah
dianggap masarakat sebagai ulama) tidak ada yang mendakwakan dirinya sebagai
pengkhianat sunnah rasul. Mereka mendakwakan dirinyalah orang (ulama)
yang paling sesuai dengan sunnah rasul. Eronis sekali, kenyataan yang terjadi
dalam kehidupam ummat era dewasa ini. Namun, sebagai mukmin, kita tidak boleh
berputus asa. Sebab Rasulullah Saw memberitahukan, bahwa Allah Swt senantiasa
menurunkan seorang ulama sebagai pengganti dan penerus risalah Islam. Hadis riwayat Imam
Bukhari dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda : [1]
وَإِنَّهُ لاَ نبِيَّ
بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَائِي
Dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudah-Ku, dan yang akan ada para khalifah-Ku
Ulama
yang yang ditunjuk oleh Allah Swt sebagai khalifatur rasul senantiasa bertaqwa
dan benar-benar takut kepada-Nya.
Firman
Allah Swt, Qs. Fathir : 11 :
إنَّمَا يَخْشَى
اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاء
Sesungguhnya orang yang takut kepada
Allah diantara para hamba-Nya, hanyalah para ulama.
Tentang makna ulama yang dimaksud dalam surat
Fathir ini, al-Ghauts fi Zamanihi Imam al-Qusthalani Ra (w. 858 H) menjelaskan :
الذِينَ عَلِمُوا قُدْرَتَهُ وَسُلْطَانَهُ فَمَنْ كَانَ أَعْلَمُ كَانَ
أَخْشَى اللهَ. وَلِذَا قَالَ عَلَيْهِ السَلاَمُ : أَنَا أَخْشَاكُمُ اللهَ
وَأَتْقَاكُمْ لَهُ
Orang-orang yang
alim tentang kekuasaan dan kerajaan Allah. Barang siapa lebih alim, dialah
lebih takut. Dan karenanya Rasulullah Saw bersabda : Akulah orang yang
paling takut kepada Allah diantara kalian, serta paling takwa kepada-Nya. [2]
Malu dan takut merupakan sifat reflek
dari manusia. Dan iman yang telah tertanam didalam hati, akan menumbuhkan rasa
malu dan takut secara reflek pula. Ulama bukan malaikat. Dia adalah manusia,
yang dapat terpeleset dalam kekeliruan. Diantara ukuran keulamaan seseorang
terletak pada perasaan malu dan takut kepada Allah Swt ketika terperosok pada
kemaksiatan. Seorang ulama yang hakiki, adalah seseorang yang didalam hatinya akan
muncul perasaan malu dan takut kepada Allah Swt, ketika terpeleset kepada
kemaksiatan. Dan kemudian segera
bertaubat dan membenahi diri. Ulama seperti inilah yang disifati oleh
Rasulullah Saw sebagai pelita dunia.
HR. Abu Daud,
Nasa'i dan Baihaqi, Rasulullah Saw bersabda :
العُلَمَاءُ سِرَاجُ الدُنْيَا. العُلَمَاءُ مِصْبَاحُ العَالَمِ
Ulama
adalah pelita dunia. Ulama adalah pelita
alam.
Hadis
ini dapat juga dipahami dengan makna lain. Yakni, ulama yang menjadi penerus
risalah Islam, akan diberi karamah oleh Allah Swt sebagai pelita dunia.
Artinya, para ulama ahli syari’ah memiliki ilmu untuk menjelaskan halal dan
haram. Dengan ilmunya ulama ini, ummat tersinari dan kemudian dapat memahami
hukum-hukum Allah Swt yang berkaitan dengan prilaku lahiriyah. Sedangkan para
waliyullah (al-Ghauts Ra) diberi karamah berupa radiasi batin yang bermanfaat
untuk mengantar dan membimbing manusia sadar kembali serta makrifat kepada
Allah wa Rasulihi Saw.
Pengertian
ulama pewaris nabi, Imam Sofyan Tsaury Ra (pendiri madzhab fiqih, ulama sufi dan
ahli dalam bidang hadis) membaginya kedalam 3 (tiga) bagian : [3]
العُلَمَاءُ ثَلاَثَةٌ :عَالِمُ
بِاللهِ يَخْشَى اللهَ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِأَمْرِ اللهِ, عَالِمٌ بِاللهِ
وَعَالِمٌ بِأَمْرِ اللهِ يَخْشَى اللهَ فَذَاكَ
العَالِمُ الكَامِلُ, وَعَالِمٌ بِأَمْرِ
اللهِ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِاللهِ فَذَاكَ العَالِمُ الفَاجِرُ
Ulama ada tiga
kelompok;
Ulama yang memahami tentang ilmu
BILLAH, serta takut kepada Allah, namun ia tidak alim tentang hukum-hukum
Allah. Dan, Ulama yang memahami BILLAH serta
alim tentang hukum-hukum Allah, dan ia takut kepada Allah. Dan dialah orang
alim yang sempurna. Dan, Ulama yang memahami hukum-hukum Allah, tapi
tidak alim tentang ilmu BILLAH. Dan dialah ulama yang durhaka. [4]
Penjelasan
Imam Sufyan Tsuary Ra (guru Imam
Syafi’i) tentang ukuran waratsatul anbiya’, ditentukan oleh tiga hal. Pertama;
dari sifat khasy’yah (benar-benar takut) seseorang kepada Allah Swt. Kedua,
dari kemampuan memahami dan mengetrapkan ilmu LILLAH dan BILLAH. Ketiga,
dari penguasaan terhadap ilmu agama yang membahas ibadah lahiriyah maupun
batinyah. Seorang ulama yang memiliki dan menguasai ketiga ilmu diatas, dialah
ulama yang Kamil Mukammil (al-Ghauts Ra).
العِلْمُ
عِلْمَانِ فَعِلْمٌ فِي القَلْبِ فَذَاكَ العِلْمُ الناَفِعُ وَعِلْمٌ عَلَى
اللِسَانِ فَذَاكَ حُجَّةُ اللهِ عَلَى ابْنِ أَدَمَ
Ilmu itu ada dua :
ilmu yang ada dalam hati dan itulah ilmu yang manfaat, serta ilmu yang ada
diatas lisan dan itulah hujjah (bukti kebenaran) untuk anak Adam.
Para ulama waratsatul
anbiya tersebut, membawa “Nur Ilahiyah” yang diwarisi dari Rasulullah
Saw. Mereka diberi kedudukan yang tinggi oleh Allah Swt sebagai sarana, tempat dan
pintu untuk menghormat Allah Swt wa Rasulihi Saw.
مَنْ أَكْرَمَ
عَالِمًا أَكْرَمَنِي وَمَنْ أَكْرَمَنِي أَكْرَمَ الله
Barang siapa
menghormat orang yang alim berarti ia telah menghormat aku (Rasulullah). Dan
barang siapa menghormat aku berarti ia telah menghormat Allah.
أَكْرِمُواالعُلَمَاءَ فَإِنَّهُم وَرَثَةُالأَنْبِيَاءِ
فَمَنْ أَكْرَمَهُمْ فَقََدْ أَكْرَمَ اللهَ وَرَسُولَهُ
Mulyakanlah para ‘ulama, karena sesungguhnya
mereka itu pewaris para nabi. Barang siapa yang memulyakan mereka berarti
memulyakan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam
al-Qur'an dan hadis telah dijelaskan, bahwa Rasululah Saw adalah pimpinan dari
semua mahluk, dan sekaligus - dengan Nur Ilahiyah yang ada padanya -, sebagai
penjaga kelestarian alam semesta. Dan atas izin dan perintah Allah Swt semata, setelah
kepulangan Rasulullah Saw kehadirat Allah Azza wa Jalla, nur ilahiyah tersebut diwariskan
kepada para ulama penerus risalah Islam. Diantara para pewaris tersebut, ada
ulama pewaris ilmu lahir, dan ada pula ulama pewaris ilmu dan kekuatan batin. Sedangkan
yang kita bahas dalam makalah ini, hanya berkaitan dengan ulama pewaris ilmu
dan kekuatan batin, yakni para auliyaillah, dan khsusnya al-Ghauts Ra.
Mereka
Tanda-tanda ulama pewaris sirri (kemampuan batin) rasul, antara lain :
a.
memiliki tugas – dengan doa dan karamahnya - sebagai
penjaga kelestarian bumi dan isinya. Allah Swt mewariskan bumi dan seluruh isinya kepada
hamba yang dikehendaki-Nya. Firman
Allah Swt, Qs.
al-Anbiya’: 106 :
إِنَّ الأَرْضَ للهِ يَرِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه
Sesungguhnya bumi itu milik Allah,
yang diwariskannya kepada orang yang dikehendaki dari antara hambanya (Qs. al-Anbiya’
: 106).
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِكْرِ
أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَالِحُونَ
Dan sungguh telah Kami tulis dalam
Zabur, setelah (tertulis) dalam lauh mahfudz, sesungguh-
nya bumi ini
diwarisi oleh hamba-Ku yang shalih.
Para pembesar ulama kaum sufi dan para auliyaillah,
mengatakan bahwa yang dimaksud pewarisan dalam ayat ini, adalah
pewarisan tentang penguasaan secara batiniyah. Mereka dibekali oleh
Allah Swt kekuatan sirri yang menembus kepenjuru alam (lahu sirrun yasri fil alam).
Dalam ayat
al-Qur’an yang lain, diterangkan Nabi Zakaria As – dengan izin Allah Swt -, mewariskan
jabatan kenabian kepada Nabi Yahya As. Allah Swt berfirman, Qs.Maryam : 5 – 6 :
فهَبْ ِليْ مِنْ لدُنْكَ وَلِيًّا يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ
أَلِ يَعْقُوب وَاجْعَلْه رَبِّ رَاضِيًّا
(Nabi
Zakariya As berdoa) : [8] Anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang mewarisi aku
dan dari keluarga Ya’qub. Jadikanlah ia, wahai Tuhanku, orang yang ridlai
(kepada-Mu).
b.
Mewarisi ilmu Rasulullah Saw. Hadis riwayat Imam Bukhari sabda Rasulullah Saw :
زُوِيَتْ لِيَ
الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ
أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung
timur dan ujung baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan
sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
Rasulullah Saw bersabda:
اِنَّ مِنَ العِلْمِ كَهَيْئَةِ المَكْنُوْنِ لاَ يَعْلَمُهُ اِلاَّ العُلَمَاءُ بِاللهِ فَاِذَا نًطَقُوا بِهِ لَمْ يُنْكِرْهُ اِلاَّ اَهْلُ الاِغْتِرَارِ بِاللهِ
Sesungguhnya ada
sebagian ilmu yang
dirahasiakan, tidak dapat mengetahuinya kecuali oleh ‘Ulama Billah. Maka
apabila mereka (ulama Billah) mengungkapkannya, tidak seorang-pun yang membantahnya, kecuali
orang-orang yang tidak paham tentang Allah.[9]
لَيْسَ العِلْمُ بِكَثْرَةِ الرِّوَايَةِ إِنَّمَا العِلْمُ
نُورٌ يُقْذَفُ فِي القَلْبِ
Ilmu itu, bukan
karena banyaknya bercerita. Sesungguhnya ilmu adalah “nur” (ilahiyah) yang
diletakkan didalam hati.
c.
Mewarisi kandungan isi al-Qur'an dan kitab-kitab suci
sebelumnya.
ثُمَّ أوْرَثْنَا الكِتَابَ الذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا
Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an)
kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami”. (Qs, Fathir : 32).
Setelah Rasulullah Saw pulang
kerahmatullah, kandungan al-Qur’an diwariskan kepada hamba yang dipilih oleh
Allah Swt sendiri.
Imam
Ibnu Katsir, dalam tafsirnya menjelaskan tentang hamba yang terpilih adalah :
هُمْ أُمَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَرَثَهَمُ اللهُ كُلَّ كِتَابٍ أَنْزَلَهُ
Mereka itu adalah ummat Nabi Muhammad Saw, yang Allah telah
mewariskan kepadanya seluruh kitab yang diturunkan.
Sedankan
Imam Suyuthi dalam kitab Tafsir Jalalain menjelaskan; [11] bahwa terjadinya pewarisan setelah kematian :
وَالمِيْرَاثُ فِيْمَا صَارَ لِلإِنْسَانِ بَعْدَ مَوْتٍ
Pewarisan sebagaimana yang terjadi
pada manusia, terjadinya setelah kematian.
Dan Imam al-Qurthubi, dalam tafsirnya
menjelaskan makna “kitab” dalam ayat
ini :
هَاهُنَا يُرِيْدُ بِهِ مَعَانِي الكِتَابِ وَعِلْمِهِ وَأَحْكَامِهِ
وَعَقَائِدِه
Disini, yang dimaksud dengan makna kitab, adalah ilmu,
hukum dan aqidah yang terkandung didalamnya. Sedangkan untuk makna hamba-hamba
Kami, adalah
: [12]
تُوَارَثُوا الكِتَابَ بِمَعْنَى أَنَّهُ إِنْتَقَلَ عَنْ
بَعْضِهِمْ إِلَى أخَرَ وقَالَ اللهُ وَلَقَدْ أَتَيْنَا دَوُودَ وَسُلَيْمَانَ
عِلْمًا وَقَالاَ الحَمْدُ للهِ الذِي فَضَّلَنَا عَلَي كَثِيْرٍ مِنْ عِبَادِهِ
المُؤْمِنِيْنَ وَوَارَث سُلَيْمَانُ دَاوُدَ, وَقَالَ يَاأَيُّهَا النَاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَيْرِ
وَأُوتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْئٍ, إنَّ هَذَا لَهُوَ الفَضْلُ المُبِيْنُ
Mereka mewariskan kitab suci. Artinya,
Perpindahan warisan tersebut dari orang kepada orang lain (secara estafet). Allah berfirman
(Qs. an-Naml : 15 - 16) : Dan sungguh Kami memberi Dawud dan Sulaiman
sebuah ilmu. Dan mereka berdua mengatakan :”segala puji bagi Allah
yang telah melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman. Dan
Sulaiman mewarisi (ilmu, kerajaan dan kenabian) dari Daud. Sulaiman berkata : Wahai manusia
kami telah diberi pengertian tentang ucapan burung, dan kami diberi segala
sesuatu. Sesungguhnya semua ini suatu karunia yang nyata.
Dan dalam keterangan selanjutnya,
Imam al-Qurthubi menjelaskan :
فَإِذَا أَجَازَ النُبُوَّةُ
لِلْوِرَاثَةِ فَكَذَالِكَ الكِتَابُ
Jika (rahasia) kenabian saja dapat
diwariskan, apalagi (kandungan) kitab al-Qur’an.
Jadi,
kesimpulan yang dapat diambil dari keterangan beberapa hadis dan ayat al-Qur’an
diatas, antara lain :
1.
Sepeninggal
Rasulullah Saw, kandungan dan sirri al-Qur’an diwariskan kepada salah satu
hamba Allah Swt yang terbaik pada masanya, dan yang dipilih oleh Allah Swt
sendiri (bukan pilihan manusia/ rakyat).
2.
Penerimaan
warisan tersebut secara spontan antara pewaris (al-Ghauts Ra) dan pemberi
warisan (Rasulullah Saw).
3.
Para
pewaris kandungan al-Qur’an tidak perlu susah payah dalam memperolehnya. Atas
kehendak Allah Swt, mereka dapat memahami al-Qur’an secara spontan, atau diinstal
secara langsung, dalam istilah computer.
Meski demikian, karena akhlaknya yang mulia, mereka sering menyembunyikan kemampuannya
tersebut.
4.
Dan
ulama pewaris al-Qur’an dan sirri Rasulullah Saw inilah yang dimaksud dengan ulama
waratsatul anbiya’.
5.
Karena
Rasulullah Saw hanyalah satu orang, maka penerima warisan seperti ini juga
hanyalah satu orang. Yang mana setiap beliau Ra al-Marhum, Rasulullah Saw
mencari satu ummatnya yang terbaik untuk menerima warisan tersebut.
إِنَّ
سِرَّكُمْ أَنْ تَقْبَلَ صَلاَتَكُمْ فَلْيَؤُمُكُمْ عُلَمَاءُكُمْ فَإِنَّهُمْ
وَفْدُ كُمْ فِيْمَا بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ اللهِِ
Sesungguhnya rahasiamu, sekiranya
diterima sholatmu, maka mengimami kamu semua ulama’ kamu semua. Karena
sesungguhnya ulama tersebut sebagai perantaramu antara kamu dan Allah.
Syeh Ali Ibn Muhammad al-‘Azizi (w.
1070 H) dalam kitab Siraj al-Munir Ala al-Jami’ as-Shaghir, memberi penjelasan makna ulama dalam hadis
ini, sebagai berikut :
هُمْ الوَاسِطَةُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ
رَبِّكُمْ لآَنَّ الوَاسِطَ الآَصْلِيَ هُوَالنَّبِي صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمْ وَرَثَتُهُ
Merekalah
(para ulama – pen) sebagai perantara antara kamu semua dan
Tuhanmu. Sesungguhnya perantara yang asli adalah Nabi Saw, mereka itu
merupakan waris Rasulullah Saw.
F. Awal Pembahasan Al Ghouts Ra ......bersambung.......
CATATAN :
[4]. Dalam kitab Muhtashar
Ihya’-nya Imam Ghazali, pada bab I, (tentang Ilmu) pasal ulasan “afat
ilmu”, Imam Hasan al-Bashri
berkata :
عُُقُوبَةُ العُلمَاءِ مَوْتُ القَلْبِ وَمَوْتُ القَلْبِ طَلَبُ الدُنْيَا بِعَمَلِ الاخِرَةِ :
Siksaan bagi para ulama itu matinya hati. Matinya hati itu mencari dunia dengan amalan akhirat.
عُُقُوبَةُ العُلمَاءِ مَوْتُ القَلْبِ وَمَوْتُ القَلْبِ طَلَبُ الدُنْيَا بِعَمَلِ الاخِرَةِ :
Siksaan bagi para ulama itu matinya hati. Matinya hati itu mencari dunia dengan amalan akhirat.
[5]. Sunan
ad-Darimiy, juz I/ 360.
[6]. Kitab Siraj
at-Thalibiin juz II, hlm : 74. kitab Lubb al-Lubab Fii Tahrir al-Insan-nya
imam Suyuthi).
[7]. Lihat kitab Siraj
at-Thalibin nya Syeh Dahlan al-Kadiri, (penerbit “dar al-fifri” Beirut
Libanon, tt. Kemudian disebut Siraj at-Thalibin), juz I, hlm : 74
[8]. Ketika Nabi Zakaria As merasa dirinya sudah
tua, sedangkan belum ada orang yang dapat melanjutkan perjuangannya, maka ia berdoa
kepada Tuhan untuk memohon anak yang diridlai-Nya agar dapat melanjutkan dan
mewarisi perjuangan.
[9]. Untuk
lebih jelasnya dalam memahami makna hadis ini lihat buku : Tafsir Ayat-Ayat
Cahaya bagian kedua (penerbit
Pustaka Progressif, tahun 1998) hlm 33. Atau kitab Misykatul Anwar-nya Imam
al-Ghazaliy, dalam Majmu’ah Rasail lil-Ghazali. Atau buku Zikir dan
Kontemplasi dalam Tasawuf-nya Dr. Mir.Valiuddin – ilmuawan dan sufi dari
Pakistan , terbitan Pustaka Hidayah, dalam bab I dan bab II. Atau kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya
Syeh Syihabuddin Suhrawardi Ra dalam bab 62. Iqadul
[10]. Kitab Muhtashar
Ihya’ bab I dalam pasal “adabul muta’allim”
[11]. Syeh Jalaluddun as-Suyuthi dalam
kitab tafsir Jalalain, menjelaskan
kata ثُمَّ أَورَثْنَا , sama arti
dengan kata أَعْطَيْنَا = Kami
berikan. Syeh Ahmad as-Shawi dalam b tafsir Shawi juz
III, hlm 313, menjelaskan;
وَوَجْهُ تَسْمِيَتُهُ مِيْرَاثًا أَنَّ المِيْرَاثْ يَحْصُلُ لِلْوَارِثِ بِلاَ تَعَبٍ وَلاَ نَصبٍ وَكَذَالِك َإِعْطَاءُ الكِتَاب حَاصِلٌ بِلاَ تَعَبٍ وَلاَ َصَبٍ
alasan penggunaan pewarisan disini adalah perolehannya tanpa susah payah. Begitu pula, pewarisan al-Qur’an kepada penerimanya, tanpa susah payah.
وَوَجْهُ تَسْمِيَتُهُ مِيْرَاثًا أَنَّ المِيْرَاثْ يَحْصُلُ لِلْوَارِثِ بِلاَ تَعَبٍ وَلاَ نَصبٍ وَكَذَالِك َإِعْطَاءُ الكِتَاب حَاصِلٌ بِلاَ تَعَبٍ وَلاَ َصَبٍ
alasan penggunaan pewarisan disini adalah perolehannya tanpa susah payah. Begitu pula, pewarisan al-Qur’an kepada penerimanya, tanpa susah payah.
[12]. Imam
al-Qurthubi dalam tafsir al-Qurthubi, pada surat an-Naml ayat 16,
menjelaskan makna pewarisan, dengan sabda Rasulullah Saw : العُلمَاء
وَرَثة الانْبيَاء : ulama itu pewaris Nabi.
10 . Hadis riwayat
Thabrani dalm kitab nya Mu’jam al-Kabiir
SUMBER : MATERI UP GRADING DA'I WAHIDIYAH
OLEH YPW PUSAT KEDUNGLO KEDIRI.
OLEH YPW PUSAT KEDUNGLO KEDIRI.
Diposkan oleh AHMAD DIMYATHI, S. Ag di 06.34
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
No comments:
Post a Comment