Sebagaimana keterangan diatas, kata Waliy berasal dari al-qur’an dan al-hadits. Dan
mulanya kata ini diperuntukkan kepada orang-orang yang dekat kepada Allah Swt.
Namun, dalam pengembangan bahasa, kata ini dipakai dalam kehidupan sehari-hari
dengan artian yang umum. Misalnya, walimurid, walikota, walikelas,
walipengantin atau wali yang lain.
Diantara manusia, terdapat mereka yang memilih jalan lurus,
sehingga menjadi Waliyyullah. Dan ada pula yang memilih jalan hidup
yang menyimpang, dan kemudian mereka menjadi
Waliyyusy syaithan. Memang,
manusia hanya ada dalam dua posisi. Kalau tidak sebagai waliyullah, berarti
sebagai waliyussyaithan, atau sebaliknya.
Banyak orang yang gemar membahas keberadaan waliyullah. Namun
jarang sekali yang memperhatikan kriteria waliyullah dan waliyus
syaithan. Padahal, menurut sunnah Rasulullah Saw, jika seseorang tidak
menjadi waliyullah, pasti menjadi waliyus syathan. Tidak ada
manusia setengah waliyullah dan setengah waliyus syaithan. Yang
ada hanya waliyullah atau waliyus syaithan. Perjuangan Wahidiyah bertujuan
mengentaskan manusia dari belenggu setan, agar tidak menjadi waliyus
syaithan.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt
menjelaskankan bahwa waliyus
syaithan adalah orang yang hatinya tertutup dari Allah Swt (tidak
sadar billah), dan tidak mau menjadikan Allah Swt sebagai kekasih, penolong,
penguasa dan pelindung bagi dirinya. Mahluk - menurut mereka -, meskipun tanpa
izin Allah Swt juga dapat memberi pertolongan baik kepada dirinya atau kepada
yang lain.
اِنَّاجَعَلْنَاالشَيَاطِيْنَ
اَوْلِيَاءً لِلَّذِ يْنَ لاَيُؤْمِنُوْنَ .
Sesungguhnya Kami
menjadikan setan sebagai wali (penguasa, pelindung, kekasih dan penolong) bagi orang-orang yang tidak
beriman. (Qs. al-A’raf : 28).
وَمَنْ يَتِّخْذ الشَيْطَانَ
وَلِيًّا مِنْ دُ وْنِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِيْنًا
Barang siapa yang menjadikan setan sebagai wali (pelindung,
penolong, kekasih) selain Allah, maka sungguh rugi dengan kerugian yang nyata.(Qs, an-Nisa’ 119).
Ciri-ciri Waliyullah antara lain:
1).
Jiwanya senantiasa
tidak memiliki rasa kawatir dan susah
hati. Firman Allah Swt, QS. Yunus, 62
– 63 :
2).
اَلاَ
اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ, الذِيْنَ
اَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُوْن
Ketahuilah bahwa Sesungguhnya para auliyaillah itu tidak ada rasa khawatir terhadap mereka dan
mereka tidak pula bersedih hati. Yaitu orang orang yang senantiasa beriman dan
mereka senantiasa bertaqwa (kepada Allah)
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, memberi penjelasan makna auliyaillah
dalam ayat ini :
مَنْ
تَوَلاَّهُ اللهُ تعالَى وَتَوَلَّى حِفْظَهُ وَحِيَاطَاتُهُ وَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ:
Waliyullah adalah hamba yang Allah Swt telah menguasainya, menjaga
kehormatannya, membimbing kewaspadaannya dan meridlainya.
Kebanyakan
para ulama, segabai penghormatan, setelah menuliskan atau menyebutkan nama para
waliyullah Ra, menulis atau mengucapkan doa RADLIYALLAHU ANH.
3).
Memahami
dan menerapkan prinsip Lillah – Billah.
HR. Imam Bukhari, Rasulullah Saw bersabda : [2] Allah Swt bersabda :
قَال الله تَعالَى : فَاِذَا اَحْبَبْتُهُ
كُنْتُ سَمْعَهُ الذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الذِي يُبْصِرُبِهِ وَيَدَهُ
الذِي يُبْطِشُ بِهِ وَرِجْلَهُ الذِي يَمْشِي بِهَا اِنْ سَاَلَنِي اَعْطَيْتُهُ
وَاِنْ اسْتَعَاذَ نِي اعَذْ تُهُ.
Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang
digunakan untuk mendengarkan, menjadi penglihatannya yang digunakan untuk
melihat, menjadi tangannya yang digunakan untuk menggenggam, menjadi kakinya
yang digunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta
(sesuatu) kepada-KU niscaya Aku memberinya, dan jika ia meminta perlindungan-Ku
niscaya Aku melindunginya.
5).
Memiliki
kesadaran makrifat kepada Rasulullah Saw (istilah Wahidiyah, Lirrasul - Birrasul).
Sebagaimana tercermin dalam al-Qur’an, hadis dan qaulul ulama, antara lain :
a.
Qs. al-Maidah
: 55 :
b.
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللهُ وَرَسُوْلُه ُ: Sesungguhnya pelindungmu adalah Allah dan rasul-Nya.
c.
Rasulullah
Saw bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَنْ
أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَحْمَعِيْنَ
Tidak
sempurna iman salah seorang dari kamu semua, hingga aku lebih dicintai dari
pada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia. (HR.
Bukhari dan Muslim).
d. Beberapa fatwa para Ulama Arif Billah Ra :
·
Dalam
kitab Sa’adatud Daraini, Syeh Yusuf Ismail An Nabhaniy halaman 431 [4]
menerangkan bahwa, waliyyullah itu seseorang yang telah memiliki kesadaran ma’rifat
Birrasul Saw.
لَمْ
تَكُن الاَقْطَابُ اَقْطَابًا وَالاَوْتَادُ اَوْتَادًا
وَالاَوْلِيَاَءُ
اَوْلِيَاءً الاّ بِمَعْرِفَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم
Tidak dapat
dinamakan wali quthub, wali autad dan waliyuulah, kecuali telah ma’rifat kepada Rasulullah Saw
(Birrasul).
Dan pada bab 3
dalam bahasan “lathifah ke 110”, Syeh Nabhani Ra menuliskan fatwa dari
لايَحِقُّ
لأَحَدٍ قَدَمُ الوِلاَيَةِ المُحَمَّدِيَةِ حَتَّى يَجْتَمِعَ بِرَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَ يَكْمَلُ
مَقَامُ فَقِيْرٍ إِلاَّ أَنْ صَارَ أَنْ يَجْتَمِعَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وسلَّمَ وَيُرَاجِعُهُ
فِي أُمُورِهِ كَمَايُرَاجِعُ التِلْمِيْذُ شَيْخَهُ
Tidak sempurna
maqam seseorang, kecuali ia dapat bersama Rasulullah Saw serta mengembalikan
perkaranya kepada Nabi Saw sebagaimana murid mengembalikan kepada guru.
·
Al-Ghaus
fii Zamanihi Syeh Abul Abbas al-Mursi Ra (w. 686 H) :
لَوْ
حُجِبْتُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَحْظَةً فِي
سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ مَا
أَعْدَدْتُ نَفْسِي مِنَ المُسْلِمِيْنَ
Jika aku terhijab dari Rasulullah Saw sedetik saja dalam setiap satu
jam baik dalam waktu siang malan atau malam hari, maka tidak berani menghitung
diriku bagian dari golongan orang Islam.
·
Al-Ghauts Fii Zamanihi Syeh Al-Qasthalani (w.758 H) dalam menjelaskan
hadits riwayat Bukhari (tentang cinta kepada Rasulullah Saw) mengatakan :
حَقِيْقَةُ
الاِيْمَانِ لا
تَتِمُّ
وَلاَتَحْصُلُ إِلاَّ
بِتَحْقيْقِ أَعْلإَ قَدْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْزِلَتِهِ
عَلَى كُلِّ وَالِدٍ وَوَلَدٍ ومُحْسِنٍ
فَمَنْ
لَمْ يَعْتَقِدْ هَذَا فَلَيْسَ
بِمُؤْمِنٍ يُبَيِّنُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِقَدَارَ دَرَجَةِ المُؤْمِنِ عَلَى
حَسَبِ مَحَبَّتِهِ لَنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Hakikinya iman tidak dapat dihasilkan dan tidak dapat
disempurnakan kecuali dapat memahami kedudukan Rasulullah Saw dengan nyata
(musyahadah qalbu) diatas setiap orang tua, anak dan para pelaku kebaikan. Barang siapa yang tidak memiliki i’tiqad
(kepercayaan) seperti ini, maka ia tidak disebut mukmin. Hadits ini, artinya
Rasulullah Saw menjelaskan tentang ukuran derajat iman mukmin, tergantung dari seberapa rasa cintanya kepada
Rasulullah Saw. [5]
·
Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl, dalam kitabnya As-Syifa’, saat memberi
penjelasan tentang makna hadits yang membahas mahabbah kepada Rasulullah Saw,
yang menukil fatwa (al-Ghauts fi Zamanihi, w. 284 H, Syeh Sahal
at-Tustari), menjelaskan :
مَنْ
لَمْ يرَوِلا َيَةَ الرَسُول عَلَيْهِ فِي
جميْعِ الاَحْوالِ ولاَ َيرَى نَفْسَهُ فِي مُلْكِهِ
صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ لاَيَذُوقُ
حَلاَوَةَ
سُنَّتِهِ لآنَّ النَبِيَ صَلى الله
عَلَيْه
وَسَلَّمَ
قَالَ : لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكمْ حَتَّى أنْ أَكُونَ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِه
Barang siapa
tidak mengetahui, bahwa Rasulullah menguasai dirinya dalam segala hal, dan
tidak mengetahui dirinya dalam kepemilikan Rasulullah, maka ia tidak akan
merasakan manisnya sunnah Rasulullah Saw. Karena Nabi Saw. bersabda : Tidak
iman kalian sehingga Aku (Rasulullah) lebih dicintainya dari pada dirinya
sendiri.
·
Fatwa Imam al-Ghazali (w. 501 H) Qs. wa Ra. :
قَدْ
مَنعَ كَمَالُ الاِيْمَانِ بِشَهَادَةِ التَوحيْد لاَاِلَهَ اِلاَ الله مَا لَمْ
تَقْتَرِن بِشَهَادة الرَسُولِ مُحَمَّد رَسُولُ الله
Sangat terlarang menyempurnaan iman hanya dengan kesaksian
kepada Allah saja, (tiada Tuhan selain Allah), tanpa disertai kesaksian kepada
Rasulullah (Muhammad utusan Allah).[6]
6).
Dapat
memahami semua karomah
dan sirri yang dimiliki oleh
para nabi As serta para auliyaillah Ra memancar dari Rasulullah Saw.[7]
وَكُلُّ نَبِيٍّ وَرَسُولٍ مَادَتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ
صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Setiap nabi dan rasul, kehebatannya berasal dari Rasulullah Saw.
Disamping
tugas dalam urusan
lahiriyah (seperti membimbing dan menuntun ummat menuju kesadaran kepada Allah
Swt wa Rasulihi Saw), al-Ghauts Ra memiliki tugas lain
yang bersifat
batiniyah.
Tugas-tugas
batiniyah para Waliyullah Ra, antara lain:
a.
Penjaga dan penegak kebenaran Islam (syariah dan hakikat), baik secara
lahir maupun secara berdoa. HR. Muslim (Shahih Muslim
"Kitab Imarah", bab "laa tazaalu").
Rasulullah Saw bersabda :
لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ
اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَلَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ
اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُنَ عَلَى النَاسِ
Tidak sepi
dari ummat-Ku sekelompok orang yang menegakkan agama Allah. Mereka tidak dapat dirugikan oleh orang-orang yang
menghinanya dan membelakanginya. (keberadaan mereka) hingga datangnya keputusan
Allah. Mereka senantiasa berada di tengah-tengah masyarakat.
b.
Menjaga (dengan doa dan sirri
batiniyah) kelestarian alam semesta.
Telah
banyak hadits shahih yang menjelaskan tugas ini. Antara lain hadits riwayat
Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim dari sahabat ‘Ubadah Ibn As
Shamit, Rasulullah Saw bersabda :
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي
ثَلاَثُوْنَ بِهِمْ تَقُومُ
الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْصَرُون
Tidak
sepi dalam ummat-Ku, dari tigapuluh orang. Sebab mereka bumi tetap tegak,
manusia diberi hujan, dan manusia tertolong. [8]
c.
Hadis riwayat Thabrani dari sahabat Muad ibnu Jabbal, Rasulullah Saw
bersada :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِمْ مِنَ الاَبْدَالِ بِهِمْ قِوَامُ الدُنْيَا
وأَهْلِهَا
Tiga
hamba. Barang siapa ada diantaranya, merekalah wali Abdal. Sebab (sirri radiasi batin dan doa) mereka dunia dan seisinya tetap
tegak.
d.
Sebagai penyalur (melaui doa) pemberian Allah Swt kepada mahluk-Nya.
Dalam
kitab at-Ta’rifat-nya Syeh Ali al-Jurjani pada bab “qaf” dijelaskan, tugas
rohani al-Ghauts Ra adalah
penyalur pemberian Allah Swt kepada mahluk :
وَمِنْ هَذَا القُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ الإمْدَادِ الإلَهِيَّةِ عَلى
جمِيْعِ العالَمِ العُلْوِيِّ والسُفْلِيِّ
Dari al-Quthbu, Allah memancarkan dan
menyebarkan sinar pemeliharaan-Nya kepada alam semesta, baik alam atas maupun
alam bawah.[9]
e.
Mewarisi tugas Rasulullah Saw, sebagai pembersih jiwa manusia dari
syirik, baik khafi (samar) atau jaly (jelas).
Rizki yang Allah Swt berikan kepada Rasulullah Saw akan
diberikan kepada hamba-Nya yang diberi kedudukan sebagai pewaris nabi. Makna hadis diatas diperkuat lagi oleh hadis
riwayat Imam Bukhari. Rasulullah Saw Bersabda :
زُوِيَتْ
لِيَ الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ
أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung
baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat
untuk-ku.
e.
Kelemahan
Para Waliyullah Ra
Memahami
pribadi al-Ghauts Ra merupakan jembatan emas untuk pembersihan jiwa dari nafsu
yang senantiasa mengarah kepada kejahatan, serta untuk makrifat (mengenal)
kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw secara tepat dan benar. Tanpa melalui Beliau
Ra, jalan pengenalan kepada Allah Swt tidak lurus dan tidak sempurna. Dan tanpa
bimbingan Beliau Ra, setan/ nafsu akan menjeromoskan manusia kedalam perbutan
musyrik yang dianggap perbuatan tauhid, dan kebenaran dianggap kebatilan.
Sebagaimana umumnya manusia lain,
disamping memiliki kelebihan, para Ghauts Ra juga memiliki kelemahan. Beliau Ra
juga mengalami lapar, haus, sakit, membutuhkan pertolongan orang lain dan
sifat-sifat manusia lainnya. Demikian pula Rasulullah Saw, juga memiliki
kelemahan sebagaimana umumnya manusia. Sebagaimana yang tercermin dalam
keterangan dari :
d.1. Firman
Allah Swt, Qs. al-A’raaf : 108 :
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لنَفْسِي
نَفْعًا وَلاَ ضَرَّا إِلاَّ مَاشَاءَ اللهُ.
Katakanlah
(Muhammad) : Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatn dan menolak kemadlaratan
untuk diriku, kecuali yang telah dikehendaki oleh Allah.
Kelemahan yang ada pada
Rasulullah Saw, inilah yang sering disalah artikan oleh orang-orang yang
mengingkari kelebihannya sebagai tempat bertawassulnya mukmin kepadanya. Dengan
dalih, bahwa Rasulullah Saw, dalam satu hal tidak dapat menolong dirinya,
apalgi menolong orang lain. Padahal semestiya, kelemahan Rasulullah Saw, tidak
menghilangkan kelebihan yang ada padanya. Kerana semua itu terjadi dan
terlaksana atas kehendak Allah Swt semata.
Diantara kelebihan
Rasulullah Saw, sebagai pebersih jiwa dari kekafiran dan kemunafikan. Firman Allah swt, Qs. Ali imran : 164 : [11]
لَقَدْ مَنَّ اللهُ الذِيْنَ أَمَنُوا اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُولاً
مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيْهِم
وَيُعَلِّمُهُمُ الكِتَابَ
وَالحِكْمَةَ
Sesungguhnya Allah telah memberi
nikmat kepada orang-orang mukmin ketika (Allah) mengutus didalam kelompok
mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya, dan membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan mereka
al-Quran dan hikmah.
أَنَاالمَاحِي
الذِي يَمْحُواللهُ بِي الكُفْرَ أَنَاالحَاشِرالذِي يُحْشَر النَاسِ عَلَى قَدَمِي
Aku adalah pembasmi,
yang mana Allah membasmi kekufuran dengan-ku, Aku adalah Pengumpul, yang manusia dikumpulkan diatas tapak kaki-Ku.
Allah swt berfirman, Qs,
an-Nisa’/ 49 :
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الذِيْنَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلْ اللهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ
Apakah tidak kamu memperhatikan
orang-orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah-lah membersihkan
siapa yang dikehendakinya. [13]
أَتَانِي جِبْرِيْلُ
وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّ اللهَ يَقُولُ : لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الجَنَّةَ
وَلَوْلاَكَ مَاخَلَقْتُ النَارَ
Datang kepada-Ku malaikat Jibril, lalu ia berkata : Wahai Muhammad,
Allah telah berfirman: Kalau
bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak menciptakan surga, dan kalau
bukan karena engkau (Muhammad), Aku (Allah) tidak mencipkan neraka.
d.2. Hadis yang diriwayatkan dari Umar Ibn
Khatthab, Rasulullah Saw bersabda :[15]
وَلَمَّا اقْتَرَفَ أدمُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: اللهُمَّ اِ نّيِ
أَسْألُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ اِلاََّ غَفَرْتَ لِي قَالَ اللهُ يَأدَمُ كَيْفَ
عَرَفْتَ مُحَمَّدا وَلَمْ أَخْلُقُهُ ؟ قَالَ: لَمَّا خَلَقْتَنِي وَنَفَخُْت فِي
مِنْ رُوْحِكَ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَ يْتُ
عَلىَ قَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُوبًا لاَالهَ الاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ
اللهِ, فَعَلِمْتُ أنَّ اسْمَكَ لَمْ تَضِفْ اِلاّ عَلَى أَحَبَّ الخَلْقِ
اِلَيْكَ, قَالَ: صَدَقْتَ أَ نَّهُ لأحَبُّ الخَلْقِ وَاِ ذْ سَاَلْتَنِي
بِحَقِّهِ فَأَجَبْتُ وَلَوْلاَهُ مَا خَلَقْتُكَ
Ketika Adam
terperosok kesalahan, Adam berkata : Ya Allah, aku memohon kepadamu dengan hak
dan kenyataan Muhammad, ampunilah aku. Tuhan bersabda :
Wahai Adam darimana engkau mengetahui Muhammad sedang Aku (Allah) belum
menciptanya. Jawab Adam : Ketika Engkau menciptaku, dan meniupkan
kedalam jiwaku Ruh dari-Mu, kemudian aku mengangkat kepalaku, dan aku melihat
pada penyangga arasy terdapat tulisan Lailaha Illallah Muhammad
Rasulullah. Oleh karenanya aku mengerti
bahwa sesungguhnya Asma-Mu tidak mungkin Engkau sandarkan kecuali kepada mahluk
yang paling Engkau cintai. Tuhan bersabda : Benar kamu (Adam). Ia
(Muhammad) adalah mahluk yang paling Aku cintai. Dan jika kamu memohon
kepada-Ku dengan melalui hak dan kenyataan Muhammad, maka Aku akan memberi
ijabah. Dan sekiranya bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptamu.
Setelah
wafatnya Rasulullah Saw, tugas tersebut dilanjutkan oleh para ulama, kiyahi dan
tokoh masarakat serta
waliyullah Ra, yang secara kemanusiannya memiliki kelemahan.
إِنَّ للهِ تَعَالَى عِبَادًا يُعْرِفُونَ
النَاسَ بِالمُوسِمِ
Sesungguhnya Allah memiliki hamba yang mengetahui getaran hati manusia
Makna
Ya,rifuuna = yang mengetahui dalam hadis diatas, para ulama tasawuf
memberikan penjelasan :
يَطْلَعُونَ عَلَى
مَا فِي ضَمَا ئِرِهمِ وَأَحْوالِهِمْ
Ditampakkan kepada mereka bisikan dan getaran
hati manusia serta haliyah manusia.
أَيْ بِالنُفوسِ.
قَالَ المُنَاوِي غَرِقُوُا فِي بَحْرِ شُهُودِهِ فَجَادَ عَلَيْهِمْ بِكَشْفِ الغِطَاءِ
عَنْ بَصَائِرِهِمْ فَاَبْصِرُوا بِهَا
بَوَاطِنَ النَا سِ
Yakni: dengan jiwa. Al-Munawi berkata : mereka semua
tenggelam (istighroq) didalam lautan musyahadah Tuhan, sehingga mereka terbuka
penutup jiwanya dari beberapa bashirahnya, sehingga tampak bagi mereka (dapat
melihat) batiniyah manusia
إِنَّ سِرَّكُمْ أَنْ
تَقْبَلَ صَلاَتَكُمْ فَلْيَؤُمُكُمْ عُلَمَاءُكُمْ فَإِنَّهُمْ وَفْدُ كُمْ فِيْمَا
بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ اللهِِ
Sesungguhnya
rahasiamu, sekiranya diterima sholatmu, maka mengimami kepada kamu semua ulama’
kamu semua. Karena sesungguhnya ulama tersebut sebagai perantaramu antara kamu
dan antara Allah.
Tanpa sinar radiasi batin Rasulillah Saw wa Ghautsi Hadzaz
Zaman Ra, manusia tidak dapat mengetahui jenis- jenis nafsu, alagai
menghilangkannya. Hanya dengan kontak
batin (ta’alluq bihasabir ruhaniyah) kepada Beliau Ta secara terus menerus,
manusia dapat mengetahui dan menghilangkan nafsu- nafsunya, dan makrifar kepada
Allah secara sempurna. Syeh
Muhammad Amin al-Kurdi menjelaskan :
تَزْكِيَةُ النَفْس لاَ تَتَيَّسَراِلاَ
بِنَظْر نَبِيٍّ اَوْ وَلِّيٍ ذِي
تجْربَةٍ فِي هَذَاالشَأْ نِ
Pembersihan jiwa tidak akan mudah, kecuali dengan nadzrah
Nabi atau wali (al-Ghauts – pen) yang memiliki keahlian tersebut. [19]
f.
Laknat
Allah Bagi Mereka Yang Memusuhi Waliyullah
Allah
Swt tidak menghendaki kaum muslimin keluar dari barisan Sulthanul Auliya'. Dan
Allah Swt sangat murka kepada orang yang membenci atau memusuhi waliyullah.
Seseorang yang dalam hatinya terdapat rasa permusuhan atau kebencian terhadap
waliyullah apalagi al-Ghauts Ra, dapat menyebabkan mati sebagaimana matinya
orang kafir jahiliyah. Sebagaimana tercermin dalam hadis dibawah ini :
1.
Hadits
riwayat Bukhari dari Abu Hurairah Ra , Rasulullah Saw bersabda
:
اِنَّ
اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى
لِي وَلِيًّا, فَقَدْ اَذَ نْتُهُ
بِالحَرْبِ
Sesungguhnya
Allah Swt berfirman : Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya.
مَنْ أَهَانَ السُلطَانَ أَهَانَهُ
اللهُ
Barangsiapa
menghina Sultan, maka Allah akan
menghinakannya”
Yang dimaksud mengina sultan hadis ini, kitab “Dalil al-falihin”, juz III menjelaskan, hal-hal
yang dapat dikatakan menghina antara lain,
menganggap ringan perintahnya. Dan yang dimaksud Allah akan
menghinakanya, adalah jalan hidupnya didunia akan semakin tersesat dan
terperosok kejalan setan, dan diakhirat akan menerima siksa Allah Swt yang
pedih.
3.
Hadis riwayat Imam Muslim dari Ibn Abbas (Shahih Muslim Kitab "Imarah"
bab "Luzumul Jama'ah"),
Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْعَلَيهِ, فَإِنَّهُ
لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَاسِ يَخْرُجُ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ
إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّة
Barangsiapa yang (melihat sesuatu) yang kurang menyenangkan
dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Sultan
sejenggkal saja, kemudian ia mati, maka ia mati dengan mati (kafir) jahiliyah.
Kata “amir” dan “sultan” dalam hadis ini dapat diartikan umum
(semua orang yang menjadi pimpinan), dan arti khusus (Amirul khalqi (pimpinan
para waliyullah, dan semua makhluk, atau Guru ruhani yang berpangkat al-Ghauts
Ra). Dan Para kaum sufi dan waliyullah,
mengartikannya dengan arti khusus.
Pendapat
ini didasarkan kepada : [21]
1.
Hadis
riwayat Tirmidzi dan Nasai, Rasulullah Saw :
وَمَا ازْدَادَ عَبْدٌ مِنَ السُلْطَانِ قُرْبًا إِلاَّ
ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْدًا
Tidaklah seseorang semakin bertambah
dekat hubugannya dengan penguasa, melainkan dia semakin jauh dari Allah.
2.
Hadis
riwayat Ahmad dan Abu Daud, Rasulullah Saw :
مَنْ أَتَى أَبْوَابَ السَلاَطِيْنَ أُفْتُتِنَ
Barang siapa
mendatangi pintu-pintu penguasa, maka ia akan mendapat ujian.
Kedua hadis ini, menujukkan sultan,
selain sulthanul auliya, bukan tempat tajalli Allah Swt.
[1]. Syeh
Al-Arif Billah wa Ahkamillah Ra, Beliau Hadlratul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif
Madjid Ra, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo dalam
suatu fatwa amanat-Nya menjelaskan : Seorang Waliyullah belum tentu al-Arif,
tetapi al-Arif itu pasti Waliyullah.
[2]. Lihat
kitab Jami’u Karamatil Auliya’
oleh Syeh Yusuf Ismail an-Nabhani, percetakan
Darul Fikri, Bairut Libanon, tahun 1414 H/ 1993 M, juz I halaman 23.
[3]. Didalam kitab Kifayah al-Atqiya hlmn
9, diterangkan bahwa makna lillah dan billah adalah terpadunya antara syari’ah dan hakikah. فَالشَرِيْعَةُ
وُجُوْدُ الاَفْعَالِ للهِ وَالحَقِيْقَةُ شُهُوْدُالاَفْعَالِ بِاللهِ
: Syariah adalah wujudnya
perbuatan yang disertai niat lillah, dan hakikat adalah perasaan menyadari
bahwa wujudnya semua perbuatan lahir dan
batin mahluk itu, atas titah Allah .
Imam Sya’rani dalam kitabnya ‘al-Yawaqit wal Jawahir, juz
I halaman 26 juga menjelaskan :
اِعْلَمْ أَنَّ عَيْنَ الشَرِيْعَةِ
هِيَ عَيْنُ الحَقِيْقَةِ, اِذْ الشَرِيْعَةُ لَهَا دَائِرَتَانِ عُلْيَا
وَسُفْلَى, فَالعُلْيَا لاَهْلِ الكَشْفِ وَالسُفْلَى ِلاَهْلِ الفِكْرِ فَلَمَا
فَتَشَ اَهْلُ الفِكْرِ عَلَى مَا قَاَلُهُ اَهْلُ الكَشْفِ فَلَمْ يَجِدُوهُ فِي
دَائِرَةِ فِكْرِهِمْ قَالُوا هَذَا خَارِجٌ عَنِ الشَرِيْعَةِ فَاَهْلُ الفِكْرِ يُنْكِرُوْنَ عَلَى اَهْلُ
الكَشْفِ وَاَهْلُ الكَشْفِ لاَ يُنْكِرُوْنَ عَلَى اَهْلُ الفِكْرِ. فَمَنْ كَانَ
ذَا كَشْفٍ وَذَا فِكْرٍ فَهُوَ حَكِيْمُ الزَمَانِ .
Ketahuilah
bahwa kenyataan syari’ah adalah hakikat juga. Karena Islam itu memiliki dua sisi. Sisi atas (metafisik) dan sisi
bawah (fisik). Sisi atas untuk para ahli kassyaf, sedangkan sisi bawah untuk
para ahli pikir. Jika para ahli pikir
memahami tentang sesuatu yang dikatakan oleh para ahli kassyaf, sedang akal
fikiran mereka tidak menjangkau maka mereka mengatakan bahwa kesimpulan para
ahli kassyaf itu telah keluar dari syariat Islam. Dan mereka (ahli pikir)
sering mengingkari sesuatu yang diucapkan atau dilakukan oleh para ahli
kassyaf. Namun para ahli kassyaf tidak pernah mengingkari sesuatu yang datang
dari para ahli pikir. Barang siapa menguasai dan memahami syariah dari kassyaf
dan pikir, dialah Hakimuz Zaman (al-Ghauts
Ra).
[4]. Radaksi kalimat ini juga terdapat dalam kitab al-Hawi lil
Fatawi nya Syeh Jalaluddin Suytuthi, juz II, dalam “kitabul ba’tsi” bahasan
ke 70.
[5]. Rasulullah Saw bersabda : لاَيُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أنْ أَكُون أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَاسِ أَجْمَعِيْن Belum sempurna iman kamu
semua, sehingga AKU (Rasulullah)
lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya dan seluruh menusia. Lihat kitab Jawaahir al-Bukhaari -nya
Mushthafa Muhammad, hadis nomer: 11, kitab Fath al-Bari syarh Shahih
al-Bukhari.
[6]. Lihat
kitab Muhtashar Ihya’ ‘Ulum ad-Din bab II aqidah dan kitab Qawaid
al-‘Aqa’id nya al-Ghazali.
[7]. Kitab Jami’ al-Ushul-nya Syeh Kamasykhanawi, dalam bab
"bayan al-umum wa al-khusus”.
[8]. Kitab Siraj
at-Thalibiin, juz II, hlm : 74, dan kitab al-Hawi lil Fatawi nya
Imam Suyuthi, juz II, bab Wujud al-Auliya wal-Quthub, dan kitab Kasyful
Khafa’-nya Syeh ‘Ajuluuni.
[9]. Lihat juga kitab al-Yawaqit wa alJawahir, juz II/ 80.
[11]. Firman
Allah yang sepadan arti juga tedapat dalam Qs : 2/129 dan 151, Qs : 62/2
[12]. Hadis
riwayat Imam Bukhari (Shahih Bukahri, nomer hadis : 2896), Imam Tirmidzi
(Syamaail al-Muhammadiyah bab 51, hadis nomer hadis : 306, dan Sunan
Timidzi, nomer hadis: 2842, Imam Malik (al-Muwaththa’ hadis terakhir),
Muslim (Shahim Muslim, nomer hadis : 2354). dan Kitab Jala’ al-Afham, bab asma Nabi Saw, kitab As-Syifa bab
“asma rasul”, kitab Dalil
al-Falihin bab “asma Rasulullah”,
dan kitab Siraj al-Munir II/18.
[13]. Dalam kitab Lubab an-Nuqul-nya Syeh
Jalaluddin as-Suyuthi diterangkan bahwa ayat ini diturunkan kepada orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang merasa hatinya sudah bersih, tanpa melalui Rasulullah
Saw .
[14]. Hadis riwayat
ad-Dailami dalam kitab Musnad al-Firdaus.
[15]. Hadis riwayat : 1. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, 2. Imam Baihaqi dalam Dalaa-ilun Nubuwwah, 3. Imam Thabrani
dalam kitabnya al-Ausath, 4. Abu Nuaim al-Isfahani dalam kitabnya Hilyah
al-Auliya wa Thabaqah al-ashfiya’, 4. Ibnu ‘Asaakir dalam kitabnya Tarikh
Damsyiq, 5. Imam Suyuthi dalam kitabnya
al-Lailil Masnunah, 6.
An-Nabhani dalam kitab Syawahid Al Haq Fii al-Istighatsah Bisayyid
al-Khalqi wal Basyar Saw, Syeh Abul Fadlol ‘Iyad dalam kitab As Syifa’
Bita’rifi Huquq al-Musthafa.
[16]. Hadis riwayat Hakim dan Bazzar dari
sahabat Anas, kitab Siraj al-Munir Syarh al-Jami’ as-Shaghiir-nya Syeh
‘Ali Ibn Ahmad al-Azizi (darul fikri, Beirut-Libanon : I/ 517).
[17]. Dalam kitab Siraj al-Munirr, juz
I, halaman 517.
[18]. Hadis riwayat Thabrani dalm
kitab nya Al-Kabiir, dalam kitab Siraj al-Munir, juz I, halaman 517, dan dalam juz
II/ 61, memberi penjelasan makna ulama dalam hadis ini, sebagai berikut :
هُمْ الوَاسِطَةُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ رَبِّكُمْ لآَنَّ
الوَاسِطَ الآَصْلِيَ هُوَالنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمْ
وَرَثَتُهُ
Merekalah perantara antara kamu
semua dan antara Tuhanmu. Sesungguhnya perantara yang asli adalah Nabi Saw,
mereka itu merupakan waris-Nya.
[19]. Kitab Tanwir al-Qulub nya Syeh
Muhammad Amin al-Kurdi (Beirut, “dar
al-fikri” cetakan tahun 1414 H) halaman : 410.
[20]. Lihat kitab Dalil al-Falihin juz III, bab ‘wajib taat pimpinan”, hadis nomer : 10.
[21]. Tentang ulasan tentang hadis kenegatifan
sultan selain sulthanul auliya, silahkan lihat dalam kitab Minhajul Qashdin-nya
Ibnu Qudamah pada bab “bergaul dengan penguasa yang dlalim”
No comments:
Post a Comment