Sunday, May 18, 2014

SYARI'AT (LILLAH) DAN HAKIKAT (BILLAH)

FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
SYARI'AT (LILLAH) DAN HAKIKAT (BILLAH)
Wahidiyah telah memberikan tuntunan secara lengkap dan seimbang, lahir dan batin, syari’at dan hakekat, sampai-sampai ungkapan dibawah ini sudah sangat dikenal dan sering didengar oleh hampir setiap pengamal Sholawat Wahidiyah.
شَرِيْعَةٌ بِلاَ حَقِيْقَةٍ عَاطِلَةٌ وَحَقِيْقَةٌ بِلاَ شَرِيْعَةٍ بَاطِلَةٌ.
“Syari’at tanpa hakikat kosong, dan hakikat tanpa syari’at batal, tidak berarti”.
Coba Anda baca dan cermati lagi buku “Buku Kuliah Wahidiyah” pada halaman 106 dan 107, yang redaksinya kami kutip dibawah ini :
“Kita bahas lagi tentang BILLAH. Sebab ini masalah pokok, masalah TAUHID, masalah IMAN yang paling menentukan. Ada perbedaan didalam pengetrapan LILLAH dan BILLAH.
Pengetrapan niat LILLAH adalah terbatas. Terbatas pada hal-hal yang tidak dilarang syari’at. Perbuatan atau tindakan yang dilarang Syari’at, baik perbuatan lahir ataupun perbuatan batin sama sekali tidak boleh diniati sebagai ibadah LILLAH. Seperti ma’siat misalnya, sama sekali tidak boleh diniati ibadah LILLAH. Makanya tidak boleh dikerjakan.
Adapun kesadaran rasa BILLAH itu mutlak. Tidak terbatas, melainkan menyeluruh. Menyeluruh dalam segala keadaan, situasi dan kondisi, dalam segala tingkah laku lahir maupun batin, harus merasa BILLAH, tanpa kecuali. Tidak membeda-bedakan ta’at atau ma’siat. Sekalipun didalam keadaan ma’siat (baik yang tidak disengaja ataupun yang disengaja), harus merasa BILLAH.
لاحول ولا قوة الاّ بالله
“Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh-BILLAH”.
قُلْ كُلُّ مِنْ عِنْدِ الله 40 – النساء: 78
“Katakanlah (Wahai Muhammad) segala sesuatu itu datang dari Alloh” (4-An Nisa’-78).
Orang ma’siat yang tidak merasa BILLAH dosanya dobel. Pertama dosa ma’siat itu sendiri, dosa melanggar syari’at, dosa melanggar larangan Alloh, dan kedua dosa tidak sadar BILLAH. Bahkan dosa yang kedua ini yang lebih berat, sebab termasuk dosa syirik sekalipun syirik khofi, syirik secara samar-samar. Bidang TAUHID harus begitu. Harus BILLAH.
Hal tersebut tidak boleh diartikan bahwa kita diperbolehkan melakukan perbuatan ma’siat, asal sudah bisa BILLAH. Tidak, tidak berarti begitu. Perkara boleh atau tidak, itu bidang syari’at, bidang LILLAH. Sedang BILLAH adalah bidang iman, bidang TAUHID. Kita harus mengisi segala bidang. Kita isi sepenuh mungkin. Didalam bidang syari’at, ma’siat tetap ma’siat, dilarang mengerjakannya. Harus dicegah dan dihindari sekuat mungkin. Apabila terpaksa menjalankan ma’siat harus diakui itu terlarang, tidak boleh dikerjakan. Maka harus cepat-cepat menghindar dan bertobat. Didalam kita menghindarkan diri dari ma’siat dan bertobat itulah yang harus disertai niat LILLAH disamping sadar BILLAH senantiasa.
Ayat berikutnya yakni ayat nomor 79 An Nisa’ berbunyi :
مَاأَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ 40 – النساء : 79
“Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Alloh, dan apa saja bencana yang menimpa dirimu adalah dari kesalahan dirimu sendiri” (40-An Nisa’ : 79).
Ini contoh, bagaimana kita mengisi bidang syari’at dan bidang adab. Apa yang kita rasakan baik harus kita sadari itu dari pemberian Alloh, maka kita harus meningkatkan syukur kita kepada Alloh. Dan apa yang kita rasakan tidak baik harus kita akui dengan jujur bahwa itu adalah akibat perbuatan dan kesalahan kita. Akibat dosa-dosa kita. Maka harus secepatnya bertobat memohon ampun dan memperbaiki hal-hal yang kurang baik. Harus merubah sikap atas perbuatan yang kurang baik tadi”.
Dengan memperhatikan kutipan dari buku diatas, maka jelaslah bahwa ajaran LILLAH dan BILLAH sebagai perwujudan dari tuntunan Syari’at dan Hakekat, sebagaimana yang diterangkan dalam Kitab Kifayatul Atqiya’ halaman 9 sebagai berikut :
الشريعة وجود الافعال لله والحقيقة شهود الا فعال بالله
Malah didalam Kitab al-Hikam juz 2 halaman 30 diterangkan :
كل عمل لا اخلاص فيه ليس بالله ولا لله مردود على صاحبه ومضروب به وجهه وبهذا يتبين لك غرور اكثر الخلق فى علومهم واعمالهم الا من رحمه الله.
“Setiap amal yang dilakukan dengan tanpa didasari penerapan (niat) BILLAH dan LILLAH adalah tertolak, dan amal itu akan dipukulkan kewajahnya orang yang beramal itu, dan yang demikian itu, menunjukkan kepada kamu bahwa banyak makhluk yang tertipu dengan ilmu dan amal mereka, kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh SWT”.
Dengan semua penjelasan diatas, apakah masih ada kejanggalan ?, dan sampean tetap melontarkan tuduhan terhadap keterangan kami, bahwa keterangan kami sebagai pernyataan yang tidak punya adab kepada Alloh. Jika masih beranggapan demikian, maka alangkah banyaknya santri-santri pengikut Ahlussunah wal Jama’ah yang tidak beradab terhadap Alloh SWT. Karena mereka sering membaca dan melantunkan pujian dilanggar, musholla dan masjid-masjid menjelang sholat jama’ah dengan pujian :
أمنت بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر وبالقدر خيره وشره من الله تعالى
Pada kalimat akhir “Wabil qodari khoirihi wasyarrihi minallohi ta’ala” yang artinya, “dan yang keenam iman kepada qodho’ qodar/ ketentuan yang baik maupun yang jelek semua dari Alloh SWT”, berarti juga tidak punya adab terhadap Alloh SWT. Na’udzu Billahi min dzalik.
Suka ·  · 

1 comment: