YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
V. 05. 999 "KISAH DAN PETUAH"
011.05.999 - MEMAHAMI KEBERADAAN, KEAGUNGAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS AL-GHOUTS RA.
Paling tidak terdapat tiga alasan, mengapa manusia perlu memahami keberadaan, keagungan, kedudukan dan tugas al-Ghauts Ra.
Pertama, secara batiniyah Beliau Ra memiliki sirri yang menembus keseluruh alam,
Kedua, untuk meneladani perikehidupannya, dan
Ketiga, untuk membebaskan jiwa salik dari kemusyrikan.
Dan - dalam istilah Syeh Abdul Qadir al-Jailani Ra -, al-Ghauts Ra atau Sufi Yang Sempurna, bagaikan tempat untuk menyimpan ilmu dan hikmah Rasulullah Saw, kediaman yang aman dari gangguan setan, tempat kebahagiaan yang pasti dan gua bagi para arifin dan waliyullah. Karena dalam jiwa beliau terpancar takdir Tuhan untuk mahkuk-Nya. Setiap waliyullah berada dalam gua naungannya, yang mana naungannya adalah terpancar dari Rasulullah Saw. Dan naungan Rasulullah Saw adalaha naungan Allah Swt.
Keberadaan Alghouts Secara Jasmani dan Ruhani.
Dapat dimaklumi pemahaman yang berkembang ditengah-tengah masyarakat muslim tentang keberadaan Ghauts Ra, masih sangat minim. Sehingga banyak yang mengatakan bahwa al-Ghauts itu hanya Syeh Abdul Qadir, Syeh Syadzili, Syeh Naqsyabandi, Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah (Qs wa Ra), dan tidak ada al-Ghauts lagi setelahnya. Padahal kesimpulan semacam ini tidak memiliki dasar dari kaidah yang benar, dan hanya sebuah persepsi atau bahkan hanya sebuah opini.
Diantara tujuan dita’lifnya Shalawat Wahidiyah oleh Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Qs wa Ra untuk memahami dan membuktikan – melalui pengalaman ruhani (rukyah shalihah) – kebaradaan al-Ghauts Ra secara kassyaf dan musyahadah. Dan alhamdullah – sebagai tahaddus binni’mah - banyak diantara pengamal Wahidiyah mendapat hidayah Allah Swt dan syafaat Rasulullah Saw dapat memahami kebaradaan al-Ghauts Ra.
Keberadaan al-Ghauts Ra – sebagaimana keterangan dalam hadis shahih -, secara jasmani dan ruhani. Dan tidak ada al-Ghauts ra menjalankan tugas sebagai khalifah Rasulullah Saw dari alam barzah atau alam kubur.
Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ فِيِ الخَلْقِ ثَلاَثُمِائَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ اَدَمَ. وللهِ فِيِ الخَلْقِ أَرْبَعُونَ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ مُوسَى.
وللهِ سَبْعَةٌ فِيِ الخَلْقِ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ إِبْرَاهِيْمَ. وللهِ فِيِ الخَلْقِ خَمْسَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ جِبْرِيْلَ. ولله
فِيِ الخَلْقِ ثَلاَثَةٌ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ مِيكَائِيْلَ. وَلله فِي الخَلْقِ وَاحِدٌ قَلْبُهُ عَلَى قَلْبِ اِسْرَا فِيْل. فَاذَا مَاتَ الوَاحِدُ اَبْدَال َاللهُ مَكَا نَهُ مِنَ الثَلا َثَةِ فَاذَا مَاتَ الوَاحِدُ اَبْدَال َاللهُ مَكَا نَهُ مِنَ الثَلا َثَةِ. فَاذَا مَاتَ مِنَ الثَلاَثَةِ اَبْدَال َاللهُ مَكَا نَهُ مِنَ الخَمْسَة .َاذَا مَاتَ مِنَ الخَمْسَةِ اَبْدَال َاللهُ مَكَانَهُ مِنَ السَبْعَةِ .فَاذَا مَاتَ مِنَ السَبْعَةِ اَبْدَال َاللهُ مَكَانَهُ مِنَ الآرْبَعِيْنَ. فَاذَا مَاتَ مِنَ الآرْبَعِيْنَ اَبْدَال َاللهُ مَكَانَهُ مِنَ الثَلاَثِمِائَةٍ. فَاذَا مَاتَ مِنَ الثَلاَثِمِائَةٍ اَبْدَال َاللهُ مَكَانَهُ مِنَ العَامَّةِ. فَبِهِمْ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَيُمْطِرُ وَيُنْبِتُ وَيُدْفَعُ البَلاَءِ.
Sesungguhnya didalam makhluk (alam) terdapat 300 orang yang hatinya seperti hati Nabi Adam. Dan Allah memiliki 40 orang, yang hatinya seperti hati Nabi Musa. Dan Allah memiliki 7 orang, yang hatinya seperti hati Nabi Ibrahim. Dan Allah memiliki 5 orang, yang hatinya seperti hati Jibril. Dan Allah memiliki 3 orang, yang hatinya seperti hati Mikail. Dan Allah memiliki 1 orang, yang hatinya seperti hati Israfil.
Ketika 1 orang ini mati, Allah menggantikannya dari salah satu 3 orang. Ketika mati/ berkurang (salah satu) dari 3 orang, Allah menggantikannya dari salah satu 5 orang. Ketika mati/ berkurang (salah satu) dari 5 orang, Allah menggantikannya dari salah satu 7 orang. Ketika mati/ berkurang (salah satu) dari 7 orang, Allah menggantikannya dari salah satu 40 orang. Ketika mati/ berkurang (salah satu) dari 40 orang, Allah menggantikannya dari salah satu 300 orang. Ketika mati/ berkurang (salah satu) dari 300 orang, Allah menggantikannya dari orang awam.
Sebab mereka kehidupan atau kematian. Sebab mereka hujan turun dan tamanam tumbuh. Dan sebab mereka bala/ musibah tertolak.
Kalimatمَاتَ / maata : mati, yang dirangkai dengan,
اَبْدَال َاللهُ مَكَا نَهُ مِنَ الثَلا َثَةِ = Allah menggantikan kedudukannya dari salah satu 3 orang, dalam hadis riwayat Abu Nuaim al-Isfahani dan Ibnu Asakir dari Ibnu Mas’ud Ra diatas, dengan menjelaskan keberadaan al-Ghauts Ra, bukan secara ruhani dari alam barzah, akan tetapi secara jasmani dan ruhani.
Dalam kitab al-Yawakit juz II, hlm 80, diterangkan :
وَمِنْ شُرُوطِهِ اَنْ يَكُونَ ذَا جِسْمٍ طَبِيْعِيٍ وَرُوْحٍ , وَيَكُونُ مَوْجُودًا فِي هذِهِ الدَارِ بِجَسَدِهِ وَحَقِيْقَتِهِ فَلاَبُدَّ اَنْ يَكُونَ مَوْجُودًا فِي هَذِهِ الدَارِ بِجَسَدِهِ وَرُوحِهِ مِنْ عَهْدِ اَدَمَ اِلَى يَوْمِ القِيَا مَةِ
Dan diantara persyaratan (keberadaan) Al Ghauts Ra : Wujud dengan rohani dan perwatakan jasmani pula . Dan dalam kehidupan nyata (sejak zaman Nabi Adam sampai hari qiyamat) .
Telah banyak kitab tasawuf yang menerangkan, bahwa para al-Ghauts Ra memohon kepada-Nya, jika sekiranya Beliau Ra wafat, Allah Swt berkenan mengangkat putranya atau keluarga yang lain sebagai al-Ghauts untuk menggantikannya. Dan sebagai calon pengganti, mereka berada dalam asuhan al-Ghauts sebelumnya.
Misalnya, al-Ghauts fi Zamnihi Syeh Muhammad Wafa, digantikan oleh putranya (Syeh Ali Ibn Muhammad Wafa), al-Ghatus fi Zamnihi Syeh Ali al-Khirqani, digantikan oleh putranya (Syeh Ibrahim Ibn Ali al-Khirqani). Syeh Sari Saqti digantikan oleh keponakannya sendiri (Syeh Junaid al-Bagdadi), Syeh Baba Samasi digantikan oleh muridnya (Syeh Amir Kulal), Syeh Amir Kulal digantikan oleh murid dan kawan seperguruan, yakni Syeh Bahauddin Naqsyabandi. Syeh Abdul Qadir Jailani digantikan oleh putranya (Syeh Abdur Razaq). Syeh Daud Ibnu Makhla digantikan oleh Syeh Muhammad Wafa (muridnya), Syeh muhammad Wafa digantikan oleh murid putranya (Syeh Ali Ibn Wafa), Syeh Abun Najib Suhrawardi digantikan oleh keponakannya (Syeh Syihabudin Umar Suhrawardi Ra (pemilik kitab “Awarif al-Ma’arif).
Jumlah al-Ghauts Ra Pada Setiap Waktu.
Allah Swt adalah Maha Satu, Rasulullah Saw juga hanya satu, maka sudah tentu khalifah Allah-pun hanya satu. Banyak keterangan dari hadits Nabi Saw, bahwa dalam setiap waktu hanya ada satu orang yang menjadi tempat tajallinya Allah Swt. Dialah al-Ghauts Ra pada masanya.
Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra dalam kitabnya al-Yawaqit wal Jawahir juz II halaman 81. menjelasan :
فِيْمَا بَيْنَ القَوْمِ لاَ يَكُونُ مِنْهُمْ فِي الزَماَنِ اِلاّ وَاحِدٌ وَهُوَ الغَوْثُ
Dan diantara mereka, dalam setiap waktu, kecuali adanya satu hamba Allah. Dialah al-Ghauts.
Dan dalam kitab yang sama pada halaman 80 dijelaskan :
فَلاَ يَخْلُوزَمَانٌ مِنْ رَسُولٍ يَكُوْنُ فِيْهِ وَذَاِلِكَ هُوَالقُطْبُ الذِي هُوَ مَحَلُّ نَظْرِالحَقِّ تَعَالَى مِنَ العَالَمِ كَمَا يَلِيْقُ بِجَلاَلِهِ وَمِنْ هَذَاالقُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ الاِمْدَادِالالهية علَى جَمِيْعِ العَالَمِ العُلْوِي وَالسُفلِي
Tidak akan sepi pada setiap zaman dari seorang rasul-nya Nabi Muhammad Saw (mujaddid). Dialah al-Quthbu (al-Ghuts Ra), yang menjadi tempat pancaran sinar pemeliharaan Allah kepada agama Islam dan alam. Dan kemudian dari Beliau Ra bercabang-cabanglah seluruh pemeliharaan tersebut kepada alam atas dan alam bawah.
Gelar Bagi Al-Ghauts Ra
Berbagai macam gelar dan sebutan yang diberikan oleh para kaum sufi dan para auliyaillah kepada al Ghautsu Ra. Gelar dan sebutan tersebut disesuailan dengan tugas dan fungsi Beliau Ra. Sedangkan gelar al-Ghauts, diberikan kepada Beliau Ra karena fungsinya sebagai penolong bagi seluruh ummat tanpa pandang bulu.
Banyak sekali gelar dan panggilan yang sesuai dengan tugas batinyah dan yang diberikan kepada al-Ghauts Ra. Dan disini hanya diterangkan sebagian saja, antara lain :
1. Insan Kamil. (Manusia Sempurna).
Dalam kitab Misykat al-Anwar pada bahasan “al-Quthbu” Imam al-Ghazali menyebut al-Ghauts Ra dengan al-Insan al-Kamil (manusia sempurna dalam iman, taqwa dan akhlaknya) :
فَاِنَّ مَنْ يَجْمَعُ بَيْنَ الظَّاهِرُ والبَاطٍنُ جَمِيْعًا فَهَذَا هُوَ الكَامِلُ
Barang siapa dapat mengumpulkan (pemahaman) alam lahir dan alam batin secara menyeluruh, dialah manusia sempurna.
Gelar ini diberikan kepada Beliau al-Ghauts, karena kesempurnaan ahlaknya seperti akhlak Rasulullah Saw (sebagai fotocopy pribadi Rasululllah Saw) .
Sebagaimana penjelasan Imam Sofyan Tsaury Ra (ulama sufi yang ahli hadis) – yang berdasar pendapat para tabi’in - membagi ulama kedalam 3 (tiga) bagian :
العُلَمَاءُ ثَلاَثَةٌ :عَالِمُ بِاللهِ يَخْشَى اللهَ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِأَمْرِ اللهِ, عَالِمٌ بِاللهِ وَعَالِمٌ بِأَمْرِ اللهِ يَخْشَى اللهَ فَذَاكَ العَالِمُ الكَامِلُ, وَعَالِمٌ بِأَمْرِ اللهِ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِاللهِ فَذَاكَ العَالِمُ الفَاجِرُ
Ulama ada tiga kelompok; Ulama yang memahami tentang ilmu BILLAH, serta takut kepada Allah, namun ia tidak alim tentang hukum-hukum Allah. Dan, Ulama yang memahami BILLAH serta alim tentang hukum-hukum Allah, dan ia takut kepada Allah. Dan dialah orang alim yang sempurna. Dan, Ulama yang memahami hukum-hukum Allah, tapi tidak alim tentang ilmu BILLAH. Dan dialah ulama yang durhaka.
2. Al-Quthbu (wali quthub) atau Quthbul Wujud (Poros Wujud).
Gelar ini diberikan kepada al-Ghauts Ra, karena tanggung jawabnya dalam alam – sebagai penjaga dan pelestari alam semesta.
اِعْلَمْ حَفَظَكَ اللهُ اِنَّ الاِنْسَانَ الكَامِلَ وَهُوَالقُطْبُ الذِي تَدُوْرُ عَلَيْهِ أَفْلاَكُ الوُجُودِ مِنْ اَوَّلِهِ اِلَى اَخِرِهِ وَهُوَ وَاحِدٌ مُنْذُ كَانَ الوُجُودُ اِلَى اَبَدِ الاَبَدِيْنَ ثُمَّ لَهُ تَنَوُّعٌ فِي مَلاَبِس وَيَظْهَرُ فِي كَنَائِس وَاسْمُهُ الاَصْلِيُ الَذِي هُوَ لَهُ مُحَمَّدٌ وَلَه فِي كُلِّ زَمَاٍن اِسٌم مَايَلِيْقُ بِلِبَاسِهِ
Ketahuilah, semoga Allah menjagamu. Sesungguhnya manusia paripurna itu adalah al-Quthbu, yang mana seluruh wujud dari awal sampai akhir senantiasa mengitarinya. Beliau itu hanya satu selama wujud ini masih ada. Beliau menampakkan diri dengan berbagai macam baju dan sangkar. Sedangkan asalnya nama al-Quthbu adalah untuk Nabi Muhammad Saw. Beliau Saw dalam setiap zaman bersama umat manusia dengan baju al-‘Arif tersebut, dengan menyesuaikan keadaan zaman.
Dan didalam kitab al-Yawaqit wal-Jawahir, oleh Sayyid Abdul Wahhab As-Sya’rani, halaman 82, menerangkan :
اِعْلَمْ اِنَّ بِالقُطْبِ يَحْفَظُ اللهُ دَائِرَةَ الوُجُودِ كُلَهُ فمَنْ عَلِمِ هَذاَ الامْرَ عَلِمَ كَيْفَ يَحْفَظُ اللهَ الوُجُودَ عَلَى عَالَمِ الدُ نْيَا
Ketahuilah, sesungguhnya melalui al-Quthbu (al-Ghauts), Allah menjaga alam wujud ini secara keseluruhan. Barang siapa yang mengerti (rahasia) perkara ini, maka ia mengerti bagaimana Allah menjaga wujud alam.
Dalam Kitab at-Ta’rifaat-nya Syeh Ali Ibn Muhammad al-Jurjani, dan dalam kitab Jami’ al-Ushul Syeh Kamsykhanawi, bab “wawu” dan bab “qaf”, dijelaskan :
القُطْبُ وَقَدْ يُسَمَى غَوثًا وَهُوَ مَوضِعُ نَظْرِ اللهِ فِي كُلّ زَمَانٍ أَعْطَاه الطَلسم الآَعْظَمُ, يُفِيْضُ رُوحُ الحَيَاةِ عَلَى الكَوْنِ الآَعْلَى وَالآَسْفَلَ
Wali Quthub, kadang dinamakan Ghauts. Beliau sebagai tempat memancarnya pandangan Allah. Beliau juga mengalirkan cahaya kehidupan kepada alam baik bawah maupun atas.
القَطْبِيَةُ الكُبْرَى: هِيَ مَرْتَبَةُ قُطْبِ الآَقْطَابِ وَهُوَ بَاطِنُ نُبُوَّةِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ السلاَمُ, فَلاَ يَكُونُ إِلاَّ لَوَرَثَتِهِ لاحْتِصَاصِهِ عَلَيْهِ بِالآَكْمَلِيَةِ. فَلاَ يَكُونُ خَاتِمُ الوِلاَيَةِ وَقُطْبُ الآَقْطَابِ إِلاَّ عَلَى بَاطِنُ خَاتَمِ النُبُوَّةِ
Wali Quthub yang besar adalah martabat Qutubnya quthub. Beliau adalah sirri nubuwwah Muhammad Saw. Tidak ada wali quthub, kecuali kepada ulama pewaris Muhammad Saw. Hal ini memang khusus kepada mereka. Tidak ada penutup kewalian dan pusat para wali quthub, kecuali pada jiwa penutup para Nabi.
Dalam kitab Ghayatul Qashdi wal Murad juz I halaman 123, diterangkan tentang kaidah yang mashur dalam kalangan kaum sufi. Bahwa para ulama muhaqqiqin membagi kedudukan quthub kedalam 3 bagian. Pertama, quthbul ilmi, seperti Hujjatul Islam Imam al-Ghazali Ra. Kedua, quthbul ahwal, seperti Syeh Abu Yazid al-Bushthami Ra. Ketiga, quthbul maqaamat, seperti Syeh Abdul Qadir al-Jailani.
Dan – sebagai tahaddus binni’mah -, diantara pengamal Wahidiyah mimpi bertemu Rasulullah Saw yang memberitahukan, bahwa Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah memiliki ketiga-tiganya. Beliau Qs wa Ra mendapat warisan ilmu dan makrifat dari seluruh Ghauts sebelumnya. Hingga Beliau Qs wa Ra mencapai derajat mujtahid dalam bidang tasawuf dan tarekat.
3. Wahiduz Zaman (satu-satunya hamba Allah pada zaman itu).
Gelar ini diberikan kepada al-Ghauts Ra, karena hanya Beliaulah yang menguasai suluruh sari ilmu agama dan kitab Allah yang diturunkan kedunia. Dan dalam hadis, Rasulullah Saw, juga menggunakan al-Wahid, ketika memaksudkan al-Ghauts Ra.
Syeh Abdul Wahhab As-Sya’rani, dalam kitabnya Lawaqih al-Anwar wa Thabaqah al-Ahyar jilid II, dalam bab “Muhammad Wafaa”, menukil fatwa Muhammad Wafa :
لِكُلِّ زَمَانٍ وَاحِدٌ لاَمِثْلَ لَهُ فِي عِلْمِهِ وَحِكْمَتِهِ مِنْ أَهْلِ زَمَانِهِ وَلاَ مِمَّنْ هُوَ فِي زَمَانٍ سَابِقٍ وَلِسَانُ هَذَا الوَاحِدُ فِي زَمَانِهِ لِتَلاَمِيْذِهِ : كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَاسِ
Untuk setiap zaman terdapat satu hamba Allah yang tiada bandingannya dalam ilmunya dan hikmahnya, dan tiada yang membandinginya hamba-hamba (pewaris) masa lalu. Dan bahasa dari hamba satu ini dalam setiap zaman kepada muridnya : Engkau adalah ummat manusia terbaik yang diturunkan kedunia.
Syeh Amin Al Kurdi Ra menjelakan :
لاَبَنْبَغِي لِلْعَالِمِ وَلَوْتَبَحَّرَ فِي العِلْمِ حَتّى صَاَر وَاحِدَ اَهْلِ زَمَانِهِ اَنْ يَقْنَعَ بِمَاعَلَّمَهُ وَاِنَّمَا الوَاجِبُ عَلَيْهِ الاجْتِمَاعُ بِاَهْلِ الطَرِيْقِ لِيَدُلُّوهُ عَلَى صِرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. وَلاَ يَتَيَّسَّرُ ذَاِلَك (كُدُورَاتِ الهَوَى وَحُظُوظُ نَفْسِهِ الاَمَّارَةِ بِالسُوءِ( عَادَةً اِلاَّ عَلَى يَدِ شَيْخٍ كَامِلٍ عَالِمٍ فَاِنْ لَمْ يَجِدْ فِي بِلاَدِهِ اَوْاِقْلِيْمِهِ وَجَبَ عَلْيْهِ السَفَرُ اِلَيْهِ
Tidak patut bagi orang alim, meskipun ilmunya seluas lautan, sudah merasa puas dengan ilmunya. Kecuali ia telah menjadi Wahiduz Zaman pada waktu itu. Bahkan ia wajib bagi mereka berkumpul dengan para ahli tarekat, agar ia ditunjukkan kearah jalan yang lurus. Karena tidak mudah menghilangkan kotoran dan keinginan serta lembutnya nafsu yang mengajak kepada kejelekan, kecuali ia dibawah kekuasaan dan bimbingan Syeh Yang Kamil dan Alim dalam hal tersebut. Dan apabila didaerahnya atau dilingkungannya tidak ada guru Syeh Kamil, maka ia wajib pergi menuju daerah dimana Syeh Mursyid Yang Kamil berada.
4. Sulthanul Auliya’ (Raja Waliyullah) dan Ru’usul ‘Arifin. Gelar ini diberikan kepada al-Ghauts, disamping sebagai penolong ummat dari belenggu kemusyrikan, juga sebagai pimpinan para waliyullah Ra dan para ulama Arif Billah wa Rasulihi Saw.
5. Al-Mujaddid = Pembaharu / Reformer .
Gelar ini diberikan kepada al-Ghauts Ra, karena banyak diantara al-Ghauts yang sekaligus sebagai pembaharu dalam agama Islam, agar asas agama kembali seperti semula. Gelar Mujaddid ini diberikan kepada al-Ghauts dengan tambahan sebutan as-Shamadani/ atau al-Murabbi (Mujaddid al-Murabbi/ al-Mujaddid as-Shamadani). Dikandung maksud untuk membedakan dengan para mujaddid lain yang tidak berpangkat al-Ghaus Ra. Diantara al-Ghauts yang sekaligus seorang mujaddid :
1). Syeh Abu Thalib al-Makky (w. 385 H).
Beliau Ra adalah penulis kitab Quut al-Quluub. Kitab ini menjadi rujukan kaidah
tasawuf oleh para pembesar sufi pada masa berikutnya. Dan banyak ulama yang mengatakan, bahwa kitab inilah yang mengilhami Imam Qusyairi menulis kitab Risyalah al-Qusyiriyah, dan Imam Ghazali menulis kitab Ihya’ Ulumuddin.
2). Hujjatul Islam Imam al-Ghazaliy (w- 1111 M).
Dalam kitab al-Munqid min al-Dlalal (jalan keluar dari kesesatan) -nya, Imam Ghazali menceritakan pengalaman batinnya. Ketika itu, Beliau mengoreksi kemurnian batinnya dalam beribadah dan berjuang. Ditemukannya, ketika berjuang dan mengajar, ternyata niatan hati tidak untuk mengabdi kepada Allah Swt, melainkan untuk kepentingan kehormatan dan ketenaran diri, dan ini berarti bukan menyembah Allah Swt, akan tetapi menyembah nafsunya, dan ini pula yang dinamakan syirik dosa yang paling dimurkai oleh Allah Swt. Akhirnya ditinggalkannya tugas sebagai dosen dan kepala perguruan tinggi “Nidlamiyah”. Beliau mengasingkan diri. Namun, ditengah-tengah pengasingannya itu, hatinya berbisik : kasihan ummat dididik oleh orang-orang yang tidak mengerti agama. Dan kembalilah Imam kebangku perkuliahan. Demikian pula ketika sudah berjuang dan mengajar, dikoreksinya niatan dalam hati, dan ditemukannya kembali, bahwa dirinya berjuang bukan karena Allah, akan tetapi tetap karena kehormatan dan ketenaran diri. Merasa usianya sudah tua yang tidak lama lagi pulang kerahmatullah, Imam mengasingkan diri kembali untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan sungguh-sungguh untuk memohon hidayah-Nya.
3). Syeh Bahauddin an-Naqsyabandi (w. 896 H).
Ketika kurang 1 minngu dari hari kelahirannya, Syeh Baba as-Samasi Ra al-Ghauts pada waktu itu, berkata : sebentar lagi ada bayi yang akan lahir. Ketika sudah dewasa, nantinya dia menjadi waliyullah yang basar. Tepat 1 minggu, lahirlah bayi kecil yang diberi nama Bahauddin. Oleh bapaknya, bayi ini disowankan kepada Syeh Baba untuk dimohonkan doa restu. Kepada para murid yang juga ikut sowan, Syeh berfatwa : Ini adalah anakku juga, jika kamu hidup pada masa anak ini, ikutilah dia.
4). Syeh Abdullah Umar al-Ahdali as-Sirhindi (w. 1035 H).
Dalam syarahnya kitab “Faraidul Bahyah”, yang sering disertakan oleh para penerbit, dalam kitab “al-Asybah wa an-Ndzair”-nya Syeh Jalaludin Suyuthi, sebagai catatan luar/ hamisy, dalam bab “muqaddimah”, dijelaskan bahwa Syeh Umar al-Ahdali adalah waliyullah yang mencapai derajat al-Ghauts Ra.
5). Syeh Abdullah Alwi al-Haddad (w. 1132 H). Pemilik “ratibul haddad” dan pendiri tarekat Haddadiyah.
Beliau Ra ini mengalami buta sejak usia 4 tahun gara-gara penyaki katarak. Sejak kecil dia tekun menuntu ilmu, riyadlah dan mujahadah. Jika ingin mengetahui isi salah satu kitab, ia memintan kawannya yntuk membacakannya. Karena memiliki pemikiran cerdas, pandangan yang jauh, banyak para ulama yang bersedia membacakan kitab disampingnya. Banyak kitab tasawuf yang telah ditulisnya, antara lain : ad-Da’wah at-Tammah wa at-Tadzkirah lil-“Ammah Risaalah al-Mu’awanah, Adab Sulukil Murid, Nashaih ad-Diniyah wa al-Washaya al-Imaniyah dan an-Nafais al-Uluwiyah fi al-Masail as-Shufiyah. Dalam kitab yang pertama, Beliau menjelaskan bahwa tarekat terbagi kedalam ‘ammah (untuk mukmin dari kalangan bawah) dan khasshah (untuk para auliyaillah dan kaum arifin). Sedangkan kitab yang terakhir mengulas tentang derajat kewalian; abdal, autad, al-quthbu al-Ghauts, syaikhut thariqah. Banyak ulama pada masanya yang mengatakan bahwa Beliau adalah seseorang yang mampu mencapai derajat al-Quthbu al-Ghauts.
6). Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra).
Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra, Ramanda dari Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra, pernah mimpi mengitari dunia sambil kencing. Dan tanah yang dikencingi menjadi subur, padahal sebelumnya tampak gersang. Mimpi ini ditanyakan kepada Mbah KH. Khalil Bangkalan Madura. Sampeyan nanti akan memiliki keturunan yang ilmunya dapat menyadarkan ummat manusia jami’al alamin, jawab Mbah Khalil. Baliau Qs wa Ra tidak meninggalkan sebuah kitab. Dan yang ditinggalkan dan diwariskan hanyalah Shalawat Wahidiyah, yang jika mau memandang dengan hati yang jernih, bebas darirasa iri, dengki dan ambisi - didalamnya terdapat ajaran yang merupakan inti dari kesempurnaan keimanan, keislaman dan keihsanan. Lain itu pula didalam shalawat Wahidiyah mengajarkan tentang keberadaan al-Ghauts Ra, dan sekaligus memberikan jalan untuk pembuktiannya, yang mana hal ini belum dilakanakan oleh para al-Ghauts sebelumnya. Disamping memiliki karamah mudah menyelesaikan permasalahan keluarga, shalawat Wahidiyah juga dapat membawa pengamalnya mudah bertemu Rasulullah Saw baik dalam mimpi maupun jaga.
* * Catatan Penting.
Diantara al-Ghauts Ra ada juga yang berpangkat mujaddid, dan juga yang tidak. Begitu pula, belum tentu seorang mujaddid, berpangkat al-Ghauts. Misalnya, sebagaimana keterangan dalam kitab Yawaqit diterangkan, bahwa Imam Syafi’i (w. 204 H) adalah mujaddid dalam bidang ushulil fiqih dan Abul Hasan al Asy’ari (w. 324 H) adalah mujaddid dalam biang penyusunan pemahaman aqidah, namun dalam kewaliannya bukan al-Ghauts, melainkan wali Abdal. Dan dalam kitab Bugyah al Mustarsyidin bab “khatimah”, diterangkan bahwa Imam Syafi’i adalah mujaddid abad ke 2 H dan Imam Abul Hasan al-Asy’ari beliau adalah mujaddid pada abad ke 3 H. Dan pada masa Syaf’i’i ini yang menjabat al-Ghauts Ra, adalah Syeh Syaiban ar Ra’i. (kitab Risyalah al Qusyairiyah, Imam Qusyairi w. 465 H, bab “washiyah ‘alal murid”). Dan pada masa Imam Al Asy’ari, yamng menjabat al-Ghauts Ra adalah Syeh Abu Bakar Sibliy Dallaf w. 327 H. ( kitab al-Insan al Kamil juz II bab “insan kamil” Syeh Abdul Karim Jilly w. 826 H)). Sedangkan al-Ghauts Ra yang tidak berpangkat mujaddid banyak sekali, antara lain, Syeh Abal Khair Hammad Ad-Dibas, Syeh Abdul Qadir Jailani, Imam Nawawi, Syeh Muhammad Wafa, Syeh Suhrawardi, Syeh Samsuddin al-Hanafi, Syeh Abdul Aziz ad-Dabbag, Imam badawiy, Syeh Abdullah as-Samani al-Madani.
7. Khatmul Auliya .
Al-Ghauts berkedudukan sebagai Khatmul Auliya’ sebagaimana Rasulullah Saw berkedudukan Khatmul Anbiya’. Dalam bahasa arab, kata al-Khatam dapat diartikan penutup dan setempel/ cap. Dalam kitab al-Insan al-Kamil nya Syeh al-Jilliy, bab “khatimatun”, juga diterangkan bahwa maqam makrifat tertinggi yang dapat dicapai oleh setiap salik disebut maqam al-Khitam, yang hanya dapat diraih oleh satu hamba Allah Swt dalam setiap zaman.
8. Murabby al-Qudsi = Pembimbing jiwa yang Suci.
Imam al-Ghazali Ra dalam kitabnya Misykatul-Anwar, dalam pasal I pada pembahasan “Nurul-Muthlaq”, menjelaskan :
وَهَذِهِ الخَاصَّة تُوجَدُ لِلرُوْحِ القُدْسِي النَبَوِي أِذْ تُفِيْضُ بِوَاسِطَتِهِ أَ نْوَارُ المَعَارِفِ عَلَى الخَلْقِ وَبِهِ تُفْهَمُ تَسْمِيَةُ اللهِ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِرَاجًا مُنِيْرًا, وَالاَنْبِيَاءُ كُلُّهُمْ سِرَاجٌ, وَكذَالِك العُلَمَاءُ
Dan “Nur al-Mutlah” ini diwujudkan khusus untuk ruh Nabi yang qudus (suci). Sebab dari Ruh Qudus ini mengalirlah seluruh nur makrifat kepada seluruh mahluk. Dan sebab Ruh Qudus ini pula dapat dipahami pemberian nama oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw, dengan nama Sirajan Muniran (pelita yang menerangi alam semesta). Dan semua Nabi adalah pelita, demikian pula ulama (al-Ghauts).
9. Al-Jami’ul Khalqi. Gelar ini diberikan kepada al-Ghauts karena kedudukannya sebagai tempat sandaran mahluk secara batiniyah.
اِعْلَمْ اِنَّ القُطْبَ وَقَدْ يُسَمَّى غَوْثًا بِاعْتِبَارِ اِلْتِجَاءِ المَلْهُوفِ اِلَيْهِ هُوَعِبَارَةٌ عَنِ الفَرْدِ الجَامِع الوَاحِدِ الذِي هُوَ مَوْضِع نَظْرِاللهِ فِي كُلِّ زَمَانٍ. وَمِنْ لَدُنْهُ يَسْرِي فِي الكَوْنِ وَالاَعْيَانِ البَاطِنَةِ وَالظَاهِرَةِ سِرْيَانُ الرُوْحِ فِي الجَسَدِ. بِيَدِهِ قِسْطَاسُ الفَيْضِ الاَعَمّ. هُوَ يُفِيْضُ رُوْحُ الحَيَاةِ عَلَى الكَوْنِ الاَعْلَى وَالاَسْفلِ. فَهُوَ بَاطِنُ نُبُوّةِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم
Ketahuilah sesungguhnya wali Quthub (Ghauts) itu, sebagai tempat pengungsian mahluk. Beliau adalah hamba yang satu dan sekaligus sebagai pengumpul mahluk. Beliau juga sebagai tempat pandangan Allah dalam setiap zaman. Dari diri Beliau mengalir rahasia-rahasia kehidupan batin dan lahir sebagaimana mengalirnya ruh kedalam seluruh jasad. Dari diri Beliau, Allah menumpahkan ruh kehidupan baik kepada mahluk alam atas maupun alam bawah. Beliau itu secara esensi batiniyahnya sebagai (fotocopy) Nabi Muhammad Saw.
10. Abdul Warits (hamba dari Dzat Yang Mewariskan).
Dalam kitabnya Jami’ al-Ussul fii al-Auliya’, al-Ghauts Fii Zamanihi Syeh Ahmad Kamasykhanawi, menjelaskan bahwa al-Ghauts Ra dapat dinamakan Abdul Warits. Karena kepada al-Ghauts Ra Allah Swt mewariskan sari makna kandungan al-Quran dan kitab-kitab yang diturunkan kebumi dan sirri Rasulullah Saw.
لآَنَّهُ إِذَا كَانَ بَقِيًا بِبَقَاَءِ الحَقِّ بَعْدَ فَنَائِهِ عَنْ نَفْسِهِ لَزِمَ أَنْ يَرِثَ مَا يَرِثُهُ الحَقُّ مِنَ الكُلِّ وَهُوَ يَرِثُ الآَنْبِيَاءَ عُلُومَهُمْ وَمَعَارِفَهُمْ وَهِدَايَتَهُمْ لِدُخُولِهِمْ فِي الكُلِّ
Karena al-Ghauts ketika sudah berada pada maqam baqa’ (billah) setelah keluar dari maqam fana’ dari dirinya, maka Allah mewariskan jiwa kulliyat/ universal. Dan Beliau mewarisi ilmu, makrifat, dan hidayah para Nabi. Semua itu diperolehnya setelah memasuki maqam jiwa kulliyat.
Dalm kitab Syawahidul Haq-nya Syeh an-Nabhani Ra, halaman 414 diterangkan, setelah Nabi Muhammad Saw dipanggil kerahmatullah, sirri Rasulullah Saw diwariskan kepada al-Ghauts Ra. Sebagaimana yang diterima al-Ghuats fii Zamanih Imam Abul Hasan As-Syadzali Ra (pendiri tarekat syadzaliyah)
وَارثٌ ِلأَ سرَاِر سَيَّدِالمرْسَلِيْنَ الأَ عْظمُ القُطبُ الغَوْثُ
Pewaris sirri pimpinan rasul yang paling agung adalah al-Qutub al-Ghauts.
11. Mursyid Kamil Mikammil (Pemandu Ruhani Yang Sempurna Dan Menyempurnakan).
Dalam kitabnya Khulashah at-Tashanif fit Tashawuf dalam “khutbatul kitab”, (Majmu’ah Rasail lil Ghazali, Darul Fikri, Bairut – Libanon, cet. I, hlm : 173), Imam al-Ghazali menerangkan tentang keharusan setiap salik mencari guru mursyid yang kamil mukammil.
اِنَّهُ لآَ بُدَّ لِلسَّالِكِ مِنْ مُرْشِدٍ مُرَبٍّي أَلْبَتَةً, لاَنَّ اللهَ تَعَالَى أَرْسَلَ الرُّسُلَ عَلَيْهِمْ الصَلاَةُ وَالسَلاَمُ للِخَلْقِ لَيَكُونُ دَليْلاً لَهُمْ وَيُرْشِدُهُمْ اِلَى الطَرِيْقِ المُسْتَقِيْمِ. وَقَبْلَ اِنْتِقَالِ المُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم اِلَى الدَارِ الاَخِرَةِ قَدْ جَعَل خُلَفَاء الرَشِدِيْنَ نَوَّابًا عَنْهُ لِيَدُلُّوا الخَلْقِ عَلَى طَرِيْقِ اللهِ. وَهَكَذَا اِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ فَالسَّالِكُ لاَ يَسْتَغْنَى عَنِ المُرْشِدِ
Sesungguhnya bagi setiap salik harus adanya mursyid yang membimbingnya. Kerena Allah Swt mengutus para rasul As kepada mahluk, sebagai bukti (keberadaan Tuhan) dan sebagai penunjuk kejalan yang lurus. Sebelum kepindahan Rasulullah Saw kealam akhirat, Rasulullah Saw telah mempersiapkan khalifah ar-Rasyidin sebagai penggantinya, agar mereka menunjukkan mahluk kejalan Allah.
Hal ini berlaku sampai hari kiamat. Maka, setiap salik wajib memiliki seorang mursyid.
Dan Imam Ghazali menjelaskan bahwa mursyid yang hakiki, mendapat limpahan cahaya dari Nabi Muhammad Saw secara langsung.
وَاقْتَبَسَ نُورًامِنْ أَنْواَر سَيِّدِنَا ٍمُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم فَإِنْ تَحَصَّلَ أَحَدٌ عَلَى مِثْلِ هَذَاالمُرْشِدِ وَجَبَ عَلَيْهِ اِحْتِرَامُهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا
Dan (mursyid) menerima pancaran langsung dari Nur Nabi Muhammad Saw. Jika seseorang berhasil mendapatkan mursyid yang seperti ini, wajib baginya menghormatnya secara lahir dan batin.
Orang-orang yang bertaqwa kepada Allah Swt, masih diperintahkan senantiasa bersama dengan orang-orang yang benar (dalam lahiriyah maupun batiniyah, dalam iman, islam maupun ihsan). Sebagaimana keterangan dalam firman Allah Swt :
يَأَيُّهَا الذِيْنَ أَمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَكُوْنُوا مَعَ الصَّادِقِيْنَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan beradalah kalian bersama dengan orang-orang yang benar. (Qs. at-Taubah : 119).
Seseorang bila dapat bertemu ulama yang shadiq (guru ruhani yang benar) sebagaimana keterangan dalam ayat 119 surat at-taubah, dan kemudian ia terus bersamanya, maka ia akan diantar dekat kepada Allah Swt secara benar dan lurus. Sebagaiman tercermin dalam sabda Rasulullah Saw :
كُنْ مَعَ اللهِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ فَكُنْ مَعَ مَنْ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوصِلُكَ إِلَى اللهِ إِنْ كُنْتَ مَعَهُ.
kamu semua dengan Allah. Jika tidak mampu, bersamalah dengan orang yang mampu bersama Allah. Sesungguhya orang itu akan mengantarmu kepada Allah, jika kamu bersamanya.
Rasa jenuh sering timbul, setelah seseorang berada dalam suatu keadaan secara terus menerus. Rasa jenuh ini merupakan sesuatu yang manusiawi. Demikikian pula, seseorang meskipun sudah bertemu dan bersama Guru Ruhani Yang Kamil, setan/ nafsu tetap menggoda melalui rasa junuh ini. Dibisikkan kejenuhan dalam hati murid, ketika dirinya atau keinginannya tidak segera mendapat perhatian atau doa restu guru. Dan kemudian malas melaksanakan rabithah (sowan secara ruhani) kepadanya. Dan bahkan, rela keluar dari barisan GURU RUHANI tersebut. Dalam hal ini Allah Swt wa Rasulihi Saw benar-benar mewanti-waNti mukmin agar tetap dan sabar bermakmum kepada Guru Kamil Mukammil. Firman Allah Swt, Qs. al-Kahfi : 28 :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الذِيْنَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالغَدوآةِ وَالعَشِيِّ يُرِيْدُونَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الحَيَاةِ الدُنْيَا, وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا.
Sabarlah kamu semua (tetap) bersama orang-orang yang memanggil Tuhan mereka diwaktu pagi dan petang. Dan yang mengharapkan Dzat-Nya. Dan janganlah kamu memalingkan pandanganmu dari mereka, hanya karena engkau menginginkan keindahan dunia. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang Kami lupakan hatinya dari dzikir kepada-Ku, mereka mengikuti hawa nafsunya, dan memanglah melampaui batas.
Dan ayat diatas diperjelas lagi oleh hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas, yang menerangkan; wajib tetap bersabar bersama guru, meskipun merasa kurang senang terhadap sikap gurunya (misalnya dirinya atau keinginanannya tidak segera mendapat perhatian atau doa restu). Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْ,فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa yang kurang senang terhadap sesuatu yang datang dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Amirnya sejengkal saja, maka dapat mengakibatkan mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah.
Bersabar dalam bermakmum dan mengikuti Guru Ruhani yang Kamil Mukammil merupakan hal pokok untuk meluruskan keimanan. Jika seseorang keluar dari barisan al-Ghauts Ra dapat menyebabkan mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah.
Dalam mengulas makna hadis Bukhari dan Muslim diatas, al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Daud Ibnu Makhala Ra (guru dari Syeh Muhammad Wafa Ra), mengatakan :
مَنْ دَخَلَ الدُنْيَا وَلَمْ يُصَادِفْ رَجُلاً كَامِلاً يُرَبِّيْهِ خَرَجَ عَنِ الدُنْيَا مُتَلَوِّثًا بِالكَبَائِرِ وَلَوكَانَ لَهُ عِبَادَةُ الثَقَلَيْنِ
Barang siapa yang memasuki dunia sedangkan ia belum bertemu dengan lelaki sempurna yang membimbingnya, maka ia keluar dari dunia dengan berlumuran dosa besar (syirik), walaupun ia memiliki ibadah sebanyak ibadahnya seluruh mahluk dari kelompok jin dan manusia.
Para ulama yang Arif Billah, mengatakan : Qalbu tidak dapat bersih kecuali dengan nadzrah (radiasi batin) Nabi Muhammad Saw atau waliyullah yang memiliki keahlian dalam bidang tersebut dan yang telah teruji.
لاَيُذْهَبُ كَدْرُ القَلْبِ إِلاَّ بِنَظْرِ نَبِيٍّ أَوْ وَلِيٍّ ذِي تَجْرِبَةٍ فِي هَذَا الشَأْنِ.
Kotoran hati tidak akan hilang kecuali, kecuali dengan nadzrah nabi atau wali yang memiliki keahlian yang teruji dalam bidang ini.
Dan jika hati belum terbebas dari belenggu kemusyrikan, persowanan seseorang kepada Allah Swt akan ditolak-Nya. Dan dipadang mahsyar ia akan dicampakkan dengan penderitaan yang sangat pedih. Seluruh hartanya (harta lahir maupun harta batin), anak-anak serta keluarganya tidak mampu menolongnya dari lembah kemusyrikan dan kemurkaan Allah Swt.
يَوْمَ لاَيَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنٌ. إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
Pada hari itu (kiamat) tidak dapat memberi manfaat, harta dan anak. Kecuali orang-orrang yang datang (menghadap) kepada Allah dengan hati yang selamat (bersih).
Sebagai pengamal dan khadimul Wahidiyah, mari kita tingkatkan kesabaran dalam bermakmum kepada Beliau Hadratul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif Majid Ra. Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, serta senantiasa memohon kepada Allah Swt agar dapat beristiqamah bersama Guru ruhani yang kamil mukammil.
Sirri dan kemampuan Mursyid Yang Kamil tersebut, sebagaimana tercermin dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَطْعَمَ نَبِيًّا فَقَبَضَهُ رِزَقَهُ مَنْ يَقُومُ بَعْدَهُ
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, jika memberi rizki kepada seorang nabi, kemudian dipanggilnya kealam baka, maka rizki tersebut akan diberikan kepada seseorang yamg menduduki jababatan sesudahnya.
Rizki yang Allah Swt berikan kepada Rasulullah Saw akan diberikan kepada hamba-Nya yang diberi kedudukan sebagai pewaris nabi. Makna hadis diatas diperkuat lagi oleh hadis riwayat Imam Bukhari. Rasulullah Saw Bersabda :
زُوِيَتْ لِيَ الأرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مَلِكُ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
Hadits riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim dari sahabat ‘Ubadah Ibn As Shamit, Rasulullah Saw bersabda :
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُوْنَ بِهِمْ تَقُومُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْصَرُونَ
Tidak sepi didalam ummat-Ku, dari tigapuluh orang. Sebab mereka bumi tetap tegak, dan sebab mereka manusia diberi hujan, dan sebab mereka manusia tertolong.
Dengan demikian, mengetahui pribadi hamba yang dijadikan sebagai pintu menuju Hadratullah, merupakan sesuatu yang amat penting dalam meluruskan iman dan ihsan. Tanpa menjadikan Beliau Ra sebagai guru dan imam ruhani, maka setan/ nafsu yang akan mengantikannya sebagai guru dan imam ruhani. Dan tidak ada jalan untuk mengetahuinya, kecuali hanya melalui ryadlah dan mujahadah untuk memohon hidayah dan rahmat-Nya. Dan alhamdullah, sebagai tahaddus binni’mah, atas karunia Allah Swt dan syafaat Rasulullah Saw, shalawat WAHIDIYAH terbukti dapat mengantarkan pengamlanya menuju kepada jalan tersebut.
1. Sebagai manusia, Beliau Ra adalah manusia biasa seperti umumnya manusia. Namun Beliau Ra diberi kekuatan oleh Allah Swt sebagaimana keterangan tersebut diatas. Oleh karennaya, al-Ghauts fii Zamanihi Imam al-Ghazali Ra (w. 501 H), dalam kitabnya Kimya’as-Sa’adah, pasal “ajaib al-qalbi”, menjelaskan :
وَالطَلَبُ (طَلْبُ شَيْخٍ بَالِغٍ عَارِفٍ) لاَيَحْصُلُ اِلاَّ بالمُجَاهَدةِ
Pencarian Syeh Yang Sempurna dan lagi Arif tidak akan berhasil, kecuali dengan mujahadah.
Kesimpulan Imam al-Ghazali ra ini, dapat dipahami sebagai ulasan dari firman Allah Swt, Qs. al-Isra’ : 70 -71 :
رَبِّي أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَل لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيْرًا. وَقُلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا.
Ya Tuhan masukkanlan aku (dalam kebenaran) dengan cara yang benar. Dan keluarkan aku (dari kesalahan) dengan cara yang benar. Dan jadikan untuk kami pimpinan yang menolong. Katakanlah, telah datang kebenaran dan akan hancur kebatilan. Sesungguhnya kebatilan pasti hancur.
Dengan demikian, ayat 70 surat al-Isra’ ini dapat dipahami atau memberikan gambaran/ isyarah, bahwa melalui kekuatan doa yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh, seseorang akan mendapatkan anugrah serta fadlal dari Allah Swt yang membawanya dapat memahami dan sekaligus mengharapkan kehadiran dan pertemuan seseorang dengan Sultan (guru/ pimpinan) ruhani yang akan menolong manusia dalam urusan baik duniawi maupun ukhrawi.
Forum Diskusi Bersama Pengamal Sholawat Wahidiyah ini di bangun untuk saling berdiskusi dan sharing tentang Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah . Juga dimaksudkan sebagai sarana KONSULTASI, INFORMASI dan KOMUNIKASI bersama tentang Pengamalan, Penyiaran, Pembinaan, Pendidikan Wahidiyah, dan masalah apa aja SECARA UMUM, yang penting BERMANFAAT, antar kita Pengamal Sholawat Wahidiyah dan juga masyarakat luas/umum tanpa pandang bulu dan golongan secara Ikhlas dan bijaksanan, Amiin !.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment