III. 03. 3001 "ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR, KAMI MENJAWAB DAN MENANGGAPI"
TANGGAPAN DAN PENJELASAN atas
KEJANGGALAN GUS THOIFUR TERHADAP AJARAN WAHIDIYAH
----------------------------------------------------------------------------
I. Kejanggalan Pertama Gus Thoifur.
Di dalam buku "PEDOMAN POKOK-POKOK AJARAN WAHIDIYAH"` pada halaman 6-7 di jelaskan tentang BILLAH: 'Dalam segala kehidupan, gerak gerik kita atau perbuatan atau tindakan apa saja lahir dan batin dimanapun dan kapanpun saja, supaya dalam hati senantiasa merasa bahwa yang menciptakan dan menitahkan serta menggerakkan itu semua adalah ALLOH MAHA PENCIPTA! Jangan sekali-kali mengaku atau merasa bahwa kita mempunyai kemampuan sendiri. lni mutlak, dalam segala hal supaya merasa begitu, baik dalam keadaan toat maupun ketika maksiat, harus merasa billah !. Tanpa kecuali !. Ini harus kita sadari !.
والله خلقكم وما تعملون – الصفات - 96
"Padahal ALLOH-lah yang menciptakan kamu sekalian dan apa yang kamu sekalian perbuat."
Menurut kami peryataan di atas sangat bahaya bagi orang awam yang membacanya, karena tidak di jelaskan sikap kita dari kaca mata syariat padahal dalam memahami alquran dan alhadits harus dengan dua pandangan yaitu pandangan syariat dan haqiqot sebagaimana di terangkan dalam kitab "igozdhul himam” halaman 15. dan pernyataan itu tidak punya adab terhadap ALLOH.
Tanggapan dan Penjelasan atas Kejanggalan Pertama :
Gus Thoifur yang terhormat, keterangan BILLAH sebagaimana yang sampean kutip diatas, yang dikuatkan dengan dalil Al Qur’an Surat as-Shoffat ayat 96, yang artinya “Dan Alloh lah yang menciptakan kamu sekalian dan apa yang kamu sekalian perbuat” adalah sudah sangat tepat dan tidak membahayakan bagi siapapun, sekalipun hal itu disampaikan kepada anak-anak usia madrasah atau sekolah dasar. Kenapa demikian, karena ayat diatas dan artinya apabila disampaikan oleh seorang guru kepada siswa usia madrasah atau sekolah dasar dengan kira-kira 2 atau 3 kali penyampaian, dan sehabis penyampaiannya itu, kemudian sang guru menanya kepada siswa dengan pertanyaan sebagai berikut : “anak-anak, siapakah yang menciptakan kamu sekalian ?” , tentu para siswa dengan mudahnya memberikan jawaban : “ALLOH”. Kemudian sang guru melanjutkan pertanyaannya; “ dan siapakah yang menciptakan apa yang kalian perbuat ?” , tentu para siswa juga dengan mudahnya memberikan jawaban : “ALLOH”. Jika sekiranya salah satu diantara para siswa itu ada yang lebih pintar, dan bertanya kepada sang guru : “apakah itu berkenaan dengan perbuatan baik dan buruk pak guru ?”, maka seorang guru yang memiliki wawasan luas, harus mampu memberikan jawaban yang sesuai dengan paradikma yang tepat terhadap pokok bahasan pada saat itu, bahwa pokok bahasan pada saat itu adalah perihal hakekat, maka sang guru harus memberikan jawaban dengan tegas : “ YA”.
Penjelasan dengan gambaran diatas, sudah sangat terang sekali meskipun tanpa keterangan pendukung lebih lanjut, namun demikian agar penjelasan itu lebih gamblang lagi, terpaksa kami memberikan keterangan pendukung.
Gus Thoifur yang terhormat, kita kenal siapa Imam Al Ghozali Ra, beliau adalah salah seorang tokoh Asy’ariyah dan sekaligus ulama’ kalam ahlussunnah wal jama’ah. Dalam pemikiran kalamnya, tentang kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan, beliau menandaskan (pemikiran kalam al-Asy’ari), bahwasannya Tuhan maha berkehendak lagi Maha Kuasa, dialah sang pencipta yang berkehendak mutlak atas ciptannya, pengatur segala apa yang diciptakannya. Manusia dan perbuatannya adalah ciptaan-Nya, maka manusia serta perbuatannya itupun hidup dan berbuat atas kehendak dan kekuasaan mutlak-Nya.
Dalam kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan tidak berlaku ukuran sedikit-banyak, kecil-besar, baik-buruk, manfaat-bahaya, iman-kufur, bertambah-berkurang, menang-kalah, taat-ma’siat, inkar-setia. Maka yang dikehendaki-Nya, atas kekuasaan mutlak-Nya, pasti terjadi. Dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya, dan atas kekuasaan mutlak-Nya, pasti tidak terjadi. Tiada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendak dan kekuasaan mutlak-nya.
Apapun yang dikehendaki, terjadi tepat pada waktu yang dikehendaki-Nya, tidak maju atau mundur sedikitpun, tidak bergeser tempat kejadiannya sedikitpun, dan kadar kejadiannya pun tepat pada keadaan yang dikehendaki-Nya. Tiada sesuatupun yang mampu mengubah waktu kejadiannya, tempat kejadiannya, keadaan ataupun kadar kejadiannya. Kesemuanya tepat terjadi sesuai dengan kehendak dan kekuasaan mutlak-Nya.
Adapun pemikiran kalam beliau tentang “perbuatan manusia” adalah sebagai berikut ;
Berkaitan erat dengan kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan, maka manusia hanya tercipta atas kehendak dan kekuasaan mutlak-Nya. Manusia hanya berbuat atas kehendak dan kekuasaan mutlak-Nya pula, tidak bisa lebih atau kurang. Imam al-Ghozali Ra, mengistilahkan perbuatan manusia itu dengan “maqdur baina qodiroini” (ketentuan diantara dua kemampuan). Tuhan menciptakan gerak atau daya pada diri manusia untuk melakukan perbuatan, ini satu kemampuan (qodr). Sedangkan kemampuan (qodr) yang satunya lagi ialah usaha (kasb) manusia. Maka perbuatan manusia itu tercipta (terwujud) atas dua qodr, yakni atas daya ciptaan Tuhan dan kasb manusia.
Namun demikian, kasb manusia itupun hakekatnya ciptaan Tuhan pula. Kasb manusia bukanlah potensi, melainkan tidak lebih hanya sebuah impotensi. Mengapa ?, karena kasb manusia itupun tidak mungkin ada/ terwujud, tanpa kehendak dan kekuasaan mutlak-Nya.
Kita kembali kepada gambaran guru dan siswa diatas, seandainya ada lagi seorang siswa yang bertanya kepada guru dengan pertanyaan : “pak guru, kalau begitu apakah kita boleh melakukan perbuatan ma’siat ? , maka pak guru harus juga memberikan jawaban yang sesuai dengan paradikma yang tepat terhadap pertanyaan siswa, bahwa pertanyaan siswa itu berkaitan dengan perihal syari’at. Maka sang guru harus memberikan jawaban yang tegas, dengan jawaban : “TIDAK BOLEH”. Kenapa demikian, karena syari’at berkaitan dengan hukum (perintah, larangan dan anjuran Alloh SWT), maka hal-hal yang diperintah dan dianjurkan oleh Alloh SWT sekuat mungkin di laksanakan, dan hal-hal yang dilarang oleh Alloh SWT harus ditinggalkan.
Maka untuk mensikapi hal diatas, kita harus pandai-pandai memilah dan memahami antara kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan, dengan perintah dan larangan Tuhan. Sehingga tidak memunculkan suatu kesimpulan yang kacau balau.
Gus Thoifur yang terhormat, Wahidiyah telah memberikan tuntunan secara lengkap dan seimbang, lahir dan batin, syari’at dan hakekat, sampai-sampai ungkapan dibawah ini sudah sangat dikenal dan sering didengar oleh hampir setiap pengamal Sholawat Wahidiyah.
شَرِيْعَةٌ بِلاَ حَقِيْقَةٍ عَاطِلَةٌ وَحَقِيْقَةٌ بِلاَ شَرِيْعَةٍ بَاطِلَةٌ.
“Syari’at tanpa hakikat kosong, dan hakikat tanpa syari’at batal, tidak berarti”.
Dan lebih-lebih kalau sampean mau membaca buku kami yang sudah ada di sampean dengan seksama, tentu sampean tidak akan menemukan sebuah kejanggalan sebagaimana yang sampaikan ungkapkan diatas. Coba sampean baca dan cermati lagi buku kami “Buku Kuliah Wahidiyah” pada halaman 106 dan 107, yang redaksinya kami kutip dibawah ini :
“Kita bahas lagi tentang BILLAH. Sebab ini masalah pokok, masalah TAUHID, masalah IMAN yang paling menentukan. Ada perbedaan didalam pengetrapan LILLAH dan BILLAH.
Pengetrapan niat LILLAH adalah terbatas. Terbatas pada hal-hal yang tidak dilarang syari’at. Perbuatan atau tindakan yang dilarang Syari’at, baik perbuatan lahir ataupun perbuatan batin sama sekali tidak boleh diniati sebagai ibadah LILLAH. Seperti ma’siat misalnya, sama sekali tidak boleh diniati ibadah LILLAH. Makanya tidak boleh dikerjakan.
Adapun kesadaran rasa BILLAH itu mutlak. Tidak terbatas, melainkan menyeluruh. Menyeluruh dalam segala keadaan, situasi dan kondisi, dalam segala tingkah laku lahir maupun batin, harus merasa BILLAH, tanpa kecuali. Tidak membeda-bedakan ta’at atau ma’siat. Sekalipun didalam keadaan ma’siat (baik yang tidak disengaja ataupun yang disengaja), harus merasa BILLAH.
لاحول ولا قوة الاّ بالله
“Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh-BILLAH”.
قُلْ كُلُّ مِنْ عِنْدِ الله 40 – النساء: 78
“Katakanlah (Wahai Muhammad) segala sesuatu itu datang dari Alloh” (4-An Nisa’-78).
Orang ma’siat yang tidak merasa BILLAH dosanya dobel. Pertama dosa ma’siat itu sendiri, dosa melanggar syari’at, dosa melanggar larangan Alloh, dan kedua dosa tidak sadar BILLAH. Bahkan dosa yang kedua ini yang lebih berat, sebab termasuk dosa syirik sekalipun syirik khofi, syirik secara samar-samar. Bidang TAUHID harus begitu. Harus BILLAH.
Hal tersebut tidak boleh diartikan bahwa kita diperbolehkan melakukan perbuatan ma’siat, asal sudah bisa BILLAH. Tidak, tidak berarti begitu. Perkara boleh atau tidak, itu bidang syari’at, bidang LILLAH. Sedang BILLAH adalah bidang iman, bidang TAUHID. Kita harus mengisi segala bidang. Kita isi sepenuh mungkin. Didalam bidang syari’at, ma’siat tetap ma’siat, dilarang mengerjakannya. Harus dicegah dan dihindari sekuat mungkin. Apabila terpaksa menjalankan ma’siat harus diakui itu terlarang, tidak boleh dikerjakan. Maka harus cepat-cepat menghindar dan bertobat. Didalam kita menghindarkan diri dari ma’siat dan bertobat itulah yang harus disertai niat LILLAH disamping sadar BILLAH senantiasa.
Ayat berikutnya yakni ayat nomor 79 An Nisa’ berbunyi :
مَاأَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ 40 – النساء : 79
“Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Alloh, dan apa saja bencana yang menimpa dirimu adalah dari kesalahan dirimu sendiri” (40-An Nisa’ : 79).
Ini contoh, bagaimana kita mengisi bidang syari’at dan bidang adab. Apa yang kita rasakan baik harus kita sadari itu dari pemberian Alloh, maka kita harus meningkatkan syukur kita kepada Alloh. Dan apa yang kita rasakan tidak baik harus kita akui dengan jujur bahwa itu adalah akibat perbuatan dan kesalahan kita. Akibat dosa-dosa kita. Maka harus secepatnya bertobat memohon ampun dan memperbaiki hal-hal yang kurang baik. Harus merubah sikap atas perbuatan yang kurang baik tadi”.
Dengan memperhatikan kutipan dari buku kami diatas, maka jelaslah bahwa ajaran LILLAH dan BILLAH sebagai perwujudan dari tuntunan Syari’at dan Hakekat, sebagaimana yang diterangkan dalam Kitab Kifayatul Atqiya’ halaman 9 sebagai berikut :
الشريعة وجود الافعال لله والحقيقة شهود الا فعال بالله
Malah didalam Kitab al-Hikam juz 2 halaman 30 diterangkan :
كل عمل لا اخلاص فيه ليس بالله ولا لله مردود على صاحبه ومضروب به وجهه وبهذا يتبين لك غرور اكثر الخلق فى علومهم واعمالهم الا من رحمه الله.
“Setiap amal yang dilakukan dengan tanpa didasari penerapan (niat) BILLAH dan LILLAH adalah tertolak, dan amal itu akan dipukulkan kewajahnya orang yang beramal itu, dan yang demikian itu, menunjukkan kepada kamu bahwa banyak makhluk yang tertipu dengan ilmu dan amal mereka, kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh SWT”.
Dengan semua penjelasan diatas, apakah masih ada kejanggalan ?, dan sampean tetap melontarkan tuduhan terhadap keterangan kami, bahwa keterangan kami sebagai pernyataan yang tidak punya adab kepada Alloh. Jika masih beranggapan demikian, maka alangkah banyaknya santri-santri pengikut Ahlussunah wal Jama’ah yang tidak beradab terhadap Alloh SWT. Karena mereka sering membaca dan melantunkan pujian dilanggar, musholla dan masjid-masjid menjelang sholat jama’ah dengan pujian :
أمنت بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر وبالقدر خيره وشره من الله تعالى
Pada kalimat akhir “Wabil qodari khoirihi wasyarrihi minallohi ta’ala” yang artinya, “dan yang keenam iman kepada qodho’ qodar/ ketentuan yang baik maupun yang jelek semua dari Alloh SWT”, berarti juga tidak punya adab terhadap Alloh SWT. Na’udzu Billahi min dzalik.
No comments:
Post a Comment