Monday, February 3, 2014

013.01.317 - HAL ADAB

I. 01. 317 "BAHASAN UTAMA - Kuliah wahidiyah" 


Masalah adab adalah hal yang amat penting sekali harus diperhati-kan. Baik adab lahir terutama adab batin. Keduanya saling isi mengisi. Adab lahir menyuburkan tumbuhnya adab batin, dan adab batin men-jadi jiwanya adab lahir. Adab kepada Alloh Ta'ala, adab kepada Rosuu-lulloh SAW, adab kepada Ghoutsu Haadzaz-Zaman Wa A'waanihi wa saairi Auliyyaaillahi rodiyallohu Ta'ala 'annum, kepada para Ulama dan Shoolihiin, kepada Guru, kepada murid, kepada orang tua dan kepada anak cucu, kepada pemimpin dan kepada yang dipimpin, kepada Pemerintah dan kepada rakyat, kepada bangsa dan negara, kepada agama, kepada ilmu, kepada keluarga, kepada kawan dan kenalan, kepada muk-minin mukminat muslimin muslimat, dan adab kepada masyarakat pada umumnya. Bahkan kepada apa dan siapa saja yang ada hubungan hak dengan kita, baik hak materiil maupun hak moril. Pokoknya kepada segala makhluq . Bahkan yang hubungan dengan pribadi sendiri seperti makan, minum, tidur, bekerja, istirahat, mandi bahkan buang air sekalipun dan sebagainya, semuanya itu harus menggunakan adab yang sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya !. Tuntunan Rosuululloh Saw lengkap memberikan tuntunan adab-adab pada setiap langkah dan tingkah laku manusia.
Begitu pentingnya masalah adab, dikatakan : .
مُرَاعَاةُ اْلأَدَبِ مُقَدَّمٌ عَلَى المْتِثَالِ اْلأَوَامِرِ
"Memelihara adab harus diutamakan dari pada (sebelum) melaksa-nakan bermacam-macam perintah".
Ini logis dan wajar, sebab pekerjaan yang dikerjakan tanpa menggu­nakan adab bisa menyebabkan tertolaknya pekerjaan itu, atau bisa menimbulkan side effect (akibat sampingan) yang buruk dan merugi-kan.
Adapun haddul adab, definisi adab menurut  pandangan para ahli haqiqot yalah  :
IJTIMAA'U KHISHOOLIL KHOIRI
إِجْتِمَاعُ خِصَالِ الْخَيْرِ
(Terpadunya budi pekerti, tingkah lahir dan sikap batin yang baik).
Jadi lahir dan batin harus sama, harus serasi. Penilaian adab tidak cukup hanya melihat lahirnya saja. Sebab mungkin adab lahir baik, tetapi sikap batin justru sebaliknya. Batinnya ada maksud-maksud tertentu. Ada udang di balik batu. Sikap lahir yang kelihatan baik itu hanya sebagai alat atau kedok, hanya sebagai taktik untuk menghasilkan sesuatu interest (kepentingan).
Orang menjadi mulya jika adabnya baik, dan menjadi hina jika adabnya tidak baik. Orang diangkat derajamya oleh Alloh Ta'ala sebab adabnya baik, dan dilorot derajamya sebab buruknya adab. Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rosuululloh SAW menempati maqom paling tinggi dan paling mulya, sebab adab dan akhlaqnya yang terkenal luhur itu. Alloh memberikan pujian :
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã (القلم:    ).
Artinya kurang lebih :
"Dan  sesungguhnya Engkau   (Muhammad)  benar-benar berbudi pekerti yang agung". (68 — Al Qolam — 4).
Dan justru Kanjeng Nabi SAW diutus adalah untuk mendidik dan membimbing manusia mempunyai akhlaaqul - kariimah - budi pekerti luhur.
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ. (رواه أحمد والبيهقى والحاكم عن أبى هريرة وقال صحيح).
"Sesungguhnya Aku diutus (adalah justru) untuk menyempurnakan akhlaq yang luhur". (Riwayat Ahmad dan Baihaqi dan Hakim dari Abi Huroiroh rodiyallohu 'anh. Hadits shoheh).
Contoh karena adab yang tidak baik menjadi sebab dilorot derajatnya atau dipecat dari kedudukannya yaitu Iblis. Iblis asal mulanya berada di dalam kelompoknya Malaikat dan pernah menjabat Pimpinan di kalangan Malaikat. Nama aslinya "Azaazil dan selama 80 ribu tahun terus menerus menjalankan tugasnya taat kepada Alloh SWT tiada henti-hentinya. Akan tetapi karena suu-ul adab tidak mau melaksanakan perintah Alloh untuk sujud menghormat kepada Nabi Adam 'ala Nabiyyinaa wa 'alaihish— sholaatu wassalaam dan bahkan malah takabbur dengan mengatakan :

"ANAA KHOIRUM - MINHU"
(= Aku lebih baik dari pada Adam), maka ia dilorot pangkatnya dan dipecat dari kedudukannya sebagai Pemimpin Malaikat menjadi Iblis la'nat yang tercela dan terkecam itu. Di katakan bahwa adanya Alloh Ta'ala memerintahkan para Malaikat supaya sujud menghormat Kanjeng Nabi Adam 'ala Nabiyyinaa wa 'alaihis-sholaatu wassalaam itu, justru untuk menghormat "NUR MUHAMMAD" SAW yang di-tempatkan di dalam jasad Kanjeng Nabi Adam "alaihis-salaam.
Di dalam hikayah Mi'roj, diceriterakan ada suatu kejadian di mana ada seorang Malaikat yang sedang tekun menjalankan tho'at kepada Alloh. Karena tekunnya sehingga tidak sempat memberikan penghormatan kepada Rosululloh SAW ketika Mi'roj. Spontan Malaikat tersebut dilemparkan ke lautan lumpur sehingga sayapnya terlepas dan hancur. Baru tertolong setelah diketahui oleh Malaikat Jibril dan disuruh membaca sholawat kepada Kanjeng Nabi SAW sebagai tebusan dosa-nya.
Begitu gawatnya soal adab apabila tidak diperhatikan. Lebih-lebih terhadap Rosuululloh SAW yang Kekasih Alloh nomer satu dan yang Sayyidul-Anbiya wa-Mursaliin 'alaihimus-sholaatu was-salaam bahkan Sayyidul - Kholqi ajma'iin.
Dalam bidang menuju wushul ma'rifat kepada Alloh SWT, atau dalam perjuangan FAFIRRUU 1LALLOHI WA ROSUULIHI SAW, bidang adab penting sekali harus diperhatdkan !. Adab kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW dan adab kepada Guru Mursyid yang menuntun dan membimbingnya. Dikatakan oleh Syekh Dliyaaud-diin :
عُقُوْقُ اْلأُسْتَاذِيْنَ لاَ تَوْبَةَ لَهُ (إبن عباداول/جامع الأصول:      ).
"Melukai atau menyinggung Guru  itu tidak ada tobatnya". (Ibnu 'Ibaad/Jaamul Ushul : 107).
Artinya, jika tidak mendapat uluran maaf dan restu dari Guru, akan mengalami akibat yang fatal (Jawa : kesku) oleh Guru. Maka dari itu sekali lagi kita harus sungguh-sungguh berhati-hati memelihara adab terhadap Guru Mursyid yang menuntun kita sadar kepada Alloh Wa Ro­suulihi SAW. Terutama adab batin kita !. Selanjutnya Syekh Dliyaauddin mengatakan :
مَنْ قَالَ ِلأُسْتَاذِهِ لِمَ لَمْ يَفْلَحُ (جامع الأصول:        )
"Barang siapa berkata terhadap Gurunya "mengapa", maka ia tidak akan mencapai sukses". (JaamVul Ushul : 107).
Sekalipun kata-kata "mengapa" itu hanya dalam angan-angan. Kata "mengapa" yang mengandung arti menentang atau tidak setuju dengan petunjuk atau kebijaksanaan Guru. Akan tetapi apabila kata "mengapa" itu betul-betul untuk "liyath-mainnal qolbi", untuk lebih memantapkan hati, insya Alloh lain persoalannya. Wallohu A'lamu!.
Betapa pentingnya adab dalam perjalanan wushul sadar ma'rlfat kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW dikatakan oleh Abu Ali Ar-Roudzaba-ri di dalam kitab Majaalisus - Saniyyah hal. 58 :
اَلْمَرْءُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِعَمَلِهِ وَيَصِلُ إِلَى اللهِ بِأَدَبِهِ (مجالس السنية:     ).

"Seseorang dapat masuk surga sebab amalnya, dan berhasil wushul ma'rifat kepada Alloh sebab adanya".
Dan di dalam kitab Jaami'ul Ushul hal 176 dikatakan :
اَلْعَبْدُ يَصِلُ بِأَدَبِهِ إِلَى رَبِّهِ وَبِطَاعَتِهِ إِلَى الْجَنَّةِ. (جامع الأصول:      ).
"Seorang hamba dapat sampai (wushul) kepada Tuhan-nya sebab adabnya, dan dapat masuk surga sebab tho'atnya".
Itu diambil dari segi Syari'atnya. Adapun dari segi haqiqotnya adalah seperti yang dikatakan oleh Muallif Sholawat Wahidiyah :
لاَيَصِلُ إِلَى اللهِ إِلاَّ بِاللهِ
"Tidak dapat wushul kepada Alloh melainkan BILLAH - atas titah dan kebendak Alloh ".
Begitu juga mafhum muwafaqohnya bisa diteruskan :
لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
"Tidak bisa masuk surga melainkan BILLAH"
Dan seterusnya, Jadi pandangan kita harus lengkap. Pandangan Syari'at dan pandangan Haqiqot !’
Apabila adab kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW baik, adab lahir baik, adab batin juga baik, maka adab kepada lain-lain pasti juga baik. Sebaliknya jika adab kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW tidak atau kurang baik, maka mustahil adab kepada lain-lain bisa baik. Kalau toh kelihatan pada lahirnya seperti baik, itu hanya baik tampangnya saja, tetapi sesungguhnya sudah dikotori oleh maksud-maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu. Mudahnya tidak ikhlas. Ada udang dibalik batu. Pokoknya kalau tidak LILLAH BILLAH pasti masih kotor, tidak murni, ada pamrih dan maksud maksud tertentu. Sekalipun kelihatan lahirnya tawaddlu' andap asor (mendeg-mendeg - Jawa) atau kelihatan ramah tamah (grapyak/blater - Jawa)' kalau tidak LILLAH BILLAH' ti­dak terhitung beradab yang sebenarnya.
Secara ijmaal (global), dapat dikatakan bahwa adab itu tidak lain adalah pelaksanaan dari Ajaran Wahidiyah :
”YUKTI KULLA DZII HAQQIN HAQQOH”
Yakni memberikan haknya pihak lain yang mempunyai hak, atau melaksanakan kewajiban terhadap pihak lain yang mempunyai hak. Jika ditafsiil, diperinci, adab kepada Alloh itu tercakup di dalam prinsip 'LILLAH BILLAH", adab kepada Rosuululloh SAW tercakup di dalam prinsip  'LIRROSUL BIRROSUL" dan adab kepada Ghoutsu Haadzaz-Zaman R.A. tercakup di dalam prinsip "LILGHOUTS BIL-GHOUTS".
Adapun adab kepada manusia dan kepada sesama hidup dan sesama makhluq pada umumnya banyak sekali macamnya. Tergantung kepada bentuk dan macamnya hubungan. Misainya seperti tawadlu', ramah tamah, sopan santun, saling hormat menghormati, suka menolong, jujur dan dapat dipercaya, kasih sayang, husnudhon (berbaik sangka), berterima kasih dan sebagainya yang kesemuanya itu akan terwujud sebagai buah dari pada adab yang baik kepada Alloh Warosuulihi SAW.
Akan kita bahas secara singkat bagaimana seharusnya praktek hati kita melaksanakan adab kepada Alloh SWT seperti syukur, ikhlas, sabar, ridlo, tawakkal, mahabbah, dan husnudhon. Sebab ini termasuk yang paling penting sekali yang akan mempengaruhi adab-adab lainnya, dan yang menjadi kompasnya bahagia atau sengsara, mulya atau hina. Marl ilmiah yang sudah kita miliki terus kita terapkan di dalam hati temtama LILLAH-BILLAH LIRROSUL-BIRROSUL LILGHOUTS-BIL-GHOUTS!. Di samping itu mari terus kita tingkatkan di dalam kita mawas diri - koreksi pada pribadi kita masing-masing !. Mari senantiasa kita merasa bahwa kita sangat membutuhkan sekali maghfiroh, taufiq, hidayah dan 'inayah dari Alloh SWT dan seterusnya !.
AL FAATIHAH !.........

SYUKUR.
Syukur terima kasih atas segala nikmat pemberian Alloh. Baik "ni'matul-iijaad" = nikmat diwujudkan maupun " ni'matul-imdaad" nikmat dipelihara. Nikmat-nikmat lahiriah dan batiniah, nikmat materiil dan nikmat moril spirituil, nikmat yang langsung dan nikmat yang tidak langsung, nikmat umum dan nikmat khusus. Semua itu wajib kita syukuri. Kita syukuri bil ijmaal dan secara terperinci, sekalipun sesung-guhnya kita. tidak mampu mensyukuri nikmat secara keseluruhan. Jangankan mensyukuri, scdangkan menghitung sajapun tidak mampu dari banyaknya nikmat pemberian Alloh kepada kita para manusia. Firman Alloh ;


Artinya kurang lebih :
"Jika kamu sekalian menghitung-hitung nikmat pemberian Alloh, kamu sekalian tidak akan mampu menghitungnya; sesungguhnya manusia itu sungguh sangat dholim dan sangat kufur" (14 - Ibrohim -341
Manusia sangat dholim dan sangat kufur. Mari kita akui dengan jujur serta memohon maghfiroh ampunan kepada Alloh SWT Tuhan Maha Pelimpah nikmat.
AL FAAT1HAH ! . . . .
Adapun caranya syukur, pertama kita harus menyadari dan merasa mendapat nikmat. Kedua, mengerti, mengetahui, menyadari siapa yang memberi nikmat itu! Ketiga, syukur bil lisan umpamanya mengucapkan "ALHAMDULILLAH" atau lainnya yang maksudnya mengutarakan rasa terima kasih. Ke empat, menggunakan nikmat tadi untuk perkara yang diridhoi oleh yang memberi nikmat.

(Syukur yaitu menashorufkan berbagai nikmat untuk hal yang diridloi oleh Yang Memberi nikmat).
Jika nikmat-nikmat itu tidak dipergunakan untuk hal-hal yang diridhloi oleh Yang memberi ni'mat, tidak sesuai dengan kehendak Yang mem­beri, itu namanya menyalah gunakan ni'mat. Berarti dholim. Mari kita koreksi diri kita masing-masing termasuk yang syukurkah atau termasuk yang dholim !.
Ni'mat pemberian Alloh dapat digolongkan menjadi dua golongan. Ni'matul-iijaad = ni'mat diwujudkan dan ni'matul imdaad = ni'mat dipelihara. Pemeliharaan Alloh kepada makhluq ciptaannya itu berjalan terus-menerus tiada putus-putusnya bagaikan air yang mengalir. Sekiranya makhluq itu terlepas dari pemeliharaan Alloh, niscaya seketika itu menjadi 'adam  lenyap tidak wujud lagi. Jadi segala makhluq ini, termasuk pribadi kita masing-masing dan segala apa yang ada pada diri kita, seperjuta detikpun tidak lepas dari pemeliharaan Alloh Subhana-hu Wa Ta'ala. Maka oleh karenanya seharusnya asyukur kita kepada Alloh juga tidak boleh terhenti sedetikpun. Jadi mestinya sedetikpun ti­dak boleh lupa, harus terus ingat dan sadar kepada yang memberi, yaitu Alloh Subhanahu Wa Ta'ala !. Istilah Wahidiyah harus terus menerus senantiasa merasa BILLAH !.
Sedetik saja tidak merasa BILLAH berarti sedetik itu juga tidak syukur. Sedetik kufur !.
Pada hal firman Alloh dalam Surat Ibrohim ayat 7 tegas-tegas memberi peringatan kepada kita ummat manusia tentang akibat orang yang tidak syukur atau kufur :
Artinya kurang lebih :
"Dan (ingatlah), tatkala Tuhan-mu mema’lumkan : "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti KAMI akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu kufur mengingkari ni'mat-KU), maka sesungguhnya azab siksa-KU sangat pedih". (14 Ibrobim : 7).
Maka dari itu kita harus selalu berhati-hati dan mawas diri jangan sampai lengah sedetikpun tidak syukur !. Dan di dalam kita bersyukur itu jangan sampai tertarik menengok kepada "LA AZIIDANNAKUM" aku bersyukur supaya mendapat tambahan ni'mat, ini tidak boleh !. Suu-ul adab, dan bukan syukur lagi namanya, melainkan memperalat syukur untuk keinginan nafsu, untuk kepuasan nafsu!. Jadi kita bersyu­kur juga harus dilandasi niat LILLAH ikhlas ibadah kepada Alloh tanpa pamrih. Maka yang disebut syukur sempurna adalah syukur yang dijiwai LILLAH — BILLAH!. Atau dengan kata lain orang yang senantia­sa LILLAH BILLAH itulah orang yang benar-benar bersyukur.
Sasaran atau obyek kepada siapa kita bersyukur itu harus ganda!. Kepada Alloh Ta’ala Tuhan Pemberi ni'mat, dan kepada manusia atau makhluq yang menjadi perantaraan datangnya ni'mat itu!. Bersabda Rosuululloh SAW:
"Tidak mensyukuri ni'mat banyak orang yang tidak mensyukuri ni’mat sedikit; dan tidak bersyukur kepada Alloh orang yang tidak bersyukur kepada manusia".
Maksudnya, yaitu manusia  yang ada hubungannya dengan ni'mat yang kita terima. Atau manusia yang menjadi perantaraan datangnya ni'mat.
Pada dasarnya, segala makhluq dan khususnya manusia lebih-lebih yang ada hubungan hak dengan kita, hak moril atau hak materiil, dari satu segi semua itu ada hak untuk disyukuri. Kita berkewajiban syukur terima kasih kepadanya yang sepadan dengan jasanya masing-masing. Orang yang paling besar jasanya kepada kita, malah, kita tidak dapat menghitung-hitungnya adalah Junjungan kita Kanjeng Nabi Be­sar Muhammad Rosuululloh shollallohu 'alihi wasallam. Maka syukur terima kasih kita kepada Beliau shollallohu 'alihi wassallam di samping kepada Alloh Ta'ala, haruslah melebihi syukur kita kepada yang lain-lain!. Antara lain dan ini yang prinsip yalah dengan mengetrapkan LIRROSUL BIRROSUL. Bahkan pengetrapan ini adalah paling pokok yang harus menjiwai segala kegiatan ibadah-ibadah kita kepada Alloh SWT disamingLILLAH BILLAH !. Selain itu, sebagai cetusan rasasyukur kepada Beliau Kanjeng Nabi SAW yaitu memperbanyak membaca sholawat !. Dan seperti sudah sering kita sebutkan di muka, di dalam Wahidiyah selalu dianjurkan memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" di mana dan kapan saja kita ada kesempatan !. Inipun dapat digolongkan realisasi syukur terima kasih kepada Rosuululloh SAW, bahkan mencerminkan cetusan rasa ta’dhim, mahabbah dan tasyaffu'  mohon syafa'at. Mari kita praktekkan terus !.
ALFAATIHAH!................
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.....................
IKHLAS.
Ikhlas arti bahasanya adalah "murni" . Tidak ada campuran sedikit-pun. Maksudnya, di dalam menjalankan amal ibadah apa saja disertai dengan niat yang ikhlas tanpa pamrih apapun. Baik pamrih ukhrowi lebih-lebih pamrih duniawi, baik pamrih yang bersifat moral/batin lebih-lebih pamrih dalam bentuk material. Ibadah apa saja. Baik ibadah yang berhubungan langsung kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW maupun yang berhubungan di dalam kehidupan bermasyarakat, terhadap sesama makhluq pada umumnya. Hal ini sudah kita bahas di bab LILLAH di muka.
Ikhlas itu di kategorikan ke dalam tiga tingkatan : 
-     “IKHLAASHUL-'AABIDIIN”
-    “IKHLAASHUZ-ZAAHIDIIN”
-    “IKHLAASHUL-'AARIFIIN”

1.  " IKHLAASHUL-'AABIDIIN".
Yaitu ikhlasnya golongan ahli "Ibadah. Menjalankan ibadah dengan mengharap imbalan pahala : ingin surga, takut neraka dan sebagainya.
Ibadahnya memang bersemangat, tekun dan rajin, akan tetapi didorong oleh keinginan-keinginan atau pamrih itu tadi. Ya sudah ikhlas tapi minta upah. Seandainya Alloh tidak menjadikan surga dan neraka, lalu apakah lagi yang diharapkan dan yang menjadi pendorong semangat beribadah?. Apakah lalu tidak melaksanakan ibadah, atau menjadi malas?. Di sinilah negatifnya. Bahkan di samping negatif itu ada lagi negatif lain yang lebih berat. Yaitu perasaan dan pengakuan diri mempunyai kemampuan dapat melakukan ibadah. Dengan dernikian pasti timbul 'ujub, riyak, takabbur dan sebagainya. Dan 'ujub, riyak, takabbur dan sebagainya itu adalah pertingkah hati yang merusak nilai-nilai ibadah sehingga ibadah tersebut ditolak, tidak diterima oleh Alloh SWT. jangankan mendapat pahalanya, diterima saja tidak. Rugi besar !. Bahkan di samping ditolak, ibadah yang tertolak itu kelak di akhirot dirupakan siksa untuk menyiksa yang bersangkutan !. Mari kita koreksi keikhlasan diri kita selama ini, dan mari kita tingkatkan kepada ikhlas yang lebih mulus lebih murni karcna Alloh !.

2.   "IKHLAASHUZ-ZAHIDIIN"
Yaitu ikhlasnya orang-orang ahli zuhud (orang yang bertapa). Ada yang menyebutnya "IKHLAASHUL-MUHIBBIN" yakni ikhlasnya orang-orang ahli mahabbah- Yaitu menjalankan perihal ibadah dengan ikhlas tanpa pamrih, tidak karena ingin surga dan tidak karena takut neraka. Sudah benar-benar LILLAH, semata-mata "ibtighoo-an wajhalloh" » mengharap keridloan Alloh.
Ikhlas seperti ini ya sudah baik, akan tetapi masih ada bahayanya, Yaitu masih mengaku atau merasa mempunyai kemampuan dapat melakukan ibadah sendiri. Tidak merasa BILLAH. Pengakuan seperti itu sangat berbahaya sebab otomatis di dalam hatinya lalu tumbuh cendawan-cendawan 'ujub, riyak, takabbur dan lain-lain yang merusak ibadahnya sehingga ibadahnya ditolak tidak diterima oleh Alloh SWT, sedangkan ia tidak merasa, bahkan malah mengaku ibadahnya sudah baik, paling baik, paling ikhlas, paling mulus semata-mata karena Alloh!.
Maka ikhlas seperti ini harus ditingkatkan menjadi ikhlas yang ketiga yaitu :

3.  "IKHLAASHUL - 'AARIFIIN".
Mengerjakan ibadah semata-mata menjalankan perintah Alloh,^ tidak karena menengok pahala atau ingin surga dan takut neraka. Betul-betul ikhlas LILLAHI TA'ALA tanpa pamrih suatu apapun. Dan di dalam menjalankan ibadah itu dia tidak mengaku dan tidak merasa dapat melakukannya sendiri, melainkan merasa. BILLAH. Laa Haula Walaa Quwwata Illa Billah. Inilah yang dimaksud kata kata :
arab
(Yang dinamakan Ikhlas yang benar yaitu tidak merasa ikhlas (meninggalkan ikhlas) di dalam keadaan ikhlas).
"Meninggalkan   ikhlas"  artinya  tidak  merasa  dirinya  bisa  berbuat ikhlas, melainkan merasa BILLAH.
"Dalam keadaan ikhlas" artinya sungguh-sungguh LILLAH, tidak karena ingin surga atau takut neraka.
Dalil Al Qur'an yang menyebutkan keharusan ikhlas antara lain ;
Artinya kurang lebih :
"Sesungguhnya KAMI menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah (beribadahlah) kepada Alloh dengan memurnikan keta'atan (ikhlas) kepada-NYA". (39 - Az - Zumar: 2).

Artinya kurang lebih :
"Pada hal mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka menyembah (beribadah kepada) Alloh dengan memurnikan keta'atan (ikhlas) kepada-NYA " (98- Al Bayyinah : S).
Bersabda Rosuululloh SAW:
Artinya kurang lebih :
"Berbahagialah orang-orang yang (beramal dengan) ikhlas; mereka adalah lampu-lampu petunjuk yang segala fitnah yang diserupakan dengan kegelapan menjadi kelihatan jelas dari (karena) mereka" (Riwayat Abu Nu'em dari Tsauban).
Ikhlas itu besar sekali pengaruhnya kepada manfaat tidaknya amal-amal ibadah atau perbuatan-perbuatan apa saja. Disebutkan di dalam kitab Al-Hikam :
arab
"Amal-amal ibadah itu (banyak) sebagai gambar hidup yang berdiri, dan jiwanya adalah wujudnya rahasia ikhlas di dalam amal-amal ibadah itu " (Al Hikam I ; 11).
Kesimpulannya, amal-amal ibadah apa saja jika tidak dijiwai dengan ikhlas berartitidak hidup, nan bagaikan bangkai. Tidak membawa manfaat sama sekali. Malah, maaf menjijikkan seperti bangkai dan harus segera dikubur. Syekh Sahal At - Tustari berkata :
(Semua manusia akan hancur, kecuali yang berilmu; dan yang ber­ilmu juga hancur kecuali yang mengamalkan ilmunya; yang berilmu dan sudah mengamalkan ilmunya juga akan hancur, kecuali yang ikhlas didalam beramal itu; dan yang sudah ikhlaspun masih dalam teka - teki besar).
Masih teka-teki maksudnya masih tanda tanya, termasuk ikhlas yang mana di antara tiga tingkatan ikhlas tersebut dimuka.
Jadi mudahnya, jika belum L1LLAH-BILLAH. istilah Wahidiyah, belum sempurnalah ikhlas itu. Berarti masih akan mengalami kehancuran seperti dikatakan Syekh Sahal At-Tustari tersebut. Yang sudah LILLAH-BILLAH juga masih bertingkat-tingkat. Sudah betul-betul 100% kah LILLAH-BILLAH-nya, atau masih kecampuran LINNAFSI-BINNAFSI. Maka oleh sebab itu perlu senantiasa adanya koreksi dan usaha kearah peningkatan.
Insya Alloh - dan alhamdu Lillah menurut pengalaman begitu dengan lebih tekun Mujahadah Wahidiyah dan terus menerus melatih LILLAH-BILLAH  dan seterusnya serta aktif melaksanakan tugas-tugas Perjuangan  Fafirruu  Ilallohi wa Rosuulihi SAW menurut sendiri-sendiri, dikarunia peningkatan - peningkatan !.

SHOBAR.
Shobar atau sabar juga termasuk ibadah batin yang tinggi nilainya dalam pandangan Alloh. Banyak firman-firman Alloh tentang sabar di dalam Al Qur'an antara lain :
ARAB
Artinya kurang lebih :
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". (39 - Az-Zumar: 10).

Artinya kurang lebih :
"Hai orang-orang yang beriman. mohonlah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan (menjalankan) sholat, sesungguhnya Alloh beserta orang-orang yang sabar" (2 : Al-Baqoroh : 153).
Sebaliknya, orang yang tidak sabar, yaitu putus asa, menggerutu, gegabah, terburu-buru dan sebagainya, berat sekali akibat yang dideritanya. Malah, diancam Oleh Alloh seperti disebutkan didalam Hadits Qudsi:
Artinya kurang lebih :
"AKU Alloh, tiada Tuhan melainkan AKU; barang siapa tidak bersyukur atas ni’mat-ni’mat pemberian-KU dan tidak sabar atas ujian-cobaan-KU dan tidak ridlo terhadap kepastian qodlok-KU, maka carilah Tuhan selain AKU ".

Demikian beratnya kecaman Alloh terhadap orang yang tidak sabar.
Sabar itu pengertian dan prakteknya luas sekali seperti disabdakan oleh Rosuululloh SAW.  yang maksudnya kurang lebih : Sabar ada tiga macam:
-    SHOBRUN 'ALAL MUSHIIBAH
-    SHOBRUN FIT-THO'AT
-    SHOBRUN'ANIL MA'SHIYAH.

"SHOBRUN 'ALAL  MUSHHBAH "
Sabar, tabah, tahan uji menghadapi berbagai ujian dan cobaan hidup Diuji soal ekonomi, soal kesehatan, soal keluarga, soal pekerjaan dan sebagainya. Bersabdalah Rosuululloh SAW ;

Artinya kurang lebih :
"Sabar satu saat atas musibah itu lebih berat daripada ibadah setahun" (Durrotun - Naashihiin : 187).

"SHOBRUN FIT-THO'AT".
Kuat, tabah, tekun, rajin dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tho'at. Tidak menoleh kekanan dan kekiri. Tidak terpengaruh sekalipun bagaimana rintangan dan gangguannya.

"SHOBRUN ANILMA'SHIYYAH".
Kuat menahan diri dari maksiat. Betapapun pengaruh dan rayuan maksiat, dia tidak terpengaruh sedikitpun. Tetap menjauhkan dan me­nahan atau menghindari diri dari maksiat. Sekalipun ada tekanan-tekanan dan ancaman-ancaman yang ditujukan kepadanya, dia tidak gentar tidak takut, tetap menahan diri dari maksiat.
Di dalam prakteknya, sabar harus gandeng dengan  tawakkal. Disamping sabar harus tawakkal, pasrah, sumeleh, menyerah bongkokan kepada Alloh Ta'ala. Sabar tanpa tawakkal adalah sabar imitasi, sabar palsu. Dengan sendirinya salah guna dan ada pamrih dibalik sabarnya itu. "Sudah tidak kurang-kurang saya menyabarkan diri, akan tetapi yah, keadaan masih tetap begini saja". Ini bukan sabar, tetapi malah menggerutu tidak sabar atas apa yang di alaminya. "Carilah Tuhan selain AKU" sabda Hadits Qudsi di muka. Definisi tawakkal antara lain disebutkan :
"Tawakkal yaitu ibarat dari bersandarnya hati kepada wakil satu-satunya". (Al-Ihya 'Ullumuddin : 223).
Jadi tawakkal adalah perbuatan atau sikap batin dan termasuk ibadah batin yang diperintahkan Alloh. Banyak sekali Ayat-Ayat di dalam Al Qur'an tentang tawakkal antara lain :
Artinya kurang lebih :
"Dan barang siapa tawakkal kepada Allob maka Alloh-lah yang mencukupkan (keperluan)nya". (65 -At - Tholaq : 3).
Orang yang tidak tawakkal pasti mengandalkan selain Alloh. Mengandalkan kepandaiannya, mengandalkan semangatnya, mengandalkan usahanya, mengandalkan perjuangannya, mengandalkan jasa-jasanya, mengandalkan tho'at dan ibadahnya, mengandalkan kekuatannya, mengandalkan sabarnya dan sebagainya dan sebagainya yang semua itu adalah merupakan tandingan terhadap kekuasaan Alloh. Orang seperti itu terjebak kedalam syirik khofi tetapi tidak merasa tidak menyadarinya. Baru besok di akhirot merasakan akibatnya dan penyesalannya.
Disamping sabar dan tawakkal ada lagi kewajiban yang harus diisi. Yaitu ikhtiar !. Ikhtiar atau usaha mencari keadaan yang lebih baik. Misalnya orang sakit, disamping harus sabar dan tawakkal atas derita sakit yang dialaminya, berkewajiban usaha mencari kesembuhan. Mencari jamu atau obat kedokter dan Iain-lain.. Akan tetapi harus dijaga, di dalam ikhtiar itu jangan sampai mengandalkan ikhtiarnya. Sekalipun sudah ikhtiar harus tetap sabar dan tawakkal. Sebab jika mengandalkan usahanya, mengandalkan jamu atau obat atau dokter, dengan sendirinya tawakkalnya menjadi hilang, sabarnyapun hilang pula. Orang yang mengandalkan usahanya, jika usahanya tidak berhasil lalu ngresulo, menggerutu atau bisa putus asa. Dan jika usahanya berhasil, merasa bangga, sombong dan congkak dan makin berlarut-larut. makin jauh dari Alloh, sudah jelas !.
Jadi sabar, tawakkal dan ikhtiar harus gandeng menjadi satu. Hanya sabar dan tawakkal saja, tidak ikhtiar, pada hal ada kemampuan dan kondisi mengijinkan, akan terjadi salah guna. Salah pengetrapan. Lalu menjadi orang lumuh, pemalas. Lumuh bermalas-malasan itu men­jadi makanan nafsu. Lalu mengandalkan tawakkalnya, mengandalkan sabamya, supaya dikatakan orang lain dia orang yang paling sabar paling tawakkal dan sebagainya. Jelas-jelas tertipu oleh bujukan nafsunya. Begitu juga hanya ikhtiar tanpa ada kesabaran dan tanpa tawakkal akan menyeret kepada kesesatan.
Jadi sekali lagi sabar tawakkal dan ikhtiar harus diisi semuanya dan harus dijiwai LILLAH-BILLAH !. Seperti halnya ikhlas, "As - shobru tarkus - shobri As-shobri".Yakni BILLAH. Tidak merasa dapat sabar sendiri. Begitu juga tawakkal begitu juga ikhtiar, harus BILLAH !.
Sabar itu menjadi kuncinya keselamatan dan menjadi genter (galah) penyenggek (untuk meraih) bermacam-macam pertolongan, taufiq, hidayah dan perlindungan Alloh SWT. Bersabda Rosululloh SAW :


Artinya kurang lebih :
"Barang siapa diberi kemudian bersyukur, diuji ■ sahat, didholimi • memaafkan, berbuat dholim lalu minta maaf,., . Rosuululloh SAW berdiam sejenak kemudian bersabda lagi ;  “Mereka itulah orang yang aman dan mereka itulah orang - orang yang mendapat petunjuk”.

Sabda Rosuululloh SAW lagi :
Artinya kurang lebih  :
"Sesungguhnya paling besarnya balasan Alloh itu disertai dengan besarnya balaak/ujian. Dan sesungguhnya apabila Alloh Ta'ala mencintai seseorang hamba,Alloh mengujinya lebih dahulu; jika sabar maka Alloh memilihnya dan jika ridlo, disayanginya".   (Durrotun - Naashihiin),
Kata-kata orang kuno cocok dengan Hadits ini. “Wong sabar kasihane Alloh” (orang  yang sabar itu kekasih Alloh). Maka barang siapa ingin dikasihi dicintai Alloh, harus  sabar dan ridlo. Dikatakan bahwa "shoobir" = orang yang sabar itu lebih utama dari pada "syaakir" = orang yang bersyukur. Sebab terhadap “syaakir” Alloh menjanjikan “la-azzidannakum” yakni kelipatan tambahan ni'mat, sedang terhadap "shoobir" Alloh menjanjikan "innalloha ma'ash-shoobiriin" = Alloh menyertai orang-orang yang sabar.

RIDLO
Ridlo yakni merasa puas terhadap qodlok-qodarnya Alloh biar bagaimanapun keadaannya. Ridlo termasuk adab dan ibadah batin yang paling tinggi nilainya.
"Dan keridloan dan Alloh itu paling agung". (9 - At Taubat - 72).
Kepada para Shohabat Nabi SAW, kepada para Auliya para 'Arifiin dan para Sholihiin kita biasa memberikan kata penghormatan dalam bentuk doa : RODLIYALLOHU TA'ALA 'ANHUM. Semoga Alloh Ta'ala meridloi mereka,
Barang siapa ingin mendapat ridlo Alloh, harus ridlo kepada Alloh !. Kanak-kanak di SD atau Madrasah di beri pelajaran menghafal:
ARAB
(Aku  rela Alloh  sebagai Tuhanku,  Islam  sebagai agamaku, dan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. sebagai Nabiku).
Ini perlu sekali diterapkan di dalam hati, tidak hanya dihafal saja. Hanya ada dua kemungkinan. Kalau tidak diridloi ya dikecam, dibendu atau dimurkai Alloh. Tidakada yang setengah-setengah, setengah di­kecam dan setengah diridloi. Tinggal memilih yang mana, itu terserah pribadi kita masing-masing. Jika ingin diridloi Alloh, harus ridlo kepada Alloh!. Dikodar menderita sakit, dikodar mengalami ekonomi seret, sulit mencari pekerjaan, menghadapi problem-problem rumah tangga dan keluarga, menghadapi masalah pendidikan, masalah perjuangan dan Iain-lain harus ridlo kepada Alloh merasa puas selalu di dalam hati menghadapi keadaan seperti itu. Tidak boleh menyesal, menggerutu dan ngresulo dan sebagainya. Sekalipun arahnya ngresulo atau rasa tidak puas itu kepada makhluq. Sebab. segala-galanya itu tidak lepas dari Alloh SWT. Yang menciptakan. Kita harus selalu puas dan sadar kepada Alloh yang memberi segala-galanya itu !.

Sesungguhnya segala keadaan yang dialami manusia baik keadaan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, segalanya itu harus disadari sesungguhnya adalah rohmat kasih Alloh SWT kepada hamba-NYA. Yaitu untuk melindungi hamba-NYA agar tidak jauh-jauh dari Alloh, agar hamba-NYA selalu dekat kepada-NYA. Supaya senantiasa Fafirruu Ilallohi Wa Rosuulihi SAW !. Sebab kalau hamba selalu jauh dari Alloh Tuhannya, jangan-jangan dicaplok atau pasti dicaplok oleh imprialis nafsu yang sangat ganas dan jahat sehingga si hamba tersesat menderita kehancuran dan kesengsaraan. Itu tidak dikehendaki oleh ALLOH yang Rohman Rohim terhadap hamba-NYA. Mari kita sadari selalu "ROHMAT-KASIH" Alloh SWT itu !. BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM. Dengan nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. !.
Disamping ridlo, jangan ditinggalkan harus Ikhtiar !. Ikhtiar atau usaha mencari jalan keluar dari kesulitan dan kesusahan yang dihadapinya. Atau usaha kepada keadaan yang lebih baik !. Tetapi harus se­lalu tetap tawakkal !. Jangan sampai mengandalkan atau membanggakan usahanya!. Dan di dalam ikhtiar itu harus selalu dijiwai LILLAH -BILLAH !. Hanya ridlo saja tidak ikhtiar, tidak usaha mencari jalan keluar pada hal ada kesempatan dan kemampuan, itu melanggar perintah1 !, Berarti tidak melakukan ibadah lewat bidang ikhtiar yang disertai niat LILLAH . Dan ikhtiar itupun harus lahir dan batin!. Keduanya harus dijalankan sebesar kemampuan !. Hanya ikhtiar lahir saja besar kemungkinan bisa tersesat salah jalan jika tidak mendapat hidayah dari ALLOH SWT. Dan hanya ikhtiar batin saja, namanya ku-
rang lengkap mengisi bidang-bidang yang harus diisi. Yang dimaksud ikhtiar batin disini ialah berdoa memohon kepada Alloh SWT, Sekali lagi, di dalam ikhtiar baik ikhtiar lahir maupun ikhtiar batin, tidak boleh mengandalkan atau menjagakan ikhtiarnya!. Harus tetap tawak­kal seperti sudah kita bahas di bab sabar.

Jadi kesimpulannya, sabar, ridlo, ikhtiar dan tawakkal harus selalu bergandengan di dalam pengetrapan dalam hati , Seperti halnya di dalam ikhlas dan sabar,

"Ridlo itu meninggalkan (perasaan) ridlo di dalam keadaan ridlo "
Artinya, ridlo tetapi tidak merasa berbuat ridlo, melainkan merasa BILLAH. "LA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH".
Seperti di katakan di atas, yang dimaksud ikhtiar batin adalah berdoa memohon kepada Alloh SWT. Bukan pergi ke dukuh-dukun atau menggunakan mantera-mantera dan sebangsanya. Di bawah ini dinukilkan "DOA FAROJ" yang juga buah taklifan Beliau Romo K.H. Abdoed Madjid Ma'roef  Muallif  Sholawat Wahidiyah,


Artinya kurang lebih ;
"Ya Alloh, dengan Hak Keagungm Asma-MU dan dengan Kebesaran Kanjeng Nabi Besar Muhammad shoIallohu 'alaihi wassallam dan  sebab Barokah Ghoutsu Haadzaz-Zaman wa A'waanihi wa ' saairi Auliyaa illahi rodiyallohu Ta'ala 'anhum,jaiUkanlab bap kami dan bap kehiargz serta ketutunan kami dan bap Grang-orangyang sda bubuf&m hak dengan kami dan bagi mereka para Fen&snal Wabsdtyab dan orang-orang yang membsntu perjttangsn Wahidiydb sampai Hart Kkmat, (dan bap bangsa Indonesia), dan bap sehsrub umtnatnya Kanjeng Nabi Mubsmmed SAW, plan keluar derisegala kesulitan dim kesztsaban dan tunjukUab kami dan tnereka-mereka tersebut jahm-MUyenglutus !).

Orang yang selalu ridlo otomatis hidupnya senang dan tentram. Tidak gampang menyesal tidak menggerutu, tidak ngoyo tidak ngongso-ongso. Dia selalu puas dan gembira menghadapi segala situasi dan kondisi hidupnya, Ibaratnya seperti falsafahnya itik. Berenang di atas air yang dangkal maupun air yang dalam, tetap setmggi dadanya. Hidup­nya ayem tentrem, tidak bingung tidak kuatir, tidak takut melainkan hanya kepada Alloh. Hatinya senantiasa madep kepada Alloh.
Sebaliknya orang yang tidak ridlo atas qodlok - qodarnya Alloh, pasti gampang ngresulo, gampang menyesal, menggerutu dan gampang emosi. Padahal qodlok-qodarnya Alloh tidak bisa berubah dengan tidak ridlonya   si hamba. Bahkan selain itu, orang yang tidak ridlo dikecam habis-habisan oleh Alloh bahkan  diusir tidak diakui sebagai hamba-NYA seperti disebutkan di dalam Hadits Qudsi di muka.
"ANALLOHU LAA ILAAHA ILLA ANAA; MALLAM YASYKUR NA'MAAII WALAM YASHBIR 'ALA BALAAII, WAIAM YARDLO BIQODLOO-II, FAL YATTAKHIDZ ROBBAN SIWAA-II".
MAHABBAH

Mahabbah atau cinta, yang dimaksud disini adalah cinta kepada Alloh wa Rosuulihi SAW, cinta kepada Anbiya’ wal Mursaliin wal Malaaikatil Muqorrobiin 'alaihimus-sholaatu wassalaam, cinta kepada para Keluarga dan Shohabat Beliau-beliau dan kepada para Auliya Kekasih Alloh rodiyallohu Ta'ala 'anhum, cinta kepada para Ulama, kepada Pemimpin kepada orang tua dan keluarga dan seterusnya, umumnya kepada segenap kaum mukminin-mukminat, muslimin-muslimat dan kepada segala makhluq ciptaan Alloh pada umumnya.
Cinta kepada Kholiq, harus cinta juga kepada makhluq ciptaan-Nya!, Akan tetapi cinta kepada Kholiq sudah barang tentu harus ti­dak sama dengan cinta kepada makhluq-NYA. Dalam prinsipnya se­gala makhluq berupa dan berbentuk apa saja dan bagaimanapun juga wujudnya, kita harus cinta. Kita cintai karena ia adalah ciptaan Alloh. Sekalipun berupa sesuatu yang menjijikkan, atau menakutkan. Sekalipun berupa maksiat atau mungkarot sekalipun, atas pengertian bahwa ciptaan Alloh, kita harus cinta. Akan tetapi disamping itu, disamping cinta, .kita diperintah supaya menjauhkan diri dan tidak menyukai maksiat dan mungkarot. Jadi pandangan harus dobel!. Disamping cinta atau senang, haras pula tidak senang, harus menjauhkan diri daripada-nya. Kita senang terhadap dzatiyahnya maksiat dan mungkarot mengingat itu adalah ciptaan Alloh yang kita cintai. Dan kita harus tidak senang dan harus menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan mungkarot karena memang diperintah begitu oleh Alloh.
jaul Kita sehalig atau cinta kepada dzatiyahnya maksiat dan mung­karot karena sama-sama ciptaan Alloh, dan kita harus tidak senang kepada perbuatan maksiat dan mungkarot karena dilarang melakukannya. Hanya senang dan cinta saja kepada maksiat dan mungkarot, tidak membenci dan menjauhi, berarti melanggar perintah. Dan ha­nya membenci saja, tidak ada rasa senang seba^i itu makhluq,ber­arti melukai kepada makhluq. Melukai atau lebih-lebih menghina makh­luq, berarti juga melukai kepada Kholiq Penciptanya.
Ada suatu hikayah, pernah kejadian, ada salah seorang Nabi 'ala Nabiyyinaa wa 'alaihis-sholaatu wassalaam pada suatu ketika melihat seekor anjing yang maaf- bermata empat dan menjijikkan. Beliau Nabi tersebut : maaf - berkata dalam hatinya : "anjing kok bermata empat menjijikkan sekali". Tak terduga-duga anjing tersebut menjawab : "tuan mencaci saya, jijik terhadap diri saya, itu sama saja mencaci yang menciptakan saya". Nabi tersebut menjadi terkejut dan spontan lalu bertobat dengan memohon ampun kepada Alloh.
Cinta atau senang maupun benci atau tidak senang itu harus di dasari LILLAH-BILLAH. Jika tidak dijiwai LILLAH BILLAH, otomatis dasarnya adalah nafsu LINNAFSI-BINNAFSI. Dan jika Linnafsi Binnafsi pasti ada pamrih untuk kesenangan nafsu. Cintanya cinta gadungan, cinta palsu, tidak mulus, tidak murni, bukan cinta sejati. Cinta sebab ada udang di balik batu. Ini membahayakan, Jika apa yang menjadi daya tarik cinta itu hilang atau tidak kelihatan, menjadi tidak cinta lagi. Begitu juga benci atau tidak senang. Harus dijiwai LILLAH-BILLAH. Jika tidak, berarti hanya nuruti kemauan nafsu, bukan dasar menjalankan perintah.
Seperti keterangan di atas, cinta kepada makhluq harus tidak sama cinta kepada Kholiq !. Cinta kepada makhluq haruslah hanya sebagai realisasi atau pelaksanaan cinta kepada Kholiq. Atau sebagai manivestasi atau cetusan rasa cinta kepada Kholiq !. Jangan sampai memadu cinta antara cinta kepada Kholiq dan cinta kepada makhluq !. Berbahaya sekali !. Lebih-lebih jangan sampai cinta makhluq sampai mengalahkan cintanya kepada Kholiq.
Alloh telah berfirman :


Artinya kurang lebih :
"Katakanlah (wahai Muhammad), jika bapak-bapak kamu sekali­an dan anak-anak kamu sekalian dan saudara-saudara kamu seka­lian dan suami/istri kamu sekalian dan keluarga kamu sekalian, dan harta benda yang kamu sekalian kumpulkan, dan perniagaan yang kamu sekalian takut menderita rugi rumah tempat tinggal yang kamu sekalian senangi, jika semuanya itu lebih kamu sekalian cintai dari pada Alloh wa Rosuulihi SAW dan darr pada berjuang di jalan Alloh, maka bersiap-siaplah sampai Alloh menurunkan perintah penyiksaan-NYA; dan Alloh tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (9 — At — Taubah — 24).
Mari kita renungkan, kita koreksi diri kita masing-masing  Dan mari senantiasa usaha meningkatkan mahabbah kita kepada Alloh wa Rosuulihi SAW !.

Arab
Artinya kuranglebih :
"Tidaklah sempurna iman salah satu dan kamu sekalian sehingga Aku lebih dicintai dari pada dirinya sendiri, hartanya dan manusia semuanya".
Jadi cinta kita kepada badan kita sendiri, kepada orang tua, kepada suami istri kepada kelurga dan lain-lain itu seharusnya hanya sebagai pelaksanaan atau cetusan rasa cinta kita kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Ini dapat timbul dari hati yang senantiasa mengetrapkan LILLAH BILLAH LIRROSUL BIRROSUL dan LILGHOUTS BIL-GHOUTS dan rajin melakukan Mujahadah Wahidiyah serta memperbanyak tafakkur. Tafakkur di dalam ke-Agungan Alloh, tafakkur ke­pada kebesaran, kemulyaan dan keluhuran budi Rosuululloh SAW, dan tafakkur tentang keindahan-keindahan yang terdapat pada segenap makhluq Alloh.
Mahabbatulloh dapat bertambah mendalam dan bertambah murni dengan siraman mahabbatur-Rosul SAW. Dan mahabbatur - Rosul SAW dapat menjadi subur antara lain dengan memperbanyak berangan-angan atau mengingat Rosuululloh SAW dimana saja kita berada, dan memperbanyak membaca sholawat khususnya Sholawat Wahi­diyah serta memperbaiki dan meningkatkan hubungan batin dengan Ghoutsu Haadzaz-Zaman RA. Antaranya lagi, mempraktekkan "Haqiiqotul Mutaaba'ati Rukyatul Matbu' 'inda Kulli Syaiin" seperti sudah kita bahas pada bab "At-Ta'alluq Bijanaabihi SAW" di muka. Bersabda Rosuululloh SAW :
Arab

"Barang siapa mencintai sesuatu, dia banyak menyebut-nyebutnya ".
"Perhatikanlah, tidak disebut iman orang yang tidak mempunyai rasa cinta ..........".
Jadi mahabbatulloh dan mahabbatur-Rosul SAW itu merapakan pakunya iman. Iman tanpa mahabbah adalah iman yang goyah, tidak mantap. Hanya bagaikan plakat tempelan yang mudah luntur mudah lapuk dan mudah mreteli.
Pengakuan iman dan mahabbah tidak cukup hanya dengan pernyataan lisan saja. Harus menjadi kenyataan yang meresap kedalam, tembus didalam hati dan buahnya dapat dilihat pada ahwal lahir. Ahwal atau tindakan lahir baik yang hubungan di dalam masyarakat maupun yang hubungan kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Pengakuan iman dan cinta kepada Alloh dan cinta kepada Rosuululloh SAW tetapi tidak ada kenyataan yang dapat dilihat pada haliyah lahir, jelas suatu pengakuan palsu dan pura-pura. Berat sekali akibatnya di akhirot kelak.
(Disurga tidak ada kenikmatan yang lebih tinggi dari pada kenikmatan orang-orang ahli mahabbah dan ma'rifah, dan di neraka tidak ada siksa yang lebih dahsyat lebih mengerikan dari pada siksanya orang yang mengaku mahabbah dan ma'rifat tetapi tidak ada kenyataannya). (Disebut di dalam kitab Sirojut-Tholibin).
Jika orang sungguh-sungguh mahabbatulloh dan mahabbatur-Rosul SAW' mestinya senang menjalankan apa saja yang diperintahkan Alloh wa Rosuulihi SAW dan menjauhi apa saja yang dilarangnya. Amal ibadahnya sungguh-sungguh ikhlas tanpa pamrih, demi untuk mahbub yang dicintai. Senantiasa LILLAH !. la selalu ingat kepada mahbub yang dicintai dalam keadaan bagaimanapun juga. Jadi selalu syukur. Ketika mengalami mushibah hidup yang bagaimana saja, ia tetap sabar, ridlo dan bahkan gembira oleh karena yang menguji adalah Mahbub yang dicintainya,.
Adapun yang  hubungan   di dalam  masyarakat,   dengan  sesama makhluq pada umumnya dia senantiasa takholluq biahklaaqi Mahbuubihi. Berbudi pekerti meniru budi pekerti Alloh Wa Rosuulihi SAW. Kasih sayang dan senang terhadap apa saja yang dikasihi Mahbubnya. Bersikap rouf rohim, senang memberi pertolongan kepada siapa saja. Tindak lakunya selalu menyenangkan dan membuahkan manfaat bagi masyarakat. Tidak menonjolkan diri, selalu tawadlu’ dan ramah tamah. Akan tetapi di mana perlu bertindak tegas patriotik dan heroik -bersi­kap pahlawan di dalam membela kebenaran dan keadilan yang dikehendaki oleh Mahbubnya yakni Alloh SWT wa Rosulihi SAW. "Yajtahidu fii sabiilillah" - bersungguh-sungguh di dalam jalan Alloh. Tidak sayang mencurahkan tenaga, harta dan apa saja yang dimilikinya demi buat yang dicintai.
Setengah dari pada tandanya cinta secara umum adalah sifat "cemburu". Cemburu temadap orang lain yang ikut mencintai mahbubnya. Ini tanda-tanda cinta antar; sesama manusia. Akan tetapi cinta kepada Alloh wa Rosuulihi SAW justru sebaliknya dari itu. Ya cemburu, akan tetapi sifat dan arahnya berbeda. Cemburu, kuatir dan resah hatinya melihat orang lain yang tidak cinta kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Maka ia berusaha agar orang lain ikut cinta kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Kalau perlu dengan segala pengorbanan apa yang ada pada dirinya dicurahkan demi agar orang lain ikut cinta kepada Alloh wa Rosuu­lihi SAW.
Mahabbah atau cinta itu ada tingkat-tingkat ukuran dan kwalitasnya.
(1). Mahabbah Sifatiyah, (2),. Mahabbah Fi'liyyah, (3) Mahabbah Dzatiyyah.
MAHABBAH SlFATIYAH.
Cinta sebab tertarik kepada sifat-sifat dari yang dicintai. Gagah, cantik, simpatik, lincah, pandai dan sebagainya. Cinta macam begini ini mudah berubah-ubah, mudah kena pcngaruh. Jika sifat-sifat yang menjadi daya tarik itu hilang atau berubah atau tidak kelihatan, maka cintanyapun berubah bahkan bisa hilang sama sekali. Bahkan mungkin bisa berubah menjadi kebencian.
MAHABBAH FI'LIYAH.
Cinta karena tertarik oleh pekerjaan atau jabatan atau kekayaan
orang yang dicintai. Cinta semacam ini juga tidak wantek, mudah berubah-ubah seperti halnya mahabbah sifatiyah, Yang wantek adalah :
MAHABBAH DZATTIYAH.
Cinta kepada dzatnya atau wujudnya yang dicintai, bagaimanapun keadaan dan rupa serta bentuknya. Inilah cinta sejati.
Mahabbatulloh wa mahabbatur-Rosul SAW seharusnya berkumpulnya ketiga macam cinta tersebut. Ya mahabbah sifatiyah ya mahabbah fi'liyah ya mahabbah dzatiyah. Dan ini dapat ditumbuhkan di dalam hati dengan latihan-latihan, memperbanyak tafakkur dan rajin Mujahadah Wahidiyah. Tafakkur-berfikir terhadap sifat JAMAL, sifat JALAL dan sifat KAMAL Alloh SWT. Berfikir tentang keluhuran budi dan kemulyaan Rosuululloh SAW, kepada jasa-jasanya yang tidak dapat kita gambarkan besar dan agungnya itu.
Di antara melatih mahabbah yaitu seperti kata orang Jawa "witing trisno jalaran songko kulino" ( = permulaan cinta itu tumbuh dari kebiasaan) Ini diterapkan sebagai latihan hati. Melihat bekasnya (Jawa — labet) mahbub — kelihatan orangnya. Melihat pakaiannya — kelihatan orangnya. Mendengar suaranya - kelihatan orangnya dan seterusnya.
Begitu itu kita terapkan untuk melatih hati kita cinta kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Segala makhluq ini adalah kepunyaan Alloh dan dari jasa Rosuluulloh SAW. Maka melihat, mendengar, merasa makhluq, seharusnya langsung ingat kepada Alloh wa Rosuulihi SAW !. Dengan melatih hati seperti itu dalam setiap apa saja yang kita hadapi, insya Alloh lama-lama akan tumbuh tunas-tunas mahabbahtulloh wa mahab­batur-Rosul SAW, sehingga betul-betul lebur tenggelam di dalam mah­bub. Dikatakan   :s
Arab

"Cinta yang sejati yaitu apabila engkau menjadi lebur ke datam yang engkau cintai" (Mualif Sholawat Wabidiyah)
Di dalam kitab syarakh Al Hikam Ibnu 'Ibad juz II hal. 63 dikatakan :


Arab

"Hakikat cinta adalah sekiranya engkau meleburkan seluruh dirimu demi untuk orang yang engkau cintai sehingga tidak ada sesuatupun dari engkau yang tertinggal untuk dirinu sendiri".

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mencintai Alloh Wa Rosuulihi SAW dan dicintai oleh Alloh Wa Rosuulihi SAW !. Amin !.
Terjemah :
yaa Ilaahii, aku bukanlah orang yang ahli syuhud kepada-MU, tetapi aku tiada tahan berada di neraka jauh dari-MU. Maka limpahkanlah robmat-kasih-MU kepadaku, duhai Tuhan-ku, yaa Ilaahii, dan jadikanlah aku orang yang ahli ibadah di sisi-MU.
Dengan keagungan (Kanjeng Nabi SAW) al Musthofa yang sebaik-baik manusia, limpahkanlah sholawat serta salam kepada-Nya de­ngan kelimpahan yang berlipat-lipat!.


HUSNUDH - DHON
Berbaik sangka atau berprasangka baik. Yaitu kepada Alloh Wa Rosuulihi. SAW, kepada orang lain dan umumnya kepada sesama makhluq. Terhadap Alloh wa Rosuulihi SAW seharusnya bukan hanya husnudhon melainkan harus husnul-yaqin !.
Husnudh-dhon atau husnul - yaqin itu menjadi kuncinya berbagai gudang hikmah, merupakan tangkainya bermacam-macam faedah dan menjadi sumbernya berbagai macam manfaat dan mashlahah. Sebaliknya, berprasangka buruk atau "suu-udh-dhon" menjadi sumber dari bermacam macam fitnah, menjadi lobang jeglongannya bermacam-macam mafsadah dan menjadi markasnya bermacam-macam perteng-karan dan permusuhan, serta merupakan gempa bumi penggoncang kekompakan dan persatuan.
Maka dari itu kita harus selalu husnudhdhon kepada siapa saja sekalipun bagaimana keadaannya. Hanya terhadap musuh kita diperbolehkan suu-udhon dan curiga. Kalau perlu harus !. Terutama kepada nafsunya sendiri. Bukankah nafsu adalah musuh setiap insan ?. Bersabda Rosuululloh SAW :
tara kedua lambungmu " (Riwayat Baihaqi dari Ibnu Abbas).
jadi terhadap nafsu kita masing-masing, kita harus curiga !. Sekali­pun ketika kita sedang menjalankan tho'at. Malah justru di dalam kita
tho'at itulah kita harus lebih waspada terhadap gerak gerik nafsu yang justru pada saat-saat seperti itu menggunakan seribu satu macam cara untuk merusakkan amal-amal ibadah dengan menaburkan racun 'ujub, riyak takabbur dan sebagainya dengan cara yang halus sekali. Orang yang belum sadar BILLAH, pasti terkena oleh tipu daya nafsu dan meminum racun 'ujub riyak dan sebagainya itu tetapi tidak merasa bahwa itu racun yang mematikan.

Ada suatu hikayah. Syekh Juned Al Baghadadi rodiyallohu 'anhu seorang Waliyyulloh yang terkenal pada suatu hari melihat seorang laki-laki masih muda dan masih kuat badannya meminta-minta (mengemis) dimuka suatu Mesjid. Syekh Juned lalu timbul dalam hati angan angan : "Sayang orang itu; masih muda dan masih kuat badannya kok pekerjaannya mengemis; seandainya dia mau bekerja tentu ia menjadi terhormat". Pada malam harinya Syekh Juned terasa berat dalam menjalankan aurod lailiyah yang sudah menjadi kebiasaannya. Akhirnya tertidur, dan di dalam tidurnya itu beliau bermimpi di datangi beberapa orang yang membawa bungkusan dan menyerahkan bungkusan tersebut kepada Syekh Juned sambil berkata : "makanlah daging saudaramu yang kamu berprasangka dalam hatimu siang tadi". Setelah dibuka ternyata isi bungkusan tersebut adalah gumpalan daging manusia, Syekh terkejut dan terbangun. Pagi harinya beliau mencari pengemis yang dilihatnya kemarin dimuka Mesjid tadi. Setelah bertemu minta maaf. Begitulah akibatnya suu-udh-dhon atau berprasangka buruk dalam hati.
Maka dari itu kita harus membiasakan hati kita untuk selalu berhusnudh-dhon kepada siapapun juga. Misalnya terhadap orang yang belum dikenal atau sekalipun sudah dikenal, husnudh-dhon bahwa orang itu adalah dari kalangan orang baik-baik orang sholeh dan termasuk Waliyyulloh dan minal 'Arifin dan sebagainya. Dengan cara demikian insya Alloh kita selamat dari bahaya suu-duh-dhon. Insya Alloh jika LILLAH BILLAH kita memancar dengan baik, dapat selalu husnudh-dhon kepada siapa saja, dan husnul - yaqin kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Disabdakan di dalam Hadits Qudsi :
Arab

"AKU, menurut prasangka hamba-KU kepada-KU; jika berprasangka baik menjadi baik, dan jika buruk menjadi buruk".
Suu-udh-dhon itu tegas-tegas dilarang Alloh :
Artinya kurang lebih :
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebabagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencar-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebabagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Alloh; sesungguhnya Alloh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". (49 — Al Hujurot — 12).
Kebenaran Ayat tersebut dialami oleh Syekh Juned seperti diatas. Orang yang suu-udh-dhon otomatis lupa kepada Alloh," tidak sadar atas qudrat dan irodat Alloh, Pada hal :
Arab

"Katakanlah, segala-galanya itu dari Alloh " (4-An Nisaa-78).

Arab

"Segala sesuatu itu ada hikmahnya).
Kita harus mengambil hikmahnya. Maka harus selalu husnudh-dhon !. Jika kedahuluan su-udh-dhon kita tidak bisa mengambil hik­mahnya. Yang muncul adalah fitnah dan mafsadahnya. Hikmahnya tertutup tidak nampak kepada kita akibat suu-udh-dhon. Yang dimaksud hikmah yaitu mana-mana yang mendatangkan kebaikan dan menjadi sebabnya makin dekat kepada Alloh wa Rosuulihi SAW.
Hubungan husnudh-dhon Imam Syafi'i rodiyallohu 'anhu mengata-kan :

(Barang siapa ingin memperoleh husnul khottimah maka berhus-nudh-dhonlah kepada manusia).
Perlu diperhatikan, bahwa disamping husnudh-dhon, harus waspada dan bijaksana !. Dan disamping su-udh-dhon (kepada nafsunya sendiri terutama), juga harus bijaksana dan berhati-hati !. Jadi dua bidang harus di isi sekaligus !. Bidang Husnudhon harus diterapkan dengan dijiwai LILLAH - BILLAH L1RROSUL - BIRROSUL LILGHOUTS-B1LGHOUTS' dan bidang kewaspadaan juga harus dilakukan lahir dan batin. Suu-udh-dhon kepada nafsu harus terus menerus di tingkatkan, dan husnul yaqin kepada Alloh SWT harus senantiasa kita jadikan pandangan optimis !. Pokoknya kita harus mengisi segala bidang-bidang yang harus kita isi!. jangan sampai tertipu oleh nafsu. Lebih-lebih jangan sampai menganggap enteng terhadap kewajiban-kewajiban terutama yang hubungan kepada Alloh wa Rosuulihi SAW sekalipun kelihatannya kecil. Dan jangan sampai menganggap remeh terhadap mung karot dan maksiat sekalipun betapa sepelenya !. Pokoknya harus Yukti Kulla Dzii Haqqin Haqqoh" dan "Taqdiimul Aham Tsummal Anfa' Fal Anfa’
Terjemah  :
"Segala puji bagi Alloh, ke pangkuan-Mu dan Keluarga (yaa Rosulalloh), sholawat salam senantiasa tercurah, sebab Engkaulah segalakebaikan dan kenikmatan.
Duhai Pemimpin kami, duhai Pemimpin kami, Engkau adalah Rosul Alloh dengan haq, bantulah kami,   bimbing dan didiklah diri kami,para ahli dan anak-anak kami, para Pengamal Wahidiyah, dan segenap kaum Muslimin dan Muslimat.Engkau adalah Kekasih Alloh Robbul 'Alamin, Duhai Pembawa rohmat bagi seluruh 'Alamin, kebaikan, kesempurnaan, keselamatan dan kebabagiaan adalah datang dari sebab Engkau.
Di bawah ini dinukilkan sholawat nadhom juga karangan beliau Al Mukarrom Romo K.H. Abdoel Madjid Ma'roef Muallif Sholawat Wahidiyah. Ketika membaca jangan lupa selalu dijiwai LILLAH — BILLAH LIRROSUL - BIRROSUL - LILGHOUTS-BILGHOUTS de­ngan adab ta'dhim mahabbah lahir batin sebaik-baiknya. Mari sebelumnya kita menghaturkan hadiah bacaan Surat Al Fatihah kepada beliau dan kepada siapa saja yang ada hubungan masalah ini.
Lahumul Faatihah !......,.....
"IJMA'LANAA BIHI"      maksudnya memohon semoga dapat   sadar
mengetrapkan "BIHAQIIQOTIL MUHAMMADIYYAH". sadar kepada ashlu jamii.Il kholqi yakni Nuuru Muhammaddin SAW.
"KADZAA 'ALAIHI"    maksudnya memohon semoga dapat dikumpulkan dengan Rosuululloh sbollalohu 'alaihi wasallam.

Alhamdu Lillah dengan memperbanyak membaca sholawat tersebut disamping Mujahadah Wahidiyah dikaruniai kemajuan dan peningkatan melakukan istighroq.
(4) Sholawat Penyiaran.
Dianjurkan memperbanyak membaca Sholawat Penyiaran ini !, Alhamdu Lillah besar sekali faedahnya bagi penyiaran perjuangan Fafirruu Ilallohi wa Rosuulihi SAW, dan bagi kerukunan di dalam rumah tangga dan bagi lain-lain kepentingan. Alhamdu Lillah !.

No comments:

Post a Comment