003.02.373 - TANPA GURU KAMIL MUKAMIL, Sulit Dibedakan Antara Bisikan Tuhan dan Bisikan Nafsu (Pengajian Kitab Al- Hikam dan Kuliah Wahidiyah Ahad Pagi - oleh Hadrotul Mukarrom Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh).
II. 02. 373 "PENGAJIAN ALHIKAM DAN KULIAH WAHIDIYAH AHAD PAGI"
BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM
تنوعت أجناس الأعمال لتنوع واردات الأحوال
Tanawwa’at ajnaasul a’mali li tanawwu’I waaridatil ahwali.
Jadi macam-macamnya amal seseorang, orang beramal shalat, beramal puasa, beramal macam-macam, suatu saat kita sendiri ingin mempeng membaca shalawat, membaca Al-Qur’an, puasa, macam-macamnya amal yang dilakukan bagi amilin ayil muridin, ini litanawwui waaridaatil ahwal disebabkan wontenipun (adanya) warid ahwal (bisikan Tuhan). Warid yaitu nur ilahiyun yang yurodu ala qolbin murid. Yaitu nur ilahiyah yang diturunkan kepada hati seseorang.
Allati tuntiju ahwaalan, nur yang sudah diturunkan kepada hati seseorang yang menyebabkan timbul kumreteg (keinginan-red) kahanane (keadaan) hati bergetar, merupakan sebuah keinginan untuk melakukan amal-amal ibadah, kretege ati (keinginan yang muncul dari hati yang terdalam-red) itu namanya ahwal yang ditimbulkan oleh nur ilahiyun yang bisa berkembang sebagai taufik, hidayah dan sebagainya. Yang kalau tidak ada taufik hidayah atau nur ilahiyun, mboten saget duwe krenteg pengen (tidak bisa memiliki keinginan yang muncul dari hati terdalam-red), itu tidak mungkin. Munculnya keinginan itu (untuk beribadah), adalah karena adanya nur ilahiyun yang yurodu (yang diturunkan) Allah bil qolbi (didalam hati) murid atau bil qolbi arifin. Maka tanawa’at ajnaasul a’mali litanawwu’I waridatil ahwaali. Werna-wernane (macam-macamnya-red) amal seseorang, opo nglakoni poso, opo nglakono opo wae, (apa melaksanakan puasa atau melaksanakan apapun-red) iku disebabkan warid yang diturunkan Allah ing atine (kedalam hati) muridin. Sebab anane warid iki mau, nimbulke getaran ati kepingin nglakoni ibadah (sebab adanya warid itu tadi, menimbulkan getaran hati, yang ingin melaksanakan ibadah). Keinginan atau getaran hati atau khotirul qolbi itulah disebut haa-lul qolbi atau kahanane ati (telah menjadi kesepakatan pemahaman kaum sufi, bahwa haa-lul qolbi, keadaan hati yang demikian ini, tidak dapat diupayakan oleh murid. Berbeda dengan maqam yang dapat diupayakan oleh mruid-red). Atau waaridatun ilahiyah. Al ahwalu wall waridah qod yusamma halan (atau orang nyebut warid itu yah hal itu sendiri).
Ini meh jumbuh, warid iku yo hal sendiri. Saget kalau diuaraikan ono nur gerakno ati, ana padang madangi ati, ada ngomong maneh padange ati ikulah nur (Ini memang hamper samar. Warid itu ya juga hal itu sendiri. Bisa dikatakan, nur menggerakkan hati tau nur sedang menerangi hati. Ada yang mengatakan juga, bahwa pada hakikinya terangnya hati itulah nur Tuhan-red.). Getaran hati itu adalah nur atau hal.
Kama saya’ti, ya’ni anna ba’dhal muriidina tajiduhu mustaghilan bis shalati ba’dhahum bis shiyami wa hakadza… Dan seperti sebagian murid, kita mendapatkan seorang murid itu katungkul mempeng nglakoni poso, utowo nglakoni shalat (disibukkan dengan melaksanakan puasa, atau melaksanakan shalat-red). Wasababu dzalika waaridun ilahiyun. Anane kito pengen ibadah shiyam iku (adanya kita ingin ibadah puasa itu) tadi (merupakan wirid dari Allah SWT- red). Iqtadho min hadza…warid dari Allah SWT inilah yang menjadikan sebab seorang murid ingin nglakoni (melaksanakan) amal poso, ingin amal ini, atau amal itu.
Wayanbaghi likulli ahadin an ya’mala bimuqtadha mailihi al madzkuri,….. Maka, sebaiknya seseorang terutama muridun, karena bahasan ini bahasan muridun, untuk senantiasa melakukan atau mengamalkan sesuatu yang menjadikan dia condong kepada amal-amal ibadah. Apa shalat, apa wiridan dan sebagainya. Apa yang diiberikan Allah SWT, kok ingin mempeng (tekun) ibadah yo mempeng, ingin mempeng poso yo poso.
In lam yakun tahta tarbiyati syaikhin. Koyo ngono mau yen ora (seperti itu tadi, jika tidak dalam bimbingan seorang GURU, Al Kamil Mukammil). Sebab kalau ada GURU pembimbing, kita harus mengikuti apa apa yang telah dituntunkan oleh GURU. Fala yasytaghilu bi syai’in, wain laa bi’idznihi wa iradatihi……, Kalau kita di bawah bimbingan GURU, maka walau ada warid yang meng-krenteg-ake ati, ingin amal ini, amal itu, kalau ada GURU-ne, yo kudu biidznihi (ya harus dengan izin GURU-red). Sebab apa? Sulit dibedakan, antara bisikan yang datang itu sebagai warid ilahiyun (bisikan dari Tuhan) atau bisikan dari nafsu. Podho-podho ono’ khotirul qolbi ana yang bisababi waridun ilahiyun, ana bisababi nafsun (sama-sama, bisikan hati itu, ada kalanya disebabkan bisikan Tuhan, adakalanya disebabkan dari bisikan nafsu-red). Kedua bisikan ini, sukar dibedakan. Sulit.
Podho getarane qolbi, podho karephe pengen Ibadah (sama getarannya hati, sama inginnya beribadah-red). Perasaan “ingin” ini, ono sing tumbuh teko warid ono sing tumbuh soko karep nafsiyah (ada yang tumbuh dari warid Tuhan, ada juga yang tumbuh dari keinginan nafsu). Mergo angele beda-ake antara warid dan nafsu (sebab sukarnya membedakan antara warid dan nafsu), kalau tidak dibawah bimbingan GURU (tahta tarbiyatu Syaikh), kita dapat tertipu. Sebab, bisa jadi yang kita lakukan itu, dating dari bisikan nafsu. Dan jika demikian adanya, kita bukan lillah lagi tapi linnafsi. Sehingga kelihatannya ibadah, tapi, linnafsi. Namun kalau ono tarbiyatu Syaikh, yo ora! (ada dalam bimbingan GURU, ya tidak tertipu-red). Maka jika ono kumrenteg ini, kumrenteg itu, kudu tetep ono tarbiyatu Syaikh (Maka jika, ada keinginan ini, keinginan itu, harus tetap ada dalam bimbingan GURU).
Karena apa, seorang Murobbun atau Mursyidun ini, punya metode dan program-program yang diprogramkan untuk muridnya. Misalnya, naliko kelas siji, kudune ngene, naliko kelas loro, kudune ngene (ketika kelas satu, harusnya demikian, ketika kelas dua, harusnya demikian). Jika murid tadi dibawah bimbingan GURU mursyid, maka yang dipentingkan oleh murid adalah mengikuti tarbiyatu Syaikh wa bi idznihi (bimbingan dan izin GURU). Tapi kalau tidak dalam bimbingan GURU, yo nuruti warid ning jerone ati (ya mengikuti bisikan -warid- yang ada dalam hati).
Wa haashilu dzalik, anna tanawwu’al aurodi fii haqqil muridin as-shadiqin naa-syi’un ‘an tanwwu’il waridaati ‘ala qulubihim. Hasilnya perkaran bahasan, bahwa werna-wernane wirid opo kang den ajeg-ake oleh murid, sing kudu dilakoni murid sungguh-sungguh ini adalah naasyi’un, tukul soko anane warna-warnane warid. Walhasil, macam-macamnya warid bagi seorang muridun yang hakikin as-shadikun ini, apa yang dilakukan murid itu cukul ‘an tanawwu’il waridah. Cukul soko warna-warni warid. Kalau ngga’ ngono, ya bukan muridun as-shadiqun, tetapi alkaadzibun. Fayambaghi likulli muridin ayya’mala bimuqtadho waridihi bisyartil mutaqodim. Maka sebaiknya bagi seorang murid as-shadiq, melakukan perbuatan yang disebabkan oleh warid yang diterima. Jangan melakukan amal ibadah diluar warid yang diberikan Allah. Bi syartil mutaqoddim. Tapi dengan syarat, kalau tidak dibawah bimbingane guru. Tapi jika dibawah bimbingane guru ya… otomatis harus tetap sam’an wa tha’atan bitarbiyati syaikhihi.
Wa laa ya’mal bi muqtadho waridi ghairihi….. Dan tidak melakukan dari patrapane warid orang lain. Mergo ono orang lain yang nerimo warid. Maka yang harus dilakoni warid yang diterima, jangan melakukan warid yang diterima orang lain. Ini sedang warid-waride awak dewe, sedang poso, lha…. kancane duwe warid mempeng wiridan, wah tak melok-melok wiridan. Niki mboten oleh, mergo waride de’e yang diberikan oleh Allah mempeng mujahadah, lha temannya tadi beri mempeng poso. Ya yang dilakoni kita warid yang diberikan kepada kita, jangan melakukan warid yang diterima yang lain.
Dan, dia tidak menghalang-halangi, tidak melarang bagi orang lain melakukan amal-amal ibadah yang tidak sesuai dengan warid yang diterima dia. Kita melakukan perbuatan sesuai dengan waridnya orang lain juga nggak boleh. Harus dengan wardi kita sendiri. Kita juga tidak boleh melarang orang yang lain yang melakukan amal ibadah, tidak berdasarkan warid kita. Karena dia punya warid sendiri, kita punya warid sendiri. Le’ waride de’e iku poso, ya kita jangan ikut-ikut poso. Kalau kita punya warid ibadah. Tapi sebaliknya, kalau waridnya dia itu poso, kemudian dilarang oleh kita, niki tidak boleh. Sebab, masing-masing diparingi warid oleh Allah. Ya warid itulah yang menyebabkan qushwatul qolbi untuk amal as-shalih.
Para hadirin-hadirot ingkang kaula hormati. Ya mudah-mudahan kita ini setiap yang muncul dari kita bukan nafsu tapi warid. Tandane gimana, jika kita melakukan ini kemudian diparingi selamat, amal ibadahnya bisa lillah dan billah yaa, itu itu warid. Tapi kalau kita mengamalkan tidak lillah dan bilah, nafsu tumbuhnya. Mungkin naliko niku de’e niku neng ngarepe wong akeh. Wah…. ta’ ibadah sing mempeng biar diarani dadi wali. Niki boten warid sing teko, tapi nafsu. Greget khatirul qolbi sama. Podo ngelakoni ibadah, tidak tumbuh soko warid sito’, tapi tumbuh ben diarani wali. Milo satu warid, satu nafsu. Tandane piye? Le’ niku lillah niku waridm le’ nafsu, ….. la niku tandane elek, ben diarani iki, ujub, itu namine nafsu. Podo-podo khotirul qolbi, yang satu disebabi nasyi’un min warid, dan yang satu nasyi’un min nafsi.
Para hadirin,…. monggo iki terus ati-ati, mergo ati lembut, koyo angin, nyaring angin setengah mati angele, masih lembut nafsu daripada angin. Maka kalau tidak ada taufik hidayah minallah SWT, syafa’at Rasulillah SAW, tarbiyatu Ghautsi Hadzazzaman, nyaring angin mboten saget, angel. Angin disaring koyo opo lembute, angin tetap bisa masuk. Opo meneh banyu. Di dalam tekel itu saja ada airnya. Sampeyan cekel, kering… tangan mongering. Tapi dalam ilmu kimia, ilmu laboratorium…didalam tekel yang kering itu mengandung air, didalam soko yang garing mekingking itu ada kadar airnya, didalam beras garing itu, ada kadar airnya 11,12%. Itu menurut ahli beras. Dimana-mana ada air walau dilihat mata itu garing. Didalam kayu itu masih ada, didalam baju kering ini masih ada airnya. Kalau dilihat dilaboratorium, kandungan air yang terjadi hanya beberapa prosen tingkat kekeringannya. Kering giling atau kering sawah. Itulah lembute nafsu, wis resik ternyata masih ada kandungan-kandungan nafsu didalamnya, walau qolilan derajat-derajatnya.
Milo monggo kita berusaha. Milo wingi, Idza fataha laka wijhatan minat ta’arrufi fala tubaali ma’aha an qolla amaluka… (lihat edisi 56). Ketika kita sudah dibuka nurul ma’rifat ai taaruf bi qolbi, ketika dibuka lillah-billah, lirrasul-birrasul, perhatikan ini betul. Karena didalam itu masih tercampur nafsu lembut-lembut niku mau. Ora usah mberataken amalnya, amalku oleh piro, wis mempeng opo during, iki ojo dipikir. Tapi, apakah ini masih bercampur dengan nafsu nopo mboten. Warid sing teko, karo nafsu sing teko, iki gede endi. Bisa dua-duanya dating.
Mergo tingkat ma’rifate ini tingkat waridnya masih kecil yang diberikan Allah, sementara nafsune gede, milo mboten mampu lagi mengalahkan nafsu hinggo getaran yang tumbuh dari warid, prakteke tumbuh dari nafsu. Niki bisa terjadi itu. Dibukake warid minallah, tetapi prakteke nafsu mlebu karena kita kurang waspada. Otomatis niku amal ibadahe krono nafsu. Olehe yo nafsu niku, ono seng muncule soko warid tapi pelaksanaane nafsu mlebu hingga warid kalah. Akhire malih linnafsi binnafsi. Mari kita senantiasa berdepe-depe maring Allah SWT, mudah-mudahan kita mendapat taufik hidayah Allah SWT, syafaat tarbiyah Rasulullah SAW, nadroh Ghautsu Hadazzaman RA sehingga kita dapat kamil mukamil. Amin ya robbal alamin.
Al Fatihah!
Yaa Syafial kholqis sholaatu wassalam …………….
Aham Edisi 57 / Th. VIII / Muahrram 1426 H —
No comments:
Post a Comment