004.12.313
PERINGATAN ALLOH SUBHANAHU WA TA'ALA & RASUL-NYA BAGI PARA PEPIMPIN.
by. Mas Iman - dikirim ke Ahmad Dimyathi
.
12.313 "POSTINGAN ANDA AMAT BAGUS DAN SANGAT BERMANFAAT"
PERINGATAN ALLOH SUBHANAHU WA TA'ALA , RASUL-NYA DAN PARA ULAMA NYA BAGI PARA PEPIMPIN YANG MENGHIANATI AMANAH , FASIQIN/MUNAFIKUN DAN YANG BERLAKU DZALIM . . . .
(Ilham & Renungan untuk tindak lanjut Amal kebaikan)
A’uudzubillaahi minasysyaithaanir rajiim
Bismillahirrahmaniraahim...
Syaikul Islam Imam al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin pernah memberikan nasihat tentang cara berinteraksi dengan pemimpin yang zalim.
"Jangan bergaul dengan para pemimpin dan pembesar yang zalim, bahkan jangan menemuinya. Berjumpa dan bergaul dengan mereka hanya membawa petaka. Dan sekiranya kamu terpaksa bertemu, jangan memuji-muji mereka, karena Allah sangat murka ketika orang fasik dan zalim dipuji. Dan barangsiapa mendoakan mereka panjang umur, maka sesungguhnya dia suka agar Allah didurhakai di muka bumi. "
Tidak hanya tentang pertemuan, bahkan Imam al Ghazail mengeluarkan larangan menerima pemberian dari penguasa yang zalim.
"Jangan menerima apa-apa pemberian dari golongan pembesar, meski kamu tahu pemberian itu dari yang halal. Sebab, sikap tamak mereka akan merusakkan agama. Pemberian itu akan menimbulkan rasa simpati (jika diterima). Lalu kamu akan mulai menjaga kepentingannya mereka dan berdiam diri atas kezaliman yang mereka lakukan. Dan itu semua telah merusakkan agama. "
Peringatan susulan juga diungkapkan. Sekecil-kecilnya mudharat ketika seseorang menerima hadiah dari penguasa adalah, akan muncul rasa sayang terhadap mereka."Seterusnya kami akan mendoakan mereka kekal dan lama di atas kedudukannya.Mengharapkan orang yang zalim lama berkuasa sama seperti mengharapkan kezaliman berpanjangan atas hamba-hamba Allah dan alam akan musnah binasa. "
Jika sudah demikian, Imam al Ghazali mengajukan soalan yang luar biasa menyeramkan."Apalagi yang lebih buruk dibanding dengan kerusakan agama?"
Setiap penguasa, selalu mempunyai kemungkinan untuk berbuat zalim, kecuali penguasa yang beriman kepada Allah, berteman dan dikeliling orang-orang yang beriman pula. Mereka saling mengingatkan dan memberi nasihat, hanya demi kebaikan, dan bukan untuk kepentingan.
Tapi ketika seorang penguasa dikelilingi orang-orang yang busuk dan jahat, maka kezaliman hanya tinggal menunggu masa untuk dirasakan. Dan ketika semua itu terjadi, kerusakan akan bermaharajalela, kehancuran di depan mata, menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran dan menjadikan kesesatan sebagai panutan. Karena itu, pemimpin yang dzalim masuk menjadi salah satu golongan yang paling dibenci oleh Allah SWT.
Rasulullah bersabda, "Ada empat golongan yang paling Allah benci. Peniaga/pedagang yang banyak bersumpah, orang fakir yangsombong, orang tua yang berzina, dan seorang pemimpin (penguasa) yangzalim." (HR.An-Nasai)
Bahkan, Rasulullah memberikan penegasan sanksi atas para pemimpin yang zalim. Dalam Shahih Bukhari Muslim disebutkan, Rasulullah bersabda, "Tidaklah ada seseorang hamba yang Allah beri kepercayaan untuk memimpin, kemudian pada saat matinya dia berada dalam (keadaan) melakukan penipuan terhadap rakyatnya, kecuali akan diharamkan atasnya untuk masuk syurga."
Alangkah ruginya para pemimpin seperti ini.Dan alangkah malangnya umat dan rakyat yang mendapat pemimpin sepertiini. Ketika seorang pemimpin zalim berkuasa, maka yang bertanggung jawab bukan hanya para pelaku kekuasaan; raja, maharaja, presiden bahkan gubenur ,walikota dan kepala desa. Umat dan rakyat pun akan bertanggung jawab memikul beban penguasa yang zalim.
IbnuTaimiyyah dalam karyanya SiyasahSyari'iyah mengutip sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. "Barangsiapa yang mengangkat seseorang (pemimpin) untuk mengurusi perkara kaum Muslimin sementara dia mendapati ada seseorang yang lebih layak daripada orang yang diangkatnya, maka dia telah berkhianat pada Allah SWT dan Rasul-Nya."
Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari sahabat Jabir ra,Rasulullah juga menegaskan bahwa mereka yeng memilih pemimpin dengan pamrih duniawi maka Allah tidak akan menyapa orang-orang seperti ini di akhirat nanti.
"Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dilihat dan tidak akan disucikan, dan bagi mereka azab yang pedih. Mereka adalah; Orang yang mempunyai kelebihan air di padang pasir namun tidak mau memberikannya kepada orang yang berada di tengah perjalanan; orang yang menawarkan barang dagangan kepada orang lain setelah Ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia telah membelinya sekian dan sekian sehingga lawannya mempercayainya, padahal sebenarnya tidaklah demikian; dan seseorang yang mengikrarkan kepatuhannya kecuali untuk kepentingan dunia (harta), bila sang pemimpin memberinya ia akan patuh dan bilatidak memberinya ia tidak akan mematuhinya. "
Jauh-jauh hari, sesungguhnya Allah telah melakukan perlindungan agar kita tidak mempunyai kecenderungan hati pad aorang-orang yang zalim. Sebab, kecenderungan itu akan mengantarkan kita padaazab yang pedih.
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QSHud [11]: 113)
Sesungguh,seorang pemimpin sejatinya adalah sebuah perisai yang melindungi rakyatnya.
Seperti sabda Rasulullah,"Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya. "(HR Muslim)
Pemimpin dan yang dipimpin adalah mata rantai yang tidak boleh dipisahkan. Pemimpin lahir dari dan terpilih oleh orang-orang yang akan dipimpin. Ketika seorang pemimpin bersalah, maka bersalah pula mereka yang memilihnya. Ketika seorang pemimpin berbuat zalim, maka mereka yang memilih juga akan menanggung akibatnya.
Sungguh bukan pekerjaan ringan untuk menjaga dan menghalang-halangi para pemimpin agar tidak berbuat zalim. Orang-orang yang dipimpin harus menjaga para pemimpin dengan cara memastikan bahawa ketua negara melakukan kewajiban-kewajiban besarnya. Kewajiban pemimpin negara adalah menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, melaksanakan undang-undang syariat/menegakkan supremasi hukum negara dan bahkan kewajiban personal untuk tidak melakukan maksiat.
Umar bin Khattab ra lebih tegas lagi mengatakan, tugas seorang pemimpin adalah menjaga agama. "Pemimpin diangkat untuk menegakkan agama Allah," kata Umar bin Khattab.
Jika kita mampu menjaga para pemimpin yangterpilih, menjadi para pemimpin yang menegakkan agama Allah, menjaga akidah umatnya, memberantas kezaliman dan melaksanakan syariat, sungguh negeri ini ibarat potongan syurga di dunia. Apalagi Rasulullah bersabda bahawa menasihatipara pemimpin untuk taat pada Allah, adalah salah satu perilaku yang mengundangridha-Nya. "Sesungguhnya Allah redha terhadap tiga perkara dan membenc itiga perkara. Dia rela apabila kalian menyembah-Nya, berpegang tegug pada tali-Nya dan menasihati para pemimpin. Dan Allah membenci pembicaraan sia-sia,menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya. "
Ada beberapa perkara yang membuat pemimpin tergelincir pada perilaku zalim. Yang paling berbahaya adalah, ketika seorang pemimpin menuruti hawa nafsu dan mengejar kesenangan dunia. Kemudian, kolusidan nepotisme yang tidak sesuai dengan peraturan kebenaran. Para penasihat yangburuk dan teman yang jahil, juga mampu menggelincirkan para pemimpin. Jikaorang-orang yang lemah dan kaum kuffar dijadikan sebagai pembantu, kehancuran tinggal menunggu waktu. Rela dan mudah terpengaruh pada tekanan antar bangsa ,juga menjadi penyebab pemimpin berlaku zalim.
Tugas umat, belum lagi selesai. Setelah terpilih, para pemimpin harus terjaga. Jika tidak, kita juga yang akan merasakan azab dan akibatnya. Sebab, keadilan seorang pemimpin adalah penawar dahaga bagi umatnya dan lebih utama dari ibadah ritual yang dilakukannya."Keadilan seorang pemimpin walaupun sesaat jauh lebih baik daripada tujuh puluh tahun," demikian sabda Rasulullah. (HRThabrani)
Tapi jika yang terjadi justru sebaliknya, maka sungguh keadaan yang akan menimpa."Yang aku takuti pada umatku adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan," sabdaRasulullah. (HR Dawud)
Jika pemimpin-pemimpin sesat telah memimpin, maka manusia akan berada pada penyesalan yang tiada tara seperti yang digambarkan Allah dalam firman-Nya."Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata:"Alangkah baiknya, andaikatakami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. " (QS al Ahzab [33]: 66)
Dan ketika kita sampai pada tahap itu,penyesalan paling besar pun tidak akan bermakna. Semoga kita adalah umat yang terbaik, dengan pemimpin-pemimpin yang soleh dan muslih. Bukan sebaliknya, umat yang dipimpin para penguasa yang zalim dan bathil.
Allah ta’ala telahberfirman :
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampauibatas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS.Asy-Syuuraa: 42].
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” [QS.Al-Maaidah: 72].
Nabi shallallaahu‘alaihiwasallam telah bersabda :
”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap orang di antara kamuakan dimintai pertanggungan jawabatas apa yang dipimpinnya...”.[1]
”Barang siapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”.[2]
Kedhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat”.[3]
”Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya,maka tempatnya di neraka”.[4]
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidakmencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga” [DiriwayatkanolehAl-Bukhari dan Muslim].Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia matidimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkanbaginya surga”.[5]
”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin sepuluh orang, kecuali ia didatangkan dengannyapada hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di lehernya. Entahkeadilannya akan membebaskannya ataukah justru kemaksiatannya (kedhalimannya)akan melemparkanya (ke neraka)”.[6]
Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangimereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka,makasusahkanlah ia” [Diriwayatkan olehMuslim].[7]
”Akan ada nanti para pemimpin yang fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang membenarkankedustaan mereka dan menolong kedhalimannya (atas rakyatnya), makaia bukantermasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akansampaipada Al-Haudl (telaga)”.[8]
”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya dikerjakan satu perbuatan maksiat, dimana merekayang tidak mengerjakan kemaksiatan itu lebih kuat dan lebih banyak daripadayang mengerjakannya, namun mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut; niscayaAllah akan menimpakan hukuman adzab pada mereka semua”.[9]
Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata:Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : “DemiDzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf danmencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan mengembalikannyakepada kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan memisahkan hatisebagian kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah melaknat kaliansebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail –melalui lisanDawud dan ‘Isa bin Maryam”.[10]
Dan dariAghlab bin Tamiim : Telah menceritakankepada kami Al-Mu’allaa bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah,dari Ma’qil binYasaar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh olehsyafa’atku :(1)seorang pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan (2) orang yang berlebih-lebihandalam agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka namun berlepas diridari mereka”.
Hadits inilemah (dla’iif). Ibnu Maaliktelah meriwayatkan dimana ia berkata : Telah berkata Manii’ : Telahmenceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah, dengan lafadh semisal. AdapunManii’ ini, tidak diketahui siapa dia sebenarnya.[11]
Telahberkata Muhammad bin Juhaadah, dari‘Athiyyah, dari AbuSa’iid Al-Khudriysecara marfuu’ :
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalah pemimpin/ imam yangdhalim”.[12]
Dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
“Wahai sekalian manusia : Perintahkanlah untuk berbuat yang ma’ruf dan melarangperbuatan munkar sebelum kalian berdoa kepada Allah namun Ia tidak mengabulkannya,dan sebelum kalian meminta ampun kepada-Nya, namun Ia tidak mengampuni kalian.Sesungguhnya memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatanmunkar tidak berakibat tertahannya rizki dan mendekatkan apa yangtertahan/tertunda. Dan sesungguhnya para rahib dari kalangan Yahudi danpendetadari kalangan Nashrani ketika mereka meninggalkan perbuatan memerintahkankepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar,Allah melaknat merekamelalui lisan para nabi mereka, kemudian menimpakan bencana pada mereka secaramerata”.[13]
Beliau shallallaahu‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dari urusan kami yangbukanberasaldarinya, maka ia tertolak”.[14]
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi pelaku kejahatan,makabaginya laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.Tidak diterimadarinya amal wajib maupun amal sunnah (yang ia kerjakan)”.[15]
“Barang siapa yang tidak menyayangi (saudaranya), maka ia tidak akan disayangi (olehAllah)”.[16]
“Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia”.[17]
“Tidak ada seorang pemimpin/penguasa pun yang diserahi urusan kaum muslimin kemudiania tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan menasihati mereka,melainkan iatidak akan masuk surga bersama mereka”.[18]
“Barang siapa yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum muslimin namun iamenutup diri tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran mereka, niscayaAllah tidak akan memperhatikan kebutuhannya dan kefakirannya dihari kiamat”.Diriwayatkan oleh Abu Dawud danAt-Tirmidziy.[19]
“Imam yang ‘adil akan dinaungi oleh Allah (pada hari kiamat) dibawah naungan-Nya”.[20]
“Orang-orang yang ‘adil berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya,dimana mereka berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan siapa sajayang berada di bawah kepemimpinan mereka”.[21]
“Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah (orang) yang kalian membencinya danmerekapun membenci kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian”.Parashahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, tidakkah kita boleh menyingkirkannya?”.Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak,selamamereka mendirikan shalatdi tengah-tengah kalian”. [22] Keduanya(yaitu hadits inidansebelumnya) diriwayatkan oleh Muslim.
“Sesungguhnya Allah benar-benar mengulur waktu bagi orang yangdhaalim hingga jikaIa mematikannya, Ia tidak akan meluputkannya”.Kemudian beliau membacaayat : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabilaDiamengazab penduduknegeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nyaituadalah sangat pedihlagi keras”.[23]
DiriwayatkanolehAl-Bukhariy dan Muslim.
Nabi shallallaahu‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Mu’aadz saat beliau mengutusnyakenegeriYaman :
“Berhati-hatilah engkau terhadap harta-harta kesayangan mereka.Dantakutlahengkau terhadap doa orang yang terdhalimi, karena sesungguhnyatidak adasatupun penghalang antaranya dan Allah”.[24] Diriwayatkanoleh Al-BukharidanMuslim.
“Sesungguhnya seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang dhalim”.[25]
DiriwayatkanolehAl-Bukhari dan Muslim.
“Ada tiga golongan yang tidaka akan diajak bicara oleh Allah…………”.Kemudianbeliaumenyebutkan di antaranya pemimpin pendusta.[26]
Allah ta’ala berfirman:
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidakinginmenyombongkandiri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan(yangbaik) itu adalahbagi orang-orang yang bertakwa” [QS.Al-Qashshash : 83].
Nabi shallallaahu‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya kalian akan sangat menginginkan kekuasaan (‘imarah)padahalkelakia akan menjadi penyesalan di hari kiamat”.DiriwayatkanolehAl-Bukhari.[27]
“Sesungguhnya kami – demi Allah – tidak akan menyerahkan pekerjaan (yaitu jabatan)ini kepada orang yang memintanya atau orang yang berambisi kepadanya”.Diriwayatkanoleh Al-Bukhari dan Muslim.[28]
“Wahai Ka’b bin ‘Ujrah ! Semoga Allah melindungimu darikepemimpinanorang-orangpandir. Para pemimpin yang muncul setelahku dimanamereka tidakmengambilpetunjuk dengan petunjukku dan mengambil sunnah dengansunnahku”.Dishahihkanoleh Al-Haakim.[29]
“Ada tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan padanya : doaorangyangteraniaya, doa orang yang sedang bepergian (musafir), dan doa orangtuakepadaanaknya”.[30] Sanadnya kuat.
[selesai–dikutip oleh Abu Al-Jauzaa’ dari kitab Al-Kabaair olehAdz-Dzahabiy,hal. 37-44, tahqiq & takhrij :‘Abdurrazzaaq Al-Mahdiy;Daarul-KitaabAl-‘Arabiy, Cet. Thn. 1425 H]
[1] Perkataantersebutmerupakan penggalan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari(no. 2554,5188,dan 5200), Muslim (no. 1829), Abu Dawud (no. 2928), At-Tirmidzi(no.1705),Ahmad (2/5, 2/54-55, dan 2/111), dan Ibnu Hibban (no. 4489); yangsemuanyamerupakanhadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
[2] Shahih.Diriwayatkan olehAhmad (2/242 dan 417), Muslim (no. 101), AbuDawud (no. 3455),At-Tirmidzi (no.1315), Ibnu Majah (no. 2224), Abu ‘Awaanah(1/57), Ath-Thahawidalam Musykilul-Aatsaar (2/139),Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa (no.564), Al-Haakim (2/8-9),dan Al-Baihaqi (5/325); yang semuanyamerupakan haditsdari Abu Hurairah radliyallaahu‘anhu. Dalam bab ini,terdapat banyakhadits yang dibawakan oleh sejumlahshahabat. Silakan lihat takhrij haditsiniselengkapnyadalam Al-Ihsaan fii Taqriibi Shahih IbniHibbaan (no.567)dengan tahqiq : Asy-Syaikh Syu’aibAl-Arna’uth.
[3] Shahih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 2447), Muslim (no. 2579),Ahmad (2/92, 106,136, 137, 156, dan159), dan At-Tirmidzi (no. 2030); darihadits ‘Abdullah bin‘Umar radliyallaahu‘anhuma.
[4] Shahih.Diriwayatkan denganlafadh ini oleh Ahmad (5/25), dan yangsemisal dengannya olehAth-Thabarani dalam Al-Kabiir (20/506,513, 514, 515, 516, 517,518, 519, 524, 533, dan 534);dari hadits Ma’qil binYasaar, dimana asal haditstersebut dalam Ash-Shahihain.
[5] Shahih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 7150-7151), Muslim (no. 142),Ad-Daarimiy(2/324), Al-Baghawidalam Al-Ja’diyaat (no. 3261),Ath-Thayaalisiy (no. 928-929),Ahmad (5/25, 27),Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (2/449,455,456, 457, 458, 459, 469, 472, 473, 476, dan 478),Ibnu Hibban (no.4495),Al-Baihaqi (9/41), dan Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no.4278);semuanya dari hadits Ma’qilbin Yasaarradliyallaahu ‘anhu.
[6] Shahihbi-syawaahidihi.Diriwayatkan oleh Al-Bazzaarsebagaimana dalam Kasyful-Astaar (1640)danAth-Thabarani dalam Al-Ausath sebagaimana dalam Al-Majma’(5/205),darihaditsAbu Hurairah radliyalaahu ‘anhu. Al-Haitsamiberkata:“Paraperawi dalam riwayat pertama oleh Al-Bazzaar adalah paraperawi Ash-Shahiih”.Hal senada dikatakan juga oleh Al-Mundziridalam At-Targhiib wat-Tarhiib (3/112).Dikeluarkanjuga darijalan yang lain : Ahmad (2/431) dari hadits Abu Hurairahradliyallaahu‘anhu;Al-Haitsamiberkata dalam Al-Majma’ (4/192-193) :“Diriwayatkan oleh Ahmad,para perawinya adalah paraperawi Ash-Shaihiih”.Dikeluarkan jugaoleh Ahmad (5/285),Al-Bazzaar, dan Ath-Thabarani sebagaimanadalam Al-Majma’ (5/205);Al-Haitsami berkata : “Di dalamsanadnya terdapat perawiyang tidak disebutkannamanya, adapun yang sanad yanglain dari Ahmad,perawinya adalah para perawiAsh-Shahiih”.Hadits tersebutmempunyai syaahid dari hadits Ibnu ‘Abbas radliyallaahu‘anhuma yangdiriwayatkanoleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausathsebagaimana terdapatdalam Al-Majma’ (5/206). Al-Haitsamiberkata :“Paraperawinya adalah tsiqah”. Ia juga mempunyai syaahid yanglaindari hadits Abu Umamah radliyallaahu ‘anhu yangdikeluarkanoleh Ahmad (5/267) dan Ath-Thabarani sebagaimanaterdapatdalam Al-Majma’ (5/205).Al-Haitsami berkata : “Dalam sanadnyaterdapat Yaziid bin AbiMaalik, ia di-tsiqah-kanoleh IbnuHibban dan yang lainnya. Danyang selainnya adalah para perawi tsiqah”.Dalam bab ini terdapathadits yang sangat banyak.
[7] Shahih.Diriwayatkan olehMuslim (no. 1828), Ahmad (6/62, 93, 257, dan260), Ibnu Hibban(no. 553),Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/43), dan Al-Baghawidalam Syarhus-Sunnah (no.2471); semuanya dari hadits‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa.
[8] Shahih.Diriwayatkan olehAt-Tirmidzi (no. 2259), An-Nasa’iy (7/160),Ahmad (4/243),Ath-Thayalisi (no.1064), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (19/212,296, 297, 298),Ibnu Hibban(no. 279), Al-Haakim (1/79), dan Al-Baihaqidalam As-Sunan(8/165);semuanyadari hadits Ka’b bin ‘Ujrah radliyallaahu‘anhu.At-Tirmidzi berkata: “Hadits shahih”. Hadits ini dishahihkan olehAl-Hakim dandisepakati olehAdz-Dzahabi. Ia mempunyai syaahid dengansanadshahih sesuai syarat Muslim dari hadits Jaabir bin‘Abdillah yangdikeluarkanoleh ‘Abdurrazzaq (no. 20719), Ahmad (3/321),Al-Haakim (4/422), danIbnu Hibban(no. 1723).
[9] Shahih dengandua jalandan syahid-nya. Diriwayatkan oleh Ahmad (4/364, 366),AbuDawud (no.4339), Ibnu Majah (no. 4009), Ath-Thabarani (no. 2380-2385),IbnuHibban (no.300), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan (10/91);semuanya darijalan Abu Ishaq, dari ’Ubaidullah bin Jariir, dariayahnya : Jariirbin’Abdillah Al-Bajaliy. Sanad hadits ini adalah dla’if,’Ubaidullahadalah perawi berstatus majhul al-haal. Namun ia diikutiolehMundzir binJarir (mutaba’ah) sebagaimana dibawakanolehAhmad (4/361,363), Ath-Thabarani (no. 2379). Hadits ini mempunyai syahiddarihadits AbuBakr Ash-Shiddiq sebagaimana dibawakan oleh Al-Humaidiy (no.3),Ahmad (1/2, 5,7), Abu Dawud (no. 4338), At-Tirmidzi (no. 2168 dan 3057),IbnuMajah (no.4005), dan Ibnu Hibban (no. 304); hadits ini shahihsesuaisyarat Asy-Syaikhain.
[10] Diriwayatkan olehAbu Dawud(no.4336-4337), At-Tirmidzi (no. 3050-3051), Ibnu Majah (no. 4006),Ahmad(1/391),Ath-Thabari (6/318-319), dan Abu Ya’la (no. 5035); semuanyadarihadits’Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ’anhu dengansanadmunqathi’ (terputus).Abu ’Ubaidah tidak mendengarhadits dariayahnya. Dan yangraajih, sanadriwayat tersebut adalah mauquf.
[11] Hasanbi-thariiqaihi wa syaahidihi.Diriwayatkan olehIbnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no.35) danAth-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (20/495), keduanya darihaditsMa’qil bin Yasaar. Dalam sanadnyaterdapat Al-Aghlab bin Tamiim. Al-Bukhaariyberkata: “Munkarul-hadiits”.Ibnu Ma’iin berkata : “Tidak ada apa-apanya(laisabi-syai’)”. Ia(Al-Aghlab) mempunyai mutaba’ah dariManii’sebagaimana disebutkan olehMushannif (Adz-Dzahabiy)dariIbnul-Mubaarak. Dan status manii’ ini adalah majhuul.Haditsini mempunyai syaahid dari hadits Abu Umaamah yangdiriwayatkanoleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausath sebagaimanaterdapatdalam Al-Majma’(5/235). Al-Haitsamiyberkata : “Paraperawidalam Al-Kabiir adalah tsiqaat”.
[12] Dla’iif.Diriwayatkan oleh Ahmad(3/22 & 55), At-Tirmidziy (no.1329), Abu Ya’laa (no.1003 & 1081),Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath dan Al-Kabiir sebagaimanadinyatakandalam Al-Majma’ (5/236),serta Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (10/88);semuanya dari haditsAbu Sa’iid Al-Khudriy. At-Tirmidziyberkata : “Hadits AbuSa’iid adalahhadits hasan ghariib, kami tidakmengetahuinya kecualidari jalanini”. Aku berkata : “Dalam sanadnya terdapat‘Athiyyah Al-‘Aufiy, iaseorang yanglemah,matruukul-hadiits”. Adapunyang shahih daribeliau shallallaahu‘alaihi wa sallamadalah dengan lafadh:
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalahparaperupa(penggambar dan pematung)”.
[13] Dla’iif.Diriwayatkan oleh AbuNu;aim (8/287) dan Al-Ashbahaaniy dalam At-Targhiibwat-Tarhiib (no.299) dari haditsIbnu ‘Umar; dan dalam sanadnyaterdapat Ibraahiim bin‘Abdirrahiim dan Ishaaqbin Ibraahiim Ar-Raaziy yang akutidak mendapatkanketerangan biografinya.
[14] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari dalam Ash-Shahiih (no. 2697) dandalamKhalquAf’aalil-‘Ibaad (hal. 43), Muslim (no. 1718), Abu Dawud(no. 4606),Ibnu Maajah(no. 14), Ahmad (6/73 & 240 & 270),Ath-Thayaalisiy (no.1422), Abu‘Awaanah (4/18-19), Ad-Daaruquthniy (4/224 &225 & 227), AbuYa’laa(no. 4594), Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no.52-53),Ibnu Hibbaan (no. 26-27), Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no.103),Al-Baihaqiydalam As-Sunan (10/119), serta Al-Qadlaa’iydalamMusnadAsy-Syihaab (no. 359-361); semuanya dari hadits‘Aaisyah.
[15] Shahiih. Diriwayatkanoleh Al-Bukhariy (no. 1870 & 3179), Muslim (no.1370), AbuDawud (no. 2034),At-Tirmidziy (no. 2128), An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa (no.4278),Ahmad(no. 615 & 1037), Ibnu Abi Syaibah (14/189), dan Abu Ya’laa(no.263);semuanya dari hadits ‘Aliy bin Abi Thaalib sewaktu mengkhabarkanlembaran (shahiifah)daribeliau shallallaahu ‘alaihi wasallam yang masyhur.
[16] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhariy dalam Ash-Shahiih (no. 5997) dandalam Al-Adabul-Mufrad (no.91), Muslim (no.2318), Abu Dawud(no. 2518), At-Tirmidziy (no. 1911), IbnuHibbaan (no. 457),serta Al-Baghawiydalam Syarhus-Sunnah (no.3446); semuanya dari hadits AbuHurairah.
[17] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhariy (no. 6013 & 7376), Muslim (no.2319),At-Tirmidziy (no. 1923),Ibnu Abi Syaibah (8/528), Al-Humaidiy (no.802-803),Ath-Thayaalisiy (no. 661),Ahmad (4/361-362), Ibnu Hibbaan (no. 465),danAl-Baihaqiy (8/161); semuanyadari hadits Jariir bin ‘Abdillah.
[18] Lihatcatatan kaki no. 4.
[19] Hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud(no. 2948), At-Tirmidziy (no. 1333),serta Al-Haakim(3/99) dan ia menshahihkannya yang kemudian disepakati olehAdz-Dzahabiy;semuanya dari haditsAbu Maryam ‘Amr bin Murrah Al-Juhhaniy.
[20] Maknakalimat ini diambildari hadits yangmasyhur :
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawahnaungan-Nya padaharidimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya : Imam yang‘adil…….”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 660 &1423 & 6479 &6806), Muslim (no. 1031),At-Tirmidziy (setelah hadits no.2391), An-Nasa’iy(8/222-223), Ahmad (2/439),Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya(no. 358), IbnuHibbaan (no. 4486),dan Al-Baihaqiy (4/190 & 8/162); semuanya dari haditsAbu Hurairah.
[21] Shahiih.Diriwayatkan oleh Ahmad(2/160), Muslim (no. 1827), danAn-Nasaa’iy (8/221);semuanya dari hadits‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aash. Danlafadh hadits secarasempurna adalahsebagai berikut :
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat ‘adil di sisi Allah beradadimimbar-mimbaryang terbuat dari cahaya yang berada di sebelah kananAr-Rahmaan(Allah); dankedua tangan-Nya adalah kanan. Mereka adalah orang yangberbuat‘adil dalam hukummereka, keluarga mereka, dan orang-orang yang beradadi bawahkepemimpinanmereka”.
[22] Shahiih.Diriwayatkan oleh Ahmad(6/24 & 28), Muslim (no. 1855),Ad-Daarimiy (2/324),Ibnu Abi ‘Aashimdalam As-Sunnah (no. 1071-1072), Ibnu Hibbaan(no. 4589), danAl-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/158);semuanyadari hadits ‘Aufbin Maalik Al-Asyja’iy.
[23] Shaiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 4686), Muslim (no. 2583),At-Tirmidziy (no.3110), Ibnu Maajah(no. 4018), Ath-Thabariy (no. 18559), IbnuHibbaan (no. 5175),Al-Baihaqiydalam As-Sunan (6/94), Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (4162)dandalam Ma’aalimut-Tanziil (2/401); semuanya dari haditsAbuMuusaa Al-Asy’ariy.
[24] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 1395 & 1458 & 1496& 2448 &2347 & 7371& 7372), Muslim (no. 19), Abu Dawud (no.1583), At-Tirmidziy(no. 625),An-Nasaa’iy (no. 5/55), dan Ahmad (1/233);semuanya dari haditsMu’aadz binJabal. Sabda beliau : “harta-harta kesayangan mereka” ;maksudnya adalah :yang paling disayang/dicintai dan paling utama.
[25] Shahiih.Diriwayatkan oleh Muslim(no. 1830), Ahmad (5/64),Ath-Thabaraniy dalamAl-Kabiir (18/26),IbnuHibbaan(no. 4511), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161);semuanyadari hadits ‘Aaidz bin ‘Amr.
[26] Shahiih.Diriwayatkan oleh Muslim(no. 107), Ahmad (2/433), An-Nasa’iy(5/86), IbnuHibbaan (no. 4413),Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161),danAl-Baghawiy dalamSyarhus-Sunnah (no.3591); semuanyadari haditsAbu Hurairah.
[27] Shahiih.Diriwayatkanoleh Al-Bukhari (no. 7184), Ahmad (2/448 &476), An-Nasaa’iy(7/162), IbnuHibbaan (no. 4482), Al-Baihaqiy (3/129 &10/95), danAl-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no.2465); semuanya darihadits Abu Hurairah.
[28] Shahiih.Diriwayatkanoleh Al-Bukhariy (no. 2261 & 3038 & 4341& 4343 &4344 & 6124& 6923 & 7149 & 7156 & 7157& 7172), Muslim(no. 1733), AbuDawud (no. 2930), An-Nasaa’iy (8/224), IbnuHibbaan (no. 4481),Al-Baihaqiy(10/100), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no.2466);semuanyadari hadits Abu Muusaa Al-Asy’ariy.
[29] Shahiih.Diriwayatkanoleh At-Tirmidziy (no. 2259), An-Nasaa’iy (7/165),Ahmad (4/243),Ath-Thayaalisiy(no. 1064), Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (19/212& 296&297 & 298), Ibnu Hibbaan (no. 279), Al-Haakim (1/79),danAl-Baihaqiydalam As-Sunan (8/165); semuanyadari haditsKa’bbin ‘Ujrah. At-Tirmidziy berkata : “Hadits shahih”.Dishahihkan olehAl-Haakimdan disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Ia mempunyai syaahid dengan sanadshahih atas syarat Muslimdari hadits Jaabir bin ‘Abdillah yang diriwayatkan oleh‘Abdurrazzaaq (no.20719), Ahmad (3/321), Al-Haakim (4/422),dan Ibnu Hibbaan(no. 1723).
[30] Hasan.Diriwayatkanoleh Al-Bukhariy dalam Al-Adabul-Mufrad (no. 32& 481),Abudawud (no. 1536), At-Tirmidziy (no. 1905 & 3448), IbnuMaajah (no.3862),Ath-Thayaalisiy (no. 2517), Ahmad (2/258) & 348 & 478& 517&523), Al-Qadlaa’iy dalammusnad Asy-Syihaab (no.306), Ibnu Hibbaan(no. 2699), dan Al-Baghawiy dalamSyarhus-Sunnah (no.1394); daribeberapa jalan, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dariAbu Ja’far, dariAbu Hurairah.Para perawi dalam sanadnya tsiqaat, kecuali padanyaterdapatketerputusan. Jika Abu Ja’far di sini adalah Muhammad bin ‘Aliy sebagaiman adikatakan Ibnu Hibbaan dalam ats-Tsiqaat, maka ia tidakpernahbertemu dengan Abu Hurairah. Namunjika ia selain Muhammad bin ‘Aliy,makastatusnya majhuul. Hadits ini mempunyai syaahid yang diriwayatkan oleh Ahmad (4/154) dari jalan Zaid bin Salaam,dari ‘Abdullah binZaid bin Azraq,dari ‘Uqbah bin ‘Aamir Al-Juhhaniy, iaberkata :
“Ada tiga golongan orang yang doanya mustajab : Orang yangsedangbepergian(musafir), orang tua, dan orang yang teraniaya”.
Paraperawinya tsiqaat selainIbnul-Azraq, ia seorang yang majhuulhaal. Namun ia baikmenjadi syaahid bagihadits sebelumnya
(Ilham & Renungan untuk tindak lanjut Amal kebaikan)
A’uudzubillaahi minasysyaithaanir rajiim
Bismillahirrahmaniraahim...
Syaikul Islam Imam al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin pernah memberikan nasihat tentang cara berinteraksi dengan pemimpin yang zalim.
"Jangan bergaul dengan para pemimpin dan pembesar yang zalim, bahkan jangan menemuinya. Berjumpa dan bergaul dengan mereka hanya membawa petaka. Dan sekiranya kamu terpaksa bertemu, jangan memuji-muji mereka, karena Allah sangat murka ketika orang fasik dan zalim dipuji. Dan barangsiapa mendoakan mereka panjang umur, maka sesungguhnya dia suka agar Allah didurhakai di muka bumi. "
Tidak hanya tentang pertemuan, bahkan Imam al Ghazail mengeluarkan larangan menerima pemberian dari penguasa yang zalim.
"Jangan menerima apa-apa pemberian dari golongan pembesar, meski kamu tahu pemberian itu dari yang halal. Sebab, sikap tamak mereka akan merusakkan agama. Pemberian itu akan menimbulkan rasa simpati (jika diterima). Lalu kamu akan mulai menjaga kepentingannya mereka dan berdiam diri atas kezaliman yang mereka lakukan. Dan itu semua telah merusakkan agama. "
Peringatan susulan juga diungkapkan. Sekecil-kecilnya mudharat ketika seseorang menerima hadiah dari penguasa adalah, akan muncul rasa sayang terhadap mereka."Seterusnya kami akan mendoakan mereka kekal dan lama di atas kedudukannya.Mengharapkan orang yang zalim lama berkuasa sama seperti mengharapkan kezaliman berpanjangan atas hamba-hamba Allah dan alam akan musnah binasa. "
Jika sudah demikian, Imam al Ghazali mengajukan soalan yang luar biasa menyeramkan."Apalagi yang lebih buruk dibanding dengan kerusakan agama?"
Setiap penguasa, selalu mempunyai kemungkinan untuk berbuat zalim, kecuali penguasa yang beriman kepada Allah, berteman dan dikeliling orang-orang yang beriman pula. Mereka saling mengingatkan dan memberi nasihat, hanya demi kebaikan, dan bukan untuk kepentingan.
Tapi ketika seorang penguasa dikelilingi orang-orang yang busuk dan jahat, maka kezaliman hanya tinggal menunggu masa untuk dirasakan. Dan ketika semua itu terjadi, kerusakan akan bermaharajalela, kehancuran di depan mata, menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran dan menjadikan kesesatan sebagai panutan. Karena itu, pemimpin yang dzalim masuk menjadi salah satu golongan yang paling dibenci oleh Allah SWT.
Rasulullah bersabda, "Ada empat golongan yang paling Allah benci. Peniaga/pedagang yang banyak bersumpah, orang fakir yangsombong, orang tua yang berzina, dan seorang pemimpin (penguasa) yangzalim." (HR.An-Nasai)
Bahkan, Rasulullah memberikan penegasan sanksi atas para pemimpin yang zalim. Dalam Shahih Bukhari Muslim disebutkan, Rasulullah bersabda, "Tidaklah ada seseorang hamba yang Allah beri kepercayaan untuk memimpin, kemudian pada saat matinya dia berada dalam (keadaan) melakukan penipuan terhadap rakyatnya, kecuali akan diharamkan atasnya untuk masuk syurga."
Alangkah ruginya para pemimpin seperti ini.Dan alangkah malangnya umat dan rakyat yang mendapat pemimpin sepertiini. Ketika seorang pemimpin zalim berkuasa, maka yang bertanggung jawab bukan hanya para pelaku kekuasaan; raja, maharaja, presiden bahkan gubenur ,walikota dan kepala desa. Umat dan rakyat pun akan bertanggung jawab memikul beban penguasa yang zalim.
IbnuTaimiyyah dalam karyanya SiyasahSyari'iyah mengutip sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. "Barangsiapa yang mengangkat seseorang (pemimpin) untuk mengurusi perkara kaum Muslimin sementara dia mendapati ada seseorang yang lebih layak daripada orang yang diangkatnya, maka dia telah berkhianat pada Allah SWT dan Rasul-Nya."
Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari sahabat Jabir ra,Rasulullah juga menegaskan bahwa mereka yeng memilih pemimpin dengan pamrih duniawi maka Allah tidak akan menyapa orang-orang seperti ini di akhirat nanti.
"Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dilihat dan tidak akan disucikan, dan bagi mereka azab yang pedih. Mereka adalah; Orang yang mempunyai kelebihan air di padang pasir namun tidak mau memberikannya kepada orang yang berada di tengah perjalanan; orang yang menawarkan barang dagangan kepada orang lain setelah Ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia telah membelinya sekian dan sekian sehingga lawannya mempercayainya, padahal sebenarnya tidaklah demikian; dan seseorang yang mengikrarkan kepatuhannya kecuali untuk kepentingan dunia (harta), bila sang pemimpin memberinya ia akan patuh dan bilatidak memberinya ia tidak akan mematuhinya. "
Jauh-jauh hari, sesungguhnya Allah telah melakukan perlindungan agar kita tidak mempunyai kecenderungan hati pad aorang-orang yang zalim. Sebab, kecenderungan itu akan mengantarkan kita padaazab yang pedih.
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QSHud [11]: 113)
Sesungguh,seorang pemimpin sejatinya adalah sebuah perisai yang melindungi rakyatnya.
Seperti sabda Rasulullah,"Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya. "(HR Muslim)
Pemimpin dan yang dipimpin adalah mata rantai yang tidak boleh dipisahkan. Pemimpin lahir dari dan terpilih oleh orang-orang yang akan dipimpin. Ketika seorang pemimpin bersalah, maka bersalah pula mereka yang memilihnya. Ketika seorang pemimpin berbuat zalim, maka mereka yang memilih juga akan menanggung akibatnya.
Sungguh bukan pekerjaan ringan untuk menjaga dan menghalang-halangi para pemimpin agar tidak berbuat zalim. Orang-orang yang dipimpin harus menjaga para pemimpin dengan cara memastikan bahawa ketua negara melakukan kewajiban-kewajiban besarnya. Kewajiban pemimpin negara adalah menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, melaksanakan undang-undang syariat/menegakkan supremasi hukum negara dan bahkan kewajiban personal untuk tidak melakukan maksiat.
Umar bin Khattab ra lebih tegas lagi mengatakan, tugas seorang pemimpin adalah menjaga agama. "Pemimpin diangkat untuk menegakkan agama Allah," kata Umar bin Khattab.
Jika kita mampu menjaga para pemimpin yangterpilih, menjadi para pemimpin yang menegakkan agama Allah, menjaga akidah umatnya, memberantas kezaliman dan melaksanakan syariat, sungguh negeri ini ibarat potongan syurga di dunia. Apalagi Rasulullah bersabda bahawa menasihatipara pemimpin untuk taat pada Allah, adalah salah satu perilaku yang mengundangridha-Nya. "Sesungguhnya Allah redha terhadap tiga perkara dan membenc itiga perkara. Dia rela apabila kalian menyembah-Nya, berpegang tegug pada tali-Nya dan menasihati para pemimpin. Dan Allah membenci pembicaraan sia-sia,menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya. "
Ada beberapa perkara yang membuat pemimpin tergelincir pada perilaku zalim. Yang paling berbahaya adalah, ketika seorang pemimpin menuruti hawa nafsu dan mengejar kesenangan dunia. Kemudian, kolusidan nepotisme yang tidak sesuai dengan peraturan kebenaran. Para penasihat yangburuk dan teman yang jahil, juga mampu menggelincirkan para pemimpin. Jikaorang-orang yang lemah dan kaum kuffar dijadikan sebagai pembantu, kehancuran tinggal menunggu waktu. Rela dan mudah terpengaruh pada tekanan antar bangsa ,juga menjadi penyebab pemimpin berlaku zalim.
Tugas umat, belum lagi selesai. Setelah terpilih, para pemimpin harus terjaga. Jika tidak, kita juga yang akan merasakan azab dan akibatnya. Sebab, keadilan seorang pemimpin adalah penawar dahaga bagi umatnya dan lebih utama dari ibadah ritual yang dilakukannya."Keadilan seorang pemimpin walaupun sesaat jauh lebih baik daripada tujuh puluh tahun," demikian sabda Rasulullah. (HRThabrani)
Tapi jika yang terjadi justru sebaliknya, maka sungguh keadaan yang akan menimpa."Yang aku takuti pada umatku adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan," sabdaRasulullah. (HR Dawud)
Jika pemimpin-pemimpin sesat telah memimpin, maka manusia akan berada pada penyesalan yang tiada tara seperti yang digambarkan Allah dalam firman-Nya."Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata:"Alangkah baiknya, andaikatakami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. " (QS al Ahzab [33]: 66)
Dan ketika kita sampai pada tahap itu,penyesalan paling besar pun tidak akan bermakna. Semoga kita adalah umat yang terbaik, dengan pemimpin-pemimpin yang soleh dan muslih. Bukan sebaliknya, umat yang dipimpin para penguasa yang zalim dan bathil.
Allah ta’ala telahberfirman :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَالنَّاسَوَيَبْغُونَ فِيالأرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampauibatas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS.Asy-Syuuraa: 42].
كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَعَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَاكَانُوايَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” [QS.Al-Maaidah: 72].
Nabi shallallaahu‘alaihiwasallam telah bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌعَنْ رَعِيَّتِهِ...
”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap orang di antara kamuakan dimintai pertanggungan jawabatas apa yang dipimpinnya...”.[1]
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَمِنَّا.
”Barang siapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”.[2]
الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Kedhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat”.[3]
أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُفَهُوَ فِي النَّارِ.
”Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya,maka tempatnya di neraka”.[4]
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُرَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَابِنُصْحٍإِلَّاحَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِالجَنَّةَ. متفق عليه. وفيلفظ : يَمُوتُ حِينَيَمُوتُوَهُوَغَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُعَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidakmencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga” [DiriwayatkanolehAl-Bukhari dan Muslim].Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia matidimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkanbaginya surga”.[5]
مَا مِنْ أَمِيْرِعَشْرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِمَغْلُولَةً يَدَهُإِلَىعُنُقِهِ، أطْلَقَهُ عَدْلُهُ أَوْ أوْبَقَهُ جَورُ
”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin sepuluh orang, kecuali ia didatangkan dengannyapada hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di lehernya. Entahkeadilannya akan membebaskannya ataukah justru kemaksiatannya (kedhalimannya)akan melemparkanya (ke neraka)”.[6]
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْأَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاًفَرَفَقَبِهِمْ،فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّعَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ.رواه مسلم.
”Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangimereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka,makasusahkanlah ia” [Diriwayatkan olehMuslim].[7]
سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْبِكَذِبَهُمْ،وَأَعَانَهُمْ عَلَىظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ،وَلَنْيَرِدَعَلَيَّ الْحَوْضَ.
”Akan ada nanti para pemimpin yang fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang membenarkankedustaan mereka dan menolong kedhalimannya (atas rakyatnya), makaia bukantermasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akansampaipada Al-Haudl (telaga)”.[8]
مَا مِنْ قَوْمٍيُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْأَعَزُّوَأَكثَرُمِمَّنْ يَعمَلُهُ، ثُمَّلَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمّهُمُ اللهُبِعِقَابٍ.
”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya dikerjakan satu perbuatan maksiat, dimana merekayang tidak mengerjakan kemaksiatan itu lebih kuat dan lebih banyak daripadayang mengerjakannya, namun mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut; niscayaAllah akan menimpakan hukuman adzab pada mereka semua”.[9]
وروى أبو عبيدةبن عبد الله بنمسعود، عن أبيه قال: قال رسول اللهصلى اللهعليهوسلم : وَالَّذَي نَفْسِيبِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِوَلَتَنْهَوْنَعَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذَنَّعَلَى يَدِ الْمُسِيءِ،وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَىالْحَقِّ أَطْراً،أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله بِقُلُوبِبَعْضِكُمْ عَلَىبَعْضٍ ثُمَّيَلْعَنَكُمْ كَمَالَعَنَهُمْ - يعني بني إسرائيل-عَلَى لِسَانِ دَاوُدَوَعِيسَىابْن مَرْيَمَ.
Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata:Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : “DemiDzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf danmencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan mengembalikannyakepada kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan memisahkan hatisebagian kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah melaknat kaliansebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail –melalui lisanDawud dan ‘Isa bin Maryam”.[10]
Dan dariAghlab bin Tamiim : Telah menceritakankepada kami Al-Mu’allaa bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah,dari Ma’qil binYasaar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ لَاتنَالُهُمَا شَفَاعَتِيْ : سُلْطَانٌظَلُوْمٌغَشَوْمٌ، وَغَالٍ فِي الدِّيْنِ،يَشْهَدُ عَلَيْهِمْ وَيَبْرَأُمِنْهُمْ
“Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh olehsyafa’atku :(1)seorang pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan (2) orang yang berlebih-lebihandalam agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka namun berlepas diridari mereka”.
Hadits inilemah (dla’iif). Ibnu Maaliktelah meriwayatkan dimana ia berkata : Telah berkata Manii’ : Telahmenceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah, dengan lafadh semisal. AdapunManii’ ini, tidak diketahui siapa dia sebenarnya.[11]
Telahberkata Muhammad bin Juhaadah, dari‘Athiyyah, dari AbuSa’iid Al-Khudriysecara marfuu’ :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًايَوْمَ الْقِيَامَةِ إِمَامٌ جَائِرٌ
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalah pemimpin/ imam yangdhalim”.[12]
Dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ : مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْنَعَنِالْمُنْكَرِقَبْلَ أَنْ تَدْعُوااللهَ فَلَا يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ،وَقَبْلَأَنْتَسْتَغْفِرُوهُ فَلَا يَغْفِرُ لَكُمْ،إِنَّ الْأَمْرَبِالْمَعْرُوْفِوَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَايَدْفَعُ رِزْقًا وَلَايُقَرِّبُأَجَلًا، وَإِنَّالَأَحْبَارَ مِنَ الْيَهُودِ وَالرُّهْبَانَمِنَالنَّصَارَى لَمَّا تَرَكُواالْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِوَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِلَعَنَهُمُاللهُ عَلَىلِسَانِ أَنْبِيَائِهِمْ ثُمَّ عَمَّهُمْ بِالْبَلَاءِ
“Wahai sekalian manusia : Perintahkanlah untuk berbuat yang ma’ruf dan melarangperbuatan munkar sebelum kalian berdoa kepada Allah namun Ia tidak mengabulkannya,dan sebelum kalian meminta ampun kepada-Nya, namun Ia tidak mengampuni kalian.Sesungguhnya memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatanmunkar tidak berakibat tertahannya rizki dan mendekatkan apa yangtertahan/tertunda. Dan sesungguhnya para rahib dari kalangan Yahudi danpendetadari kalangan Nashrani ketika mereka meninggalkan perbuatan memerintahkankepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar,Allah melaknat merekamelalui lisan para nabi mereka, kemudian menimpakan bencana pada mereka secaramerata”.[13]
Beliau shallallaahu‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْأَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَمِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dari urusan kami yangbukanberasaldarinya, maka ia tertolak”.[14]
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًاأَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِلَعْنَةُاللهِوَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لَا يُقْبَلُ مِنْهُصَرفًاوَلَاعَدْلًا
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi pelaku kejahatan,makabaginya laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.Tidak diterimadarinya amal wajib maupun amal sunnah (yang ia kerjakan)”.[15]
مَنْ لَا يَرْحَمُلَا يُرْحَمُ
“Barang siapa yang tidak menyayangi (saudaranya), maka ia tidak akan disayangi (olehAllah)”.[16]
لَا يَرْحَمُ اللهُمَنْ لا يَرْحَمُ النَّاسَ
“Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia”.[17]
مَا مِنْ أَمِيْرٍيَلِي أُمُورَ الْمُسْلِمِيْنَ لَايَجْهَدُلَهُمْوَيَنصَحُ لَهُمْ؛ إِلَّا لَمْيَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
“Tidak ada seorang pemimpin/penguasa pun yang diserahi urusan kaum muslimin kemudiania tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan menasihati mereka,melainkan iatidak akan masuk surga bersama mereka”.[18]
مَنْ وَلَّاهُ اللهُشَيئًا مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَفَاحْتَجَبَدُونَحَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللهُ دُونَحَاجَتِهِوَفَقْرِهِيَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum muslimin namun iamenutup diri tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran mereka, niscayaAllah tidak akan memperhatikan kebutuhannya dan kefakirannya dihari kiamat”.Diriwayatkan oleh Abu Dawud danAt-Tirmidziy.[19]
الْإِمَامُ الْعَادِلُ يُظِلُّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ
“Imam yang ‘adil akan dinaungi oleh Allah (pada hari kiamat) dibawah naungan-Nya”.[20]
الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْنُورٍ، الَّذِيْنَ يَعْدِلُونَفِيحُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلُوا
“Orang-orang yang ‘adil berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya,dimana mereka berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan siapa sajayang berada di bawah kepemimpinan mereka”.[21]
شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُالَّذِيْنَتَبْغُضُوْنَهُمْوَيُبْغِضُوْنَكُمْ،وَتَلْعَنُونَهُمْوَيَلْعَنُونَكُمْ. قالوا : يا رسولالله !أفلا ننابذهم ؟قال : لَا، مَاأَقَامُوافِيْكُمُ الصَّلَاةَ
“Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah (orang) yang kalian membencinya danmerekapun membenci kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian”.Parashahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, tidakkah kita boleh menyingkirkannya?”.Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak,selamamereka mendirikan shalatdi tengah-tengah kalian”. [22] Keduanya(yaitu hadits inidansebelumnya) diriwayatkan oleh Muslim.
إِنَّ اللهَ لَيُمْلِيلِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُلَمْيُفْلِتْهُ،ثُمَّ قَرَأَ : {وَكَذَلِكَأَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَالْقُرَىوَهِيَ ظَالِمَةٌإِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌشَدِيدٌ}. متفق عليه
“Sesungguhnya Allah benar-benar mengulur waktu bagi orang yangdhaalim hingga jikaIa mematikannya, Ia tidak akan meluputkannya”.Kemudian beliau membacaayat : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabilaDiamengazab penduduknegeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nyaituadalah sangat pedihlagi keras”.[23]
DiriwayatkanolehAl-Bukhariy dan Muslim.
Nabi shallallaahu‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Mu’aadz saat beliau mengutusnyakenegeriYaman :
إِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَالْمَظْلُومِفَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَاللهِ حِجَابٌُ. متفق عليه
“Berhati-hatilah engkau terhadap harta-harta kesayangan mereka.Dantakutlahengkau terhadap doa orang yang terdhalimi, karena sesungguhnyatidak adasatupun penghalang antaranya dan Allah”.[24] Diriwayatkanoleh Al-BukharidanMuslim.
إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِالْخُطَمَةُ. متفق عليه
“Sesungguhnya seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang dhalim”.[25]
DiriwayatkanolehAl-Bukhari dan Muslim.
ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُاللهُ....... فذكر منهم الملكالكذاب
“Ada tiga golongan yang tidaka akan diajak bicara oleh Allah…………”.Kemudianbeliaumenyebutkan di antaranya pemimpin pendusta.[26]
Allah ta’ala berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُنَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَعُلُوًّافِيالأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُلِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidakinginmenyombongkandiri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan(yangbaik) itu adalahbagi orang-orang yang bertakwa” [QS.Al-Qashshash : 83].
Nabi shallallaahu‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُنَدَامَةَيَوْمَالْقِيَامَةِ. رواه البخاري
“Sesungguhnya kalian akan sangat menginginkan kekuasaan (‘imarah)padahalkelakia akan menjadi penyesalan di hari kiamat”.DiriwayatkanolehAl-Bukhari.[27]
إِنَّا وَاللهِ لَانُوَلِّي هَذَا الْعَمَلَ أَحَدًاسَأَلَهُ، أَوْأَحَدًاحَرَصَ عَلَيْهِ. متفقعليه
“Sesungguhnya kami – demi Allah – tidak akan menyerahkan pekerjaan (yaitu jabatan)ini kepada orang yang memintanya atau orang yang berambisi kepadanya”.Diriwayatkanoleh Al-Bukhari dan Muslim.[28]
يَا كَعْبَ بْنِعُجْرَةََ ! أَعَاذَكَ اللهُ مِنْإِمَارَةِالسُّفَهَاء؛أُمَرَاءُ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِيْ وَلَايَهْتَدُونَبِهَدْيِيْ،وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِيْ. صححه الحاكم
“Wahai Ka’b bin ‘Ujrah ! Semoga Allah melindungimu darikepemimpinanorang-orangpandir. Para pemimpin yang muncul setelahku dimanamereka tidakmengambilpetunjuk dengan petunjukku dan mengambil sunnah dengansunnahku”.Dishahihkanoleh Al-Haakim.[29]
ثَلَاثٌُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَا شَكَّ فِيْهِنَّ:دَعوَةُالْمَظْلُومِ، وَدَعوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَىوَلَدِهِ -سندهقوي
“Ada tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan padanya : doaorangyangteraniaya, doa orang yang sedang bepergian (musafir), dan doa orangtuakepadaanaknya”.[30] Sanadnya kuat.
[selesai–dikutip oleh Abu Al-Jauzaa’ dari kitab Al-Kabaair olehAdz-Dzahabiy,hal. 37-44, tahqiq & takhrij :‘Abdurrazzaaq Al-Mahdiy;Daarul-KitaabAl-‘Arabiy, Cet. Thn. 1425 H]
[1] Perkataantersebutmerupakan penggalan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari(no. 2554,5188,dan 5200), Muslim (no. 1829), Abu Dawud (no. 2928), At-Tirmidzi(no.1705),Ahmad (2/5, 2/54-55, dan 2/111), dan Ibnu Hibban (no. 4489); yangsemuanyamerupakanhadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
[2] Shahih.Diriwayatkan olehAhmad (2/242 dan 417), Muslim (no. 101), AbuDawud (no. 3455),At-Tirmidzi (no.1315), Ibnu Majah (no. 2224), Abu ‘Awaanah(1/57), Ath-Thahawidalam Musykilul-Aatsaar (2/139),Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa (no.564), Al-Haakim (2/8-9),dan Al-Baihaqi (5/325); yang semuanyamerupakan haditsdari Abu Hurairah radliyallaahu‘anhu. Dalam bab ini,terdapat banyakhadits yang dibawakan oleh sejumlahshahabat. Silakan lihat takhrij haditsiniselengkapnyadalam Al-Ihsaan fii Taqriibi Shahih IbniHibbaan (no.567)dengan tahqiq : Asy-Syaikh Syu’aibAl-Arna’uth.
[3] Shahih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 2447), Muslim (no. 2579),Ahmad (2/92, 106,136, 137, 156, dan159), dan At-Tirmidzi (no. 2030); darihadits ‘Abdullah bin‘Umar radliyallaahu‘anhuma.
[4] Shahih.Diriwayatkan denganlafadh ini oleh Ahmad (5/25), dan yangsemisal dengannya olehAth-Thabarani dalam Al-Kabiir (20/506,513, 514, 515, 516, 517,518, 519, 524, 533, dan 534);dari hadits Ma’qil binYasaar, dimana asal haditstersebut dalam Ash-Shahihain.
[5] Shahih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 7150-7151), Muslim (no. 142),Ad-Daarimiy(2/324), Al-Baghawidalam Al-Ja’diyaat (no. 3261),Ath-Thayaalisiy (no. 928-929),Ahmad (5/25, 27),Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (2/449,455,456, 457, 458, 459, 469, 472, 473, 476, dan 478),Ibnu Hibban (no.4495),Al-Baihaqi (9/41), dan Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no.4278);semuanya dari hadits Ma’qilbin Yasaarradliyallaahu ‘anhu.
[6] Shahihbi-syawaahidihi.Diriwayatkan oleh Al-Bazzaarsebagaimana dalam Kasyful-Astaar (1640)danAth-Thabarani dalam Al-Ausath sebagaimana dalam Al-Majma’(5/205),darihaditsAbu Hurairah radliyalaahu ‘anhu. Al-Haitsamiberkata:“Paraperawi dalam riwayat pertama oleh Al-Bazzaar adalah paraperawi Ash-Shahiih”.Hal senada dikatakan juga oleh Al-Mundziridalam At-Targhiib wat-Tarhiib (3/112).Dikeluarkanjuga darijalan yang lain : Ahmad (2/431) dari hadits Abu Hurairahradliyallaahu‘anhu;Al-Haitsamiberkata dalam Al-Majma’ (4/192-193) :“Diriwayatkan oleh Ahmad,para perawinya adalah paraperawi Ash-Shaihiih”.Dikeluarkan jugaoleh Ahmad (5/285),Al-Bazzaar, dan Ath-Thabarani sebagaimanadalam Al-Majma’ (5/205);Al-Haitsami berkata : “Di dalamsanadnya terdapat perawiyang tidak disebutkannamanya, adapun yang sanad yanglain dari Ahmad,perawinya adalah para perawiAsh-Shahiih”.Hadits tersebutmempunyai syaahid dari hadits Ibnu ‘Abbas radliyallaahu‘anhuma yangdiriwayatkanoleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausathsebagaimana terdapatdalam Al-Majma’ (5/206). Al-Haitsamiberkata :“Paraperawinya adalah tsiqah”. Ia juga mempunyai syaahid yanglaindari hadits Abu Umamah radliyallaahu ‘anhu yangdikeluarkanoleh Ahmad (5/267) dan Ath-Thabarani sebagaimanaterdapatdalam Al-Majma’ (5/205).Al-Haitsami berkata : “Dalam sanadnyaterdapat Yaziid bin AbiMaalik, ia di-tsiqah-kanoleh IbnuHibban dan yang lainnya. Danyang selainnya adalah para perawi tsiqah”.Dalam bab ini terdapathadits yang sangat banyak.
[7] Shahih.Diriwayatkan olehMuslim (no. 1828), Ahmad (6/62, 93, 257, dan260), Ibnu Hibban(no. 553),Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/43), dan Al-Baghawidalam Syarhus-Sunnah (no.2471); semuanya dari hadits‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa.
[8] Shahih.Diriwayatkan olehAt-Tirmidzi (no. 2259), An-Nasa’iy (7/160),Ahmad (4/243),Ath-Thayalisi (no.1064), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (19/212,296, 297, 298),Ibnu Hibban(no. 279), Al-Haakim (1/79), dan Al-Baihaqidalam As-Sunan(8/165);semuanyadari hadits Ka’b bin ‘Ujrah radliyallaahu‘anhu.At-Tirmidzi berkata: “Hadits shahih”. Hadits ini dishahihkan olehAl-Hakim dandisepakati olehAdz-Dzahabi. Ia mempunyai syaahid dengansanadshahih sesuai syarat Muslim dari hadits Jaabir bin‘Abdillah yangdikeluarkanoleh ‘Abdurrazzaq (no. 20719), Ahmad (3/321),Al-Haakim (4/422), danIbnu Hibban(no. 1723).
[9] Shahih dengandua jalandan syahid-nya. Diriwayatkan oleh Ahmad (4/364, 366),AbuDawud (no.4339), Ibnu Majah (no. 4009), Ath-Thabarani (no. 2380-2385),IbnuHibban (no.300), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan (10/91);semuanya darijalan Abu Ishaq, dari ’Ubaidullah bin Jariir, dariayahnya : Jariirbin’Abdillah Al-Bajaliy. Sanad hadits ini adalah dla’if,’Ubaidullahadalah perawi berstatus majhul al-haal. Namun ia diikutiolehMundzir binJarir (mutaba’ah) sebagaimana dibawakanolehAhmad (4/361,363), Ath-Thabarani (no. 2379). Hadits ini mempunyai syahiddarihadits AbuBakr Ash-Shiddiq sebagaimana dibawakan oleh Al-Humaidiy (no.3),Ahmad (1/2, 5,7), Abu Dawud (no. 4338), At-Tirmidzi (no. 2168 dan 3057),IbnuMajah (no.4005), dan Ibnu Hibban (no. 304); hadits ini shahihsesuaisyarat Asy-Syaikhain.
[10] Diriwayatkan olehAbu Dawud(no.4336-4337), At-Tirmidzi (no. 3050-3051), Ibnu Majah (no. 4006),Ahmad(1/391),Ath-Thabari (6/318-319), dan Abu Ya’la (no. 5035); semuanyadarihadits’Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ’anhu dengansanadmunqathi’ (terputus).Abu ’Ubaidah tidak mendengarhadits dariayahnya. Dan yangraajih, sanadriwayat tersebut adalah mauquf.
[11] Hasanbi-thariiqaihi wa syaahidihi.Diriwayatkan olehIbnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no.35) danAth-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (20/495), keduanya darihaditsMa’qil bin Yasaar. Dalam sanadnyaterdapat Al-Aghlab bin Tamiim. Al-Bukhaariyberkata: “Munkarul-hadiits”.Ibnu Ma’iin berkata : “Tidak ada apa-apanya(laisabi-syai’)”. Ia(Al-Aghlab) mempunyai mutaba’ah dariManii’sebagaimana disebutkan olehMushannif (Adz-Dzahabiy)dariIbnul-Mubaarak. Dan status manii’ ini adalah majhuul.Haditsini mempunyai syaahid dari hadits Abu Umaamah yangdiriwayatkanoleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausath sebagaimanaterdapatdalam Al-Majma’(5/235). Al-Haitsamiyberkata : “Paraperawidalam Al-Kabiir adalah tsiqaat”.
[12] Dla’iif.Diriwayatkan oleh Ahmad(3/22 & 55), At-Tirmidziy (no.1329), Abu Ya’laa (no.1003 & 1081),Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath dan Al-Kabiir sebagaimanadinyatakandalam Al-Majma’ (5/236),serta Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (10/88);semuanya dari haditsAbu Sa’iid Al-Khudriy. At-Tirmidziyberkata : “Hadits AbuSa’iid adalahhadits hasan ghariib, kami tidakmengetahuinya kecualidari jalanini”. Aku berkata : “Dalam sanadnya terdapat‘Athiyyah Al-‘Aufiy, iaseorang yanglemah,matruukul-hadiits”. Adapunyang shahih daribeliau shallallaahu‘alaihi wa sallamadalah dengan lafadh:
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًايَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalahparaperupa(penggambar dan pematung)”.
[13] Dla’iif.Diriwayatkan oleh AbuNu;aim (8/287) dan Al-Ashbahaaniy dalam At-Targhiibwat-Tarhiib (no.299) dari haditsIbnu ‘Umar; dan dalam sanadnyaterdapat Ibraahiim bin‘Abdirrahiim dan Ishaaqbin Ibraahiim Ar-Raaziy yang akutidak mendapatkanketerangan biografinya.
[14] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari dalam Ash-Shahiih (no. 2697) dandalamKhalquAf’aalil-‘Ibaad (hal. 43), Muslim (no. 1718), Abu Dawud(no. 4606),Ibnu Maajah(no. 14), Ahmad (6/73 & 240 & 270),Ath-Thayaalisiy (no.1422), Abu‘Awaanah (4/18-19), Ad-Daaruquthniy (4/224 &225 & 227), AbuYa’laa(no. 4594), Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no.52-53),Ibnu Hibbaan (no. 26-27), Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no.103),Al-Baihaqiydalam As-Sunan (10/119), serta Al-Qadlaa’iydalamMusnadAsy-Syihaab (no. 359-361); semuanya dari hadits‘Aaisyah.
[15] Shahiih. Diriwayatkanoleh Al-Bukhariy (no. 1870 & 3179), Muslim (no.1370), AbuDawud (no. 2034),At-Tirmidziy (no. 2128), An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa (no.4278),Ahmad(no. 615 & 1037), Ibnu Abi Syaibah (14/189), dan Abu Ya’laa(no.263);semuanya dari hadits ‘Aliy bin Abi Thaalib sewaktu mengkhabarkanlembaran (shahiifah)daribeliau shallallaahu ‘alaihi wasallam yang masyhur.
[16] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhariy dalam Ash-Shahiih (no. 5997) dandalam Al-Adabul-Mufrad (no.91), Muslim (no.2318), Abu Dawud(no. 2518), At-Tirmidziy (no. 1911), IbnuHibbaan (no. 457),serta Al-Baghawiydalam Syarhus-Sunnah (no.3446); semuanya dari hadits AbuHurairah.
[17] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhariy (no. 6013 & 7376), Muslim (no.2319),At-Tirmidziy (no. 1923),Ibnu Abi Syaibah (8/528), Al-Humaidiy (no.802-803),Ath-Thayaalisiy (no. 661),Ahmad (4/361-362), Ibnu Hibbaan (no. 465),danAl-Baihaqiy (8/161); semuanyadari hadits Jariir bin ‘Abdillah.
[18] Lihatcatatan kaki no. 4.
[19] Hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud(no. 2948), At-Tirmidziy (no. 1333),serta Al-Haakim(3/99) dan ia menshahihkannya yang kemudian disepakati olehAdz-Dzahabiy;semuanya dari haditsAbu Maryam ‘Amr bin Murrah Al-Juhhaniy.
[20] Maknakalimat ini diambildari hadits yangmasyhur :
سبعة يظلهم اللهفي ظله يوم لاظل إلا ظله إمامعادل..........إلخ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawahnaungan-Nya padaharidimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya : Imam yang‘adil…….”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 660 &1423 & 6479 &6806), Muslim (no. 1031),At-Tirmidziy (setelah hadits no.2391), An-Nasa’iy(8/222-223), Ahmad (2/439),Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya(no. 358), IbnuHibbaan (no. 4486),dan Al-Baihaqiy (4/190 & 8/162); semuanya dari haditsAbu Hurairah.
[21] Shahiih.Diriwayatkan oleh Ahmad(2/160), Muslim (no. 1827), danAn-Nasaa’iy (8/221);semuanya dari hadits‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aash. Danlafadh hadits secarasempurna adalahsebagai berikut :
إن المقسطين عندالله على منابر مننور عن يمين الرحمنوكلتا يديهيمين، الذينيعدلون فيحكمهم وأهليهم وما وَلُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat ‘adil di sisi Allah beradadimimbar-mimbaryang terbuat dari cahaya yang berada di sebelah kananAr-Rahmaan(Allah); dankedua tangan-Nya adalah kanan. Mereka adalah orang yangberbuat‘adil dalam hukummereka, keluarga mereka, dan orang-orang yang beradadi bawahkepemimpinanmereka”.
[22] Shahiih.Diriwayatkan oleh Ahmad(6/24 & 28), Muslim (no. 1855),Ad-Daarimiy (2/324),Ibnu Abi ‘Aashimdalam As-Sunnah (no. 1071-1072), Ibnu Hibbaan(no. 4589), danAl-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/158);semuanyadari hadits ‘Aufbin Maalik Al-Asyja’iy.
[23] Shaiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 4686), Muslim (no. 2583),At-Tirmidziy (no.3110), Ibnu Maajah(no. 4018), Ath-Thabariy (no. 18559), IbnuHibbaan (no. 5175),Al-Baihaqiydalam As-Sunan (6/94), Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (4162)dandalam Ma’aalimut-Tanziil (2/401); semuanya dari haditsAbuMuusaa Al-Asy’ariy.
[24] Shahiih.Diriwayatkan olehAl-Bukhari (no. 1395 & 1458 & 1496& 2448 &2347 & 7371& 7372), Muslim (no. 19), Abu Dawud (no.1583), At-Tirmidziy(no. 625),An-Nasaa’iy (no. 5/55), dan Ahmad (1/233);semuanya dari haditsMu’aadz binJabal. Sabda beliau : “harta-harta kesayangan mereka” ;maksudnya adalah :yang paling disayang/dicintai dan paling utama.
[25] Shahiih.Diriwayatkan oleh Muslim(no. 1830), Ahmad (5/64),Ath-Thabaraniy dalamAl-Kabiir (18/26),IbnuHibbaan(no. 4511), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161);semuanyadari hadits ‘Aaidz bin ‘Amr.
[26] Shahiih.Diriwayatkan oleh Muslim(no. 107), Ahmad (2/433), An-Nasa’iy(5/86), IbnuHibbaan (no. 4413),Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161),danAl-Baghawiy dalamSyarhus-Sunnah (no.3591); semuanyadari haditsAbu Hurairah.
[27] Shahiih.Diriwayatkanoleh Al-Bukhari (no. 7184), Ahmad (2/448 &476), An-Nasaa’iy(7/162), IbnuHibbaan (no. 4482), Al-Baihaqiy (3/129 &10/95), danAl-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no.2465); semuanya darihadits Abu Hurairah.
[28] Shahiih.Diriwayatkanoleh Al-Bukhariy (no. 2261 & 3038 & 4341& 4343 &4344 & 6124& 6923 & 7149 & 7156 & 7157& 7172), Muslim(no. 1733), AbuDawud (no. 2930), An-Nasaa’iy (8/224), IbnuHibbaan (no. 4481),Al-Baihaqiy(10/100), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no.2466);semuanyadari hadits Abu Muusaa Al-Asy’ariy.
[29] Shahiih.Diriwayatkanoleh At-Tirmidziy (no. 2259), An-Nasaa’iy (7/165),Ahmad (4/243),Ath-Thayaalisiy(no. 1064), Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (19/212& 296&297 & 298), Ibnu Hibbaan (no. 279), Al-Haakim (1/79),danAl-Baihaqiydalam As-Sunan (8/165); semuanyadari haditsKa’bbin ‘Ujrah. At-Tirmidziy berkata : “Hadits shahih”.Dishahihkan olehAl-Haakimdan disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Ia mempunyai syaahid dengan sanadshahih atas syarat Muslimdari hadits Jaabir bin ‘Abdillah yang diriwayatkan oleh‘Abdurrazzaaq (no.20719), Ahmad (3/321), Al-Haakim (4/422),dan Ibnu Hibbaan(no. 1723).
[30] Hasan.Diriwayatkanoleh Al-Bukhariy dalam Al-Adabul-Mufrad (no. 32& 481),Abudawud (no. 1536), At-Tirmidziy (no. 1905 & 3448), IbnuMaajah (no.3862),Ath-Thayaalisiy (no. 2517), Ahmad (2/258) & 348 & 478& 517&523), Al-Qadlaa’iy dalammusnad Asy-Syihaab (no.306), Ibnu Hibbaan(no. 2699), dan Al-Baghawiy dalamSyarhus-Sunnah (no.1394); daribeberapa jalan, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dariAbu Ja’far, dariAbu Hurairah.Para perawi dalam sanadnya tsiqaat, kecuali padanyaterdapatketerputusan. Jika Abu Ja’far di sini adalah Muhammad bin ‘Aliy sebagaiman adikatakan Ibnu Hibbaan dalam ats-Tsiqaat, maka ia tidakpernahbertemu dengan Abu Hurairah. Namunjika ia selain Muhammad bin ‘Aliy,makastatusnya majhuul. Hadits ini mempunyai syaahid yang diriwayatkan oleh Ahmad (4/154) dari jalan Zaid bin Salaam,dari ‘Abdullah binZaid bin Azraq,dari ‘Uqbah bin ‘Aamir Al-Juhhaniy, iaberkata :
ثلاث مستجاب لهمدعوتهم المسافر والوالد والمظلوم
“Ada tiga golongan orang yang doanya mustajab : Orang yangsedangbepergian(musafir), orang tua, dan orang yang teraniaya”.
Paraperawinya tsiqaat selainIbnul-Azraq, ia seorang yang majhuulhaal. Namun ia baikmenjadi syaahid bagihadits sebelumnya
![Keutamaan Akhlaq Mulia
أَعُوْذُ بِا للّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Di dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ (وَ فِي رِوَايَةٍ: صَالِحَ) اْلأََخْلَاقْ
“
Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (dalam riwayat yang lain: menyempurnakan kebagusan akhlaq).” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 45)
Syariat sebelum Islam telah menyeru manusia untuk memiliki akhlaq mulia. Kemudian diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa kesempurnaan akhlaq
.
AKHLAK YANG MULIA MEMILIKI BANYAK KEUTAMAAN DIANTARA NYA :
1. Orang yang memiliki akhlaq yang bagus adalah sebaik-baiknya manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقاً
“
Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling bagus akhlaqnya”. (Muttafaqun‘alaihi).
Beliau juga bersabda
,
اَلْبِرُّ حُسْنُ الخُلُقِ
“Kebaikan adalah bagusnya akhlaq”. (HR. Muslim).
2. Orang yang memiliki akhlaq yang mulia menjadi orang yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ اِلَيَّ أَحْسَنُكُمْ أَخْلاَقاً
“
Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah yang paling bagus akhlaqnya”. (HR. Al-Bukhari).
3. Akhlaq yang mulia merupakan tanda kesempurnaan iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً ، أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً ، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“
Yang paling sempurna keimanan seseorang mu’min adalah yang paling bagus akhlaqnya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya”. (HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata hasan shahih).
4. Akhlaq mulia merupakan bagian penting dalam agama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقاً ، وَإِنَّ خُلُقَ اْلإِسْلاَمِ الْحَيَاءُ
“
Sesungguhnya bagi setiap dien memiliki akhlaq, dan akhlaq Islam adalah malu.” (HR. Ibnu Majah, hasan).
5. Akhlaq yang mulia akan mengantarkan ke derajat orang yang senantiasa mengerjakan puasa dan shalat malam.
Dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“
Sesungguhnya dengan akhlaq mulia seorang mukmin akan sampai ke derajat orang yang mengerjakan puasa dan shalat malam.”’ (HR. Abu Daud dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib 2643)
6. Akhlaq mulia berat timbangannya di akhirat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan betapa beratnya nilai timbangan akhlaq mulia di akhirat kelak jika dibandingkan dengan seluruh amalan. Beliau bersabda:
مَا مِنْ شَيْءٍ يُوضَعُ فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ
“
Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat timbangannya dari akhlaq mulia ketika diletakkan di atas mizan (timbangan amal) dan sungguh pemilik akhlaq mulia akan mencapai derajat orang yang mengerjakan puasa dan shalat.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 876)
7. Orang yang memiliki akhlaq yang mulia mendapatkan jaminan surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَنَا زَعِيْمُ بَيْتٍ فِيْ رَبْضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا ، وَبَيْتٍ فِي وَسْطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحاً ، وَبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ خُلُقَهُ
“
Aku penjamin suatu rumah di surga yang paling bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia benar. Dan aku penjamin suatu rumah di surga bagian tengah bagi orang yang meninggalkan berdusta walaupun bercanda. Dan aku penjamin sebuah rumah di surga yang paling tinggi bagi orang yang bagus akhlaqnya”. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al-Albani.)
Inilah Sejatinya akhlak Mulia
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa akhlak mulia mencakup dua aspek, yaitu: akhlak mulia kepada khaliq (sang pencipta) dan akhlak mulia kepada makhluq (sesama manusia).
Pembahasan mengenai akhlak mulia kepada makhluq sebenarnya cukup luas, hanya saja untuk kali ini kita membatasi pada manusia sebagai makhluq sosial.
Terkait akhlak mulia kepada khaliq, hendaknya tercakup didalamnya tiga perkara berikut:
1. Membenarkan berita-berita dari Allaah, baik berita tersebut terdapat dalam Al Qur’an ataupun disampaikan melalui lisan rasul-Nya yang mulia dalam hadits-haditsnya. Meskipun terkadang berita-berita dalam Al Qur’an dan hadits-hadits shahih itu tak sejalan dengan keterbatasan akal kita, hendaknya kita kesampingkan akal kita yang terbatas dan membenarkan berita tersebut dengan sepenuh keimanan tanpa adanya keraguan. Karena
“Dan siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?” (QS. An Nisaa: 87)
Konsekuensi dari pembenaran tersebut adalah hendaknya berjuang mempertahankan kebenaran berita tersebut dan tidak roboh oleh argumen-argumen para pemuja akal yang seringkali datang menebarkan syubhat yang meracuni pikiran.
2. Melaksanakan hukum-hukum-Nya, meskipun terasa berat realitanya, ketika kita harus melawan hawa nafsu, akan tetapi hendaknya kita berakhlak mulia kepada Allah dengan menjalankan hukum-Nya dengan lapang dada dan penuh suka cita dan bukan mengharap penilaian manusia. Misalnya, ketika kita menjalani puasa wajib menahan lapar dan dahaga bukanlah hal ringan bagi hawa nafsu kita. Namun, akhlak mulia kepada Allah adalah dengan menjalani hal tersebut dengan lapang dada dan ketundukan serta kepuasan jiwa.
3. Sabar dan ridha kepada takdir-Nya, kendatipun terkadang pahit dan tak menyenangkan, hendaknya seorang insan berakhlak mulia kepada Allah dengan kesabaran menjalani takdir tersebut karena dibalik hal itu tentunya Allah menyimpan hikmah yang besar dan tujuan yang terpuji.
Adapun akhlak mulia kepada makhluq, hendaknya tercakup di dalamnya tiga hal pula:
1. Tidak menyakiti orang lain, terkait jiwa, harta dan kehormatannya. Dengan demikian tak sepantasnya memukulnya tanpa alasan apalagi membunuhnya, tak selayaknya mencuri hartanya dan tak sepatutnya mengolok-olok dan melukai perasaannya dengan panggilan buruk ataupun menggunjingnya. Perhatikanlah sabda Rasulullaah shallallaah ‘alayh wa sallam yang artinya:
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan-kehormatan kalian haram atas kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
kemudian sabdanya lagi yang artinya:
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari).
2. Berderma dengan memberikan bantuan berupa materi maupun non materi (bisa berupa ilmu, motivasi, saran dan lain-lain)
3. Bermuka manis. Hal ini hendaknya tak dianggap remeh karena
“Janganlah engkau menganggap enteng perbuatan baik sedikit pun, meskipun (sekedar-pen-) engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim).
Syaikh Al ‘Utsaimin berkata: “Bermuka manis adalah menampakkan wajah berseri-seri ketika berjumpa dengan orang lain, lawannya adalah bermuka masam. “ kemudian beliau membawakan kisah Ibnu ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu yang ditanya tentang kebaikan maka Ibnu ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu menjawab, “wajah yang berseri-seri dan tutur kata yang halus.” Syaikh kemudian menyebutkan syair milik seorang penyair yang artinya,
“Wahai anakku sesungguhnya kebaikan itu sesuatu yang mudah
Wajah yang berseri-seri dan tutur kata yang ramah”
Meskipun demikian, bermuka manis ini tak kemudian tanpa arahan. Hal itu karena terkadang kita perlu bermuka masam untuk menghindari bahaya tertentu. Misalnya, ketika kita bertemu dengan seorang yang olah bicaranya pandai dan berpengaruh tetapi dalam perkara yang buruk maka hendaknya kita tunjukkan muka masam kita sebagai tanda ketidaksukaan kita terhadap dirinya. Hal itu disebabkan jika kita bermuka manis padanya dikhawatirkan kita akan terbawa pengaruhnya dan sulit melepaskan diri dari pengaruhnya yang buruk.
Dengan demikian, kita perlu mengingat nasehat nan berfaidah dari Imam Ibnul Qayyim Rahimahullaah dalam kitabnya Ighatsah Al-Lahafan Min Mashayidi Asy Syaithan:
“Termasuk dari macam-macam perangkap syaitan dan tipu dayanya bahwa syaitan mengajak seorang hamba Allah kepada berbagai macam bentuk dosa dan kenistaan dengan sebab akhlak baik si hamba tersebut dan kemurahan hatinya…”
Oleh karena itu, dalam bab bermuka manis ini hendaknya kita menempatkan sesuai pada tempatnya.
demikianlah kiranya yang bisa diuraikan. Semoga bermanfaat di dunia hingga di akhirat yang kekal.
Syaikh As sa’dy dalam kitabnya, Bahjah Qulubil Abrar menyebutkan pula bahwa akhlak mulia kepada makhluq adalah badzalun nadaa (suka membantu orang lain), ihtimaalul adzaa (bersabar dengan gangguan orang lain) dan kafful adzaa (tidak mengganggu orang lain). Kemudian beliau menyebutkan ayat Al Qur’an yang artinya:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)
dan
“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Kemudian beliau berkata bahwa barangsiapa yang berakhlak mulia kepada khaliq dan pula kepada makhluq, sungguh orang tersebut telah meraih kebaikan dan keberuntungan. Wallaahu a’laam.
Duhai saudara/I ku muslimin wal muslimah, dengan iman yang kuat, tekad yang membaja dan niat yang tulus, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, sabar dan do’a, insya Allah akhlak mulia bisa menjadi milik kita. Setelah itu, hendaknya kita meniatkan usaha kita menggapai akhlak mulia tersebut hanya mengharap pahala dan menggapai ridha-Nya kemudian mengikuti cara-cara yang dituntunkan oleh Rasulullaah shallaallaah ‘alaihi wa sallam karena sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimaullaah dalam kitabnya Madaarijus Saalikiin bahwasaannya,
“Pensucian jiwa lebih berat dan lebih sulit dibandingkan pengobatan badan, barangsiapa mensucikan jiwanya dengan latihan, usaha keras dan menyendiri tanpa ada contoh dari para Rasul maka ia seperti orang sakit yang menyembuhkan dirinya dengan pendapatnya semata.”
Hal itu tentunya bisa mengakibatkan overdosis atau kurang dosisnya sehingga tujuan pengobatan pun tak tercapai. Allahul musta’aan.
Diantara senjata seorang muslim dalam perbaiakn akhlak adalah dengan mencari teman yang baik dan do’a. Contoh do’a yang Rasulullaah shallallaah ‘alayh wa sallam ajarkan terkait akhlak adalah:
اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِي
Allahumma kamaa hassanta khalqy, fahassin khuluqy
“Wahai Allaah sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku, maka baguskanlah akhlak ku.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Ibn Hibban)
اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأخْلاَقِ ، وَالأعْمَالِ، والأهْواءِ
Allahumma innii a’udzubika min munkaraatil akhlaaq wal a’maal wal ahwaa-i
“Wahai Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kemungkaran-kemungkaran akhlak, amal perbuatan dan hawa nafsu.” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albaniy)
Akhirnya, hanya kepada Allahlah kita hendaknya memohon pertolongan. Dan hanya kepada-Nyalah kembalinya segala pujian yang karena nikmat-Nya sematalah menjadi sempurna segala kebaikan. Allahu ta’alaa a’laam bish shawaab.
Demikianlah beberapa keutamaan akhlaq mulia. Insya Allah pada artikel selanjutnya kita akan bahas bagaimana cara berakhlaq kepada Allah, Rabbuna ‘azza wajalla.
Oleh:
Abu Umar Al Bankawy
Zainab bintu Hadi
Referensi:
• Makarimul Akhlaq, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
• Quthuufun min Syamaail Al Muhammadiyyah, Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Kiat Menggapai Akhlak Mulia
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, para pengikutnya, segenap sahabatnya dan orang-orang yang setia kepadanya. Amma ba’du.
Sesungguhnya kemuliaan akhlak itu terwujud dengan memberikan apa yang dipunyai kepada orang lain, menahan diri sehingga tidak menyakiti, dan menghadapi gangguan atau tekanan dengan penuh kesabaran. Hal itu akan bisa digapai dengan membersihkan jiwa dari sifat-sifat rendah lagi tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji. Simpul kemuliaan akhlak itu adalah: kamu tetap menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberikan kebaikan kepada orang yang tidak mau berbuat baik kepadamu, dan memaafkan kesalahan orang lain yang menzalimi dirimu.
Akhlak yang mulia memiliki berbagai keutamaan. Ia merupakan bentuk pelaksanaan perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan kemuliaan akhlak seorang akan memperoleh ketinggian derajat. Dengan sebab kemuliaan akhlak pula berbagai problema akan menjadi mudah, aib-aib akan tertutupi dan hati manusia akan tunduk dan menyukai sang pemilik akhlak yang mulia ini.
Dengan akhlak yang mulia juga, seorang akan terbebas dari pengaruh negatif tindakan jelek orang lain.
Dia pandai menunaikan kewajibannya dan melengkapinya dengan hal-hal yang disunnahkan. Sebagaimana ia akan terjauhkan dari akibat buruk sikap tergesa-gesa dan serampangan. Dengan akhlak yang mulia pikiran akan tenteram dan kehidupan terasa nikmat.
Tidak diragukan bahwa mengubah kebiasaan memang perkara yang sangat berat dilakukan orang. Meskipun demikian, hal itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dan mustahil dilakukan. Terdapat banyak jalan dan sarana yang bisa ditempuh oleh manusia untuk bisa menggapai kemuliaan akhlak. Sebagian di antara jalan-jalan tersebut adalah:
1. Memiliki Aqidah yang Selamat
Aqidah adalah urusan yang sangat agung dan mulia. Perilaku merupakan hasil dari pikiran dan keyakinan di dalam jiwa. Penyimpangan perilaku biasanya muncul akibat penyimpangan aqidah. Aqidah itulah iman. Sementara orang yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. Apabila aqidah seseorang baik maka akan baik pula akhlaknya. Sehingga aqidah yang benar akan menuntun pemiliknya untuk bisa memiliki akhlak yang mulia seperti: berlaku jujur, dermawan, lemah lembut, berani, dan lain sebagainya. Sebagaimana kemuliaan akhlak juga akan menghalangi dirinya dari melakukan perilaku-perilaku yang jelek seperti; berdusta, bakhil (pelit), bertindak bodoh, serampangan, dan lain sebagainya.
2. Senantiasa Berdoa Memohon Akhlak Mulia
Doa merupakan pintu (kebaikan) yang sangat agung. Apabila pintu ini telah dibukakan untuk seorang hamba maka berbagai kebaikan pasti akan dia dapatkan dan keberkahan akan tercurah kepadanya. Barangsiapa yang ingin memiliki kemuliaan akhlak dan terbebas dari akhlak yang jelek hendaknya dia mengembalikan urusannya kepada Rabbnya. Hendaknya dia ‘menengadahkan telapak tangannya’ dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada-Nya agar Allah melimpahkan kepadanya akhlak yang mulia dan menyingkirkan akhlak-akhlak yang buruk darinya. Oleh karena itulah Nabi ‘alaihish shalatu was salam adalah orang yang sangat banyak memohon kepada Rabbnya untuk mengaruniakan kepada beliau kemuliaan akhlak. Beliau biasa memanjatkan permohonan di dalam doa istiftah, “Ya Allah tunjukkanlah aku kepada akhlak mulia. Tidak ada yang bisa menunjukkan kepada kemuliaan itu kecuali Engkau. Dan singkirkanlah akhlak yang jelek dari diriku. Tidak ada yang bisa menyingkirkan kejelekan akhlak itu kecuali Engkau.” (HR. Muslim: 771). Salah satu doa yang beliau ucapkan juga, “Ya Allah, jauhkanlah dari diriku kemungkaran dalam akhlak, hawa nafsu, amal, dan penyakit.” (HR. Al Hakim [1/532] dan disahihkan olehnya serta disepakati Adz Dzahabi). Beliau juga berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap lemah, kemalasan, sifat pengecut, pikun, sifat pelit. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari [7/159] dan Muslim [2706]).
3. Bersungguh-Sungguh/Mujahadah Dalam Memperbaiki Diri
Kesungguh-sungguhan akan banyak berguna di dalam upaya untuk mendapatkan hal ini. Sebab kemuliaan akhlak tergolong hidayah yang akan diperoleh oleh seseorang dengan jalan bersungguh-sungguh dalam mendapatkannya. Allah ‘azza wa jalla berfirman yang artinya, “Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami maka akan Kami mudahkan untuknya jalan-jalan menuju keridhaan Kami. Dan sesungguhnya Allah pasti bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69). Barangsiapa yang bersungguh-sungguh menundukkan hawa nafsunya untuk bisa berhias diri dengan sifat-sifat keutamaan, serta menundukkannya untuk menyingkirkan akhlak-akhlak yang tercela niscaya dia akan mendapatkan banyak kebaikan dan akan tersingkir darinya kejelekan-kejelekan. Akhlak ada yang didapatkan secara bawaan dan ada pula yang dimiliki setelah melatih diri dan membiasakannya. Mujahadah tidaklah cukup sekali atau dua kali, namun ia harus dilakukan sepanjang hayat hingga menjelang kematiannya. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Rabbmu hingga datang kematian kepadamu.” (QS. Al Hijr: 99).
4. Introspeksi/Muhasabah
Yakni dengan cara mengoreksi diri ketika melakukan akhlak yang tercela dan melatih diri agar tidak terjerumus kembali dalam perilaku akhlak yang tercela itu. Namun hendaknya tidak terlalu berlebihan dalam mengintrospeksi karena hal itu akan menimbulkan patah semangat.
5. Merenungkan Dampak Positif Akhlak yang Mulia
Sesungguhnya memikirkan dampak positif dan akibat baik dari segala sesuatu akan memunculkan motivasi yang sangat kuat untuk melakukan dan mewujudkannya. Maka setiap kali hawa nafsu mulai terasa sulit untuk ditundukkan hendaknya ia mengingat-ingat dampak positif tersebut. Hendaknya dia mengingat betapa indah buah dari kesabaran, niscaya pada saat itu nafsunya akan kembali tunduk dan kembali ke jalur ketaatan dengan lapang. Sebab apabila seseorang menginginkan kemuliaan akhlak dan dia menyadari bahwa hal itu merupakan sesuatu yang paling berharga dan perbendaharaan yang paling mahal bagi jiwa manusia niscaya akan terasa mudah baginya untuk menggapainya.
6. Memikirkan Dampak Buruk Akhlak yang Jelek
Yaitu dengan memperhatikan baik-baik dampak negatif yang timbul akibat akhlak yang jelek berupa penyesalan yang terus menerus, kesedihan yang berkepanjangan, rasa tidak senang di hati orang lain kepadanya. Dengan demikian seorang akan terdorong untuk mengurangi perilakunya yang buruk dan terpacu untuk memiliki akhlak yang mulia.
7. Tidak Putus Asa untuk Memperbaiki Diri
Sebagian orang yang berakhlak jelek mengira bahwa perilakunya sudah tidak mungkin untuk diperbaiki dan mustahil untuk diubah. Sebagian orang ketika berusaha sekali atau beberapa kali untuk memperbaiki dirinya namun menjumpai kegagalan maka dia pun berputus asa. Hingga akhirnya dia tidak mau lagi memperbaiki dirinya. Sikap semacam ini benar-benar tidak layak dimiliki seorang muslim. Dia tidak boleh barang sedikit pun merasa senang dengan kehinaan yang sedang dialaminya lantas tidak mau lagi menempa diri karena menurutnya perubahan keadaan merupakan sesuatu yang mustahil terjadi pada dirinya. Namun semestinya dia memperkuat tekad dan terus berupaya untuk menyempurnakan diri, dan bersungguh-sungguh dalam mengikis aib-aib dirinya. Betapa banyak orang yang berhasil berubah keadaan dirinya, jiwanya menjadi mulia, dan aib-aibnya lambat laun menghilang akibat keseriusannya dalam menempa diri dan kesungguhannya dalam menaklukkan tabiat buruknya.
8. Memiliki Cita-Cita yang Tinggi
Cita-cita tinggi akan melahirkan kesungguhan, memompa semangat untuk maju dan tidak mau tercecer di barisan orang-orang yang rendah dan hina. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang memiliki cita-cita yang tinggi dan jiwanya memiliki kekhusyukan maka dia telah memiliki (sumber) segala akhlak mulia. Sedangkan orang yang rendah cita-citanya dan hawa nafsunya telah melampaui batas maka itu artinya dia telah bersifat dengan setiap akhlak yang rendah dan tercela.” Jiwa-jiwa yang mulia tidak merasa ridha kecuali terhadap perkara-perkara yang mulia, tinggi, dan baik dampaknya. Sedangkan jiwa-jiwa yang kerdil dan hina menyukai perkara-perkara yang rendah dan kotor sebagaimana halnya seekor lalat yang senang hinggap di barang-barang yang kotor. Jiwa-jiwa yang mulia tidak akan merasa ridha terhadap kezaliman, perbuatan keji, mencuri, demikian pula tindakan pengkhianatan, sebab jiwanya lebih agung dan lebih mulia daripada harus melakukan itu semua. Sedangkan jiwa-jiwa yang hina justru memiliki karakter yang bertolak belakang dengan sifat-sifat yang mulia itu.
9. Bersabar
Sabar merupakan fondasi bangunan kemuliaan akhlak. Kesabaran akan melahirkan ketabahan, menahan amarah, tidak menyakiti, kelemahlembutan dan tidak tergesa-gesa, dan tidak suka bersikap kasar.
10. Menjaga Kehormatan/Iffah
Sifat ini akan membawa pelakunya untuk senantiasa menjauhi perkara-perkara yang rendah dan buruk, baik yang berupa ucapan ataupun perbuatan. Dia akan memiliki rasa malu yang itu merupakan sumber segala kebaikan. Sikap ini akan mencegah dari melakukan perbuatan keji, bakhil, dusta, ghibah maupun namimah/adu domba.
11. Keberanian
Hal ini akan membawa pelakunya untuk memiliki jiwa yang tangguh dan mulia. Selain itu keberanian akan menuntun untuk senantiasa mengutamakan akhlak mulia, berusaha untuk mengerahkan kebaikan yang bisa dilakukannya dalam rangka memberikan manfaat kepada orang lain. Keberanian juga akan menggembleng jiwa untuk rela meninggalkan sesuatu yang disukai dan menyingkirkannya. Keberanian akan menuntun kepada sifat suka menahan amarah dan berlaku lembut.
12. Bersikap Adil
Sikap adil akan menuntun kepada ketepatan perilaku. Tidak melampaui batas dan tidak meremehkan. Adil akan melahirkan kedermawanan yang berada di antara sikap boros dan pelit. Adil akan melahirkan sikap tawadhu’ (rendah hati) yang berada di antara sikap rendah diri dan kesombongan. Adil juga akan melahirkan sikap berani yang berada di antara sikap pengecut dan serampangan. Adil pun akan melahirkan kelemahlembutan yang berada di antara sikap suka marah dengan sifat hina dan menjatuhkan harga diri.
13. Bersikap Ramah dan Menjauhi Bermuka Masam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Senyummu kepada saudaramu (sesama muslim) adalah sedekah untukmu.” (HR. Tirmidzi, disahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah: 272). Beliau juga bersabda, “Janganlah kamu meremehkan kebaikan meskipun ringan. Walaupun hanya dengan berwajah yang ramah ketika bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim). Senyuman akan mencairkan suasana dan meringankan beban pikiran. Orang yang murah senyum akan ringan dalam menunaikan tanggung jawabnya. Kesulitan baginya merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan tenang dan pikiran positif. Berbeda dengan orang yang suka bermuka masam. Dia akan menghadapi segala sesuatu dengan penuh kerepotan dan pandangan yang sempit. Apabila menemui kesulitan maka nyalinya mengecil dan semangatnya menurun. Akhirnya dia mencela kondisi yang ada dan merasa tidak puas dengan ketentuan (takdir) Allah lantas dia pun melarikan diri dari kenyataan.
14. Mudah Memaafkan
Mudah memaafkan dan mengabaikan ketidaksantunan orang lain merupakan akhlak orang-orang besar dan mulia. Sikap inilah yang akan melestarikan rasa cinta dan kasih sayang dalam pergaulan. Sikap inilah yang akan bisa memadamkan api permusuhan dan kebencian. Inilah bukti ketinggian budi pekerti seseorang dan sikap yang akan senantiasa mengangkat kedudukannya.
15. Tidak Mudah Melampiaskan Amarah
Hilm atau tidak suka marah merupakan akhlak yang sangat mulia. Akhlak yang harus dimiliki oleh setiap orang yang memiliki akal pikiran. Dengan akhlak inilah kehormatan diri akan terpelihara, badan akan terjaga dari gangguan orang lain, dan sanjungan akan mengalir atas kemuliaan perilakunya. Hakikat dari hilm adalah kemampuan mengendalikan diri ketika keinginan untuk melampiaskan kemarahan bergejolak. Bukanlah artinya seorang yang memiliki sifat ini sama sekali tidak pernah marah. Namun tatkala perkara yang memicu kemarahannya terjadi maka ia bisa menguasai dirinya dan meredakan emosinya dengan sikap yang bijaksana.
16. Meninggalkan Orang-Orang Bodoh
Berpaling dari tindakan orang-orang jahil akan menyelamatkan harga diri dan menjaga kehormatan. Jiwanya akan menjadi tenang dan telinganya akan terbebas dari mendengarkan hal-hal yang menyakitkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Berikanlah maaf, perintahkan yang ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al A’raaf: 199). Orang Arab mengatakan, “Menjauhi kejelekan adalah bagian dari upaya untuk mencari kebaikan.”
17. Tidak Suka Mencela
Hal ini menunjukkan kemuliaan diri seseorang dan ketinggian cita-citanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang bijak, “Kemuliaan diri yaitu ketika kamu dapat menanggung hal-hal yang tidak menyenangkanmu sebagaimana kamu sanggup menghadapi hal-hal yang memuliakanmu.” Diriwayatkan bahwa suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang pergi berangkat ke masjid pada waktu menjelang subuh (waktu sahur, suasana masih gelap). Ketika itu dia berangkat dengan disertai seorang pengawal. Ketika melewati suatu jalan mereka berdua berpapasan dengan seorang lelaki yang tidur di tengah jalan, sehingga Umar pun terpeleset karena tersandung tubuhnya. Maka lelaki itu pun berkata kepada Umar, “Kamu ini orang gila ya?”. Umar pun menjawab, “Bukan.”Maka sang pengawal pun merasa geram terhadap sang lelaki. Lantas Umar berkata kepadanya, “Ada apa memangnya! Dia hanya bertanya kepadaku, ‘Apakah kamu gila?’ lalu kujawab bahwa aku bukan orang gila.”
18. Mengabaikan Orang yang Berbuat Jelek Kepada Kita
Orang yang suka menyakiti tidak perlu ditanggapi. Ini merupakan bukti kemuliaan pribadi dan ketinggian harga diri. Suatu ketika ada orang yang mencaci maki Al Ahnaf bin Qais berulang-ulang namun sama sekali tidak digubris olehnya. Maka si pencela mengatakan, “Demi Allah, tidak ada yang menghalanginya untuk membalas celaanku selain kehinaan diriku dalam pandangannya.”
19. Melupakan Kelakuan Orang Lain yang Menyakiti Dirinya
Yaitu dengan cara anda melupakan orang lain yang pernah melakukan perbuatan buruk kepada anda. Agar hati anda menjadi bersih dan tidak gelisah karena ulahnya. Orang yang terus mengingat-ingat perbuatan jelek saudaranya kepada dirinya maka kecintaan dirinya kepada saudaranya tidak akan bisa bersih (dari kepentingan dunia). Orang yang senantiasa mengenang kejelekan orang lain kepada dirinya niscaya tidak akan bisa merasakan kenikmatan hidup bersama mereka.
20. Mudah Memberikan Maaf dan Membalas Kejelekan Dengan Kebaikan
Hal ini merupakan sebab untuk meraih kedudukan yang tinggi dan derajat yang mulia. Dengan sikap inilah akan didapatkan ketenangan hati, manisnya iman, dan kemuliaan diri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah akan menambahkan kepada seorang hamba dengan sifat pemaaf yang dimilikinya kecuali kemuliaan.” (HR. Muslim). Ibnul Qayyim menceritakan, “Tidaklah aku melihat orang yang lebih bisa memadukan sifat-sifat ini -berakhlak mulia, pemaaf, dan suka berbuat baik kepada orang lain- daripada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah menyucikan ruhnya- ketika itu sebagian para sahabatnya yang senior mengatakan, ‘Aku sangat ingin bersikap kepada para sahabatku sebagaimana beliau bersikap kepada musuh-musuhnya.’ Aku tidak pernah melihat beliau mendoakan kejelekan kepada salah seorang di antara musuhnya itu. Bahkan beliau biasa mendoakan kebaikan bagi mereka.” [Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd]
21. Dermawan
Kedermawanan merupakan sifat yang dicintai dan terpuji. Sebagaimana sifat bakhil (pelit) adalah sifat yang tercela dan mengundang kebencian orang lain. Sifat dermawan akan menumbuhkan kecintaan dan menyingkirkan permusuhan. Dengan sifat itulah nama baik akan terjaga dan aib-aib akan tertutupi. Apabila seseorang telah menghiasi dirinya dengan sifat dermawan maka akan sucilah jiwanya. Dengan demikian akan mengangkat dirinya untuk bisa menggapai kemuliaan akhlak, keutamaan yang tinggi. Maka orang yang dermawan amat sangat dekat dengan segala kebaikan dan kebajikan.
22. Melupakan Perbuatan Baiknya Kepada Orang Lain
Ini merupakan tingkatan yang tinggi serta mulia. Yaitu dengan cara melupakan kebaikan yang pernah anda lakukan kepada orang lain hingga sepertinya hal itu tidak pernah anda lakukan. Barangsiapa yang ingin meraih kemuliaan akhlak hendaknya dia berusaha melupakan kebaikan yang pernah dilakukannya kepada orang lain. Hal itu supaya dia terbebas dari perasaan berjasa dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Dan juga supaya dia semakin meningkat menuju kemuliaan akhlak yang lebih tinggi lagi.
23. Merasa Senang Dengan Perlakuan Baik Orang Lain Meski Hanya Sedikit
Yaitu dengan menerima kebaikan orang lain meskipun hanya sepele. Dan tidak menuntut mereka untuk membalas kebaikannya dengan persis serupa. Sehingga dia tidak akan menyulitkan orang lain. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Berikanlah maaf, perintahkanlah yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199). Abdullah bin Az-Zubair mengatakan, “Allah memerintahkan Nabinya untuk suka memberikan maaf dan toleransi terhadap kekurangan akhlak orang lain.”
24. Mengharapkan Pahala Dari Allah
Perkara ini merupakan salah satu sebab utama untuk bisa menggapai akhlak yang mulia. Dengan hal ini orang akan mudah untuk bersabar, beramal dengan sungguh-sungguh, dan tabah dalam menghadapi gangguan orang lain. Apabila seorang muslim meyakini bahwa Allah pasti akan membalas kebaikan akhlaknya, niscaya dia akan bersemangat untuk memiliki akhlak-akhlak yang mulia, dan rintangan yang dijumpainya akan terasa ringan.
25. Menjauhi Sebab-Sebab Marah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, suatu ketika ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah! Berikanlah wasiat kepadaku.” Maka beliau mengatakan, “Jangan marah!.” (HR. Bukhari)
26. Menjauhi Perdebatan
Perdebatan akan memunculkan permusuhan serta menyisakan perpecahan. Bahkan perdebatan juga terkadang menyebabkan kedustaan. Kalaupun memang terpaksa harus berdebat maka hendaknya berdebat dengan cara yang santun serta didasari niat untuk mencari kebenaran dan menggunakan cara yang lebih baik dan lebih lembut. Allah berfirman yang artinya, “Dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An-Nahl: 125). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin sebuah rumah di surga bagian bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bergurau. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga yang tinggi bagi orang yang berakhlak baik.” (HR. Abu Dawud)
27. Saling Menasihati Agar Berakhlak Baik
Yaitu dengan mengingat-ingat keutamaan akhlak mulia dan memberikan peringatan keras dari keburukan akhlak. Dan juga memberikan nasihat kepada orang yang berakhlak buruk agar menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia termasuk kebenaran yang harus dipesankan kepada yang lain. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan mereka saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-’Ashr: 3).
28. Menerima Nasihat yang Sopan dan Kritikan yang Membangun
Hal ini termasuk sebab yang dapat memudahkan untuk bisa memiliki akhlak yang mulia dan mengikis akhlak yang jelek. Bagi orang yang diberi nasihat maka hendaknya dia menerimanya dengan lapang dada. Bahkan sudah semestinya bagi orang-orang yang merindukan kesempurnaan -apalagi yang berkedudukan sebagai pemimpin- untuk meminta saran kepada orang-orang tertentu yang dia percayai untuk mengetahui dan mengoreksi kesalahan dan kekurangan dirinya. Dan hendaknya dia menyambut nasihat dan koreksi yang mereka berikan dengan perasaan senang dan gembira.
29. Menunaikan Tugasnya Dengan Sebaik-Baiknya
Dengan melakukan yang demikian dia akan terbebas dari celaan dan kehinaan diri akibat suka mencari-cari alasan demi menutupi kekeliruannya.
30. Mengakui Kesalahan
Ini merupakan salah satu ciri akhlak yang mulia dan karakter orang yang memiliki cita-cita yang tinggi. Dengan mengakui kesalahan maka dirinya akan bersih dari tindakan dusta dan suka mengobarkan pertikaian. Karena itulah mengakui kesalahan adalah sebuah keutamaan yang akan mengangkat derajat pelakunya.
31. Senantiasa Bersikap Lemah Lembut dan Tidak Tergesa-Gesa
\Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan pasti akan memperindahnya. Dan tidaklah dia dicabut dari sesuatu melainkan dia akan memperburuknya.” (HR. Muslim). Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
32. Rendah hati
Kerendahan hati merupakan tanda kebesaran jiwa seseorang, cita-citanya yang tinggi dan merupakan jalan untuk menggapai kemuliaan-kemuliaan. Hal itu merupakan akhlak yang akan mengangkat kedudukan pemiliknya dan membuahkan keridaan orang-orang yang baik dan memiliki keutamaan kepada dirinya. Sehingga hal itu akan memudahkan dan memotivasi dirinya untuk bisa mengambil pelajaran dari siapapun. Dan sifat itulah yang akan menghalangi dirinya dari karakter sombong dan tinggi hati.
33. Mudarah/bersikap ramah
Umat manusia diciptakan untuk berkumpul bukan untuk saling mengasingkan diri. Mereka diciptakan untuk saling mengenal bukan untuk saling memusuhi. Dan mereka juga diciptakan untuk saling menolong bukan untuk mengurusi segala keperluan hidupnya sendirian. Salah satu kebijaksanaan aturan Allah yang dapat menjaga manusia dari sikap saling memutuskan hubungan dan kasih sayang adalah adanya ajaran mudarah yaitu menyikap orang dengan tetap ramah dan sopan. Karena mudarah akan menumbuhkan kedekatan dan kecintaan.
Dengannya pendapat yang saling berseberangan akan bisa disatukan dan hati yang saling menjauhi bisa direkatkan.
Bentuk mudarah ialah dengan menjumpai orang dalam kondisi yang baik, ucapan yang lembut serta menjauhi sebab-sebab terpicunya kemarahan dan kebencian kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu yang menuntut hal itu memang harus ditampakkan.
Di antara bentuk mudarah yaitu anda bersikap ramah dan mau duduk bersama orang yang sebenarnya anda musuhi, anda berbicara dengannya dengan santun dan menghormati keberadaannya.
Bahkan terkadang dengan mudarah itulah permusuhan akan padam dan berubah menjadi persahabatan. Al-Hasan mengatakan, “Pertanyaan yang bagus adalah separuh ilmu. Bersikap mudarah kepada orang lain adalah separuh akal…”
34. Jujur
Kejujuran akan mengantarkan kepada kemuliaan dan membebaskan manusia dari nistanya kedustaan. Selain itu kejujuran pula akan membentengi dirinya dari kejelekan orang lain kepadanya. Sebagaimana ia akan membuatnya memiliki harga diri dan kewibawaan yang tinggi, keberanian dan percaya diri. Sesungguhnya dengan kejujuran itulah orang akan terbimbing menuju kebaikan dan salah satu bentuk kebaikan itu adalah akhlak yang mulia.
35. Menjauhi Sikap Terlalu Banyak Mencela Orang yang Berbuat Jelek
Sudah selayaknya orang yang berakal menjauhi sikap berlebihan dalam mencaci orang lain yang berlaku buruk kepadanya. Apalagi jika dia adalah orang yang masih belum mengerti apa-apa. Atau dia adalah orang yang jarang sekali berbuat jelek. Terlalu banyak mencaci akan mengobarkan kemarahan dan mengeraskan tabiat. Orang yang pandai tentu tidak akan mudah mencela setiap kali saudaranya melakukan kekeliruan baik yang kecil ataupun besar. Bahkan sudah semestinya dia mencari alasan untuk bisa memaklumi dan menutupi aibnya tersebut. Kalaupun memang ada sebab yang mengharuskan celaan maka hendaknya dia mencela dengan cara yang baik dan lembut.
36. Tidak Suka Mencaci Maki Orang Lain
Sikap suka mencaci orang akan memicu permusuhan dan membuat gelisah hati dan pikiran. Dan secara otomatis akhlaknya akan memburuk akibat kebiasaan yang dilakukannya itu.
37. Memosisikan Diri Sebagaimana Lawannya
Dengan pandangan seperti ini maka kita akan mudah memberikan toleransi atas kesalahan orang lain, sehingga kita akan lebih kuat menahan luapan amarah, dan jauh dari berprasangka buruk kepadanya. Hendaknya kita menyikapi orang lain sebagaimana sikap yang kita sukai dilakukan oleh orang lain kepada kita.
38. Menjadikan Orang Lain Sebagai Cerminan Bagi Dirinya Sendiri
Hal ini sangat layak untuk dilakukan oleh setiap individu. Segala ucapan dan perbuatan yang tidak disukainya dari orang lain maka hendaknya dia jauhi. Dan apa saja yang disukainya dari perkara-perkara itu hendaknya dia lakukan.
39. Bersahabat Dengan Orang Baik-Baik yang Berakhlak Mulia
Hal ini termasuk sebab terbesar yang akan bisa menempa seseorang agar bisa berakhlak mulia. Persahabatan banyak memberikan pengaruh kepada diri seseorang. Maka sudah semestinya setiap orang mencari teman yang baik dan dapat membantu dirinya dalam berbuat kebaikan dan menghalanginya dari kejelekan.
40. Sering-Sering Mengunjungi Orang yang Berakhlak Mulia
Diriwayatkan dari Al-Ahnaf bin Qais, dia mengatakan, “Dahulu kami bolak-balik mengunjungi Qais bin ‘Ashim dalam rangka mempelajari sikap lembut (hilm) sebagaimana halnya kami belajar ilmu fikih.” Walaupun bisa jadi orang yang berakhlak mulia itu bukan orang yang berilmu tinggi dan hanya orang biasa saja, hendaknya sering mengunjunginya untuk mempelajari akhlaknya. [Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd]
41. Memetik Pelajaran dari Orang-Orang yang Bergaul Dengannya
Orang yang memiliki ketajaman berpikir dan cita-cita yang mulia tentunya selalu berusaha untuk bisa memetik pelajaran dari setiap orang yang bergaul dengannya. Banyak orang yang dapat mempelajari tentang bagaimana seharusnya menjaga kehormatan dan berakhlak mulia ketika dia menjumpai orang-orang yang justru memiliki perilaku yang buruk dan tercela. Bahkan terkadang orang akan bisa belajar dari perilaku hewan yang dilihatnya.
42. Melatih Diri untuk Tetap Bersikap Adil Ketika Mengalami Sesuatu yang Menyenangkan
Sudah semestinya bagi orang yang berakal dan mendambakan akhlak yang mulia untuk berusaha untuk tetap bersikap adil dalam kondisi senang maupun susah. Sebab salah satu adab yang harus dipunyai oleh orang yang terhormat adalah senantiasa berbuat adil dalam kondisi senang ataupun susah.
43. Memahami Kondisi Orang Lain dan Menyesuaikan Dengan Akal Mereka
Hal ini merupakan bukti kecermatan orang dalam menilai dan mengatur urusan yang dihadapinya. Dan hal ini juga menunjukkan tentang baiknya sikap yang dia tempuh dalam memilih sarana kebaikan yang dia gunakan. Dengan sikap semacam ini maka seorang akan mudah menggapai keluhuran akhlak dan akan disenangi oleh orang lain. Manusia yang dihadapi itu beraneka ragam, oleh sebab itu masing-masing perlu disikapi dengan sikap yang tepat dan sesuai dengan kondisi orang yang bersangkutan. Tentu saja dengan batasan, selama hal itu tidak menyebabkan kebenaran dicampakkan dan kebatilan dipertahankan.
44. Menjaga Adab Berbicara dan Adab Majelis
Di antara adab yang harus diperhatikan adalah mendengarkan dengan baik ketika orang lain berbicara. Jangan memotong pembicaraannya sebelum selesai, langsung mendustakannya, atau meremehkannya, atau terburu-buru melengkapi ucapannya yang dianggap kurang sempurna. Selain itu hendaknya juga dijauhi membicarakan tentang diri sendiri dalam rangka membangga-banggakan dirinya di hadapan orang. Hendaknya juga tidak mudah-mudah melontarkan komentar terhadap pembicaraan orang lain. Atau memberikan celaan secara merata kepada setiap orang. Atau mengulang-ulang pembicaraan tanpa ada faktor yang menuntut hal itu harus dilakukan. Termasuk sikap yang harus dijauhi adalah bertanya berlebihan atau terlalu berdalam-dalam dalam menanyakan suatu perkara tanpa keperluan. Selain itu hendaknya berbicara dengan menyesuaikan kondisi atau konteks pembicaraan. Hendaknya bersikap rendah hati terhadap orang yang diajak bicara. Begitu pula hendaknya mengucapkan salam ketika masuk ke dalam majelis atau ketika meninggalkannya. Tidak menyuruh orang lain yang sedang duduk untuk berdiri kemudian dia duduk di tempat tersebut. Tidak duduk di antara dua orang yang berdekatan kecuali dengan izin keduanya. Dan adab-adab yang lainnya.
45. Menjaga Shalat
Memelihara shalat adalah sebab yang sangat agung untuk menggapai akhlak yang mulia, wajah yang berseri-seri dan jiwa yang tenang serta akan menjauhkan dari sifat-sifat rendah dan hina. Sebagaimana shalat juga dapat menghalangi pelakunya dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Dengan melakukan shalat secara benar maka akhlak yang buruk akan dapat dikendalikan. Shalat akan dapat menyembuhkan penyakit-penyakit hati semacam: pelit, dengki, suka mengeluh dan mencela, dan lain sebagainya.
46. Berpuasa
Melakukan puasa akan menyucikan jiwa. Puasa akan memperbaiki perilaku. Puasa akan menumbuhkan berbagai akhlak yang mulia dan terpuji semacam: penyayang, dermawan, suka berbuat baik, menyambung persaudaraan, bermuka ramah, dan lain sebagainya. Puasa akan meningkatkan cita-cita di dalam hati dan mengokohkan tekad serta mewujudkan ketenteraman. Puasa merupakan ajang untuk melatih diri menanggung sesuatu yang tidak disenangi oleh nafsu. Sebuah media untuk memanajemen diri. Puasa juga akan menggerakkan diri menuju kebaikan dan mengekang pelakunya dari perbuatan buruk.
47. Membaca Al-Qur’an Dengan Merenungkan Isinya
Al-Qur’an mengandung petunjuk dan cahaya. Ia merupakan pedoman akhlak yang paling utama. Ia akan menuntun kepada kebenaran dan kebaikan. Kemuliaan akhlak merupakan bagian dari kebaikan yang ditunjukkan oleh al-Qur’an. Bahkan di dalamnya terdapat ayat yang merangkum berbagai macam akhlak yang mulia yaitu firman-Nya yang artinya, “Jadilah pemaaf, perintahkan yang ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199). Al-Qur’an akan mendorong jiwa manusia untuk memiliki berbagai sifat kesempurnaan dan mengisinya dengan cita-cita yang agung.
48. Menyucikan Jiwa Dengan Melakukan Ketaatan
Menyucikan jiwa dengan senantiasa melakukan ketaatan kepada Allah adalah sarana terbesar untuk meraih akhlak yang mulia. Allah berfirman yang artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang membersihkan jiwanya.” (QS. Asy-Syams: 9).
49. Senantiasa Menyimpan Rasa Malu
Rasa malu akan menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan buruk dan mendorongnya untuk senantiasa melakukan kebaikan. Apabila seseorang menghiasi diri dengan sifat ini maka dia akan terpacu untuk meraih keutamaan-keutamaan dan terhambat dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan hina. Rasa malu akan senantiasa melahirkan kebaikan.
Ia merupakan bagian penting dari keimanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rasa malu tidaklah memunculkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga menyatakan, “Rasa malu adalah cabang keimanan.” (HR. Ibnu Majah). Beliau juga bersabda, “Salah satu ucapan pertama kali yang diperoleh manusia dari ajaran para nabi terdahulu adalah jika kamu tidak malu berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
50. Menebarkan Salam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman (dengan sempurna) kecuali kalian saling mencintai.
Maukah aku tunjukkan kepada kalian, sesuatu yang apabila kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai, yaitu sebarkanlah salam di antara sesama kalian.” (HR. Muslim).
Umar bin Khattab mengatakan, “Salah satu sebab yang akan memurnikan rasa suka saudaramu kepadamu ialah kamu selalu berusaha memulai mengucapkan salam kepadanya apabila bersua.
Hendaknya kamu memanggilnya dengan panggilan yang paling disukai olehnya. Kamu lapangkan tempat duduk untuk menyambut kehadirannya.”
51. Selalu Memperhatikan Perjalanan Hidup Nabi
Kisah perjalanan hidup Nabi akan menyajikan di hadapan pembacanya suatu gambaran yang indah mengenai petunjuk yang paling baik dan akhlak yang paling mulia untuk diterapkan oleh segenap umat manusia.
52. Selalu Memperhatikan Perjalanan Hidup Para Sahabat
Para sahabat adalah orang-orang yang mewarisi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga akhlaknya. Dengan melihat kisah perjalanan hidup mereka akan dapat memacu jiwa untuk meneladani dan meniru kebaikan-kebaikan mereka.
53. Membaca Sejarah Hidup Orang-Orang yang Memiliki Keutamaan
Betapa sering orang terpacu dan bertekad kuat untuk memperbaiki akhlaknya karena membaca teladan perjalanan hidup orang-orang yang mulia. Karena dengan membaca biografi dan kisah perjalanan hidup mereka akan menggerakkan jiwa untuk meniru dan meneladani kebaikan mereka.
54. Membaca Buku-Buku Tentang Sifat-Sifat Baik dan Akhlak
Dengan membaca buku-buku semacam itu maka orang akan selalu teringat dan terpacu untuk berakhlak mulia. Begitu pula sebaliknya, dia akan berusaha untuk menjauhi akhlak-akhlak yang tercela. Buku-buku seperti ini banyak sekali, di antaranya adalah:
Syama’il Muhammadiyah karya At-Tirmidzi
Kitab Adab yang ada di dalam kitab-kitab Sahih dan Sunan
Adabu Dunya wa Din karya Al-Mawardi
Raudhatul ‘Uqala’ wa Nuzhatul Fudhala’ karya Ibnu Hiban
Dan lain-lain
55. Membaca Kata-Kata Bijak dari Ulama Terdahulu
Hikmah/kata-kata bijak adalah ucapan yang diriwayatkan dari ulama terdahulu, singkat akan tetapi membawa pengaruh yang dalam. Kata-kata bijak (hikmah) akan mendorong untuk berakhlak yang mulia dan memandunya dalam melangkah. Qais bin ‘Ashim suatu ketika pernah ditanya, “Apa yang mendorong kaummu menjadikanmu sebagai pemimpin?”. Beliau menjawab, “Karena tidak suka menyakiti, suka memberi, dan berjuang membela (agama) Allah.”
56. Mengenal Ungkapan dan Perumpamaan yang Indah
Ungkapan dan perumpamaan-perumpamaan yang indah memiliki pengaruh kuat terhadap jiwa manusia. Ia akan membangkitkan semangat untuk beramal dan memperhalus perilakunya. Perumpamaan tidak susah untuk dihafal dan mudah untuk dipahami. Ia mudah untuk diselipkan dalam suasana serius dengan sedikit bercanda. Dengan kata-kata yang ringkas orang lain akan mudah mengambil pelajaran dan terpacu untuk memperbaiki diri. [Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd]
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shalihaat
Selesai disarikan dari teks aslinya, Yogyakarta 17 Sya’ban 1429 H
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG SEMPURNA , MENGAJARKAN AKHLAQ YANG BAIK , DENGAN MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM SEBAGAI CONTOH PANUTAN KITA KAUM BERIMAN
Bismillahirrahmaniraahim...
Assalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuhu ,
Salah satu akhlak yang sangat penting untuk disimak adalah akhlak dalam berinteraksi dengan sesama muslim. Berikut ini adalah tipsnya berdasarkan teladan Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM .
* Cintailah muslim lain sebagaimana mencintai diri kita sendiri.
* Sukailah apa yang disukai muslim lain sebagaimana kita menyukai apa yang kita sukai, dan bencilah apa yang dibenci muslim lain sebagaimana kita membenci apa yang kita benci.
* Jangan menyakiti muslim lain dengan perbuatan atau perkataan.
* Bersikaplah rendah hati (tawadhu) kepada setiap muslim dan jangan sombong kepadanya.
* Jangan menggunjingkan muslim lain, apalagi dalam keburukan.
* Jika marah kepada muslim lain, maka tidak boleh menghindarinya lebih dari tiga hari.
* Lakukan kebaikan kepada setiap muslim semampunya dengan tidak membedakan antara keluarga dan yang bukan keluarga.
* Jangan masuk ke rumah muslim lain tanpa meminta izin, jika sampai tiga kali tetap tidak diizinkan maka harus kembali.
* Bersikaplah sopan kepada setiap muslim dengan akhlak yang baik dan berinteraksilah dengan mereka sesuai dengan keadaannya.
* Hormatilah orang tua dan sayangi anak-anak.
* Berikanlah selalu kegembiraan, muka yang manis, dan bersikaplah lembut kepada semua muslim.
* Janganlah berjanji kecuali kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menepatinya.
* Bersikaplah adil dan jangan melakukan suatu hal kepada muslim lain yang kita pun tidak akan suka jika kita yang diperlakukan seperti itu.
* Hormatilah muslim lain dengan penampilan dan pakaian yang sesuai dengan kedudukannya sehingga dirinya akan nyaman bersama kita.
* Damaikan sesama muslim yang bersengketa jika menemukan jalan (penyelesaian) ke arah itu.
* Tutupi aib setiap muslim.
* Hindari tempat-tempat yang bisa mendatangkan tuduhan demi untuk menjaga hati orang lain agar mereka tidak berburuk sangka dan juga untuk menjaga lidah mereka agar tidak menggunjing kita.
* Bantulah sesama muslim sesuai kemampuan kita, atau mintakan bantuan pada orang lain jika kita tidak sanggup.
* Ucapkan salam terlebih dahulu sebelum berbicara dengan muslim lain dan jabatlah tangannya ketika memberi salam.
* Jagalah kehormatan jiwa dan harta sesama muslim dari kezhaliman orang lain.
* Jawablah ucapan muslim lain ketika bersin.
* Berilah nasihat kepada setiap muslim dan bersungguh-sungguhlah ingin selalu memberikan kegembiraan untuk mereka.
* Jenguklah muslim yang sedang sakit.
* Antarkan (iringi) jenazah muslim yang wafat.
* Ziarahi kuburan muslim dan doakan dia.
alhamdulillahirabbilalamin
Referensi:
1. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq.”
2. ”Tidak beriman salah seorang di antara kamu sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim)
3. “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan baik (sakit) demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari-Muslim)
4. ”Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya.” (HR. Bukhari-Muslim)
5. ”Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku hendaklah kamu tawadhu sehingga tidak ada orang yang membanggakan diri kepada yang lain.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Maajah)
6. ”Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Bukhari-Muslim)
7. ”Tidak boleh seorang muslim menghindari saudaranya lebih dari tiga hari, keduanya saling bertemu lalu saling berpaling. Sebaik-baik orang di antara keduanya adalah orang yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari-Muslim)
8. ”Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw tidak pernah berbicara dengan seseorang melainkan beliau menghadapkan wajahnya ke wajah teman bicaranya lalu Rasulullah saw tidak akan berpaling dari wajah seseorang sebelum ia selesai berbicara.” (HR. ath-Thabrani)
9. ”Meminta izin itu tiga kali. Yang pertama untuk menarik perhatian tuan rumah, kedua memperbaiki, dan ketiga agar memberi izin atau menolak.” (HR. Bukhari-Muslim)
10. ”Hindarilah api neraka sekalipun dengan separuh korma. Lalu siapa yang tidak memilikinya, maka dengan perkataan yang baik.” (HR. Bukhari-Muslim)
11. ”Tidak termasuk dalam golongan kami orang yang tidak menghormati orang tua dan tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)
12. ”Tahukah kamu kepada siapa api neraka diharamkan?” Para sahabat menjawab, ”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu Nabi saw bersabda, ”Kepada orang yang lemah lembut, yang selalu memudahkan, dan selalu dekat (akrab)” (HR. Tirmidzi)
13. ”Tiga hal ada pada diri orang munafik, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Bukhari-Muslim)
14. ”Siapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan masuk surga maka hendaklah ia mati dalam keadaan bersaksi Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan hendaklah ia memperlakukan orang lain dengan sesuatu yang disukainya jika dilakukan pada dirinya.” (HR. Muslim)
15. ”Apabila orang dimuliakan suatu kaum datang kepada kamu, maka muliakanlah ia.” (HR. al-Hakim)
16. ”Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara kamu karena sesungguhnya Allah akan memperbaiki hubungan di antara orang-orang beriman di hari kiamat.” (HR. al-Hakim)
17. ”Siapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
18. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwasanya Rasulullah saw berbicara dengan salah seorang istrinya kemudian ada laki-laki lewat lalu dipanggil oleh Nabi saw seraya berkata, ”Ya Fulan, ini adalah istriku Shafiyyah.”
19. ”Sesungguhnya aku diberi dan diminta. Sering dimintakan kepadaku kebutuhan-kebutuhan sedangkan kamu ada di sisiku, maka ikutlah memberi bantuan agar kamu diberi pahala dan Allah swt memutuskan apa yang dicintai-Nya melalui kedua tangan Nabi-Nya.” (HR. Bukhari-Muslim)
20. ”Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya maka ia akan terlindung dari api neraka.” (HR. Tirmidzi)
21. ”Seorang muslim yang bersin dijawab jika ia bersin tiga kali dan jika (lebih dari tiga kali) maka itu adalah penyakit flu.” (HR. Abu Dawud)
22. ”Sesungguhnya salah seorang di antara kamu adalah cermin bagi saudaranya, jika ia melihat sesuatu (pada saudaranya) maka hendaklah ia membersihkannya.” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi)
23. ”Siapa yang menjenguk orang sakit berarti ia duduk di taman-taman surga, sampai-sampai jika ia hendak berdiri, maka ditugaskan tujuh puluh ribu malaikat yang mendoakannya sampai malam hari.” (HR. al-Hakim)
24. ”Barangsiapa yang mengantar jenazah maka akan mendapatkan pahala satu qirath. Jika ia berdiri sampai jenazah itu dikubur maka ia mendapatkan pahala dua qirath.” (HR. Bukhari-Muslim)
25. ”Satu qirath seperti (berat/besarnya) bukit Uhud.” (HR. Muslim)
26. ”Aku belum pernah melihat pemandangan yang lebih menakutkan dari kuburan.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Maajah, al-Hakim)
27. Dll.
PERINTAH UNTUK LEMAH - LEMBUT dan BERKASIH - SAYANG
1. “ BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM “ , “ Dengan menyebut nama ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. ( Al Faatihah , 1 : 1 ) , “ Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” ( Ali Imran , 3 : 30 ) , “ Allah adalah sebaik-baik penjaga dan DIA adalah Maha Penyayang diantara para penyayang .” ( Yusuuf , 12 : 64 ) , “ Sesungguhnya Allah sangat berbelas kasihan dan suka kasih-sayang , lemah lembut dalam segala hal.” ( HR. Bukhari & Muslim )
2. Sesungguhnya telah datang kepada-mu seorang Rasul dari kaum-mu sendiri , berat terasa oleh-nya penderitaan-mu , sangat menginginkan ( keimanan & keselamatan ) bagi-mu , amat belas-kasihan lagi penyayang bagi orang-orang mu’min.” ( At Taubah , 9 : 128 ) , “ Sesungguhnya Ibrahim adalah sangat lembut hatinya lagi penyantun.” ( At taubah , 9 : 114 ) ,
3. “ katakanlah , “ Jika bapak-bapak-mu , anak-anak-mu , saudara-saudaramu , istri - istri-mu , kaum keluarga-mu , harta kekayaan yang kamu peroleh , perniagaan yang kamu kawatirkan merugi dan tempat tinggal yang kamu sukai , lebih kamu cintai dari Allah dan rasul-NYA dan ( dari ) berjihad dijalan-Nya , maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” ( At taubah , 9 : 24 ) , “ Orang-orang yang beriman itu cinta kepada Allah “ ( Al Baqarah , 2 : 165 ) , ( dibuktikan dengan mengikuti rasulullah / pen ) , Katakanlah , “ Jika kamu ( benar-benar ) mencintai Allah ikutilah aku ( muhammad ) , niscaya Allah mencintai-mu dan mengampuni dosa-dosa-mu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ ( Aali ‘Imraan , 3 : 31 , Al Munaafiquun , 63 : 9 ), “ Tiga kelompok diantara-mu yang akan mendapatkan manisnya Keimanan : 1. dia yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya untuk lebih dicintai daripada selain keduanya , 2. dia mencintai seseorang yang ia tidak mencintai-nya kecuali Allah , 3. dia membenci untuk kembali ke pada kekafiran setelah Allah menyelamatkan baginya , sebagai mana ia benci dilemparkan keda - lam neraka.( HR. Bukhari & Muslim ) , “ Tidak beriman seorang diantara-mu hingga aku ( muhammad ) lebih dicintai olehnya dari pada anak-nya dan orang tua-nya serta manusia seluruhnya.” ( HR. Bukhari dan Muslim ) , Diriwayatkan dari Abu Hamzah, Anas Bin Malik r.a. Sabda Nabi Muhammad SAW ,
4. “ Dan tiada pula sepatutnya mereka mencintai diri mereka sendiri melebihi dari Rasul.” ( At Taubah , 9 : 120 )
5. “ Tiada sempurna Iman salah seorang dari kalian sehingga ia mencintai saudaranya seperti cinta nya kepada dirinya sendiri. “ ( HR Bukhari Muslim ) ,
6. “ Kemudian termasuk golongan orang-orang yang beriman dan nasehat – menasehati ( supaya ) sabar dan nasehat-menasehati supaya berkasih sayang.” ( Al Balad , 90 : 17 )
7. “ Barang siapa tidak mengasihi dan menyayangi manusia maka dia tidak dikasihi dan tidak disayangi Allah “ ( HR. Al Bukhari )
8. Amal perbuatan yang paling disukai Allah sesudah yang fardhu ( wajib ) ialah : memasukkan kesenangan kedalam hati seorang muslim. ( HR. Athabrani )
9. Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda , dan tidak menghormati orang yang lebih tua , dan tidak beramar makruf dan nahi- munkar.( HR. Attimidzi )
10. Seorang pemuda yang menghormati orang tua karena memandang usianya yang lanjut maka Allah mentakdirkan baginya pada usia lanjut orang akan menghormati-nya. ( HR. Attirmidzi )
11. Katakanlah : “ Aku tidak meminta kepada-mu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih-sayang dalam kekeluargaan. “ ( Asy Syuura , 42 : 23 )
12. “ Sesungguhnya orang – orang yang beriman dan beramal soleh , Yang Maha Pengasih akan membuat kasih – sayang bagi mereka “ ( Maryam , 19 : 96 )
13. “ Sungguh berbahagialah orang yang mampu bergaul dengan orang-orang baik dan berilmu , serta memberikan kasih-sayang kepada orang-orang yang hina dan miskin “ ( HR. Bukhari )
14. “ maka karena rahmat dari Allah , engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka , sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar , tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitar-mu. Maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun bagi mereka , dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan. Maka apabila kamu telah membulatkan tekad bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.” ( Aali ‘Imraan , 3 : 159 )
15. “ Dan berilah peringatan kepada kerabat-mu, dan lemah lembutlah terhadap orang-orang yang mengikuti-mu dari orang-orang mukmin.” ( Asy Syu’araa’ , 26 : 214 – 217 )
16. DLL.
Wallahu Ta’ala A'lam Bish Shawab
Wassalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuhu ,
Mas Iman Wahyudi
-----------------------------------------------------------------------
Akhlaq; Baik & Buruk
Allah SWT telah berfirman kepada nabi-Nya dan kekasih-Nya (Muhammad saw.) seraya memujinya dan menunjukkan karunia-Nya atas diri-Nya: "wa innaka la 'alaa khuluuqin 'adziim" artinya: ...dan sesungguhnya engkau benar-benar berakhlaq agung. (Al-Qalam: 4).
Aisyah r.a. menyatakan bahwa: "akhlaq Rasulullah saw adalah Al-Qur'an."
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang akhlaq yang baik, maka beliau membacakan kepadanya firman Allah SWT: "Jadilah engkau seorang pema'af, suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf dan berpalinglah dari orang-orang jahil." (Al-A'raf: 199).
Kemudian beliau menambahkan: "huwa an tashila man qatha'aka wa tu'thiya man kharamaka wa ta'fuwa 'amman dzalamaka" artinya: Itu dapat terwujud dengan tetap memelihara tali silaturrahim terhadap siapa yang memutuskannya terhadapmu, memberi siapa yang menahan pemberiannya kepadamu dan mema'afkan siapa yang telah melakukan kezaliman terhadapmu."
Rasulullah saw. juga pernah bersabda: "Innamaa bu'its-tu li utammima makaarimal-akhlaaqi" artinya: "Sesungguhnya aku hanyalah di utus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia."
Sabda beliau lagi: "atsqaalu maa yuudla'u fil miizaani yaumal qiyaamati taqwallaahi wa khusnul khuluuqi" artinya: Timbangan yang paling berat dari apa yang di letakkan di atas neraca Hari Kiamat kelak, adalah taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik."
Seorang laki-laki pernah datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata:
"Ya Rasulallah, apa sesungguhnya agama itu?"
Maka beliau menjawab: "Akhlaq yang baik."
Orang itu mendatangi beliau lagi, kini dari arah kanan beliau, dan bertanya: "Ya
Rasulallah apa sesungguhnya agama itu?"
Maka beliau menjawab: "Akhlaq yang baik."
Namun orang itu mendatangi beliau lagi, kini dari arah kiri beliau, dan bertanya: "Ya
Rasulallah apa sesungguhnya agama itu?"
Beliaupun menjawab lagi: "Akhlaq yang baik."
Orang itu mendatangi beliau lagi, kini dari arah belakang, seraya bertanya:
"Ya Rasulallah, apa sesungguhnya agama itu?"
Maka beliau menoleh kepadanya dan bersabda: "Tidakkah kau mengerti? Itu adalah dengan upayamu untuk tidak marah."
Rasulullah saw, juga pernah di tanya: "Apakah kesialan itu Ya, Rusulallah?" Maka beliau menjawab: "Akhlaq yang buruk!"
Di riwayatkan pula bahwa seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw.: "Berilah aku nasehat."
Maka beliaupun mengatakan kepadanya: "Bertaqwalah kepada Allah, di manapun engkau berada."
Orang itu berkata lagi: "Tambahkanlah untukku."
Sabda beliau: "Ikutilah perbuatan burukmu (yang terlanjur kau kerjakan) dengan suatu perbuatan baik, sehingga (dengan perbuatan itu) engkau dapat menghapusnya."
Orang itu berkata lagi: "Tambahkanlah untukku."
Maka sabda beliau pula: "Bergaullah dengan manusia dengan akhlaq yang baik."
Rasulullah saw, juga pernah di tanya: "Amalan apakah yang paling utama?" Jawab beliau: "Akhlaq yang baik."
Pernah pula beliau bersabda: "man khassanallaahu khalqa 'abdin wa khuluqahu fa yuth'imuhunnaara" artinya: Allah SWT takkan membaikkan tubuh dan akhlaq seseorang kemudian menjadikannya umpan bagi api neraka.
Al-fudhail meriwayatkan bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah saw.: "Ada seorang perempuan yang berpuasa di siang hari dan bertahajud di malam hari, sementara akhlaqnya buruk. Ia mengganggu para tetangganya dengan ucapan lidahnya."
Maka Rasulullah bersabda: "Laa khaira fiihaa min ahlin-naari." artinya: "Tak sedikitpun kebaikan ada padanya. Ia adalah penghuni neraka."
Abu Darda' berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda: "Awwalu maa yuudla'u fil miizaani khusnul khuluqi wassakhaau'." artinya: "Sesuatu yang pertama kali akan di letakkan di atas mizan (neraca amalan manusia pada Hari Kiamat) adalah akhlaq yang baik dan kedermawanan."
Dan ketika Allah SWT menciptakan keimanan, ia berkata: "Ya Allah, kuatkanlah aku. "
Maka Allah menguatkannya dengan akhlaq yang baik serta kedermawanan. Dan ketika Allah menciptakan kekufuran, ia berkata: "Ya Allah, kuatkanlah aku." Maka Allah menguatkannya dengan kebakhilan dan akhlaq yang buruk.
Rasulullah saw. juga pernah bersabda: "Innallaahas takhlasha haadzaddiina linafsihi wa laa yashlukhu lidiinikum ilash shakhaau wa khusnul khuluqi alaa fazayyinuu diinakum bihimaa." artinya: "Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi diri-Nya, dan tak ada sesuatu yang layak bagi agama kalian ini selain kedermawanan dan akhlaq yang baik. Karena itu perindahlah agama kalian dengan kedua-duanya."
Sabda beliau pula: "Khusnul khuluqi khalqullaahil a'dhamu." artinya: "Akhlaq yang baik adalah cipta'an Allah SWT yang teragung." Pernah di tanyakan kepada Rasulullah saw.: "Siapakah yang paling utama di antara kaum mukmin?"
Jawab beliau: "Yang paling baik akhlaqnya di antara mereka."
Sabda beliau pula: "Innakum lan tas'awun naasa bi amwaalikum fasa 'uuhum bibastil wajhi wa khusnil khuluqi." artinya: "Sungguh kalian takkan mampu memuaskan manusia semuanya dengan harta kalian, maka puaskanlah mereka dengan wajah yang cerah dan akhlaq yang baik."
Sabda beliau pula: "Suu-ul khuluqi yufsidul 'amala kamaa yufsidul-khallul 'asala" artinya: "Akhlaq yang buruk merusak amalan yang baik seperti halnya cuka merusak madu."
Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: "Innakamru-un qad khasanallaahu khalqaka fakhassin khuluqak." artinya: "Sungguh engkau adalah seorang yang di beri Allah bentuk tubuh yang baik, maka baikkanlah pula akhlaqmu."
Al-Bara' bin 'Azib berkata bahwa "Sesungguhnya Rasulullah saw. adalah seorang yang paling tampan wajahnya dan paling baik akhlaqnya, di antara semua manusia."
Do'a minta diberikan akhlak yang baik.
Di riwayatkan dari Abu Mas'ud Al-Badriy, katanya: Rasulullah saw. biasa mengucapkan dalam do'anya: "Allaahumma khassanta khalqii fakhassin khuluqii." artinya: "Ya Allah telah Engkau beri aku tubuh yang baik, maka baikkanlah pula akhlaqku."
Di riwayatkan pula dari Abdullah bin 'Amr, katanya: "Telah menjadi kebiasaan Rasulullah saw. memperbanyak do'a, di antaranya: "Allaahumma innii as 'alukas shikhkhata wal 'aafiyata wa khusnal khuluqi." artinya: "Ya Allah aku memohon dari-Mu kesehatan dan keselamatan, serta kebaikan akhlaq."
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. telah bersabda: "Karamul mu'mini dinuhu wa khasabuhu khusnu khuluqihi wa muruu atuhu 'aqluhu." artinya: "Kemuliaan dari seorang mukmin adalah agamanya, sedangkan ketinggian derajatnya adalah dalam kebaikan akhlaqnya., kekesatriaannya, dan kelurusan akalnya."
Dari Usamah bin Syuraik, katanya: "Aku pernah menyaksikan sekelompok A'rab (orang-orang Arab Badui) bertanya kepada Rasulullah saw.: "Apakah anugrah Allah terbaik yang dapat di peroleh seseorang?"
Jawab beliau: "Akhlaq yang baik."
Sabda beliau pula: "Inna akhabbakum ilayya wa aqrabakum minnii majlisan yaumal qiyaamati akhaasinukumakhlaaqaa," artinya: "Sesungguhnya yang paling ku cintaidi antara kamu dan paling dekat tempat duduknya denganku, pada Hari Kiamat, adalah yang paling baik akhlaqnya."
Di riwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: "Tsalaatsun man lam takun fiihi aw waakhidatun minhunna falaa ta'tadduu bisyai-in min 'amaalihi taqwan talhjizuhu 'an ma'aashillaahi aw khilmun yakuffu bihis safiiha aw khuluqun ya'iisyu bihi baynan naasi." artinya: "Ada tiga hal yang apabila tak di jumpai dalam diri seseorang ketiga-tiganya atau salah satu di antaranya maka janganlah kalian merasa kagum akan sesuatu dari amalannya. Ketiga hal itu adalah:
ketaqwaan yang menghalanginya dari perbuatan pembangkangan (maksiat) kepada Allah,
sifat santun yang dengannya ia menghadapi ulah seseorang yang berbudi rendah, dan
akhlaq yang baik yang dengannya ia bergaul dengan manusia."
Dan di antara do'a-do'a Rasulullah saw. dalam shalat beliau: "Allaahummahdinii li akhsanil akhlaaqi laa yahdii li akhsanihaa illaa anta washrif 'annii sayyi-ahaa la yashrifu 'annii sayyi-ahaa illaa anta." artinya: "Ya Allah arahkanlah diriku kepada akhlaq yang baik, sebab tak ada yang dapat mengarahkan daku kepadanya selain Engkau. Dan jauhkanlah aku dari akhlaq yang buruk, sebab tak ada yang dapat menjauhkan aku dari akhlaq yang buruk, sebab tak ada yang dapat menjauhkan aku daripadanya, selain Engkau."
Anas berkata: "Pada suatu hari, ketika kami berada bersama Rasulullah saw. beliau bersabda: "Inna khusnal khuluqi layudziibal khaathi-ata kamaa tudziibus-syamsul jaliida." artinya: "Sungguh, akhlaq yang baik dapat mencairkan suatu perbuatan dosa, sebagaimana panas matahari dapat mencairkan salju."
Sabda Rasulullah saw. pula: "Min sa'aadatil mar'i khusnul khuluqi." artinya: Di antara kebahagiaan seseorang adalah kebaikan akhlaqnya."
Sabda beliau pula: "Alyumnu khusnul khuluqi." artinya: "Keberuntungan seseorang adalah dalam kebaikan akhlaqnya."
Beliau juga pernah bersabda kepada Abu Dzaarr: "Ya abaadzarrin la aqla kattadbiiri walaa khasaba kakhusnil khuluqi." artinya: "Wahai Abu Dzaarr, tiada (pemikiran) akal sebaik tadbir (pengelolaan sesuatu dengan bijaksana), dan tiada kehormatan seseorang setinggi akhlaq yang baik."
Anas merawikan bahwa Ummu Habibah pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: "Bagaimana kiranya seorang wanita yang mempunyai dua orang suami di dunia (yakni dalam dua kali perkawinan), lalu dia dan kedua suami itu meninggal dunia dan masuk surga. Siapakah di antara kedua-duanya yang akan menjadi suaminya di sana?"
Maka Nabi saw. menjawab: "Li akhsanihaa khuluqn kaana 'indahaa fiddun-yaa yaa umma khabiibata dzahaba khusnul khuluqi bikhairiddun-yaa wal aakhirati." artinya: "Yang terbaik akhlaqnya bagi si istri, ketika masih di dunia. Wahai ummu Habibah, akhlak yang baik, senantiasa bersama-sama dengan kebaikan dunia dan akhirat."
Sabda beliau pula: "Innal muslimal musaddada liyudriku darajatash shaa-imil qaaimi bikhusni khuluqihi wa karami martabatihi." artinya: "Seorang muslim yang lurus akan mencapai derajat seorang yang berpuasa di siang hari dan bershalat di malam hari, sebagai ganjaran bagi akhlaq baiknya dan martabatnya yang mulia."
Abdurrahman bin Samurah berkata: "Kami sedang bersama Rasulullah saw. ketika beliau bersabda: "Innii ra-aitul baarikhata 'ajaaban ra-aitu rajulan min ummatii jaatsiyan 'alaa rukbataihi wa baynuhu wa baynallaahi khijaabun fajaa-a khusnu khuluqihi fa adkhalahu 'alallaahi ta'aalaa." artinya: "Tadi malam aku melihat sesuatu yang aneh (dalam mimpi). Aku melihat seorang laki-laki dari umatku, sedang berlutut; antara dia dan Allah SWT terbentang tirai penutup (hijab). Lalu datanglah akhlaqnya yang baik dan memasukkannya ke hadapan Allah SWT."
Anas meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: "Innal 'abda layablughu bikhusni khuluqihi 'adhiima darajatil aakhirati wa syarafal manaazili wa innahu ladla'iifun fil 'ibaadati." artinya: "Dengan akhlaqnya yang baik, seorang hamba dapat mencapai derajat-derajat akhirat yang amat tinggi, serta kedudukan-kedudukan yang amat mulia, walaupun ia lemah dalam segi ibadahnya."
Di riwayatkan bahwa Umar r.a. pernah meminta izin untuk menemui Nabi saw. Ketika itu, ada beberapa wanita dari kalangan Quraisy yang sedang berbicara dengan beliau; suara mereka terdengar lebih keras dari suara Nabi saw. Tiba-tiba, ketika mengetahui bahwa Umar meminta izin untuk masuk, mereka bergegas menyembunyikan diri mereka di balik hijab. Dan masuklah Umar sementara Rasulullah saw. tertawa. Umar pun bertanya: "Demi ayah dan ibuku mengapa Anda tertawa, ya Rasulullah?"
Jawab beliau: "'Ajibtu liha-ulaa-illaatii kunna 'indii lammaa sami'na shautaka tabaadarnal khijaaba." artinya: "Sungguh aku merasa heran melihat tingkah laku wanita-wanita yang baru saja bersamaku; ketika mendengar suaramu, mereka segera bersembunyi di balik hijab."
Mendengar itu, Umar berkata: "Sungguh engkaulah, ya Rasulullah yang lebih patut mereka takuti daripada aku."
Kemudian ia menoleh ke arah wanita itu, seraya berkata: "Ya, karena Anda begitu keras dan begitu kasar, tidak seperti Rasulullah saw.!"
Maka beliaupun bersabda: "Iihan yabnal khaththaabi walladzii nafsii biyadihi maa laqiyakasy-syaithaanu qaththu saalikan fajjan illaa salaka fajjan ghaira fajjika." artinya:
"Hah, wahai Ibnu Khaththab, demi Tuhan Yang jiwaku berada di tangan-Nya, tak sekalipun setan berjumpa denganmu di suatu lembah, kecuali ia akan menghindar dan melintasi lembah lainnya."
Sabda Rasulullah saw.: "Suu-ul khuluqi dzanbun laa yughfaru wa suu-udzdzanni khathii-atuntafuukhu." artinya: "Akhlaq yang buruk adalah dosa yang tak terampuni, sedangkan persangkaan buruk (su-udzdzan) adalah kesalahan yang berbau busuk."
Sabda beliau pula: "Innal 'abda layablughu min suu-i khuluqihi asfala darki jahannama." artinya: "Seseorang dapat terjatuh ke dalam dasar Jahannam yang terdalam, dengan akhlaqnya yang buruk."
( Sumber Rujukan: Tahdzib Al-Akhlaq wa Mu'alajat Amradh Al-qulub, karya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali )](https://fbcdn-sphotos-c-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash3/t1/p235x165/1001198_10201069603655521_687374195_n.jpg)


























































No comments:
Post a Comment