03.3001 "ANDA BERTANYA DAN BERKOMENTAR, KAMI MENJAWAB DAN MENANNGAPI
Sumber dari segala sumber keruwetannya adalah munculnya mobilisasi dan pengakuan-pengakuan soal al-ghouts itulah, sehingga di Wahidiyah muncul banyak kelompok dan al-ghouts palsu.
Sumber dari segala sumber keruwetannya adalah munculnya mobilisasi dan pengakuan-pengakuan soal al-ghouts itulah, sehingga di Wahidiyah muncul banyak kelompok dan al-ghouts palsu.
KAMI MENJAWAB DAN MENANGGAPI :
SAUDARAKU CAK ODE YANG BAIK, MA'RIFAT BILLAH WA ROSUULIHI SAW WA GHOUTSU HADZAZZAMAN RA ITU HUKUMNYA WAJIB BAGI SETIAP MANUSIA,
"AWWALU WAJIBIN 'ALAL INSAANI,
MA'RIFATUN ILAAHI BISTIQOONI"
"Hal yang menjadi Awal kewajiban Manusia adalah mengetahui dan mengenal TUHANnya (DAN ROSUL-NYA) dengan sebenar-benar keyakinannya"
BAGAIMNA MUNGKIN BISA MENERAPKAN LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL DAN LILGHOUTS BILGHOUTS KALAU TIDAK MENGETAHUI dan MENGENALNYA ?.
ANDA PENGAMAL WAHIDIYAH KOK SEPERTI ITU YA ..???.
PERNYATAAN ANDA ITU NGAWUR, BODOH DAN KONYOL, TIDAK BERDASARKAN AJARAN WAHIDIYAH ITU SENDIRI !!!.
PERTANYAAN SAYA KEPADA ANDA, TOLONG DIJAWAB, DAWUHNYA MBAH YAHI TENTANG AL-GHOUTS, SBB. : "AL-GHOUTS ITU SEPERTI RAJA ATAU RATU, MENINGGAL GANTI-MENINGGAL GANTI".
TUK LEBIH JELASNYA TOLONG BACA PENJELASAN KAMI BAB ALGHOUTS BERIKUT INI............:
Hal Al-Ghauts Hadzaz Zaman Ra.
Ghauts adalah sebutan yang dipakaikan/ dikenakan kepada seseorang (hamba Allah) yang menduduki posisi puncak dalam dunia kewalian.
Istilah lain dari Al-Ghauts adalah Sulthan Auliya’, Al-Quthbu, Insan Kamil dan lain-lain. Al-Ghauts itu setiap zaman ada, dan apabila seorang yang berpangkat Al-Ghauts itu meninggal dunia, maka Allah akan mengangkat hamba atau kekasih-Nya yang lain untuk menduduki posisi itu.
HADROTUL MUKARROM MBAH KH. ABDUL MADJID MA'ROEF MU'ALLIF SHOLAWAT WAHIDIYAH AL-GHOUTS FII ZAMANIHI RA PERNAH BERSABDA (DAWUH) : "AL-GHOUTS ITU SEPERTI RAJA ATAU RATU, MENINGGAL GANTI-MENINGGAL GANTI".
Dasarnya adalah hadits berikut :
عَنْ عَبْدِالله بْنْ مَسْعُودٍرَضِيَ الله عنْه قال: قال رسول الله صل الله عليه وسلم: إِن للهِ عـزّوجلّ فِي الخَلْقِ ثَلا ثُمِائة قُلُو بُهُم على قَلْبِ أدم عليه السلام , وللهِ في الخَلْقِ أَرْبَعُونَ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ مُوسَي عليه السَلامُ , وَللهِ فِي الخَلْق سَبْعَةٌ قلو بُهُمْ على قَلْبِ إبْراهِيْمَ عَلَيْهِ وسلمَ, ولله في الخلق خَـمْسَةٌ قلو بُهُمْ على قَلْبِ جِبْرِيْل عَليه السَلاَمُ, ولله في الخَلْقِ ثَلاَثَةٌ قُلُو بُهُمْ على قَلْبِ مِيْكَائيل عَلَيْهِ السلام, ولله في الخلْقِ واحدٌ قَلْبُهُ عَلَى قَلبِ إسرَافيل عَلَيْهِ السلامُ, فإذَا مَات الوَاحِدأَبْدَلَ اللهُ مَكَانَهُ مِنَ الثلاثَةِ, وَإِذَامَاتَ مِنَ الثَلاثَةِ أَبْدَلَ اللهُ مَكاَنَهُ مِنَ الخَمْسَةِ, وإذاماتَ مِنَ الخَمْسَةِ أَبْدَلَ اللهِ مَكَانَهُ مِنَ السَبْعَةِ, وَإِذَامَاتَ مِنَ السَبْعَةِ أَبْدَلَ الله مَكانَه مِن الآَرْبَعِيْنَ, وَإذامَاتَ مِن الآربعين أَبْدَلَ اللهُ مَكَانَهُ مِن الثلاثمائة, وإِذَامَاتَ مِنَ الثلا ثمائة أَبْدَل اللهُ مَكَانَهُ مِنَ العَامَّة فَبِهِمْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَيُمْطَرُوَيُنْبُتُ وَيدْفَعُ البَلاَءُ عَنْ هَذِهِ الآُمَّةِ.
قِيْلَ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُود : كَيْفَ بِهِمْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ؟ قال:ِلآَنَّهُمْ يَسْألَوُن َاللهَ إِكْثَارَالآُمَمِ فَيكثرُوْنَ وَيَدْعُوْنَ عَلَي الجَبَابِرَة ,فيقصمون, ويستسقون فَيَسْقَوْنَ وَيسْأَلُوْنَ فَتَنْبِتُ الأرضُ وَيَدْعُونَ فَيُدفَعُ بِهِمْ أنْوَاعُ البَلاءَِ
أخرجه إبونعيم وإبن عساكر
Dari Ibnu Mas’ud Ra. Ia berkata, Rasulullah Saw bersabda :“Sesungguhnya, didalam ciptaan-Nya ini Allah memiliki 300 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Adam AS, 40 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Musa AS, 7 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Ibrahim AS, 5 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Jibril AS, 3 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Mika’il AS, dan 1 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Isrofil AS. Apabila yang seorang itu meninggal, Allah segera menggantikan kedudukannnya itu dari yang tiga, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang lima, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang lima, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang tujuh, apabila mati seseorang dari jumlah yang tujuh, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang empat puluh, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang empat puluh, Allah akan menggantikannya dari jumlah yang tiga ratus, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga ratus, Allah segera menggantinya dari orang umum (biasa). Diantara mereka itu, terdapat orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak bala“.
Tatkala seseorang bertanya kepada Ibnu Mas’ud, “bagaimana seseorang itu menghidupkan dan mematikan” ?. Sahabat ini menjawab : “mereka meminta kepada Allah untuk memperbanyak manusia, maka diperbanyaklah manusia itu, mereka meminta kehancuran orang-orang yang suka berbuat durhaka, maka hancurlah orang-orang itu, mereka meminta diturunkan hujan, maka turunlah hujan itu, mereka meminta agar bumi ditumbuhi tanam-tanaman, maka diperkenankanlah permintaannya. Mereka berdo’a dan dengan do’anya itu terhindarlah balak dan malapetaka”. HR. Abu Nuaim dan Ibnu Asakir.
Hadits diatas dimuat didalam banyak kitab, yang salah satunya adalah, kitab “Al Haawi lil Fataawi“ karangan Imam Jalaludin Abdur Rahman As-Suyuthi. Imam Al-Yaafi’i berkata : “bahwa yang dimaksud الواحد – hamba yang satu didalam hadits tersebut adalah القطب(Al-Quthbu)الغوث (al-Ghauts)”.
Pendapat ini banyak diterima oleh sebagian besar Ulama, terutama ulama tasawuf. Bagi mereka yang kurang sependapat, tentang hal tersebut silahkan, dan itu hak mereka. Yang penting ا لواحد (seorang hamba) yang disebut dalam hadits tersebut, benar adanya.
Catatan :
Agar tidak menimbulkan persepsi yang tidak diinginkan, maka perlu kami garis bawahi :
1. Al-Ghauts itu adalah seorang hamba yang hidupnya hanya untuk menghambakan diri kepada Allah
Swt dalam berbagai aktifitasnya.Hatinya senantiasa tawajjuh kepada Allah.(قلبه يطوف الله دا ئما) .
Dari penghambaannya yang terus-menerus itulah, maka ia dipilih menjadi kekasih-Nya.
2. Al-Ghauts itu umat Rasulullah SAW juga. Jadi kedudukan dan martabatnya masih dibawah Rasulullah SAW.
3. Al-Ghauts (wali) biasanya dianugerahi oleh Allah SWT berupa keistimewaan-keistimewaan (karomah), sebagaimana para Nabi dan Rasul dianugerahi mu’jizat. Termasuk kewenangan Jallab dan Sallab adalah bagian dari keistimewaan Al-Ghauts.
Jallab dan Sallab berlangsung melalui proses, yakni “Bidu’aaihi“ (dengan do’anya kepada Allah SWT), sebagaimana yang tercermin pada bagian akhir hadist diatas, yang artinya “diantara mereka ada orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak bala’“.
Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW, bersabda :
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْأَطَاع اللهَ وَمَنْ عَصانِي فَـقَدْعَصَى اللهُ وَمَنْ أَطَاع أَمِيْرِي فَقَدْ أطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيْري فَقَـدْ عَصَا نِي
Barang siapa taat kepada-Ku (Rasulullah), berarti ia taat kepada Allah. Dan barang siapa durhaka kepada-Ku, berati ia durhaka kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada Amir-Ku, berarti taat kepad-Ku, dan barang siapa yang durhaka kepada Amir-Ku, berarti ia durhaka kepada-Ku
Kaum sufi berdasar ilmu mukasyafahnya dan didukung oleh beberapa hadits dan al-Qur’an (bukan sekedar asumsi), menerangkan, bahwa yang dimaksud “Amir” dalam hadits ini, adalah wali al-Ghauts RA. Sehingga dengan kata lain, hadits diatas dapat diterjemahkan dengan :
Taat kepada Al-Ghauts RA, berarti taat kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus taat kepada Allah SWT. Dan, durhaka kepada Al-Ghauts RA, berarti durhaka kepada Rasulullah SAW yang sekaligus durhaka kepada Allah SWT.
Syeh Muhammad Wafa (w. 801 H), Guru Agung Pemandu kaum sufi pada zamannya, menyimpulkan makna hadits diatas sebagai berikut :
قلْبُ العَارِفِ حضْرَةُ اللهِ فـَمَنْ تـَقَرَّ بَ اِلَيْهِ بِالقُـرْبِ المُلاَ ئِمِ فُـتحَتِ لَهُ أَبْوَابُ الحَضْرَةِ
“Hati orang arif (apalagi Amirul Arifin/ al-Ghauts RِِِِA) itu, hadrah (lambang kehadiran) Allah. Barang siapa mendekat kepadanya dengan cara pendekatan yang semestinya, maka akan terbukalah baginya pintu-pintu kehadiran (Allah)”.
Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairoh Ra, Rasulullah SAW bersabda :
انّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ مَنْ عَادَ لِي وَلِيًّا فَـقَدْ اَذ نْتُهُ بِالحَرْبِ
Sesungguhnya Allah SWT berfirman : Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku (Allah) menyatakan perang kepadanya“.
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْ, فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا مَا تَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa yang membenci sesuatu yang datang dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Sulthan (apalagi Sulthan al-Auliya’) sejenggkal saja, maka dapat mengakibatkan mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah.
Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas Ibn Malik, dijelaskan, bahwa ketika menjalang keberangkatan mi’raj ke langit, malaikat Jibril (mahluk-bukan Khaliq)), atas perintah Allah SWT, meningkatkan (jallaab) iman Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
فُرِجَ عَنْ سَقْفِ بَيْتِي فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَجَ صَدْرِي ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ جَاء بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيْمَانًا فَأَفْرَغَهُ فِي صَدْرِي ثُمَّ أَطْبَقَهُ
“Atap rumah-Ku terbuka, saat itu Aku berada di Makkah. Jibril turun dan membelah dada-Ku. Kemudian mencucinya dengan air zamzam. Kemudian didatangkan satu bejana yang terbuat dari emas, yang berisi hikmah dan iman. Lalu (iman dan hikmah) dituangkan kedalam dada-Ku, kemudian (dada-Ku) ditutupnya kembali”.
Perbuatan Jibril AS “menuangkan” iman dan hikmah kedalam dada Rasulullah SAW, dapat dikatakan perbuatan Jalllab. Yang secara lahiriyah dilakukan oleh mahluk (Jibril As).
Hadits sahabat ‘Ubadah Ibn Shamit, riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim:
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَ ثُونَ بِهِمْ تَقُـوْمُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَـرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْـصَرُوْنَ
Tidak sepi didalam ummatku tigapuluh orang. Sebab mereka Bumi tetap berdiri tegak, sebab mereka mahluk diberi hujan, dan sebab mereka, manusia ditolong (oleh Allah).
b. Hadits dari sahabat Mu’ad Ibn Jabal, riwayat Ad Dailami :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مِنَ الأَ بْدَالُ الذِيْنَ بهِِمْ قَوَامُ الدُنْيَا وَأَهْلِهِ
Adalah tiga (hamba) orang. Barang siapa ada didalamnya, berarti ia dari golongan wali abdal. Yang sebab mereka dunia dan seisinya tetap tegak.
Sahabat ‘Ubadah Ibn Shamit, riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim:
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَ ثُونَ بِهِمْ تَقُـوْمُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَـرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْـصَرُوْنَ
Tidak sepi didalam ummatku tigapuluh orang. Sebab mereka Bumi tetap berdiri tegak, sebab mereka mahluk diberi hujan, dan sebab mereka, manusia ditolong (oleh Allah)
b. Hadits dari sahabat Mu’ad Ibn Jabal, riwayat Ad Dailami :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مِنَ الأَ بْدَالُ الذِيْنَ بهِِمْ قَوَامُ الدُنْيَا وَأَهْلِهِ
Adalah tiga (hamba) orang. Barang siapa ada didalamnya, berarti ia dari golongan wali abdal. Yang sebab mereka dunia dan seisinya tetap tegak.
Ajaran Wahidiyah : (للغَوث بالغوث) - LILGHOUTS - BILGHOUTS , tidak kontroversi dengan aqidah Islamiyah. Dalam sistem seluruh terekat manapun, menyimpulkan bahwa kunci keberhasilan ma’rtifat dan berkah dari Allah Swt, tergantung pelaksanaan prinsip رَابِطَةُ الشيْخ - kuatnya hubungan batin antara Guru Mursyid dan murid
Firman Allah Swt, Qs. an-Nur : 55
وَعَدَاللهُ الذِيْنَ اَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُواالصَالحَاتِ لَيَسْتَخْلِفِنَّهُمْ في الاَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنّنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمْ الذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبـَدّ ِلَنَّهُمْ مِنْ بَعـْدِ خَـوْفِهِمْ أَمْنًا يَعـْبُدُونَنِي وَلاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal yang sholeh, bahwa sungguh-sungguh (Allah) akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana (Allah) menjadikan orang-orang yang sebelum mereka. Dan sungguh (Allah) akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya. Dan (Allah) benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dan tiada mensekutukan-Ku dengan sesuatu apapun”.
Imam Ibnu Katsir, memberi tafsiran, bahwa sari dari ayat ini merupakan mukjizat Nabi Saw sehingga dapat mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, dan sekaligus sebagai pemberitaan Allah Swt, tentang akan adanya khalifah rohani bagi ummat-Nya.
هَذَا وَعْدٌ مِنَ اللهِ لِرَسُولِهِ بِأَنَّهُ سَيَجْعَلُ أُمَّتَهُ خُلَفَاْ الآَرْضِ
“Ini adalah janji dari Allah kepada rasul-Nya, bahwa sesungguhnya (Allah) akan menjadikan ummat-Nya sebagai kholifah dibumi”.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini dengan hadis Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim :
لاَيَزَالُ طَائِفَةُ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى الحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلّهُمْ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ , وفِي رِوَايَةٍ حَتَّى يُقَاتِلُونَ الدَجَّالَ, وَفِي رِوَايَةٍ حَتّى يَنْزِلُ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ. وكُلُّ هَذِهِ الرِوَايَةِ صَحِيْحَةٌ وَلاَ تُعَارِضُ بَيْنَهَا
“Tidak sepi ummat-Ku, dari sekelompok manusia yang memperjuangkan kebenaran, yang mana tidak dapat memberi madlarrat kepada mereka, orang-orang yang menghinakannya, sampai hari kiamat”. Dan dalam riwayat lain : “sampai mereka dapat membunuh dajjal”. Dan dalam riwayat lain : “sampai turunnya Nabi Isa Ibn Maryam”. Riwayat hadis ini adalah shahih tanpa adanya pertentangan antara hadis satu dengan hadis lainnya.
Sedangkan Imam Qurthubi, dalam memberi penjelasan ayat diatas dengan menyertakan sabda Rasulullah Saw :(HR.Bukhari dan Muslim) :
زُوِيتْ لِي الاَرْضُ فـَرأَيْتُ مـَشَارِقَهَا وَمغَارِبَهَا وَسـَيـَبْلُغُ ملُـَكُ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا
Sesungguhnya Allah telah melipat bumi untuk-Ku, sehingga Aku dapat melihat bumi bagian timur dan bagian baratnya. Dan akan sampai raja ummat-Ku yang juga menerima bumi seperti ketika diterimakan kepada-Ku”
Penjelasan ayat diatas juga dijelaskan oleh Syeh Ibnul Qayyim al-Jauziyah (murid Syeh Ibnu Timiyah), dalam kitabnya Jala, al-Afham Fi as-Shalaati ala Khair al-Anaam.
4). Allah berfirman, Qs, Fathir : 32 :
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الكِـتَابَ الذِيْنَ اصْطَـفَيْنَا مِنْ عِبَادِ نَا
“Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an) kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami”.
Isi dan sari serta kekuatan sinar Islam yang ada dalam al-Qur’an, setelah diwahyukan kerpada Rasulullah SAW, diwariskan (secara rohani) kepada salah satu hamba yang dipilih oleh Allah SWT, setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Untuk lebih jelasnya makna yang terkandung didalam ayat ini, lihat dalam kitab tafsir al-Qurthubi, Ibnu katsir, atau Jalalain.
Kami bertanya, siapakah yang kontroversi dengan aqidah Islam itu ?. Yayasan kami, ataukah pihak yang mendlalimi dan memfitnah kami ?.
5). Dalam kitab “Al Anwar Al Qudsiyah” :
وكَانَ سَّيدِي الد سُـوقِي يَقولُ :اِذَا صدَ قَ المِريْـدُ مَعَ شَيْخِه ِوَنا دَى شَيخهُ مَعَ مَـسِيْرَةِ عَامٍ أَجَابَه
“Syeh Sayid Dasuqi RA. berkata : jika murid (tasawuf) benar - benar bersama gurunya (al-Ghauts RA), kemudian ia memanggil gurunya dari jarak perjalanan satu tahun. maka, akan menjawablah Guru itu”.
Meskipun muridnya ada diujung barat dunia, sedangkan Guru al-Ghauts RA ada diujung timur dunia, Guru Kamil Mukammil (al-Ghauts RA) tersebut dapat membimbing muridnya. Semua ini atas kehendak dan titah Allah Swt semata.
6). Dalam kitab “Tanwir al Qulub”, dijelaskan :
اِنَ الشَـيْطَا نَ لاَ يَتَمَثّلُ بِوَلِيّ ٍ كَا مِلٍ كَمَا لاَيَتَمَثّـَلُ بِالنَبِي َصلَى اللُه عَلَيْهِ َوسَـلَمَ
“bahwa sesungguhnya syaithan itu tidak mampu menyerupai Wali Yang Sempurna (wali kamil), sebagaimana syaithan tidak mampu menyerupai Nabi SAW”.
7). Pengalaman rohani tentang keberadaan al-Ghauts RA telah dialami oleh para ulama terdahulu, antara lain :
Ghauts Fii Zamanihi Syeh Ibn Atha’illah, pada waktu ibadah haji, ketika melaksanakan thawaf, tiba-tiba Gurunya (al-Ghauts Syeh Abul Abbas Mursi), juga melaksanakan thawaf. Ketika beliau ingin berjabat tangan kepada Gurunya, tiba-tiba Al Mursi menghilang. Begitu pula, ketika wuquf di ’arafah, Al Mursi juga ada disana. Dan ketika Syeh Atha’illah ingin berjabat tangan lagi, tiba-tiba Al Mursi menghilang lagi. Demikian juga, peristiwa ini dialami oleh Syeh Atha’illah dalam setiap menjalankan rukun haji. Ketika beliau telah pulang ke Kairo - Mesir, ia bertanya kepada sesama santri dan mahasiswa. “Apakah Guru kita kemarin pergi melaksanakan ibadah haji ?”. “Tidak”, jawab semua santri. Dengan penasaran Atha’illah memberanikan diri bertanya langsung kepada AlMursi: “Guru, kemarin ketika saya melaksanakan haji, setiap melaksanakan rukun haji, Paduka senantiasa ada disamping kami, maka kami mohon penjelasan dari Paduka” !.Jawab Syeh al-Mursi :
اَيِّ حُجُرٍفَاجَابَ مِن فَـاِذَا دُعِيَ ا لقُطْب رَجُلٌ كَبِيْرٌ يَمْلاَءُ الكَوْن
“Lelaki yang berpangkat Besar itu (jiwanya) memenuhi alam semesta. Jika Beliau al Quthbu (poros mahluk – pen.) ini dipanggil dari kamar manapun, maka menjawablah Beliau”.
============================================
SAUDARAKU CAK ODE Dkk.....TOLONG DIJAWAB DENGAN TERANG DAN JELAS, ANDA MENGINGKARI HADIT-HADITS DAN DAWUH/SABDA MBAH YAHI QS WA RA TERSEBUT ATAU TIDAK ???, DAN BAGAIMANA ANDA MENYIKAPINYA DAWUH TSB. SERTA APA ALASANNYA ? SERTA SIAPAKAN YANG ANDA MAKSUDKAN AL-GHOUTS PALSU ITU ???. HATI2 ANDA MEMBUAT PERNYATAAN, TENTANG AL-GHOUTS/KEKASIH ALLOH SWT. ANDA JANGANLAH MEMFITNAH, FITNAH ITU LEBIH KEJAM DAN LEBIH SADIS DARI PADA PEMBUNUHAN. RUPANYA DIHATIMU BERCOKOL RASA IRI DAN DENGKI YA KEPADA KAMI DAN TEMAN2 KAMI, RUPANYA BUSUK BENAR HATIMU, GMN KALAU BUSUK BENERAN, SEHINGGA ANDA SUL'UL KHOTIMAH AKIBAT SU'UL ADAB KEPADA ALGHOUTS. INGATLAH SELALU DAWUHNYA MBAH YAHI QS WA RA INI......YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
Perhatian-Perhatian, sekali lagi mohon Perhatian !
WAHAI SAUDARAKU PENGAMAL SHOLAWAT WAHIDIYAH dimanapun Anda berada YANG DIRAHMATI DAN DIBERKAHI ALLOH SWT, marilah kita PERHATIKAN, KITA INGAT SELALU, KITA HAYATI DAN AMALKAN DAWUHNYA/PERINTAHNYA MBAH KH. ABDUL MADJID MA'ROEF MU'ALLIF SHOLAWAT WAHIDIYAH QS WA RA ALGHOUTS FII ZAMANIHI RA kepada kita semua sebagai pengamal Wahidiyah yg sering sekali didawuhkan/diperintahkan ketika itu dalam berbagai kesempatan sbb. :
"ALLOH SWT MERAHASIAKAN RIDLO DAN BENDUNYA (MURKANYA) PADA TIGA TEMPAT ;
PERTAMA : PADA THO'ATNYA, maka jangan sekali-kali meremehkan thoat kepada Alloh dan Rosul-NYa sekalipun kelihatannya THOAT/IBADAH YG KECIL DAN REMEH atau sepele, APA LAGI YANG BESAR, yg kecil aja jangan, sebab mungkin sekali RidloNya Alloh wa Rosuulihi SAW ada disitu.
( Al-kisah : Tuan Syeh Imam Al-Ghozali Ra Al-Ghouts Fii Zamanihi RA selamat dari siksa kuburnya SEBAB ngasih minum lalat ketika beliau sedang mengarang sebuah kitab Ihya' 'Ulumuddin ada lalat yg kehausan kemudian minum tintanya Tuan Syeh Imam Ghozali Ra, sejenak Tuan Syeh berhenti menulis karena mempersilakan LALAT yg sedang kehausan itu tuk minum sepuasnya dulu. Sebab itu Alloh SWT ridlo dan menyelamatkan siksa kuburnya karena Beliau thoat yg kelihatannya sangat sepele dan kecil, cuma ngasih minum seekor lalat yg kehausan, Beliau selamat dari siksa kubur bukan karena ngarang kitab dan bukan karena ibadah2nya yang lain2, demikian itu menjadi sebab Beliau Tuan Syeh selamat dari SIKSA KUBURNYA !!!).
KEDUA : PADA MAKSIYATANNYA, maka jangan sekali-kali menganggap remeh walaupun itu maksiyyat yg kecil atau remeh kelihatannya, JANGAN SEKALI-KALI MELANGGAR PERINTAH ALLOH WA ROSUULIHI SAW yang kecil, APALAGI MAKSIYYAT, atau melanggar perintah Alloh wa Rosuulihi SAW, ATAU DOSA-DOSA YANG BESAR, yg kecil DAN REMEH aja jangan sebab mungkin BENDUNYA/MURKANYA ALLOH WA ROSUULIHI SAW ADA DISITU !!!.
KETIGA : PADA KEKASIH-NYA/Wali-NYA Alloh SWT, maka bersikap santunlah dan berhusnudhonlah (berprasangka baiklah) kepada semua orang tanpa pandang bulu, sebab mungkin Dia seorang WALINYA ALLOH SWT, bahkan mungkin Beliau adalah seorang Sulthonul Auliya'/Ghoutsu Hadzaz Zaman RA. Karena Alloh SWT sangat ridlo dan mencintai kepada orang2 yang menjadi Kekasih-NYa dan sangat murka atau bendu kepada orang2 yang membenci, menghina, melecehkan atau bahkan mengkontrasi Kekasih-Nya.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasululloh SAW bersabda :
"Alloh SWT berfirman :...............bersambung....!
5 Januari pukul 10:35 · Suka
Ahmad Dimyathi Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasululloh SAW bersabda :
"Alloh SWT berfirman :
"Barangsiapa yang menunjukkan permusuhan dengan Wali-Ku maka Aku menyatakan perang dengannya."
"AL WALI"
ADALAH INDIVIDU YANG DICINTAI OLEH ALLOH SWT.
Sambungan hadist qudsi tersebut adalah :
"….Tidaklah hamba-Ku mendekati-Ku dengan suatu pekerjaan yang lebih Aku sukai daripada dia mengerjakan apa yang Aku telah fardhukan ke atasnya. Dan sentiasalah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan melakukan yang sunat-sunat sehingga Aku cinta kepadanya. Ketika Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya, menjadi tangannya yang ia bergerak dengannya dan menjadi kakinya yang ia berjalan dengannya. Dan sesungguhnya, jika ia meminta kepada-Ku, niscaya Aku berikan kepadanya; Dan sesungguhnya, jika ia memohon perlindungan kepada-Ku niscaya Aku berikan perlindungan kepadanya." (HR Bukhari).
Hadits qudsi ini membahas banyak persoalan, tetapi yang menjadi sangat penting ketika Alloh SWT berfirman :
"Barangsiapa menunjukkan permusuhan dengan Wali-Ku maka Aku menyatakan perang dengannya."
Wali Alloh sangat tinggi derajat dan kedudukannya di sisi Alloh SWT wa Rosuulihi SAW. Atas sebab itulah jika ada siapa saja yang memusuhi Wali-Wali-Nya Alloh SWT, maka mereka itu berarti memusuhi Alloh wa Rosuulihi SAW dan Alloh nyatakan perang kepada orang tersebut.
Setelah Allah SWT menjelaskan amaran-Nya terhadap orang yang memusuhi dan membenci Wali-Nya, lalu seterusnya Alloh SWT menyebut pula beberapa sifat yang dimiliki oleh Wali-Nya yang karena sifat-sifat itulah menjadikan mereka hampir dengan-Nya. (BILLAH).
Disebabkan pernyataan Alloh SWT yang keras dan tegas itulah, hal tersebut menjadi sangat penting untuk kita mengetahui siapakah ‘Wali-Wali Allah’ yang dimaksudkan itu dan apakah arti ‘Wali’ itu sendiri.
‘AL WALI’ ADALAH ORANG YANG DEKAT KEPADA ALLOH SWT.
Wali menurut bahasa artinya ‘qarib’ yakni dekat. Jadi Wali Allah (kekasih Allah) ialah orang yang senatiasa bertaqarrub (mendekatkan dirinya) kepada Alloh SWT.
Dikisahkan : Para ulama' besar ketika itu yg kontras kepada Beliau Tuan Syeh Abdul Qodir Al Jailani Ra pada celaka hidupnya dan su'ul khotimah akhir hayatnya. Juga dikisahkan ada seorang Nasroni yang tertolong memperoleh berkah dan karomahnya Tuan Syeh Ra karena ada rasa mahabbah kepada Tuan Syeh Ra. Itulah sebagian kecil bukti2 SALLAB DAN JALLABNYA para Al-Ghouts. MAKA BERHATI-HATILAH BERSIKAP KEPADA BELIAU GHOUTSU HADZAZ ZAMAN RA !. CONTOH KISAH nyata Tuan Syeh Abdul Qodir Jailani Qs wa Ra tersebut diatas dapat kita jadikan pelajaran. Juga perlu saya tulis disini, banyak orang-orang yang celaka hidupnya SEBAB memusuhi Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Al-Ghouts Hadzaz zaman Ra, juga banyak sekali orang yang tertolong lahir batinya sebab barokah, karomah dan nadhroh Beliau Ghoutsu Hadzaz Zaman Ra.
AL-FAATIHAH !.
YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
TOLONG DITANNGAP KAWAN-KAWANKE SEMUANYA PERNYATAAN CAK ODE DARI PSW ITU DAN JAWABAN, TANNGAPAN KAMI...TUK KITA DISKUSIKAN BERSAMA SEMOGA BERMANFAAT......!!!. AMIIN !.
ReplyDeleteYAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
e. Laknat Allah Bagi Mereka Yang Memusuhi Waliyullah
Allah Swt tidak menghendaki kaum muslimin keluar dari barisan Sulthanul Auliya'. Dan Allah Swt sangat murka kepada orang yang membenci atau memusuhi waliyullah. Seseorang yang dalam hatinya terdapat rasa permusuhan atau kebencian terhadap waliyullah apalagi al-Ghauts Ra, dapat menyebabkan mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah. Sebagaimana tercermin dalam hadis dibawah ini :
1. Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah Ra , Rasulullah Saw bersabda :
اِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا, فَقَدْ اَذَ نْتُهُ بِالحَرْبِ
Sesungguhnya Allah Swt berfirman : Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya.
2. Hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Abi Bakrah Ra, Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ أَهَانَ السُلطَانَ أَهَانَهُ اللهُ
Barangsiapa menghina Sultan, maka Allah akan menghinakannya”
Yang dimaksud mengina sultan hadis ini, kitab “Dalil al-falihin”, juz III menjelaskan, hal-hal yang dapat dikatakan menghina antara lain, menganggap ringan perintahnya. Dan yang dimaksud Allah akan menghinakanya, adalah jalan hidupnya didunia akan semakin tersesat dan terperosok kejalan setan, dan diakhirat akan menerima siksa Allah Swt yang pedih.
3. Hadis riwayat Imam Muslim dari Ibn Abbas (Shahih Muslim Kitab "Imarah" bab "Luzumul Jama'ah"), Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْعَلَيهِ, فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَاسِ يَخْرُجُ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّة
Barangsiapa yang (melihat sesuatu) yang kurang menyenangkan dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Sultan sejenggkal saja, kemudian ia mati, maka ia mati dengan mati (kafir) jahiliyah.
Kata “amir” dan “sultan” dalam hadis ini dapat diartikan umum (semua orang yang menjadi pimpinan), dan arti khusus (Amirul khalqi (pimpinan para waliyullah, dan semua makhluk, atau Guru ruhani yang berpangkat al-Ghauts Ra). Dan Para kaum sufi dan waliyullah, mengartikannya dengan arti khusus.
Pendapat ini didasarkan kepada :
1. Hadis riwayat Tirmidzi dan Nasai, Rasulullah Saw :
وَمَا ازْدَادَ عَبْدٌ مِنَ السُلْطَانِ قُرْبًا إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْدًا
Tidaklah seseorang semakin bertambah dekat hubugannya dengan penguasa, melainkan dia semakin jauh dari Allah.
2. Hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud, Rasulullah Saw :
مَنْ أَتَى أَبْوَابَ السَلاَطِيْنَ أُفْتُتِنَ
Barang siapa mendatangi pintu-pintu penguasa, maka ia akan mendapat ujian.
Kedua hadis ini, menujukkan sultan, selain sulthanul auliya, bukan tempat tajalli Allah Swt.